• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2.1.3. Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior adalah telah lama digunakan untuk memprediksi perilaku yang didasarkan pada sikap dan keyakinan seseorang. Menurut teori, perilaku aktual sebagian besar dipengaruhi oleh niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang diberikan.

Niat adalah fungsi dari tiga variabel independen:

1. Sikap terhadap perilaku,

2. Norma subjektif mengenai perilaku, dan

3. Persepsi kontrol perilaku yang dirasakan atas perilaku tersebut.

Sikap mencerminkan sejauh mana seorang individu secara positif atau negative menghargai kinerja diri dari perilaku tertentu. Berdasarkan teori nilai harapan, individu memberikan bobot pada kemungkinan hasil dari suatu perilaku, dan agregasi dari bobot hasil menentukan sikap mereka. Norma subjektif mencerminkan individu tekanan sosial yang dirasakan untuk terlibat atau tidak melakukan perilaku tertentu.

Tekanan ini ditentukan oleh pendapat yang dirasakan dari referensi penting individu dan kelompok, termasuk keluarga, teman, dan rekan kerja. Dirasakan Kontrol perilaku mengacu pada persepsi individu tentang kemampuannya untuk melakukan perilaku tertentu, yang ditentukan oleh keyakinan individu tentang adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja sebuah perilaku. Salah satu aplikasi paling awal dari teori perilaku terencana adalah studi yang menggunakan teori untuk menggunakan E-Learning.

Peneliti menemukan bahwa ketiga variabel bebas dari teori perencanaan perilaku (sikap, norma sosial, dan kontrol perilaku yang dirasakan) adalah secara signifikan terkait dengan niat untuk menurunkan berat badan. Namun, mereka juga menemukan bahwa teori perilaku terencana hanya cukup berhasil dalam memprediksi penurunan berat badan yang sebenarnya, karena niat untuk menurunkan berat badan rendah, tetapi signifikan, korelasi dengan penurunan

berat badan yang sebenarnya (Holderness & Hunton, 2010). Demikian, banyak penelitian telah meneliti kebiasaan olahraga dalam konteks teori dari perilaku yang direncanakan. Menemukan bahwa teori perilaku terencana adalah prediktor yang lebih baik dari niat dan sikap menggunkan E-learning daripada yang berhubungan dengan flatform lainnya. Sehingga dilakukan metastudi analitis dari teori perilaku terencana yang berkaitan dengan efektifitas. Studi meninjau literatur sebelumnya untuk menguji hubungan antara beberapa variabel independen dari teori perilaku terencana dengan niat untuk latihan dan perilaku latihan. Hasil peneliti mendukung kegunaan teori perilaku terencana untuk memprediksi niat menggunkan E-Learning (Ajzen, 2000).

Gambar 2.8. Theory Of Planned Behavior (TPB)

Menurut (Ali et al., 2018)Theory Of Planned Behavior diterapkan untuk memprediksi sikap yang didasarkan pada sikap dan keyakinan seseorang.

menurut teori, perilaku aktual sebagian besar dipengaruhi oleh niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang diberikan. Niat adalah fungsi dari tiga variable independent yaitu sikap terhadap teknologi, norma subjektif mengenai

perilaku, dan persepsi kontrol perilaku yang dirasakan perilaku itu sendiri. Sikap mencerminkan sejauh mana seorang individu secara positif atau negative menghargai kinerja diri dari perilaku tertentu. Berdasarkan teori nilai harapan, individu memberikan bobot pada kemungkinan hasil dari suatu perilaku, dan dari bobot hasil menentukan sikap mereka. Norma subjektif mencerminkan tekanan sosial dari seseorang yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Tekanan ini ditentukan oleh pendapat yang dirasakan dari individu dan kelompok, termasuk keluarga, teman, dan rekan kerja. Persepsi Kontrol perilaku mengacu pada persepsi individu akan kemampuannya untuk melakukan sesuatu, yang diyakini dengan niat individu sehingga terdapat faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja sebuah perilaku.

1. Sikap

Sikap adalah evaluasi pribadi seseorang terhadap perilaku tersebut, dan didasarkan pada hasil positif dan negatif yang diharapkan terkait dengan kepercayaan perilaku (Zemore, 2014). Sikap adalah fungsi dari hasil yang dirasakan (baik / buruk) dan probabilitas mungkin atau tidak mungkin (Ajzen, 1991).

Menurut (Paul & Schenck-Hamlin, 2018) sikap (attitude) merupakan suatu evaluasi dari seseorang terhadap tindakan yang akan dia lakukan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam teori tindakan beralasan (theory of reasoned action), sikap (attitude) didasarkan oleh tingkat keyakinan yang kuat tentang tindakan yang disebut dengan keyakinan berperilaku (behavioral beliefs). Dalam

konteks perilaku individu, Mowen dan Minor (2002) menjelaskan bahwa kepercayaan, sikap, dan perilaku terbentuk dengan cara, seseorang membentuk sebuah kepercayaan terhadap menggunakan E-Learning, kemudian mengembangkan sikap terhadapnya dan akhirnya niat menggunkan E-Learning meningkat.

2. Norma Subjektif

Norma subjektif seseorang mewakili masukan dari oreng lain yang dirasakan untuk terlibat dalam atau menghindari tindakan tertentu, dan didasarkan pada dugaan normatif yang dianggap penting dari rujukan penting (kepercayaan normatif) (Zemore dan Ajzen 2014). Selanjutnya (Fraser et al.

2011) menjelaskan norma subjektif didasarkan pada kepercayaan normatif, yaitu keyakinan pada referents tertentu. Adapun menurut (Paul & Schenck-Hamlin, 2018) fungsi dari keyakinan normative adalah keyakinan tentang harapan normatif kelompok atau individu yang menonjol sehubungan dengan perilaku dan motivasi untuk mematuhi keyakinan tersebut. Orang menilai sejauh mana orang-orang yang dekat dengan mereka akan mendukung perilaku mereka dan sejauh mana mereka termotivasi untuk menuruti keinginan orang-orang terdekat.

Norma subjektif (subjective norms) adalah persepsi seseorang yang dipengaruhi oleh orang lain untuk melakukan suatu Tindakan yang disukai maupun tidak disukai. Lebih rinci dijelaskan oleh (Mas’ud. H, 2012) bahwa beberapa pertanyaan berbeda dapat diformulasikan untuk mendapatkan pengukuran langsung dari norma subjektif.

3. Persepsi Kontrol Perilaku

Kontrol adalah hasil dari kepercayaan kontrol, yaitu persepsi tentang hadirnya pengaruh yang memudahkan maupun menghalangi kinerja dari tingkah laku. Persepsi Kontrol perilaku memiliki efek langsung maupun efek tidak langsung terhadap seseorang. (de Leeuw et al., 2015). Menurut (Paul &

Schenck-Hamlin, 2018) Perilaku yang dirasakan kontrol adalah fungsi dari keyakinan kontrol, yang merupakan keyakinan tentang kekuatan dan kemungkinan faktor yang menghambat atau memfasilitasi perilaku. Ini termasuk

"rintangan" atau “penghalang jalan” yang menghambat perilaku Kemudian dalam TPB juga disarankan agar kontrol dan niat yang dirasakan dapat berinteraksi memengaruhi perilaku. Artinya, dampak niat terhadap perilaku mungkin lebih kuat bila kontrol yang dirasakan tinggi (Zemore dan Ajzen 2004).

Selanjutnya (Ajzen, 2005) menjelaskan bahwa menurut teori ini, Kepercayaan-kepercayaan in berdasarkan adanya pengalaman yang dimiliki individu yang dipengaruhi oleh berbagai factor yang merningkatkan maupun mengurangi kesulitan dalam melakukan siatu tindakan. Individual memiliki sumber daya dan kesempatan dan sedikit penghambat dalam antisipasi, serta besarnya kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs) dan power of control belief dari individu yang bersangkutan. Control belief diartikan sebagai belief individu berkenaan dengan faktor penghambat maupun pendukung untuk melakukan suatu tindakan. Lalu power of control belief dapat diartikan sebagai power dari individu berkenaan faktor penghambau maupun pendukung untuk melakukan suatu perilaku

4. Niat

Niat (intention) artinya sebagai keinginan untuk melakukan suatu Tindakan berperilaku. Niat perilaku (behavioral intention) masih merupakan suatu niat. Niat bersifat dinamisyang dapat berubah dengan berbagai faktor.

Sedangkan keinginan berperilaku (behavioral intention) dalam konteks perilaku artinya sebagai keinginan seseorang untuk bertindak menurut cara tertentudalam menggunakan produk atau jasa (Mowen dan Minor 2002).

Niat menggunakan E-Learning adalah pendekatan pembelajaran yang dimediasi teknologi yang memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan materi, dosen, dan teman sebaya melalui platform teknologi ( Alavi & Leidner, 2001). Dengan mempromosikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, E-Learning akan memungkinkan pengguna untuk melakukannya atur jadwal pembelajaran dan dapatkan materi pembelajaran di mana-mana (Nunamaker, 2004). Banyak keuntungan dari E-Learning yang disarankan seperti pembelajaran real-time, interaksi lintas batas, kenyamanan, efektivitas biaya, dan pembelajaran terbuka (Karwati, 2014). Selain itu, materi pembelajaran multimedia yang meningkatkan kekayaan presentasi dengan mudah digunakan kembali dan direvisi). Penelitian menekankan pentingnya niat perilaku untuk menjelaskan penerimaan teknologi E-Learning ( Merhi, 2015). Niat perilaku mengacu pada kesediaan individu untuk menyelesaikan perilaku (Ajzen, 1991; Fishbein & Ajzen, 1975). Niat berperilaku disarankan sebagai efektif untuk memprediksi perilaku.

5. Self- Efficacy

Self- Efficacy menggunkaan teknologi menurut (Bubou & Job, 2020) sebagai kepercayaan yang dirasakan individu kemampuan yang dimilikinya yang memberdayakannya untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan yang telah dia tetapkan untuk dirinya sendiri. Selain itu (Sivrikaya, 2019) menegaskan bahwa

kemampuan untuk secara efektif menggunakan infrastruktur TIK (perangkat keras dan perangkat lunak) tergantung pada teknologi pengguna self-efficacy, karena ketiadaan dapat membatasi kecenderungan mereka untuk mengadopsi teknologi. Menurut (Yildiz Durak, 2018) Kemanjuran diri teknologi diperlukan bagi mahasiswa untuk berpartisipasi secara efektif dalam lingkungan E-Learning yaitu mengakses materi kuliah, menggunakan alat pembelajaran virtual interaksi dengan dosen dan teman sebaya, terlibat dalam diskusi juga penyelesaian masalah. Maka self efficacy dapat dikatakan keyakinan pribadi pada kemampuan seseorang untuk berhasil menggunakan teknologi untuk meningkatkan hasil belajar.

6. Efektivitas

Menurut (Chopra et al., 2019) Efektivitas E-Learning dapat diukur dengan dua variabel kepuasan pengguna dan manfaat. Sistem informasi keberhasilan di mana peneliti menggambarkan tiga variabel independen, yaitu, kualitas sistem, kualitas layanan dan kualitas informasi. Peneliti mendefinisikan serangkaian variabel dependen yang secara bertahap dikategorikan ke dalam sub-variabel yang berbeda dari variabel terikat tunggal seperti baru manfaat,

kepuasan pengguna, nilai siswa, prestasi akademik, dan manfaat siswa.

Kepuasan pengguna dapat diukur dari segi pengalaman pengguna, yaitu fungsi dan kegunaannya bagi pengguna akhir. Peneliti mengilustrasikan pengguna tersebut kepuasan adalah alat untuk mengukur seberapa banyak sistem E-Learning mampu mencapai kebutuhan dan persyaratan pengguna yang selanjutnya mengarah pada penguatan kepuasan. Menggambarkan kepuasan pengguna dalam hal kualitas konten, kegunaan sistem dan aspek teknis.

Kemanfaatan merupakan kombinasi dari dua dimensi, yaitu dampak individu dan dampak organisasi. Dampak individu mengacu pada pencapaian tujuan akhir pengguna setelah menyelesaikan kursus dari sistem E-Learning tertentu. pencapaian ini bisa berupa nilai ujian yang lebih baik atau kemampuan kerja yang lebih baik. Dampak ini terjadi ketika pengguna akhir mampu menerapkan pengetahuan, dikumpulkan dari informasi pada sistem E-Learning, dalam pekerjaannya secara efisien dan efektif.

Sebagian besar dorongan untuk penelitian universitas yang efektif dapat ditelusuri kembali ke Weber's studi mani universitas Amerika Serikat bagian dalam-pinggiran kota yang sukses, dan temuan penelitian (Johnson & Holdaway, 1991). Bertentangan dengan hasil input terkemuka studi keluaran, peneliti berpendapat bahwa "perilaku universitas sangat penting" dalam menentukan kualitas pendidikan mahasiswa, dan ia mengemukakan sebagai berikut: sebagai atribut universitas yang efektif:

a. harapan instruksional yang tinggi b. asertif kepemimpinan universitas,

c. suasana tertib, berorientasi kerja, d. penekanan akademik

e. pemantauan berkelanjutan terhadap prestasi mahasiswa, dan

f. arah sumber daya menuju instruksi akademik. Sementara beberapa peneliti dan komentator memiliki kriteria efektivitas yang berbeda, sebagian besar studi deskriptif umumnya mendukung karakteristik di atas.

Ulasan penelitian efektivitas universitas telah menangkap dorongan utama dari, dan menambahkan kecanggihan teoretis, literatur yang berkembang pesat ini. Misalnya, satu tinjauan awal oleh peneliti mengajukan dua kerangka efektivitas universitas berjenjang dari variabel organisasi/struktur dan variabel proses; variabel organisasi dikatakan memberikan konteks untuk pengembangan karakteristik proses. Organisasi variabel (atau kriteria) yang bersangkutan mirip dengan peneliti, yang mencatat delapan variabel organisasi:

a. kepemimpinan universitas yang terfokus secara instruksional, b. dukungan dari kabupaten,

c. penekanan kurikuler dan instruksional,

d. jelas tujuan yang dirumuskan dan harapan yang tinggi dari siswa, e. penilaian kinerja sistem,

f. pengembangan staf berkelanjutan,

g. keterlibatan dan dukungan dari orang tua, dan h. iklim universitas yang aman dan tertib.

Tiga ulasan, dan dari penelitian populer, empat proses variabel:

a. pemimpin yang memahami kemungkinan serta kepraktisan,

b. eksplisit, tujuan bersama yang berfungsi sebagai panduan untuk aktivitas, c. konstan komunikasi ide, bersama dengan interaksi kolegial yang

mendukung, dan

d. upaya kolaboratif oleh administrator dan dosen dalam mempersiapkan instruksi.

7. Aksesibilitas

Secara garis besar, menurut (Seale & Cooper, 2010) aksesibilitas dalam kaitannya dengan e-learning (misalnya lingkungan belajar virtual, repositori digital, multimedia, portal web dan papan diskusi) dipahami sebagai memastikan bahwa mahasiswa tidak dicegah dari mengakses teknologi atau konten dan pengalaman. Banyak definisi umum tentang aksesibilitas yang berfokus pada pada pengurangan hambatan untuk mengakses Web dan memastikan akses yang adil untuk semua pengguna E-Learning Inti dari definisi ini adalah konsep adaptasi dan fleksibilitas dan gagasan bahwa lingkungan belajar dapat dan harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Contoh sumber e-learning yang telah dirancang agar dapat diakses dan oleh karena itu mencerminkan prinsip-prinsip penerimaan dan kebebasan akses. Bertujuan untuk memberikan informasi dan saran tentang bagaimana mahasiswa dapat menggunakan teknologi secara efektif untuk mendukung pembelajaran mahasiswa.

Kurangnya pengetahuan tentang bagaimana membuat e-learning dapat diakses, mengingat banyaknya jumlah alat yang telah dikembangkan untuk membantu dosen dalam upaya ini. Implikasinya adalah mungkin alat yang ada

tidak sesuai atau sesuai dengan tujuan. Tinjauan tentang alat khusus aksesibilitas utama yang digunakan oleh dosen saat ini menunjukkan bahwa mahasiswa jatuh ke dalam dua kategori utama: alat teknis dan desain dan alat konseptual. Beberapa dari alat ini tampaknya secara khusus ditargetkan pada dosen yang mengajar atau mendukung mahasiswa dalam pendidikan lebih lanjut dan lebih tinggi. Pengguna alat teknis dan desain sangat sering membutuhkan pengetahuan teknis khusus. Pengguna cenderung bekerja di bidang komputasi atau teknologi. Mengingat bahwa pengguna dengan dukungan teknis atau teknologi dapat menemukan alat yang sulit untuk digunakan. contoh di mana dosen (yaitu yang relatif kurang keterampilan teknis dan pengetahuan) juga didorong atau diharapkan untuk menggunakan teknologi ini.

Aksesibilitas yang berarti lebih dari sekadar alat yang dapat digunakan dalam beberapa cara untuk mengajar atau belajar. Sebaliknya aksesibilitas mendefinisikan sebagai alat apa pun yang menengahi tindakan dosen, menawarkan prinsip-prinsip yang jelas dan rinci mengenai pembelajaran yang dapat dilakukan dengan mudah dan siap diterjemahkan ke dalam praktik pengajaran. Oleh karena itu, aksesibilitas tidak hanya membuat hubungan antara teori dan praktik, tetapi juga membantu dosen bergerak dari potensi abstrak ke konkret. Dalam konteks aksesibilitas alat pembelajaran yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran di antara para dosen bahwa ada hubungan antara aksesibilitas dan pengajaran dan cakupan sifatnya asosiasi.

2. Memberikan dosen akses ke pengetahuan tentang e-learning yang efektif, termasuk fasilitator dan hambatan untuk e-learning yang efektif, dengan

demikian mengatasi aspek aksesibilitas.

3. Memberikan metode dan pendekatan kepada dosen untuk menerapkan pengetahuan tentang learning yang efektif untuk pengembangan e-learning yang dapat diakses.

Dokumen terkait