• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Variasi somaklonal pada kacang tanah untuk karakter kualitatif dan kuantitatif dapat terjadi melalui kultur dan seleksi in vitro. Diduga kultur dan seleksi in vitro juga dapat menghasilkan tanaman varian yang toleran terhadap kekeringan. Tujuan percobaan adalah 1) membandingkan respon pertumbuhan antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan hasil seleksi in vitro dengan tanaman standar, 2) membandingkan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan seleksi in vitro dengan tanaman standar, 3) menduga mekanisme toleransi tanaman kacang tanah cv. Kelinci terhadap cekaman kekeringan. Benih ditanam pada media campuran tanah, kompos dan pasir (2:1:1, v/v) dalam polibag yang ditempatkan di rumah kaca. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan mulai umur 12–80 hari setelah tanam secara individual dengan membiarkan tanaman tidak disiram sampai menunjukkan gejala layu pada 75% dari seluruh jumlah daun per tanaman, kemudian disiram sampai kapasitas lapang dan setelah itu diberi perlakuan cekaman kekeringan kembali dan seterusnya. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan 1) dalam kondisi optimum tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur in vitro dan seleksi in vitro mempunyai pertumbuhan vegetatif dan generatif yang lebih rendah, tetapi dalam kondisi cekaman kekeringan lebih tinggi dibandingkan tanaman standar; tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro mempunyai nilai ragam yang lebih besar dan distribusi frekuensi yang lebih luas dibanding tanaman standar untuk beberapa peubah pertumbuhan, 2) diperoleh sembilan galur tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan seleksi in vitro yang toleran terhadap cekaman kekeringan, dua di antaranya mempunyai jumlah polong bernas lebih tinggi dibandingkan tanaman standar, baik pada kondisi optimum maupun cekaman, 3) terdapat hubungan yang signifikan antara densitas stomata dan peningkatan kandungan prolina total jaringan dengan tingkat toleransi kacang tanah cv. Kelinci terhadap cekaman kekeringan, tetapi tidak ada hubungan yang berarti antara panjang akar primer dan nisbah akar/tajuk dengan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan.

Kata kunci : toleransi terhadap kekeringan, kultur in vitro, seleksi in vitro, prolina, densitas stomata

Abstract

In vitro culture and in vitro selection have been proved to result somaclonal variation on peanut, both qualitative and quantitative characters. In vitro culture and in vitro selection were estimated to result variant plant with drought stress tolerance. The aims of this study were to 1) compare the growth response between Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryos with plant regenerated from seed as control cultivar, 2) compare the tolerance level to drought stress of Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo, with control plant, and 3) estimate the mechanism of Kelinci cultivar of peanut plants tolerance to drought stress. Progeny of peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected embryo somatic and control plants were grown individually in polybag (50 cm diameter) containing a mixture of top- soil, sand and manure (2:1:1, v/v). These plants divided into two groups. One group subjected to stress condition individually during vegetative and generative periods (12 – 80 days after planting) by watering them only after their 75% leaves have wilted; the other group was grown optimally by watering every two days. The results of the experiment indicated 1) peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo had lower vegetative and generative growth than the control cultivar in optimally condition, but in stress condition they had higher vegetative and generative growth, 3) peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryos had bigger varians and broader frequency distribution than control cultivar for some growth parameters, 4) nine lines of progeny of peanut plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo had drought stress tolerance character, and two of them had higher fertile pod number than original cultivar, both in optimally and stress condition, 5) there are significant correlation between the stomata density and leaf total proline content with drought stress tolerance level of peanut plants, while there are no significant correlation between root/shoot ratio and primary root length with drought stress tolerance level of peanut plant.

Key words: drought tolerance, in vitro culture, in vitro selection, proline, peanut, stomata density

Pendahuluan

Tanaman yang toleran/tahan terhadap kekeringan secara fisiologis mempunyai kemampuan menjaga keseimbangan osmotik dalam sel-selnya dengan meningkatkan penyerapan air dan menurunkan kehilangan air. Kemampuan meningkatkan penyerapan air ditunjukkan oleh adanya sistem perakaran yang besar (Robertson et al. 1980), atau adanya osmolit yang menurunkan potensial air dalam sel (Mundree 2002). Salah satu osmolit yang dapat menentukan tingkat toleransi kacang tanah terhadap kekeringan adalah prolina yang terkandung dalam sel-sel daun (Sudarsono et al. 2004). Kemampuan menurunkan kehilangan air ditunjukkan dengan indeks luas daun yang rendah (Blum 1996), jumlah stomata per satuan luas yang relatif rendah dan rate of water-leaf loss yang rendah pula (Syahputra 2005).

Pada kacang tanah tipe Valencia dan Spanish, sistem perakaran yang dalam dan sudut percabangan yang besar memainkan peran penting dalam toleransi terhadap kekeringan. Berdasar hal ini panjang akar primer dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengevaluasi toleransi terhadap kekeringan (Setiawan 1998). Ciri yang harus diamati untuk menentukan toleransi cekaman kekeringan antara lain bobot kering organ vegetatif saat panen dan berat kering polong (Rachaputi dan Wright 2003).

Beberapa kultivar kacang tanah Indonesia telah diidentifikasi toleran terhadap cekaman kekeringan melalui mekanisme pembentukan akar yang dalam dan bercabang banyak. Mekanisme ini membutuhkan fotosintat yang relatif besar dan diduga berdampak negatif terhadap daya hasil. Oleh karena itu galur yang mempunyai sifat tahan dengan mekanisme baru yang tidak berdampak negatif terhadap hasil lebih diinginkan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui induksi variasi somaklonal. Dari penelitian sebelumnya diketahui variasi somaklonal tampak pada beberapa karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Melalui variasi somaklonal diharapkan juga terdapat peluang memperoleh galur kacang tanah varian yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan mekanisme baru.

Variasi somaklonal terjadi secara acak pada berbagai karakter. Untuk meningkatkan peluang mendapatkan varian dengan karakter yang diinginkan dapat dilakukan seleksi menggunakan bahan penyeleksi yang sesuai. Dari percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa PEG-6000 merupakan bahan penyeleksi yang tepat untuk menapis varian yang toleran terhadap cekaman

kekeringan (Rahayu et al. 2005), dengan konsentrasi sub-letal sebesar 15% (Rahayu et al. 2006). Dengan demikian embrio somatik yang mampu hidup dalam media selektif yang mengandung PEG 15% diharapkan mempunyai karakter yang insensitif atau toleran terhadap potensial air rendah.

Evaluasi toleransi terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan menumbuhkan tanaman di pot, diletakkan di rumah kaca, serta mengatur frekuensi dan volume penyiraman sehingga tanaman mengalami cekaman kekeringan. Penentuan cekaman kekeringan dilakukan secara individual.

Percobaan bertujuan untuk 1) membandingkan respon pertumbuhan antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan hasil seleksi in vitro dengan tanaman standar, 2) membandingkan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan seleksi in vitro dengan tanaman standar, 3) menduga mekanisme toleransi tanaman kacang tanah cv. Kelinci terhadap cekaman kekeringan.

Bahan dan Metode Bahan Tanaman

Bahan yang diperlukan adalah tanaman kacang tanah cv. Kelinci yang tidak diregenerasikan melalui kultur in vitro sebagai tanaman standar, tanaman kacang tanah cv. Kelinci zuriat dari tanaman yang diregenerasikan dari embrio somatik (ES) hasil kultur in vitro (populasi R1-K0 dan R2-K0) dan dari ES hasil seleksi in vitro dalam PEG 15% atau populasi R2-K15 (Tabel 17).

Tabel 17. Nomor-nomor galur generasi R1 dan R2 dari populasi K0 dan generasi R2 dari populasi K15 yang dievaluasi toleransinya terhadap cekaman kekeringan

No K0 K15 R1 R2 R2 1 K0-11 K0-2.1 K15-1.2 2 K0-13 K0-2.3 K15-4.3 3 K0-16 K0-2.10 K15-4.6 4 K0-20 K0-7.3 K15-4.10 5 K0-30 K0-11.3 K15-5.1 6 K0-32 K0-13.7 K15-5.2 7 K0-13.10 K15-5.8 8 K0-16.1 K15-5.10 9 K0-16.6 K15-6.1 10 K0-22.5 11 K0-30.1 12 K0-32.5

Evaluasi Respon terhadap Cekaman Kekeringan

Penyiapan media tanam dan penanaman benih. Media tanam berupa tanah, kompos dan pasir dengan perbandingan 1:1:1 (v/v), dimasukkan dalam polibag berdiameter 50 cm. Media disterilkan dengan menyiramkan larutan formalin, ditutup dengan lembaran plastik selama satu minggu kemudian dibiarkan terbuka. Untuk setiap galur tanaman ditanam minimal lima benih dengan satu benih per pot. Jarak antar pot adalah 0,4 m di dalam baris dan 0,5 m antar baris. Sebagai kontrol genotipe (tanaman standar) adalah kacang tanah kultivar Kelinci yang ditanam dari benih yang tidak melalui kultur in vitro. Tanaman kontrol ditanam dalam baris di antara tanaman varian somaklonal dengan rasio empat baris tanaman varian somaklonal dan satu baris tanaman kontrol.

Pemberian perlakuan cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan diberikan pada fase vegetatif dan generatif. Tanaman disiram sampai dengan kapasitas lapang dari awal tanam sampai umur 12 hari. Kapasitas lapang ditentukan dengan menyiramkan air pada media sampai jenuh, yang ditunjukkan dengan tidak adanya air yang menetes dari lubang di dasar pot. Perlakuan cekaman kekeringan dilakukan secara individual dengan membiarkan suatu tanaman tidak disiram sampai menunjukkan gejala layu pada 75% dari seluruh jumlah daun tanaman tersebut, kemudian disiram sampai kapasitas lapang dan setelah itu diberi perlakuan cekaman kekeringan kembali dan seterusnya. Dengan perlakuan demikian diharapkan tidak ada tanaman yang escaped atau terhindar dari cekaman kekeringan. Perlakuan kontrol diberikan dengan menyiramkan air sampai kondisi kapasitas lapang dua hari sekali.

Pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Tanaman dipelihara di rumah kaca dengan metode budidaya kacang tanah standar, yang meliputi pemupukan, pengendalian gulma dan penyakit sesuai kebutuhan, dan penyiraman sesuai perlakuan cekaman kekeringan. Pemanenan dilakukan sampai saat polong mencapai umur fisiologis atau 110 – 120 hari setelah tanam, atau dengan tanda- tanda sebagai berikut: 1) daun telah mulai kering atau luruh, 2) kulit polong telah mengeras, atau bagian dalam berwarna coklat; biji telah berisi penuh, kulit tipis dan berwarna mengkilat. Kondisi polong diketahui dengan jalan mencabut sebagian dari tanaman untuk diamati polongnya.

Pengamatan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan. Pengamatan dilakukan pada saat panen, pot disiram terlebih dahulu kemudian tanaman

diambil dengan hati-hati agar tidak ada bagian akar yang terputus. Tanaman dicuci di bawah air mengalir untuk membersihkan media tanam yang masih melekat pada akar. Peubah-peubah yang diamati untuk mengetahui respon tanaman terhadap kekeringan meliputi jumlah hari setelah perlakuan ketika tanaman mati, jumlah dan persentase tanaman mati (setiap dua hari, sampai empat minggu setelah perlakuan), tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah buku pada batang utama, jumlah daun, panjang akar primer, bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas. Bobot kering diperoleh dengan menyimpan akar atau tajuk di dalam oven bersuhu 80oC selama 3 hari.

Evaluasi Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Untuk mengevaluasi toleransi tanaman terhadap kekeringan dipakai peubah indeks sensitivitas kekeringan (ISK atau S). Indeks sensitivitas kekeringan ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Fischer dan Maurer (1978).

( 1- Yp/Y) ISK = --- (1 – Xp/X)

ISK : Indeks sensitivitas kekeringan

Yp : rata-rata nilai peubah tertentu suatu galur yang mendapatkan cekaman kekeringan

Y : rata-rata nilai peubah tertentu suatu galur yang tidak mendapatkan cekaman kekeringan

Xp : rata-rata nilai peubah tertentu seluruh galur yang mendapatkan cekaman kekeringan

X : rata-rata nilai peubah tertentu seluruh galur yang tidak mendapatkan cekaman kekeringan

Untuk menentukan tingkat sensitivitas terhadap cekaman kekeringan digunakan kriteria sebagai berikut : ISK ≤ 0,5 bersifat toleran; 0,5 < ISK ≤ 1,00 bersifat agak toleran atau medium toleran, dan ISK >1,00 bersifat peka. Peubah yang digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas terhadap cekaman kekeringan adalah jumlah polong bernas.

Analisis Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan

Analisis mekanisme toleransi yang diamati adalah karakteristik fisiologis dan anatomis, yaitu kandungan prolina total daun, densitas stomata, dan nisbah

akar/tajuk. Analisis kandungan prolina dilakukan pada daun ke 2 – 5 dari pucuk pada tanaman contoh yang telah mengalami cekaman kekeringan enam kali pada periode vegetatif dan generatif, serta pada tanaman contoh yang tidak diberi cekaman kekeringan.

Analisis kadar prolina. Analisis kadar prolina dilakukan berdasarkan metode Bates et al. (1973). Potongan daun yang telah dikeringkan (menggunakan silica gel) ditimbang seberat 0,2 g, dihaluskan dan dihomogenasi dengan 9 ml asam sulfosalisilat 3%. Volume supernatan ditera kembali hingga mencapai 10 ml. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama lima menit, supernatan yang diperoleh kemudian dipisahkan. Untuk mendeteksi prolina, 2 ml supernatan direaksikan dengan 2 ml larutan ninhidrin dan asam asetat glacial dalam tabung reaksi dan dipanaskan pada penangas air dengan suhu 100oC selama 60 menit. Reaksi diakhiri dengan menginkubasikan larutan dalam es selama 5 menit. Hasil reaksi diekstraksi dengan 4 ml toluene sehingga terbentuk kromoform, yang kemudia diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 nm. Sebagai standar digunakan DL-proline (Sigma) 5 – 50 μg yang dilarutkan dalam asam sulfosalisilat 3%. Kadar prolina dinyatakan sebagai μg/g berat kering daun.

Analisis densitas stomata dan nisbah akar/tajuk. Densitas stomata diamati pada epidermis bawah yang diisolasi dengan metode finger print pada umur 75 hari setelah tanam. Daun yang telah mengembang sempurna (yang tumbuh pada buku ke 5 – 8 dari ujung cabang) dipanen, dicuci dengan air kemudian dikeringkan dengan kertas tissu. Permukaan bawah diolesi dengan pewarna kuku transparan sekitar ¾ luas daun. Setelah dikering-anginkan selama dua jam lapisan pewarna kuku dilepas dan diamati melalui mikroskop yang pada lensa okulernya telah dipasang mikrometer dan dihitung jumlah stomata. Nisbah akar/tajuk ditentukan dengan rumus :

bobot kering akar nisbah akar/tajuk = --- bobot kering tajuk

Hasil

Respon Pertumbuhan Tajuk terhadap Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan secara umum berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah, baik pada populasi tanaman standar, R1-

K0, R2-K0 maupun R2-K15 (Gambar 23), tetapi tidak ada tanaman yang mati akibat perlakuan cekaman kekeringan.

Perlakuan cekaman kekeringan nyata menurunkan tinggi tanaman, namun tidak mempengaruhi jumlah cabang primer pada populasi tanaman standar, R1- K0, R2-K0, dan R2-K15. Pada populasi R1-K0, jumlah buku utama dan bobot kering tajuk dalam kondisi cekaman nyata menurun, tetapi pada populasi R2- K0 dan R2-K15 kedua peubah tersebut tidak dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Perlakuan cekaman kekeringan nyata menurunkan jumlah daun dan bobot basah tajuk pada populasi R1-K0 dan R2-K15, pada populasi R2-K0 kedua peubah tersebut tidak dipengaruhi oleh cekaman kekeringan (Tabel 18).

Dalam kondisi optimum, rataan jumlah cabang pada populasi R1-K0, R2- K0 dan R2K15 tidak nyata berbeda dengan tanaman standar; tetapi untuk peubah-peubah yang lain rataan nilai pada populasi R2-K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah dibanding pada populasi R1-K0 dan tanaman standar. Nilai ragam bervariasi antar populasi dan peubah; lebih besar atau lebih kecil dibanding tanaman standar (Tabel 18).

Dalam kondisi cekaman kekeringan, rataan nilai semua peubah pertumbuhan tajuk kecuali jumlah cabang primer pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 nyata lebih besar dibandingkan tanaman standar. Nilai ragam pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 untuk semua peubah pada umumnya lebih besar dibanding tanaman standar (Tabel 18).

Dalam kondisi optimum, 18 galur R1-K0, 18 galur R2-K0 dan 14 galur R2K15 mempunyai bobot kering tajuk yang nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar. Dalam kondisi cekaman, bobot kering tajuk dari delapan galur R1-K0, 16 galur R2-K0 dan 13 galur R2-K15 nyata lebih besar dibandingkan bobot kering tajuk tanaman standar (Gambar 24).

Gambar 23. Keragaan tanaman kacang tanah dalam kondisi optimum (a) dan kondisi cekaman (b). A. Tanaman standar, B. Tanaman R2-K0, C. Tanaman R1-K0, D. Tanaman R2-K15.

b

b a

a

b

a

b

a

Tabel 18. Rataan nilai dan ragam peubah-peubah pertumbuhan tajuk tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2- K0, dan R2-K15 dalam kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan

Populasi Rataan nilai pada kondisi Ragam pada kondisi

Optimum Cekaman Optimum Cekaman

Tinggi tanaman (cm)

Standar 68,53 aA 13,67 bB 156,25 10,30

R1-K0 56,30 aA 21,81 bA 170,23 25,20

R2-K0 37,28 aB 25,12 bA 76,73 55,95

R2-K15 35,62 aB 2150 bA 93,31 35,64

Jumlah cabang primer

Standar 3,90 aA 4,00 aA 0,05 0,00

R1-K0 4,20 aA 4,33 aA 0,06 0,41

R2-K0 3,91 aA 4,06 aA 0,11 0,14

R2-K15 3,85 aA 4,00 aA 0,30 0,00

Jumlah buku utama

Standar 20,84 aA 7,67 bB 5,81 4,32 R1-K0 18,45 aA 10,67 bA 3,49 6,05 R2-K0 12,53 aB 12,34 aA 4,04 5,52 R2-K15 13,29 aB 11,25 aA 5,66 12,39 Jumlah daun Standar 83,10 aA 24,33 bB 127,23 42,97 R1-K0 82,70 aA 42,54 bA 392,43 121,22 R2-K0 53,09 aB 43,70 aA 135,25 110,25 R2-K15 54,29 aB 37,69 bA 240,87 81,72

Bobot basah tajuk (g)

Standar 109,66 aA 11,10 bC 78,51 1,32

R1-K0 86,09 aA 29,42 bB 504,00 282,24

R2-K0 33,83 bB 39,75 aA 321,84 745,29

R2-K15 42,23 aB 30,67 bB 295,49 258,88

Bobot kering tajuk (g)

Standar 25,39 aA 5,57 bB 39,18 5,19

R1-K0 22,19 aA 11,07 bA 111,72 18,31

R2-K0 11,65 aB 12,43 aA 19,53 24,30

R2-K15 12,86 aB 11,82 aA 19,18 11,82

Keterangan :

Angka dalam satu baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, atau dalam satu kolom dan satu peubah yang diikuti huruf kapital yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT 5%

Respon Pertumbuhan Akar terhadap Cekaman Kekeringan

Pada populasi R1-K0, perlakuan cekaman kekeringan nyata berpengaruh negatif terhadap panjang akar primer, tetapi pada populasi R2-K0 dan R2-K15 cekaman kekeringan tidak berpengaruh terhadap peubah tersebut. Cekaman kekeringan nyata menurunkan bobot basah dan bobot kering akar pada populasi R1-K0 dan R2-K15, tetapi tidak berpengaruh pada populasi R2-K0 (Tabel 19).

optimum 10 0 0 0 0 2 10 5 1 2 39 16 2 0 0 20 14 0 0 0 0 10 20 30 40 50 A B C D E jum lah gal ur cekaman 10 0 0 0 0 16 8 0 0 0 30 13 3 0 0 19 13 0 0 0 0 10 20 30 40 50 A B C D E

kisaran bobot kering tajuk (g)

jum

lah gal

ur

Gambar 24. Distribusi frekuensi bobot kering tajuk pada populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitrodalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan. Tanaman standar ( ), R1-K0 ( ), R2-K0 ( ) dan R2K15 ( ). Kisaran bobot kering tajuk A (x<12,98), B (12,98≤x<21,76), C (21,76≤x<30,54), D (30,54≤x<39,32), E (39,32≤x<48,10)

Pada populasi R1-K0, R2K0 dan R2-K15 jumlah akar cabang primer dalam kondisi cekaman nyata lebih tinggi dibanding dalam kondisi optimum, sebaliknya pada populasi standar lebih rendah (Tabel 19).

Dalam kondisi optimum, rataan panjang akar primer pada populasi R1-K0 dan R2-K0 tidak berbeda nyata dengan tanaman standar; sedangkan pada populasi R2-K15 nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Rataan jumlah akar cabang, bobot basah akar dan bobot kering akar pada populasi R1-K0, R2- K0 dan R2-K15 secara umum nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Nilai ragam pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 untuk panjang akar lebih besar, sebaliknya untuk jumlah akar cabang primer lebih kecil dibanding tanaman standar. Nilai ragam untuk bobot akar bervariasi antar populasi; lebih besar atau lebih kecil dibanding tanaman standar (Tabel 19). Pada populasi R1-K0 terdapat

satu galur yang mempunyai bobot kering akar nyata lebih besar daripada tanaman standar (Gambar 25).

Dalam kondisi cekaman kekeringan, rataan panjang akar primer dan jumlah akar cabang primer dari populasi R2-K0 dan R2-K15 masing-masing nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar. Rataan bobot basah akar dari populasi R1-K0 dan R2-K0 nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar. Rataan bobot kering akar populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 tidak berbeda nyata dengan tanaman standar. Nilai ragam pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 untuk peubah-peubah pertumbuhan akar pada umumnya lebih besar dibanding tanaman standar (Tabel 19). Dalam populasi R1-K0, R2-K0 dan R2 K15 masing-masing terdapat dua, 12 dan dua galur yang mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibanding bobot kering akar tanaman standar (Gambar 25).

Tabel 19. Rataan nilai dan ragam panjang akar primer, jumlah akar cabang, bobot basah dan bobot kering akar kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan

Populasi Rataan nilai pada kondisi Ragam pada kondisi

Optimum Cekaman Optimum Cekaman

Panjang akar primer (cm)

Standar 22,74 aA 17,00 bB 33,29 6,96

R1-K0 22,10 aA 16,96 bB 80,82 43,56

R2-K0 23,51 aA 20,62 aA 144,48 54,91

R2-K15 18,34 aB 18,39 aA 53,43 72,25

Jumlah akar cabang

Standar 31,89 aA 9,00 bB 29,26 4,00

R1-K0 16,20 bB 13,17 aB 19,62 23,81

R2-K0 14,93 bB 17,70 aA 17,30 24,01

R2-K15 14,94 bB 17,72 aA 13,69 34,81

Bobot basah akar (g)

Standar 4,19 aA 0,53 bB 1,21 0,06

R1-K0 1,89 aB 0,95 bA 1,66 0,24

R2-K0 1,11 aB 0,97 aA 0,31 0,32

R2-K15 1,14 aB 0,62 bB 0,46 0,09

Bobot kering akar (g)

Standar 1,03 aA 0.30 bA 0,07 0,01

R1-K0 0,66 aB 0,37 bA 0,26 0,14

R2-K0 0,39 aB 0,42 aA 0,04 0,04

R2-K15 1,07 aA 0,33 bA 0,32 0,01

Keterangan :

Angka dalam satu baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, atau angka dalam satu kolom dan satu peubah yang diikuti huruf kapital yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT pada taraf signifikansi 5%

optimum 1 7 2 0 0 11 7 1 0 1 49 7 1 0 0 28 6 0 0 0 0 10 20 30 40 50 60 A B C D E jum la h galur cekaman 10 0 0 0 0 22 2 0 0 0 35 12 0 0 0 30 2 0 0 0 0 10 20 30 40 50 60 A B C D E

kisaran bobot kering akar (g)

jum

lah

galur

Gambar 25. Distribusi frekuensi bobot kering akar pada populasi tanaman

standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitrodalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan. Tanaman standar ( ), R1-K0 ( ), R2-K0 ( ) dan R2K15 ( ). Kisaran bobot kering tajuk A (x<0,56), B (0,56≤x<1,02), C (1,02≤x<1,48), D (1,48≤x<1,94), E (1,94≤x<2,40)

Respon Hasil terhadap Cekaman Kekeringan

Pada populasi standar dan R1-K0, perlakuan cekaman kekeringan nyata menurunkan jumlah polong total dan jumlah polong bernas, sebaliknya pada populasi R2-K0 dan R2-K15 cekaman kekeringan tidak berpengaruh terhadap kedua peubah tersebut (Tabel 20).

Dalam kondisi optimum, rataan jumlah polong total dan bernas dari populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah dibanding tanaman standar (Tabel 20), tetapi dua galur dari populasi R1-K0 dan tiga galur dari populasi R2-K15 mempunyai jumlah polong bernas nyata lebih banyak dari tanaman standar (Gambar 26). Dalam kondisi cekaman kekeringan, rataan jumlah polong total dan polong bernas populasi R2-K0 dan R2-K15 masing- masing nyata lebih tinggi dibanding populasi R1-K0 dan tanaman standar (Tabel 20). Dalam populasi R1-K0, R2-K0 dan R2 K15 masing-masing terdapat satu, sembilan dan enam galur yang mempunyai jumlah polong bernas nyata lebih banyak dibanding tanaman standar (Gambar 26).

Nilai ragam untuk jumlah polong total dan polong bernas pada populasi R1- K0, R2-K0 dan R2 K15 lebih besar dibanding tanaman standar, baik pada kondisi optimum maupun cekaman (Tabel 20).

Tabel 20. Rataan nilai dan ragam jumlah polong total dan jumlah polong bernas kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2- K0 dan R2-K15 dalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan Populasi Rataan nilai pada kondisi Ragam pada kondisi

Optimum Cekaman Optimum Cekaman

Jumlah polong total

Standar 22,47 aA 5,33 bB 32,26 2,38

R1-K0 15,47 aB 8,71 bB 40,32 13,69

R2-K0 12,96 aB 12,7 aA 37,45 33,52

R2-K15 10,67 bB 12,62 aA 41,47 36,36

Jumlah polong bernas

Standar 14,21 aA 4,00 bB 12,39 1,00

R1-K0 10,00 aB 5,37 bB 19,09 10,89