• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KEWARISAN DALAM ISLAM A. Hukum kewarisan Islam

D. SEBAB-SEBAB TERJADINYA KEWARISAN

Yang dimasud dengan sebab-sebab terjadinya kewarisan disini adalah hubungan apa yang harus antara pewaris dan ahli waris sehingga harta peninggalan pewaris itu dapat beralih kepada ahli waris.

Dalam ketentuan hukum Islam, sebab-sebab untuk dapat terjadinya warisan ada tiga, yaitu:

1. Hubungan kekerabatan (al-qarabah) 2. Hubungan Perkawinan

3. Hubungan karena sebab Memerdekakan Budak atau hamba Sahaya(al-wala).22

Dibawah ini akan penulis uraikan tentang penjelasan dari ketiga sebab-sebab untuk saling mewarisi.

21Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), cet, ke-4, h. 28

22Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), cet,ke-2, h.5

38

1. Karena hubungan kekerabatan



Orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabat sebagaianya lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat), Didalam kitab Allah.

Sesunggunya Allah maha mengetahui segala sesuatu‟‟.(QS. Al-Anfal: 75).

Yang jadi dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan karena hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara Muhajirin dan Anshar pada pemulaan Islam. Kekerabatan artinya adanya hubungan nasab antara orang yang mewarisi dengan orang yang diwarisi disebabkan oleh kelahiran.Kekerabatan merupakan unsur kausalitas adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan begitu saja.

Apabila seseorang lahir akibat adanya hubungan antara Ayah dan Ibunya dalam suatu ikatan perkawinan yang sah maka anak itu mempunyai hubungan kekerabatan dengan ayahnya yang meninggal dunia, kecuali kalau ayahnya mengingkari bahwa anak tersebut bukan anaknya dan ini diucapkan dalam suatu sumpah li‟an.

Tetapi apabila ayahnya tidak mengingkari bahwa itu adalah anaknya, maka anak tersebut dianggap sebagai anaknya, sehingga ia dapat saling mewarisi karena adanya hubungan kekerabatan.23

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang diwarisi dengan yang mewarisi, kerabat yang dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

23Ahmad Rofiq, op.cit, h.45

a. Furu, yaitu anak turun (cabang) dari pewaris

b. Ushul, yaitu leluhur (pokok) yang menyebabkan adanya si pewaris

c. Hawashyi,yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si pewais melalui garis menyamping, seperti saudara, paman bibi dan anak turunannya tanpa membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan.

Untuk lebih jelasnya, maka penulis akan menerangkan satu-persatu yaitu sebagai berikut:

a. Furu‟

Furu‟ menurut Bahasa adalah cabang, Apabila dihubungkan kepada orang, maka istilah Furu‟ itu berarti turunan atau anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebab Furu‟ atau cabang itu merupakan turunan atau bagian dari batang (sebagai asalnya).Jadi yang dimasud dengan Furu‟ di sini adalah keturunan anak atau anak yang merupakan bagian dari kekerabatan atau hubungan pertalian darah yang yang timbul akibat perkawinan.

b. Ushul

Yang dimasud dengan ushul adalah asal atau pokok yang menyebabkan adanya orang yang meninggal dunia yaitu ayah, ibu, kakek, nenek dan seterusnya keatas.

Ayah dan ibu tetap menjadi ahli waris dan tetap berhak terhadap harta warisan,sekalipun ada ahli waris lain, hanya saja mungkin bahagian ayah dan ibu ini berkurang dengan adanya ahli waris lain. Seperti 1/3 menjadi 1/6 di sebabkan karena si pewaris mempunyai anak.

c. Hawasyi

40

Yang dimasud dengan hawasyi adalah keluarga yang hubungannya dengan si mayit melalui garis menyamping.Ia akan terhijab apabila si pewaris mempunyai garis kekerabatan dari garis kebawah dan ke atas. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah: saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman sekandung, paman seayah, anak paman kandung dan anak paman ayah.24 2. Hubungan Perkawinan

Di antara sebab-sebab untuk dapat berpindahnya harta orang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup oleh karena adanya hubungan perkawinan yang sah menurut Hukum Islam.

Perkawinan yang sah menyebabkan adanya hubungan Hukum yang saling mewarisi antara suami dan isteri. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi, baik menurut ketentuan Hukum Agama maupun ketentuan administrasi sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku.

Atas dasar itulah, hak suami maupun istri tidak dapat terhijab sama sekali oleh ahli waris siapa pun. Mereka hanya dapat terhijab (dikurangi bagianya) oleh anak turun mereka atau ahli waris yang lain. Ikatan perkawinan menyebabkan seseorang berhak atas bagian dari harta peninggalan itu yang mana harus memenuhi dua syarat yaitu:

a. Akad perkawinan itu sah menurut syari‟at baik kedua suami isteri itu telah berkumpul maupun belum.

b. Ikatan sumi isteri masih berlansung.

24Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. Ke-1.

h.39

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa perkawinan yang dapat yang dapat saling mewarisi itu adalah perkawinan yang sah dan perkawinan yang dianggap sah oleh syari‟at, yaitu apabila telah dilaksanakan menurut rukun dan syarat serta terhindar dari penghalangnya. Amir Syaripuddin, merumuskan bila inti pernikahan itu adalah akad nikah, maka yang menjadi rukun adalah:

a. Adanya pihak yang melakukan akad, yang dalam hal ini adalah calon suami dan calon istri (wakilnya)

b. Ucapan ijab Kabul dari yang berakad

c. Perbuatan itu disaksikan oleh dua orang saksi.25

Apabila sewaktu melakukan akad dalam perkawinan telah dihadiri oleh kedua calon mempelai dan wali dari calon istri serta serta menghadirkan saksi, namun akad nikah yang dilaksanakan itu tidak akan sah kalau ada syarat yang belum terpenuhi dalam perkawinan.

Maka dari itu dapat di pahami apabila terpenuhi rukun dan syarat sahnya akad perkawinan itu, maka perkawinan itu sah menurut syaria‟t. Dan sebagai akibat dari perkawinan yang sah akan menimbulkan hubungan yang saling mewarisi antara suami istri yang melaksanakan akad perkawinan tersebut.

3. Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba sahaya (al-wala)

Wala‟ merupakan salah satu sebab untuk mendapatkan kewarisan. Adapun yang dimasud dengan Wala‟ adalah hubungan yang terjadi karena memerdekakan budak.Al-wala‟ ini ada dua bentuk yaitu: pertama karena seseorang

25Amir Syarifuddin, op.cit ,h.28

42

memerdekakan hamba sahaya dan yang kedua karena adanya perjanjian tolong-menolong.

Adapun wala‟ yang pertama disebut wala‟ al-ataqah atau usabah sababiyah dan kedua di sebut wala‟ al-muamalah, yaitu wala‟ yaitu seseorang berjanji kepada orang lain seseorang tolong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian. 26Dan untuk masalah wala‟ ini sudah tidak ada lagi pada masa sekarang ini karena perbudakan sudah tidak ada lagi.Hal ini merupakan suatu ciri keberhasilan ajaran Islam dalam menghapuskan perbudakan di dunia.

E. Penghalang Kewarisan Menurut Kitap Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam

Dokumen terkait