EPILOG A. Kesan masyarakat atas pelaksanaan KKN-PpMM
TERASA DI KAMPUNG HALAMANKU Ahmad Baihaqi
a. Persiapan KKN.
Setiap mahasiswa khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pasti akan menghadapi KKN atau Kuliah kerja Nyata. Di mana semua mahasiswa diminta untuk mengabdikan diri di masyarakat, mengimplementasyikan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah dalam kehidupan sosial bermasyarakat, serta memahami persolaan yang terjadi di lingkungan masyakat. Biasanya kegiatan KKN diselenggarakan di desa yang kebanyakan desa tertinggal atau desa berkembang yang sangat membutuhkan konstribusi pemikiran dan tenaga para mahasiswa untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, meski dengan jangka waktu tidak terlalu lama, hanya sekitar satu bulan.
Saya akan berbagi informasi dan pengalaman saya selama menjalankan program KKN di Desa Kalongsawah, Kampung Peuteuy. Banyak hal yang saya temukan di sana, menjadi pengalaman yang tidak pernah terlupakan. Banyak juga yang saya pelajari selama berada di desa ini, dari karakter dan pola hidup masyarakat desa, hingga adat dan istiadat yang masih mereka pegang teguh. Serta ada beberapa hal yang saya temukan mirip dengan yang ada di kampung halaman saya di Kalimantan Selatan. Seperti keadaan alamnya yang berada di daerah pegunungan, desa yang masih di kelilingi oleh hutan, dan kehidupan masyarakat yang sebagian besar masih bergantung terhadap fungsi sungai.
Pertama kali saya tiba di desa, saya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, karena mayoritas masyarakat menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Sunda. Tidak semua orang di desa ini dapat berbicara dengan bahasa Indonesia dengan baik. Banyak warga desa yang masih belum bisa membaca dan menulis khususnya generasi terdahulu, bahkan ada generasi mudanya yang juga belum bisa
Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor | 99 membaca dan menulis. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi mereka yang rendah. Sungguh sangat ironis, saya sangat sedih sekali melihat fenomena ini, anak kecil dan pemuda yang termasuk dalam kategori usia wajib sekolah lebih memilih untuk bekerja ketimbang duduk dan belajar di bangku sekolah. Bagi mereka mencari nafkah untuk bertahan hidup besok hari lebih penting dari pendidikan, yang nampaknya abu-abu bagi mereka.
Arti KKN dengan pekerjaan yang satu bulan tak cukup untuk menyelesaikan urusan pribadi serta kelompok, ditambah juga dengan dinamika dan masalah desa yang sangat rumit kami tangani membutuhkan konsentrasi agar program bisa berjalan dengan efektif dan tidak sia-sia. Pelajaran berharga yang saya dapatkan dalam kelompok ini adalah tentang bagaimana menghargai perbedaan dan menjauhkan segala bentuk sikap egoisme di dalam diri agar setiap kebersamaan tetap berjalan. Ini semua dilakukan karena saya dan teman-teman kelompok tidak lepas dari segala aktifitas terhadap masyarakat dan sebagai mahasiswa yang diamanahkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Tingkat kesabaran diuji, dan netralitas dituntut agar terciptanya harmoni kelompok, di sini saya merasa diajak untuk dewasa tanpa harus merasa tinggi di atas anggota yang lainya. Saat-saat yang masih terngiang di kepala ialah saat di mana saya dan kelompok berjibaku memalingkan semua konflik dan tetap fokus kepada satu tujuan yaitu kemajuan untuk desa. Walau tanpa mengurasi apresiasi saya terhadap teman sekelompok, tapi saya cukup dapat menilai beberapa orang yang akhirnya memiliki arti dan memberikan sebuah pembelajaran buat hidup saya untuk ke depannya. Terlepas dari baik dan buruknya anggota kelompok, kekurangan di sana-sini menjadi sebuah pengalaman yang sangat luar biasa.
Kelompok saya pun terlihat meyakinkan untuk memulai program, sampai akhirnya satu pekan segala bentuk keyakinan saya berubah. Masing-masing dari mereka menunjukan siapa dirinya yang sesungguhnya. Menampakkan kemanjaan, mental-mental yang masih lemah, sikap manja yang sangat ditunjukkan, di antaranya numpang mandi di tempat tetangga yang menurut saya itu menyusahkan orang lain. Walau kami terlihat kompak dan solid, namun di dalamnua sangat gaduh dengan ego dan prasangka yang buruk, lempar-lemparan
100 | Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor
tanggung jawab. Kepedulian sebatas tanggung jawab program pribadi. Ada juga yang merasa paling benar sendiri, hal ini menunjukan betapa kelompok saya sangat dinamis.
b. Siap Mengawal KKN.
Pengalaman awal yang sangat berkesan dan sangat menarik adalah tentang rumah yang kami sewa untuk di tempati selama KKN. Sebenarnya tidak ada hal spesial tentang rumah itu. Hanya saja ada hal aneh yang sering terjadi di luar logika saya dan teman-teman sebagai mahasiswa yang selalu mempercayai sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa hidup secara empiris. Rumah itu ternyata adalah rumah yang angker menurut warga desa, karena sudah lama tidak dihuni oleh pemiliknya. Mereka pun sering merasa takut ketika mereka melintasi rumah itu, sering ada penampakan ataupun suara-suara yang tidak biasa, seperti ada suara wanita dan bayi menangis serta bayangan hitam yang besar di sekitar rumah.
Pada awalnya saya tidak percaya dengan hal-hal mistis semacam itu, saya berpikir ini hanya omong kosong untuk menakut-nakuti kami yang tinggal di kontrakan tersebut, agar kami tidak betah. Namun ketidakpercayaan saya terbantahkan oleh kenyataan tentang rumah yang dianggap angker itu. saya pernah melihat bayangan hitam besar berdiri di antara dapur dan kamar mandi, seketika saya terkejut, tubuh terasa kaku, dan rasa gemetar yang semakin menjadi. Saya merasa sulit bernafas lalu saya mencoba menenangkan diri dengan berdzikir dan berdo’a. Begitu juga dengan teman-teman yang lain, mereka juga menyaksikan dan mendengar berbagai kejadian yang tidak masuk akal. Tapi saya dan teman-teman berusaha untuk mengabaikan semua itu, kami hanya mementingkan tugas kami yang niat dari awal datang ke tempat ini tulus untuk mengabdi pada masyarakat dan tidak membuat keributan ataupun kerusakan. Karena di manapun manusia hidup tidak pernah terpisahkan dari kehidupan dan keberadaan mahluk gaib, dan seorang muslim harus percaya bahwa mahluk gaib seperti jin dan setan itu pasti ada dan selalu bersama kita.
Di pagi hari, itulah awal pertama saya melangkahkan kaki menuju sungai, kalau bahasa Sundanya sering diseut dengan cai gede, sungai yang lumayan besar akan tetapi tidak terlalu dalam hanya semata kaki orang
Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor | 101 dewasa. Suasana air yang tidak terlalu tenang arusnya lumayan deras karena sungainya penuh batu-batu besar, kalau tidak ada hujan, air sungai ini cukup bersih, akan tetapi jika habis turun hujan airnya menjadi keruh, ini karena faktor dari hulu sungai. Sungai yang selalu dipenuhi dengan aktifitas para ibu-ibu di pagi hari untuk mencuci pakaian. Sungai ramai bagaikan pasar, inilah asyiknya di kampung di mana-mana ramai, bukan hanya di pasar tapi di sungai juga ramai oleh aktifitas para warganya.
Saya melangkahkan kaki pelan-pelan menuju sungai, di gang-gang yang sepi saya berjalan dengan salah seorang warga di sana bernama Santi. Sesampainya di sungai saya sangat kaget. Yang tadi di jalan sepi tapi sampai ke sungai sangai ramai dengan ibu-ibu, mulai dari kalangan tua hingga yang masih muda, turut meramaikan kegiatan di sungai pada pagi itu. Saya menuruni tangga satu demi satu menuju sungai. ibu-ibu yang ada di sungai semua melihat ke arah saya, dan saat itu juga saya mulai merasa bingung, apakah ada yang salah sama saya?, kalau saya jujur sudah terbiasa melakukan aktifitas di sungai, karena di kampung saya di Kalimantan sering sekali pada pagi hari melakukan aktifitas di sungai. Jadi saya biasa aja, tetapi kenapa ibu-ibu pada melihat ke arah saya, dalam hati saya berkata mungkin mereka heran ada laki-laki ganteng pagi-pagi yang ingin mencuci di sungai dan mereka merasa aneh ada laki-laki pagi-pagi ke sungai karena melakukan aktifitas di sungai pagi hari hanya. Tapi terkadang ada juga teteh-teteh yang cantik rupawan, yang bikin betah di sungai. Saya mulai mencuci pakaian walaupun dalam keadaan tidak nyaman karena saya merasa saya dilihat banyak orang. Tetapi itu tidak saya hiraukan, saya terus melakukan aktifitas, di tengah aktifitas mencuci, ada yang mengejutkan ketika saya mengarahkan pandangan ke depan ternyata ada salah satu dari para ibu di sana yang lagi mandi tapi tanpa busana ini sangat mengejutkan. Walaupun saya tinggal di penghujung Kalimantan Selatan dengan suku dayaknya yang mungkin dikenal orang luar suku dayak tanpa busana, tapi semua itu tidak benar. Karena di tempat saya juga sudah maju dari tingkat kualitas penduduknya, dan pemandangan seperti ini pun tidak ada, yang saya bingungkan di dalam hati saya, kenapa membuka aurat sampai berlebihan. Kalau hanya tidak pakai jilbab atau hijab itu hal yang wajar bagi saya. Tapi ini yang saya lihat tanpa busana. Saya
102 | Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor
lihatnya betah, namun bercampur malu juga, dari awal saya mencuci dan mandi tidak ada bapak-bapak yang turun ke sungai. Yang sangat mengagetkan setelah saya bertanya kepada tetanggga. Kenapa ibu-ibu ada yang tidak pakai busana ketika mandi? kata tetangga itu sudah biasa di sini, kaum bapak-bapak juga kalau mandi tanpa busana. Kemudian tetangga saya nanya ke saya: ―Kamu tadi mandi yang di mana,‖ saya jawab ―Yang di ujung,‖ tetangga itu pun menjawab ―Seharusnya kamu mandi yang di depan, yang di ujung itu emang khusus buat perempuan.‖ Saya kaget, ternyata saya yang salah, dalam hati saya berkata, mungkin ibu-ibu juga paham kepada saya, karena saya orang baru yang tidak tahu keadaan desa.
c. Keadaan Masyarakat Desa.
Masyarakat Kampung Peuteuy sangat baik dan ramah kepada kami. Saya sangat kagum dengan kehidupan sosial mereka yang sudah sangat jarang ditemukan di kota. Sikap gotong royong dan saling membantu terhadap sesama warga nampaknya terlihat sangat alami sekali. Meski banyak dari mereka yang tidak berpendidikan tinggi bahkan putus sekolah, namun sikap kekeluargaan mereka yang membudaya patut dijadikan contoh dalam menjalani kehidupan saya untuk bekal bermasyakat. Misalkan ada salah satu keluarga yang akan menyelenggarakan acara walimah pernikahan. Maka para warga berbondong-bondong datang ke rumah keluarga yang punya hajat, untuk membantu mempersiapkan acara. Semua yang mereka lakukan tanpa pamrih ataupun mengharapkan imbalan. Bantuan mereka didasari rasa kekeluargaan dan kebersamaan. Begitu juga bila ada yang meninggal dunia, mereka akan antusias sekali membantu hingga proses pemakaman.
Kami membagi tugas kepada semua anggota untuk menjalankan serangkaian program kerja KKN di Kampung Peuteuy, setiap mahasiswa harus bertanggung jawab dengan tugas yang sudah diamanahkan. Sementara saya mendapatkan tugas untuk menjadi seksi keagamaan, yang mengurusi berbagai kegiatan peribadatan, seperti menjadi imam ataupun muadzin di masjid, mengkoordinir kawan-kawan KKN untuk melakukan sanitasi di lingkungan masjid, hingga acara-acara keagamaan yang rutin diselenggarakan di desa. Masyarakat
Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor | 103 sangat senang sekali dengan kehadiran kami di desa mereka, karena dengan keberadaan kami di sana kegiatan di masjid jadi lebih hidup dan anak-anak pun lebih semangat belajar dari biasanya. Saya mengajarkan cara membaca mushaf al-Qur’an yang benar sesuai dengan tajwidnya, mengajarkan mereka menulis huruf arab, dan melatih mereka untuk mengumandangkan adzan. Sehingga ketika nanti pengabdian kami sudah selesai di desa itu, mereka dapat mengamalkan ilmu yang didapat untuk memakmurkan masjid desa mereka.
Dalam kegiatan KKN saya lebih menghabiskan waktu di luar rumah, saya lebih banyak ngumpul sama bapak-bapak, ibu-ibu, dan juga anak-anak, baik dalam hal keilmuan maupun ngumpul biasa saja, tidak kalah sering mereka bercerita tentang kampung mereka, dan terkadang mereka membagikan ilmunya kepada saya dan semua anggota KKN lainnya. Ada yang bikin saya sedih dikala saya berkumpul dengan warga, yaitu keluarganya Pak Aki Karta, yang anaknya ada dua belas orang. Di depan rumah keluarga Pak Aki ini ada Saung yaitu tempat yang terbuat dari bambu serta beberapa rangkaian kayu yang digunakan untuk tempat duduk-duduk para warga atau biasa dikenal dengan istilah pos ronda ukurannya tidak terlalu besar, namun nyaman untuk kita ngobrol. Hanya cukup lima orang di sinilah kami berbagi pengalaman, saya berbagi sama anak-anak di desa, mulai dari belajar mengaji, bercerita sejarah keislaman, dan juga membantu mengerjakan PR anak-anak SD dan SMP. Yang saya bikin sedih adalah keluarganya Pak Aki, anak-anaknya tidak bisa sekolah. Paling tinggi sekolahnya tamatan SMP. Saya bertanya kenapa tidak SMA, katanya tidak ada biaya, padahal sekolah sekarang sudah gratis, akan tetapi anak sekolah juga perlu jajan. Sangat kasian kalau dia sendiri tidak jajan di antara teman-teman yang pada ramai jajan.
d. Berbaur dengan Masyarakat Desa.
Sering kali kami ramai-ramai makan di Saung Pak Aki dengan bersama patungan ngumpulin duit khususnya kawan-kawan KKN. Yang kemudian dimasak oleh istri Pak Aki, masak nasi dicampur daun salam. Yang baru pertama saya nikmati ternyata enak juga kata orang kampung di sana istilah tersebut sering disebut babacakan, makan nasi
104 | Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor
yang menggunakan daun salam campur ikan asin, orek, dan jengkol. Makanan sederhana yang nikmat dan penuh kebersamaan. Dari sini lah awal kedekatan saya dengan keluarga Pak Aki yang sederhana yang harmonis. Saya teringat apa yang di katakan mu’allim saya ketika di pesantren, kata beliau “Undzur ila tahtakum wala tandzur ila faukakum”. Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan kamu melihat orang yang di atas kamu, maksud nasihat ini kalau kita hanya melihat orang yang bercukupan maka kita selalu merasa kurang, tetapi kalau kita melihat orang yang kurang bercukupan maka disitulah kita bersyukur atas nikmat yang kita punya.
Pada minggu kedua saya mendapat kunjungan teman-teman dari Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan di Ciputat. Mereka ingin berkunjung ke tempat KKN saya dan melihat-lihat pemandangan di sana. Mereka datang berempat dengan dua buah motor. Akhirnya saya putuskan untuk mengajak mereka pergi lokasi wisata di Jasinga yaitu Curug Bandung. Saya meminta warga di sana untuk mengantarkan kami, dia adalah Bang Epet, salah seorang pemuda di desa nantinya dia akan membantu kami untuk memandu kami berwisata ke Curug Bandung. Perjalanan menuju Curug Bandung kami tempuh dengan berjalan kaki, pada awalnya saya mengira tempat yang akan kami tuju tidak terlalu jauh, tapi ternyata kami harus melewati hutan dan bukit untuk mencapainya. Jarak tempuh pun tidak bisa dikatakan dekat, karena kami memerlukan waktu kurang lebih tiga jam untuk sampai di sana. Perjalanan yang luar biasa melelahkan dan menguras tenaga, sementara bekal yang kami persiapkan tidak banyak. Karena Bang Epet memberitahu kami kalau Curug Bandung itu dekat. Mungkin itu dekat versi dia yang sudah sering berjalan kaki ke lokasi wisata tersebut, sementara kami yang baru pertama kali ke lokasi itu terasa jauh dan sangat menguras tenaga kami semua.
Akhirnya setelah perjalanan panjang, kami pun tiba di lokasi Curug Bandung, perjuangan kami terbayarkan dengan percikan air terjun yang turun dari pegunungan, airnya sangat menyegarkan badan. Di sana sudah banyak orang yang datang sebelum kami, karena hari ini adalah hari Minggu, mereka memanfaatkannya untuk liburan. Tanpa menunggu lama kami langsung mandi tepat di bawah air terjun. Saya merasakan kesegeran yang luar biasa saat air dari pegunungan dan
Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor | 105 belum tercamari itu mengalir di atas kepala saya. Segala lelah dan kejenuhan lepas seketika. Setelah mandi kami membuat api unggun untuk membakar jagung, kami membawa bekal jagung yang dibeli untuk oleh teman-teman saya sebelum mengunjungi posko KKN.
Pengalaman yang tidak kalah menariknya adalah ketika Pak Amrul, mengajari saya bagaimana cara mencari emas dengan menggunakan air raksa. Saya diajak ke tempat pengolahan emas milik teman Pak Amrul. Di sana saya mendapatkan pelajaran tentang pengolahan emas dari tahap pengambilan pasir hingga proses pencampuran emas mentah dengan air raksa, untuk mendapatkan hasil dari emas yang berkualitas. Ini adalah pertama kalinya saya melihat air raksa, air raksa berbeda dengan air biasanya, segelas air raksa jauh lebih berat dari segelas air biasa, mengangkat segelas air raksa sama seperti sedang mengangkat besi puluhan kilo.
Sungguh pengalaman ini menjadi yang sangat berharga bagi saya karena bisa menjalankan KKN di desa ini. Terlintas dalam pikiran saya, walau setinggi apapun ilmu yang dimiliki, tapi jika tidak mampu memberikan manfaat bagi orang banyak, maka itu akan sia-sia. Pengabdian terhadap masyarakat ini mengajarkan tentang torelansi dan sikap ringan tangan terhadap sesama. Yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi kehidupan sosial bermasyarakat, serta menempa mental untuk bagaimana bersikap, dan berinteraksi jika berada di daerah yang baru. Saya mengucapkan milyaran rasa terima kasih terkhusus kepada warga Desa Kalongsawah, yang telah berkenan memberikan kita masukan dan saran guna keterlancaran kegiatan KKN yang kami lakukan di desa ini, dan saya tidak bisa membalas semua amal kebaikan semua warga Desa Kalongsawah, saya hanya bisa berdo’a supaya Allah Subhanuhu wa Ta‟ala senantiasa membalas semua bentuk amal kebaikan yang kalian telah berikan kepada para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. -Sekian-
106 | Ds. Kalongsawah – Kec. Jasinga – Kab. Bogor
❺
KKN DAN PETUALANGANKU