• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI 1439 H / 2018 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI 1439 H / 2018 M"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H) Dalam jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah

Oleh:

ADELINA DARMAYANTI NIM.1114.064

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI 1439 H / 2018 M

(2)

Bismillahirrahmanirrahim

Dan apabila dikatakan bangunlah (berdirilah) kamu Maka hendaklah berdiri, niscaya Allah meninggikan

Orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Allah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan (QS: Al-Mujadalah 11)

Ya Allah

Hamba menyadari sepenuhnya

Apa yang telah hamba perbuat sampai detik ini belum berarti apa-apa....

Bila dibandingkan dengan cucuran keringat orang tua hamba Karenanya Ya Allah hamba memohon

Jadikanlah keringat mereka

Sebagai mutiara yang berkilauan dalam kegelapan Jadikanlah doa dan kelebihan mereka

Sebagai jembatan kesuksesanku Jadikanlah air mata mereka

Sebagai embun penyejuk dikala dalam bahagia Ya Allah

Aku bersujud atas berkahmu

Setitik kenikmatan telah aku nikmati Sekeping cinta dan asa telah aku raih Namun...

Bukan Sampai disini perjalanan ku

Masih ada detik-detik esok yang akan ku perjuangkan Dengan kebesaranmu ya Allah

Ku rangkai doa dan harapan disetiap langkah ku Untuk meraih masa depan

Terima kasih ya Allah

Dengan sujud syukur aku persembahkan secuil keberhasilan ini

Kepada orang-orang yang aku cintai

(3)

Erlinda Ekaputri dan adik Silvia Navara)

Atas segala doa, kesabaran, kasih sayang dan cinta yang tulus yang tiada hentinya

Thank’s atas semua nasehat dan semangatnya

Serta perhatian yang membuat aku mengerti tentang kehidupan Dan tak lupa terima kasih kepada sahabat ku

Serta kawan-kawan yang tidak tersebutkan disini

Terima kasih atas semuanya, kalian akan selalu dihati ku Mudah-mudahan dengan secuil keberhasilan ini

Dapat sebagai suatu benang perangkat persaudaraan kita

Dimasa yang akan datang...amin...

(4)

PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Adelina Darmayanti

NIM : 1114.064

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : HKI

Menyatakan dengan sesungguhnya Skripsi saya yang berjudul Penghalang Kewarisan Dalam Perspektif Fiqh (Studi Kasus di Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman) benar-benar asli hasil karya saya sendiri dan bukan plagiat. Jika terbukti kemudian hari terdapat kesalahan dan kekeliruan hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Bukittinggi, 27 Agustus 2018

Penulis

Adelina Darmayanti 1114.064

(5)
(6)
(7)

Bukittinggi 1439 H/2018 M. Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya penganiayaan yang menyebabkan nyawa seseorang hilang tanpa sengaja, apakah menjadi penghalang kewarisan atau tidak.

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya masyarakat di Kanagarian Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, tetap mendapatkan warisan sementara ahli waris telah melakukan penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa si pewaris.

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan (field research),yaitu penelitian yang dilakukan dilapangan untuk mencari dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dan dibutuhkan. Dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan keluarga ahli waris dan ulama atau niniak mamak di dalam Nagari tersebut.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: bahwa ahli waris telah melakukan penganiayaan terhadap si pewaris yang menyebabkan hilangnya nyawa sipewaris dan ahli waris tersebut tetap mendapatkan warisan, sementara dalam Fiqh telah dijelaskan oleh Ulama mazhab Syafi’iyah menyatakan bahwa semua jenis pembunuhan merupakan penghalang mewarisi yang berlaku secara mutlak. Di sini mereka tidak membedakan jenis pembunuhan, apakah yang dilakukan secara langsung, beralasan atau tidak beralasan.

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penghalang Kewarisan Dalam Perspektif Fiqh (Studi Kasus di Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman)” sekaligus menyelesaikan pendidikan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT. kiranya dilimpahkan pada arwah junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah menyampaikan risalah kebenaran melalui al-Quran dan Hadist dan beliau juga merupakan suri tauladan yang baik, pelita penerang jalan di celah-celah kegelapan dalam kehidupan manusia.

Atas semua dukungan dan do’a yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. ucapan terima kasih yang sangat teristimewa kepada Ayahanda Meten dan Ibunda Sani tercinta, Kakanda Anjahda, Ihwani, Irwan Junaidi, Netrawati, Irmawanis, Erlinda Eka Putri dan Silvia Navara ,yang telah memberikan curahan kasih sayang yang tidak terhingga serta pengorbanan besar hingga semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam meraih cita- cita.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan kuliah Penulis guna meraih gelar Sarjana Hukum (SH) pada Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas

(9)

v

Oleh karena itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Rektor, Wakil Rektor, serta Dekan Fakultas Syariah Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah memfasilitasi penulis dalam menambah ilmu pengetahuan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ini.

2. Bapak Dra Hj. Nuraisyah, M.Ag dan Bapak H. Andriyaldi, MA selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr Busyro, M.Ag selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan Studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi serta dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan/i Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

5. Pimpinan serta karyawan/i perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dan perpustakaan Bung Hatta yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam mencari literatur-literatur terkait penelitian ini.

6. Kepada seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada penulis baik berupa moril maupun materil.

7. Kepada semua mahasiswa/i Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, yang teristimewa kepada mahasiswa/i Jurusan Hukum Keluarga Islam yang

(10)

vi

telah memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan maupun dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal kebaikan mereka dibalas dengan pahala yang setimpal oleh Allah SWT. Dapat kiranya karya ini memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca dan menjadi amal shaleh bagi penulis. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Untuk itu, penulis mohon maaf atas kekhilafan dan kekeliruan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi teknis maupun isinya.

Oleh sebab itu, penulis mohonkan kritik yang kontruktif dan sehat demi sempurnanya skripsi ini.

Bukittinggi, 3 Agustus 2018 Penulis,

ADELINA DARMAYANTI NIM. 1114.064

(11)

vi

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian... 6

D. Penjelasan Judul ... 7

E. Tinjauan Pustakaan ... 9

F. Metode Penelitian... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Konsep Kewarisan Dalam Islam ... 14

B. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam ... 20

C. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam... 35

D. Sebab-sebab Terjadinya Kewarisan ... 37

E. Penghalang Kewarisan Menurut Kitab Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam ... 42

BAB III HASIL PENELITIAN

(12)

vii

A. Monografi Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman ... 50 B. Penganiayaan di Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman ... 62 C. Analisis penulis ... 66 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan... 71 B. Saran ... 71 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna, dan sangat memperhatikan segala aturan yang dapat dijadikan pedoman hidup bagi manusia. Di dalamnya diatur bagaimana hubungan manusia dengan Penciptanya, manusia dengan sesamanya, serta manusia dengan lingkungannya.

Salah satu peraturan yang sangat penting adalah masalah hukum kewarisan, atau yang dikenal dengan hukum faraid yaitu peraturan yang menagtur peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia. Hukum kewarisan bersumber dari al-Quran sebagai wahyu Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya.

Ketentuan-ketentuan hukum kewarisan tersebut harus ditaati oleh setiap orang Islam, dan tidak bisa diubah oleh pihak lain. „‟Hukum yang tidak dapat diubah tersebut jika dihubungkan dengan hukum kewarisan disebut dengan Azaz Ijbariyah, yaitu sifat Ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan berlaku dengan sendirinya atas sebab dan kehendak atau kekuasaan Allah SWT‟‟.1

Hukum kewarisan tidak dapat terjadi begitu saja anatara pewaris dan ahli waris tanpa ada sebab hubungan kedua belah pihak, “yaitu karena adanya hubungan perkawinan yang sah antara laki-laki dengan seorang perempuan, atau karena hubungan karabah (Kerabatan) antara pewaris dengan ahli waris atau hubungan yang disebabkan karena Wala (memerdekakan Budak).

1Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Linkungan Adat Minang Kabau, (Jakarta : Gunung Agung, 1948), hal. 18

(14)

2

Walaupun telah terpenuhi semua unsur dan sebab kewarisan, masih diperlukan lagi persyaratan untuk berlakunya hukum kewarisan, yaitu bahwa ahli waris harus terbebas dari penghalang kewarisan.2 Dalam hubungan hukum kewarisan Hadist Nabi SAW telah menetapkan penghalang kewarisan sebagai berikut :

ﻦﻋ أ ﻦﺑ ﺔﻣﺎﺳ ﺪﻳﺯ

أﻥ ﻰﺒﻨﻟﺍ و ﻪيﻠﻋ للها ﻰﻠص مﻠﺳ

ﺙﺮﻳ ﻻ ﻝﺎﻗ ثﺮﻳﻻو ،ﺮفﺎكﻟا مﻠﺴلما

مﻠﺴﻤﻟﺍ ﺮفﺎكﻟﺍ (

ﻪيﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ

3

).

Artinya : “Dari Usamah bin zaid bahwa Rasulullah Saw telah bersabda : orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafirpun tidak dapat mewarisi harta orang islam”. ( Hr. Bukhari- Muslim ).

ﻝﺎﻗ ﺓﺪﺟ ﻦﻋ ﻪيﺑﺍ ﻦﻋ ﺐيﻌﺳ ﻦﺑ ﻭﺮﻤﻋ ﻦﻋ :

لله ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ مﻠﺳو ﻪيﻠﻋ للها ﻰﻠص

ﺲيﻟ

ﺊيﺷ ﺙﺍﺮيﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻞﺗﺎﻘﻠﻟ (

ﻦﻂﻗ ﺭﺍﺪﻟﻭ ﻰﺋﺎﺴﻨﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ

4

).

Artinya : “Dari Umar Bin Syuib dari bapaknya dan dari neneknya dia berkata : Rasulullsh SAW telah bersabda : bagi Pembunuh tidak berhak mewarisi sedikitpun”. ( Hr. An-Nasa-I dan Daruul quthni ).

Dari dua hadist di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang menghalangi kewarisan itu adalah karena membunuh dan berbeda agama.“ Tetapi Jumhur Ulama sepakat ijtihad meraka bahwa penghalang kewarisn itu ada tiga macam yaitu karena pembunuhan, berbeda agama , dan karena perbudakkan”.5

Di antara ulama tersebut adalah golongan Hanafiyah, Syafi‟iyah, Hanabilah dan sekelompok golongan Syi‟ah. Bahkan dalam hal membunuh sebagai penghalang kewarisan Syafi‟iyah tidak memandang pada jenis

2Factur Rahman, Ilmu Waris, ( Bandung : Al-maarif 1981 ), hal 113

3Muhammad Bin Ismail al-Kahlany , Subulus SaLam, ( Bandung : Dahlan ). Juz III , h. 98

4Muhammad Bin Ismail al-Kahlany , ibid. h. 101

5Factur Rahman, op.cit, hal. 83

(15)

pembuhan itu. Asalkan itu ada pembuhan (menghilangkan nyawa) secara mutlak menjadi penghalang kewarisan‟‟.6

Sebagaimana diketahui bahwa di negara Indonesia, Hukum Islam telah mempunyai kedudukan yang tinggi, karena merupakan salah satu sumber dari berbagai sumber hukum.„‟Seiring dengan pembinaan hukum di Indonesia, telah dikeluarkan Intruksi Presiden nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan dapat dijadikan sebagai acuan bagi para hakim di lingkungan peradilan dan masyarakat Islam seluruhnya‟‟.7

Kebutuhan akan adanya Kompilasi Hukum Islam untuk mengunifikasikan keragaman dari kitab-kitab fiqih, agar tidak menimbulkan keraguan-keraguan dalam menerima ketentuan hukum dalam menyelesaikan sengketa dalam hukum kewarisan, perkawinan dan perwakafan‟‟.8

Khusus mengenai peraturan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tentang hukum kewarisan yang menyangkut dengan penghalang kewarisan pada pasal 173 menyatakan: Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena : a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh, atau menganiaya

berat pewaris.

b. Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

6Factur Rahman, Ibid. hal. 91

7Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafinda Persada,1997 ) cet,II.

hal.25

8Ahmad Rofiq,Ibid.hal.27

(16)

4

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas bahwa hadist yang menyatakan terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan hak waris adalah pembunuhan dan berbeda agama. Khusus mengenai penganiayaan berat yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam, baik dalam al-Qur‟an maupun hadist Nabi tidak diatur secara tegas.

Ketentuan yang tercantum dalam pasal 173 KHI ini memuat suatu pengertian yang umum. Tidak dijelaskan lebih lanjut tentang terbuktinya penganiayaan berat itu dengan saat berlansungnya kematian atau adanya jarak yang memisahkan terjadinya penganiayaan dengan kematian, dan mungkin saja antara pewaris dengan ahli waris saling memaafkan.

Dari yang penulis ketahui ada dua kasus yang telah terjadi di nagari Malampah, Ahli Waris melakukan penganiayaan berat terhadap si pewaris, tetapi mereka tetap mendapatkan harta warisan dari si pewaris ketika si pewaris tersebut telah meninggal dunia.

Islam agama yang sempurna, dan Islam juga mengatur hubungan manusia dengan Allah, salah satu peraturan yang sangat penting adalah masalah hukum kewarisan di dalam hukum Islam dijelaskan yg menghalangi kewarisan seseorang itu dikarenakan terbukti telah melakukan penganiayaan (menghilangkan nyawa) secara mutlak menjadi penghalang kewarisan.

(17)

Nama-nama di atas merupakan orang yang melakukan penganiayaan berat terhadap Pewarisnya, tetapi mereka tetap mendapatkan harta warisan ketika si Pewaris meninggal dunia. Yang mana di sini Rizal ialah anak kandung dari bapak Sahendra yang berkedudukan sebagai pewaris di dalam keluarga tersebut.

Untuk lebih jelasnya di sini Rizal telah melakukan suatu penganiayaan terhadap ahli waris yang mana dilakukan berulang kali terhadap ahli waris yang menyebabkan ahli waris mendapatkan suatu kecacatan, seperti: bagian kepala dan bagian tangan ahli waris yang menyebabkan ahli waris mengalami patah tulang dan di bagian tubuh ahli waris juga ada luka-luka yang dalam sehingga ahli waris juga sempat dirawat di rumah sakit dan cukup mendapatkan perawatan, namun yang berkuasa berkata lain.

Begitu juga dengan Junnaidi, dia telah melakukan suatu kekerasan atau mencoba membunuh ahli waris dengan cara menyiksa bagian fisik ahli waris dan menyebabkan ahli waris mengalami suatu luka yang memar dan membekas dibagian tubuh ahli waris sehingga ahli waris mengalami penurunan kesehatan tubuh ahli waris sehingga ahli waris tidak bisa mengurus dirinya sendiri di akibatkan karena ahli waris tersebut sudah tidak lagi mendapatkan perawatan yang secukupnya dari pewaris tersebut dan pewaris juga tidak memberikan kebutuhan pangan, pewaris juga tidak mau tau merawat ahli waris ketikat ahli waris butuh perawatan setelah kejadian tersebut, yang merawat ahli waris hanya

1 Rizal Sahendra

2 Junnaidi Baren

(18)

6

keluarga terdekat mereka sedang kan pewaris telah meninggalkan rumah setelah kejadian tersebut.

Maka untuk menjawab permasalahan di atas timbullah keinginan penulis untuk membahasnya dalam bentuk karya ilmiah dengan judul :.‟‟

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pokok masalah yang akan dibahas adalah : Bagaimana sebenarnya penganiayaan yang yang menyebabkan nyawa seseorang hilang tanpa sengaja, apakah penghalang kewarisan atau tidak?

Untuk lebih jelasnya maka pembahasan ini penulis batasi dalam masalah yang hanya terhadap ahli waris yang telah melakukan penganiayaan terhadap si pewaris yang menyebabkan nyawa si pewaris tersebut hilang dan penulis tidak membahas tentang berapa pembagian ahli waris.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembunuhan tanpa sengaja, apakah penghalang kewarisan baik menurut hukum Islam.

2. Manfaat penelitian

a. Di samping untuk memenuhi salah satu syarat guna untuk mencapai gelar sarjana hukum dalam Prodi Hukum Keluarga Islam IAIN Bukittinggi, juga berguna sebagai sumbangan penulis untuk menambah referensi bacaan di Perpustakaan IAIN Bukittinggi, Prodi Hukum Keluarga Islam khususnya dan

(19)

masyarakat luas pada umumnya, sehingga dapat menambah wawasan dalam hal kewarisan.

b. Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan serta bahan informasi bagi masyarakat Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.

D. Penjelasan Judul

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini.

maka penulis akan menjelaskan kata sekaligus maksud judul tersebut.

Penganiayaan berat : Berasal dari kata aniaya yang dibubuhi oleh awalan

„‟Pe‟‟ dan akhiran „‟an‟‟, yakni, perbuatan menyakiti, menyiksa atau bengis terhadap binatang atau manusia.9

Penganiayaan atau Mishandeling terhadap manusia adalah kejahatan seperti pada pasal 351 KUHP yakni:

Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

1. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat yang bersalah dikenakan hukuman penjara paling lama lima tahun.

2. Jika mengakibatkan mati, dikenakankan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

9Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta,hal.34

(20)

8

3. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan dengan sengaja.10

Adapun penganiayaan dimasud, pasal 351 ayat 2 jo pasal 354 ayat 1 KUHP yang berbunyi : „‟Barang siapa melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat, dengan hukuman selama-selamanya delapan tahun.‟‟

Penghalang kewarisan : Suatu tindakan atau hal-hal yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk mempusakai walaupun semua unsur dan sebab kewarisan telah terpenuhi.11

Hukum Islam : Adalah rangkaian kata-kata hukum Islam para ahli sering menyebutkan dengan hukum syara.‟‟

Menurut istilah ahli Ushul :

Hukum syar‟i menurut istilah ahli ushul adalah Kitap Allah yang berhubung dengan perbuatan mukalaf baik berupa tuntutan, pilihan ataupun mengandung beberapa ketentuan.12

Menurut istilah ahli Fiqh :

Hukum Syar‟I menurut ahli Fiqih adalah : pengaruh dari kitab Allah dalam perbuatan seperti wujub,

10R. Soisilo, kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)

11Factur Rahman, op.cit, h, 115

12Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, ( Jakarta : Al-Nasyir Al majlis Al‟la Al Indusyi Ad Da‟wah Islamiyah 1993), h. 100

(21)

Humrah dan ibahah.

Adapun pengertian yang penulis masud adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli fiqih.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian dan penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang dilakukan tidak merupakan pengulangan atau duplikasi atau penelitian yang telah ada.

Topik utama yang dijadikan objek penelitian oleh penulis dalam karya tulis ilmiah ini adalah penganiayaan terhadap pewaris Di Nagari Malampah setelah melakukan penelusuran terhadap literatur atau karya-karya ilmiah berupa skripsi yang membahas mengenai penghalang kewarisan, kajian tentang kewarisan yang seperti ini bukanlah tulisan yang pertama kali dibuat, namun para alumi sebelumnya juga pernah mengangkat kasus yang berhubungan dengan kewarisan yang seperti ini.

Diantaranya adalah pertama, yang dibahas oleh Efriwati (493.020), dengan judul :“ faktor-faktor yang menyebabkan ahli waris terhalang mendapatkan Kewarisan” dalam karya ilmiah ini membahas tentang apa faktor penyebab seorang Ahli Waris terhalang mendapatkan Kewarisan.

Dalam hasil penelitiannya dijelaskan bahwa pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap permasalahan di atas ternyata masih rendah. Hal ini disebabkan masyarakat belum memahami tujuan dan kepentingan dari aturan waris tersebut.

Rendahnya pemahaman masyarakat ini merupakan akibat dari kurangnya penyuluhan

(22)

10

hukum yang dilakukan oleh pihak terkait sehingga undang-undang tentang penghalang kewarisan tersebut kurang mendapat tanggapan dari masyarakat.

Perbedaan antara karya ilmiah di atas dengan skripsi ini nampak jelas skripsi di atas membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan ahli waris terhalang mendapatkan Kewarisan”, sementara penulis lebih fokus membahas tentang penganiayaan sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewaris masih berhak mendapat warisan atau tidak menurut hukum Islam.

F. Metode Penelitian

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis, sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode.

Metode penelitian merupakan penelitian ilmu yang mempelajari tentang metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat yang digunakan untuk penelitian.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka pendekatan yang sangat relevan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan di lapangan untuk mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan dibutuhkan dalam pembahasan skripsi ini.

2. Sumber Data a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber aslinya.13 Dalam

13Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian...,h 132

(23)

hal ini penulis memperoleh data melalui wawancara dengan ketua KAN di Nagari Malampah.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh di luar dari objek yang diteliti yaitu diperoleh dari perpustakaan dengan cara memperhatikan dan melengkapi buku-buku dan undang-undang yang berkaitan dengan permasalahan ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan “content analysis”14.

b. Wawancara (Interview), adalah suatu bentuk komunikasi atau percakapan antara dua orang atau lebih guna memperoleh informasi, yakni dengan cara bertanya langsung kepada subjek atau informan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan guna mencapai tujuannya dan memperoleh data yang akan dijadikan sebagai bahan laporan penelitian.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka teknik pengolahan data yang penulis lakukan yaitu:

a. Editing, yaitu kegiatan memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data tersebut dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya atau tidak.

b. Organizing, yaitu kegiatan mengatur dan menyusun bagian-bagian sehingga

14Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), h.208

(24)

12

seluruhnya menjadi satu kesatuan yang teratur.15 5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode induktif, yaitu penganalisaan yang bersifat khusus, kemudian diarahkan pada yang bersifat umum.

Adapun langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Data yang terkumpul dari wawancara dirangkum, disederhanakan, dan dipilah-pilah hal yang cocok sesuai dengan penelitian.

b. Penyajian data

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan kesimpulan

Pada penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan sampai peneliti mendapatkan data yang diinginkan sehingga peneliti dapat mengambil kesimpulan akhir yang didukung oleh bukti yang valid dan konsisten.

G. Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam Skripsi ini nantinya terdiri dari empat bab yang masing- masing mengandung sub-sub, yang mana sub-sub tersebut erat hubungannya antara satu dengan yang lain. Dari kesatuan subbab-sub bab tersusun integralitas pengertian dari Skripsi.

15Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar..., h. 803

(25)

Bab I ini berisikan pedahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan judul, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II akan dibahas tentang pengertian kewarisan dansumber hukum kewarisan Islam, asas-asas hukum kewarisan Islam,rukun dan syarat kewarisan Islam, sebab-sebab terjadinya kewarisan Islam, penghalang kewarisan menurut hukum Islam

Bab III akan dibahas tentang monografi Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman, penganiayaan yang terjadi di Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman

Bab IV Penutup, merupakan penutup dari penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan dan saran-saran seperlunya.

(26)

14 BAB II

KONSEP KEWARISAN DALAM ISLAM A. Hukum kewarisan Islam

1. Pengertian Dan Sumber Hukum Kewarisan Islam

Islam adalah agama yang sangat sempurna dan mulia. Agama Islam mengatur segala prilaku, sifat dan akidah serta akhlak penganutnya. Mulai dari hal yang kecil sampai hal dengan skala besar telah di atur sedemikian rupa dalam ajaran Islam. Seperti halnya salah satu peraturan yang sangat penting adalah masalah hukum kewarisan, atau dikenal dengan hukum faraid yaitu peraturan yang mengatur peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia.1

Dalam konteks yang lebih umum, warisan dapat diartikan sebagai perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Warisan di Indonesia misalnya mendefinisikan,‟‟Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup‟‟.2

Sedangkan kewarisan dalam bahasa Indonesia merupakan rangkaian dari kata dasar „‟Waris‟‟ dengan awalan „‟ke‟‟ dan akhiran „‟an‟‟ secara etimologi berarti „‟

mendapat warisan‟‟ atau pusaka.3

Dalam beberapa literatur hukum Islam juga ditemui beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam, seperti fiqh mawaris, ilmu faraidh, dan hukum

1Amir Syarifuddin,Hukum kewarisan Islam,( Jakarta: Kencana,2004),Cet. Ke-3, h.9

2Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Edisi Revisi, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-4, h.4

3Poerwadarminta, Kamus Umum Bahsa Indonesia, ( Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982), h.1148

(27)

kewarisan. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan.4

Fiqh mawaris adalah kata yang berasal dari bahasa Arab fiqh dan mawaris, untuk mengetahui maksud dan pembahsannya lebih lanjut, sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui tentang pengertian fiqh mawaris itu. Fiqh menurut bahasa berarti mengetahui, memahami, yakni mengetahui sesuatu atau memahami sesuatu sebagai hasil usaha mempergunakan pikiran yang sungguh-sungguh.

Daud Ali memberikan pemahaman, bahwa fiqh adalah memahami dan mengetahui Wahyu (Alqur‟an dan Al-Hadis) dengan menggunakan penalaran akal dan metode tertentu, sehingga diketahui ketentuan hukumnya dengan dalil secara rinci.

Sebagaimana dijelaskan dalam Surah At-Taubah ayat 122.5















































Dan tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Mawaris bentuk jamak dari (miiraats) yang berarti harta peninggalan yang diwarisi oleh ahli warisnya. Jadi, fiqh mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses pemindahan, siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masing- masing.

T.M. Hasby As-Shiddiq dalam bukunya Fiqhul Mawaris telah memberikan

4Syafi‟ Karim Fiqh,Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia. 2001), h.11

5Daud Ali, Hukum islam, Ilmu Hukum, dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:

Raja Grafindo1998), h.43

(28)

16

pemahaman tentang pengertian hukum Waris (fiqh mawaris). Fiqh mawaris ialah.„‟Ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang mewarisi, orang- orang yang tidak dapat mewarisi, kadar diterima oleh masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya.”6

Di dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil kata waris dengan dibubuhi awalan ke dan akhiran an. Kata waris itu sendiri dapat berati orang, pewaris sebagai subjek dan dapat berarti pula proses. Dalam arti yang pertama mengandung makna ihwal orang yang menerima warisan dan dalam arti yang kedua mengandung makna ihwal peralihan harta dari yang sudah mati kepada yang masih hidup dan dinyatakan berhak menurut hukum yang diyakini dan diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam.7

2. Sumber Hukum Kewarisan Islam

Sumber utama dari hukum Islam sebagai hukum Agama (Islam) adalah nash atau teks yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan sunnah Nabi. Ayat-ayat al-Qur‟an dan sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan tersebut:8

a. Ayat-ayat Al-Qur’an:

1) QS. An-Nisaa‟ (4) ayat 7:









































“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan

6Ali afandi, Hukum waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT Rineka,1986), Cet. Ke-3, h.23

7Amir Syarifuddin,Hukum kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 7

8Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.12-13

(29)

kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu- bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut yang telah ditetapkan.‟‟

Ketentuan dalam ayat di atas, merupakan landasan utama yang menunjukkan, bahwa Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai hak waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam, bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban. Tidak demikian halnya pada masa jahiliyah, di mana wanita dipandang sebagai objek bagaikan benda biasa yang dapat diwariskan.

2) QS.al-Nisa‟ (4): 8





























Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapakanlah kepada mereka perkataan yang baik.‟‟

3) QS.al-Nisa‟ (4): 9

































„‟Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.‟‟

4) QS.al-Nisa‟ (4): 10





























„‟Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara Lazim,

(30)

18

sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).‟‟

5) QS.al-Nisa‟ (4): 11

















































































































































Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.

Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga;

jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

6) QS.al-Nisa‟ (4): 12



















































































(31)

































































































Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri- isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

7) QS.al-Nisa‟ (4):14





























„‟Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan- ketentuannya, niscaya Allah memasukannya kedalam neraka sedangkan ia kekal di dalamnnya; baginya siksa yang menghinakan.‟‟

8) QS.al-Nisa‟ (4): 33









































(32)

20

bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya[288]. dan (jika ada) orang- orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

b. Sunnah Nabi

Hadis Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Imam ibnu Majah:9

لق ملسو ويلع للها يلص بينلا نع ةريرى بيأ نع :

ثري لا لتاقلا (

وجام نبا هاور )

“Dari Abu Hurairah dari Nabi saw. Bersabda : „‟ Orang yang membunuh tidak bisa menjadi ahlui waris.‟‟10

ٍدْيَز ِنْب َةَماَسُأ ْنَعَو ََ

اَمُهْ نَع ُوَّللَا َيِضَر - َلاَق ملسو ويلع للها ىلص َّيِبَّنلَا َّنَأ -

: ُثِرَي َلَ (

َرِااَ ْلَا ُمِلْ ُمْلَا َمِلْ ُمْلَا ُرِااَ ْلَا ُثِرَي َلََو ,

) ِوْيَلَع قٌ َ َّ ُم

Dari Usamah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi harta orang muslim." Muttafaq Alaihi

ٍبْيَعُش ِنْب وِرْمَع ْنَعَو ََ

ِويِبَأ ْنَع , َلاَق ِهِّدَج ْنَع ,

ملسو ويلع للها ىلص ِوَّللَا ُلوُسَر َلاَق : (

قٌءْيَش ِثاَريِمْلا َنِم ِلِتاَقْلِل َسْيَل )

ُّيِئاَ َّنلا ُهاَوَر ُّيِنْطُقَراَّدلَاَو ,

ِّرَ بْلَا ِدْبَع ُنْبِا ُهاَّوَ قَو , ُوَّلَعَأَو ,

ُّيِئاَ َّنلا ُااَوَّللاَو ,

َرَمُع ىَلَع ُوُ ْ قَو :

Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pembunuh tidak mendapat warisan apapun (dari yang dibunuh)." Riwayat Nasa'i dan Daruquthni, dan dikuatkan oleh Abdul Bar. Hadits ma'lul menurut Nasa'i dan sebenarnya hadits ini mauquf pada Amar.

B. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam

Hukum kewarisan Islam atau yang lazim disebut faraid dalam literatur hukum Islam adalah salah satu bagaian dari keseluruhan hukum Islam yang mengatur peralihan harya yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup.11

Sebagai hukum agama yang terutama bersumber kepada wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, hukum kewarisan Islam

9Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, ibid, h. 17

10Moh. Muhibbin, Abdul Wahid Ibid, h.11-16

11Suhrawardi,Hukum waris Islam Lengkap dan Praktis,(Jakarta: Sinar Grafika,1995) h.35

(33)

mengandung berbagai asas yang dalam beberapa hal yang berlaku pula pada hukum kewarisan yang bersumber dari akal manusia. Di samping itu, hukum kewarisan Islam dalam hal tertentu mempunyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum kewarisan yang lain. Berbagai asas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dari hukum kewarisan Islam itu.12

Dalam pembahasan ini akan dikemukakan lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikkan harta oleh yang menerima, dan waktu terjadinya peralihan harta tersebut.

a. Asas Ijbari

Dalam hukum Islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima. Cara peralihan seperti ini disebut secara ijbari.

Kata ijbari secara leksikal mengandung arti paksaan (compulsory), yaitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Pengertian “Wali mujbir” dalam terminologi fikih munakahat (perkawinan) mengandung arti si Wali dapat mengawinkan anak gadisnya diluar kehendak anak gadisnya itu tanpa memerlukan persetujuan dari anak yang akan dikawinkannya itu.

Begitupula kata jabari dalam terminologi ilmu kalam juga mengandung arti paksaan, dangan arti semua perbuatan yang dilakukan oleh seseorang hamba bukanlah atas kehendak dari hamba tersebut, tetapi adalah kehendak dan kekuasaan Allah, sebagaimana yang berlaku menurut aliran kalam Jabariyah.

12Mardani, Hukum kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta.Raja wali, 2004) h. 4

(34)

22

Dijalankanya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Allah tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli warisnya. Unsur paksaan sesuai dengan arti terminologi tersebut terlihat dari segi bahwa ahli waris terpaksa menerima kenyataan pindahnya harta kepada dirinya sesuai dengan yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan kewarisan menurut hukum perdata (BW) yang peralihan hak kewarisan tergantung kepada kemauan pewaris serta kehendak dan kerelaan ahli waris yang akan menerima, tidak berlaku dengan sendirinya.

Adanya unsur ijbari dalam sistem kewarisan Islam ini tidak akan memberatkan orang yang akan menerima warisan, karena menurut ketentuan hukum Islam ahli waris hanya berhak menerima harta yang ditinggalkan oleh pewaris.

Ijbari dari segi pewaris mengandung arti bahwa ia sebelum meninggal tidak dapat menolak peralihan harta tersebut. Apapun kemauan pewaris terhadapnya hartanya, maka kemauannya itu dibatasi oleh ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Oleh karena itu, sebelum meninggal ia tidak perlu memikirkan atau merencanakan sesuatu terhadap hartanya, karena dengan kematiannya itu secara otomatis hartanya beralih kepada warisnya, baik ahli waris itu suka menerima atau tidak.

Adanya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu dari segi peralihan harta, dari segi jumlah harta yang beralih, dan dari segi kepada siapa harta itu beralih.

(35)

Unsur ijbari dari segi peralihan mengandung arti bahwa harta orang yang mati itu beralih dengan sendirinya, bukan dialihkan siapa-siapa kecuali Allah SWT. Oleh karena itulah, kewarisan dalam Islam diartikan dengan “peralihan harta,” bukan “pengalihan harta,” karena pada peralihan, berarti beralih dengan sendirinya sedangkan pada „pengalihan‟ tanpa usaha seseorang. Asas ijbari dalam peralihan ini dapat dilihat dari firman Allah dalam surat an-Nisa‟ (4): 7. Ayat ini menjelaskan bahwa bagi seseorang laki-laki maupun perempuan ada nasib dari harta peninggalan orang tua karib kerabat.

Bentuk ijbari dari segi jumlah berarti bahwa bagian atau hak ahli waris dalam harta warisan sudah jelas ditentukan oleh Allah, sehingga pewaris maupun ahli waris tidak mempunyai hak untuk menambah atau mengurangi apa yang telah ditentukan itu. Setiap pihak terikat kepada apa yang telah ditentukan itu.

Adanya unsur ijbari dari jumlah itu dapat dilihat dari kata mafrudan yang secara etimologi berarti “telah ditentukan atau telah diperhitungkan.”Kata-kata tersebut dalam terminologi ilmu fikih berarti sesuatu yang telah diwajibkan Allah kepada hambanya. Dengan menggabungkan kedua kemungkinan pengertian itu, maka masudnya adalah: “sudah ditentukan jumlahnya dan harus dilakukan sedemikian rupa secara mengikat dan memaksa.”

Bentuk ijbari dari penerimaan peralihan harta itu berarti bahwa mereka yang berhak atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti, sehingga tidak ada suatu kekuasaan manusia pun dapat mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau mengeluarkan orang yang berhak. Adanya unsur ijbari dapat dipahami dari kelompok ahli waris sebagaimana disebutkan Allah

(36)

24

dalam ayat-ayat 11,12, dan 176 surah an-Nisa‟.13 b. Asas Bilateral

Asas bilateral dalam kewarisan mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan.

Asas bilateral ini dapat secara nyata dilihat dalam firman Allah dalam surah an-Nisa/4: 7, 11, 12, dan 176. Dalam ayat 7 dijelaskan bahwa seseorang laki-laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya.

Begitu pula seseorang perempuan berhak menerima harta warisan dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya. Ayat ini merupakan dasar bagi kewarisan bilateral itu. Secara terperinci asas bilateral itu dapat dipahami dalam ayat-ayat selanjutnya.

Dalam ayat 11 ditegaskan:

a. Anak perempuan berhak menerima harta warisan dari kedua orang tuanya sebagaimana yang didapat oleh anak laki-laki dengan bandingan seseorang anak laki-laki menerima sebanyak yang didapat dua orang anak perempuan.

b. Ibu berhak mendapat warisan dari anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Begitu pula ayah sebagai ahli waris laki-laki berhak menerima warisan dari anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan sebesar seperenam bagian, bila pewaris ada meninggalkan anak.

Dalam ayat 12 ditegaskan bahwa:

13Amir Syarifuddin, Ibid,h. 19

(37)

a. Bila pewaris adalah seseorang laki-laki yang tidak memiliki ahli waris langsung (anak/ayah), maka saudara laki-laki dan atau perempuanya berhak menerima bagian dari harta tersebut.

b. Bila pewaris adalah seseorang perempuan yang tidak memiliki pewaris langsung (anak/ayah), maka saudara laki-laki danatau perempuan berhak menerima harta tersebut.

Dalam ayat 176 dinyatakan:

a. Seseorang laki-laki yang tidak memiliki keturunan (keatas dan kebawah) sedangkan ia mempunyai saudara laki-laki dan permpuan, maka saudara- saudaranya itu berhak menerima warisanya

b. Seseorang perempuan yang tidak mempunyai keturunan (keatas dan kebawah) sedangkan ia mempunyai saudara laki-laki maupun perempuan, maka saudara-saudaranya itu berhak mendapatkan warisanya.

Dari tiga ayat yang dikemukakan di atas terlihat secara jelas bahwa kewarisan itu beralih kebawah (anak-anak), keatas (ayah dan ibu), dan kesamping (saudara-saudara) dari kedua belah pihak garis keluarga, yaitu laki-laki dan perempuan, dan menerima warisan dari dua garis keluarga, yaitu dari garis laki- laki dan gari perempuan. Inilah yang dinamakan kewarisan secara bilateral.14 c. Asas Individual

Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan arti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perseorangan.

Masing-masing ahli waris menerima bagian secara tersendiri, tanpa terikat dengan

14Moh. Muhibbin, Abdul Wahid, Ibid. h.22

(38)

26

ahli waris lain.

Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. Hal ini didasarkan kepada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menerima hak dan menjalankan kewajiban, yang didalam ushul fikih disebut ahliyat al-wujub. Dalam pengertian ini setiap ahli waris berhak menuntut secara sendiri-sendiri harta warisan itu berhak pula untuk tidak berbuat demikian.

Sifat individual dalam kewawisan itu dapat dilihat dari aturan-aturan al- Qur‟an yang menyangkut pembagian hartawarisan itu sendiri. Ayat 7 surah al- Nisa secara garis besar juga menjelaskan bahwa laki-laki maupun perempuan berhak menerima warisan dari orang tau dan karib kerabatnya, terlepas dari jumlah harta tersebut, dengan bagian yang telah ditentukan.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah bagian untuk setiap ahli waris tidak ditentukan oleh banyak atau sedikitnya harta yang ditinggalkan.

Sebaliknya, jumlah harta itu tunduk kepada ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini berlaku pepatah: “Banyak bagi bertumpuk, sedikit bagi bercecah‟‟. Dan pembagian secara individual ini adalah ketentuan yang mengikat dan wajib dijalankan oleh setiap muslim dengan sanksi berat di akhirat bagi yang melanggarnya sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam surah al-Nisa‟ ayat 13dan14.

Bila telah terlaksana pembagian secara terpisah untuk setiapa ahli waris, maka untuk seterusnya ahli waris memiliki hak penuh untuk menggunakan harta

(39)

tersebut. Walaupun dibalik kebebasan menggunakan harta tersebut terdapat ketentuan lain yang dalam kaidah Ushul Fikih disebut ahliyat al-ada‟ Diantara ahli waris yang tidak memenuhi ketentuan untuk bertindak atas hartanya (seperti belum dewasa), maka harta warisan yang diperolehnya berada dibawah kuasa walinya dan dapat dipergunakan untuk kebutuhan sehari hari anak tersebut. Hal ini didasarkan kepada firman Allah dalam surah al-Nisa‟ (4): 5 yang menyatakan tidak bolehnya menyerahkan harta kepada safih, yaitu orang yang dalam ayat ini berarti‟‟belum dewasa.15

d. Asas Keadilan Berimbang

Kata „adil‟ merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata al-

„adlu. Dalam hubungannya dengan hak yang menyangkut materi, khususnya dengan kewarisan kata tersebut dapat diartikan: keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.

Atas dasar pengertian tersebut terlihat asas keadilan dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam. Artinya sebagaimana pria, wanita pun mendapatkan hak yang sama kuat untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas dalam al-Qur‟an surah an-Nisa‟ ayat7 yang menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hak untuk mendapatkan harta warisan.

Tentang jumlah bagian yang didapat oleh laki-laki dan perempuan

15Mardani, Ibid, h. 5

(40)

28

terdapat dua bentuk:

Pertama: Laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan perempuan, seperti ibu dan ayah sama-sama mendapatkan seperenam dalam keadaan pewaris meninggalkan anak kandung, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat11 surah al-Nisa:

Begitu pula saudara laki-laki dan saudara perempuan sama-sama mendapat seperenam dalam kasus pewaris adalah seseorang yang tidak memiliki ahli waris langsung sebagaimana tersebut dalam ayat 12 surah an-Nisa‟.

Kedua: Laki-laki memperoleh bagian lebih banyak atau dua kali lipat dari yang didapat oleh perempuan dalam kasus yang sama yaitu ank laki-laki dengan anak perempuan dalam ayat 11 dan saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam ayat 176. Dalam kasus yang terpisah duda mendapat dua kali bagian yang diperoleh oleh janda yaitu setengah banding seperempat bila pewaris tidak ada meninggalkan anak, dan seperempat banding seperdelapan bila pewaris ada meninggalkan anak sebagaimana tersebut dalam ayat 12 surah an-Nisa‟

Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak, memang terdapat ketidak samaan. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil, karna keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan.

Secara umum, dapat dikatakan pria membutuhkan lebih banyak materi dibandingkan wanita. Hal tersebut dikarenakan pria dalam ajaran Islam memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri dan terhadap keluarganya termasuk

Referensi

Dokumen terkait

Populasi merupakan sumber utama untuk memperoleh data dalam suatu penelitian yang berupa nilai dari sekumpulan objek yang akan diteliti... Sebagaimana yang

Mohd yousif abduljabar jihad mohd amira dr leung, bogor kalau di ibu kota station spring no incentive to shop, institusi teknis dan tarif commuter line jatinegara bogor sudah

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh persepsi harga, iklan dan kemasan terhadap niat beli pada produk biscuit sandwich Oreo di Surabaya.. Pada

Dalam penelitian ini ditengahkan mengenai evaluasi tingkat kepuasan layanan teknologi informasi pengguna jasa internet service provider dengan menggunakan metode SERVQUAL

Model LKS ini dikembangkan dalam bentuk LKS eksperimen yang alur penyajiannya berorientasi pada keterampilan 4 (empat) keterampilan yang dimunculkan, yaitu bahasa

Jika terjadi angka yang sama (tie), pilihlah hari libur yang kebutuhan untuk hari yang berdekatannya terendah. Jika masih terdapat angka yang sama, secara

dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan hara pada tanaman melon dan meningkatkan pertumbuhan tanaman melon, sehingga jika dimanfaatkan sebagai pupuk hayati di

Peneliti melihat hal yang menarik bahwa (1) kemungkinan memang frekuensi dan durasi remaja menggunakan internet tidaklah tinggi namun langsung terekspose dan