• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.5. Tindakan Responden

5.5.1 Tindakan Responden Tentang Penanganan Awal Diare Dalam Mencegah Terjadinya Dehidrasi Pada Balita

Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak terjadi dehidrasi. (Nagiga dan Arty, 2009). Oralit sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit tubuh. Karena oralit juga mengandung elektrolit yang hilang bersama keluarnya tinja. Menurut Sudarmoko (2011), ketika anak mengalami diare segera berikan oralit pada anak, bila kondisi anak semakin parah segera bawa anak ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang lebih tepat sesuai tingkat dehidrasinya. Oralit diberikan mulai dari pertama kali anak diare sampai diare yang dideritanya berhenti. Anak tetap diberikan oralit walaupun belum memasuki tahap kekurangan cairan untuk mencegah agar anak tidak mengalami dehidrasi yang dapat memperburuk kondisi anak tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yaitu pertanyaan tentang tindakan ibu ketika anak buang air besar tidak seperti biasanya ibu akan langsung membawanya kedokter atau pelayanan kesehatan yang menjawab tidak sebanyak 22% (11 orang). Pertanyaan tentang tindakan ibu ketika anak diare apakah ibu segera memberikan oralit atau larutan gula garam yang menjawab ya sebanyak 50% (25 orang). Pertanyaan tentang tindakan ibu dalam memberikan oralit ketika anak diare walaupun anak belum memasuki tahap kekurangan cairan yang menjawab ya sebanyak 42% (21orang). Untuk pertanyaan tentang tindakan ibu dalam

memberikan cairan oralit secara terus menerus sampai diare yang diderita anak sembuh yang menjawab ya sebanyak 46% (23orang).

Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Untuk mengatasi dehidrasi karena kekurangan cairan adalah dengan menentukan jumlah oralit pada 3 jam pertama sesuai tingkat dehidrasi yang diderita anak. Setelah 3 jam ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya. Oralit diberikan setiap kali anak menceret, jika anak muntah tunggu selama 10 menit sebelum memberikan kembali cairan oralit pada anak (Sofwan, 2010). Maryunani (2010) mengatakan sebaiknya ibu menyediakan ORS dirumah sebagai salah satu upaya pencegahan, apabila anak terkena diare ibu dapat memberikan oralit sebagai upaya pertolongan pertama pada anak. Pertanyaan tentang tindakan ibu tentang memberikan oralit setiap 30 menit sekali saat anak mengalami kekurangan cairan yang menjawab tidak sebanyak 42% (21 orang). Pertanyaan tindakan ibu dalam menyediakan ORS atau oralit dirumah yang menjawab ya sebanyak 20% (10 orang). Untuk pertanyaan tindakan ibu ketika anak muntah ibu menghentikan pemberian oralit selama 10 menit yang menjawab ya sebanyak 48% (24 orang).

Menurut Purnamasari (2011), Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri sedangkan diare akibat virus tidak dapat diatasi dengan antibiotika. Pemberian antibiotika harus sesuai dengan indikasi, oleh karena sebaiknya pemberian antibiotika harus berdasarkan anjuran dokter. Judarwanto (2012), penyebab terbesar dari diare pada anak adalah karena virus (Rotavirus). Antibiotika hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare disertai penyakit

lain. Hal ini sangat penting karena seringkali ketika diare, masyarakat khususnya ibu langsung memberi antibiotik seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik. Dari pertanyaan tentang tindakan ibu ketika anak mengalami kekurangan cairan ibu akan memberikan antibiotik yang menjawab tidak sebanyak 17% (34 orang).

Pada saat anak diare pemberian ASI untuk bayi dan balita tetap diteruskan. begitu juga dengan pemberian makanan sehari-hari pada anak yang lebih besar. ASI tidak menyebabkan diare, justru dapat membantu mencegah diare. Makanan sehari-hari tetap dilanjutkan dan perbanyak makanan yang berkuah, seperti sup, sereal, dan kuah sayur-sayuran. Selain digunakan untuk energi, makanan-makanan ini dan juga ASI (bila masih diberi ASI) akan menambah jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Pemberian susu formula (untuk anak yang lebih besar) juga tetap dapat dilanjutkan selama diare. Hindari pemberian makanan yang mengandung pemanis buatan, makanan mengndung lemak dalam jumlah tinggi dan makanan atau minuman yang terbuat dari gula sederhanan seperti jus buah buatan, sereal dengn pemanis buatan dan lain-lain (Sofwan, 2010). Berdasarkan pertanyaan tentang tindakan ibu yaitu tetap memberikan susu formula ketika anak mengalami kekurangan cairan akibat diare yang menjawab ya sebanyak 24% (12 orang). Pertanyaan ketika anak mengalami dehidrasi apakah ibu mempuasakan anak dari makanan dan minuman yang menjawab tidak sebanyak 36% (18 orang). Pertanyaan tindakan ibu dalam memberikan jus buah atau teh manis sebagai pengganti oralit ketika anak mengalami

kekurangan cairan yang menjawab tidak sebanyak 18% (36 orang). Untuk pertanyaan tindakan ibu apakah menghentikan pemberian ASI pada saat anak mengalami dehidrasi akibat diare yang menjawab tidak sebanyak 38% (19 orang).

Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa tindakan terbagi atas beberapa tingkatan dan salah satu tingkatan dalam tindakan yaitu respon terpimpin bahwa tindakan yang dilakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Dalam hal ini contoh yang dimaksud adalah tatacara atau panduan mengenai cara melakukan penanganan maupun pencegahan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal ini sejalan dari teori Bloom bahwa aplikasi atau tindakan akan terjadi apabila seseorang sudah memahami suatu objek yang dimaksud.

Dari hasil penelitian tindakan ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dapat dilihat tindakan ibu masih kurang baik karena tindakan ibu belum sesuai dengan tatacara atau panduan tentang cara melakukan pencegahan maupun penganan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Andika (2012) dimana tindakan responden sebanyak 68% masih kurang dalam melakukan penatalaksanaan asuhan perawatan penyakit diare pada anak. Peneliti berasumsi jika tindakan ibu tidak diperbaiki maka akan dapat menyebabkan kondisi dehidrasi anak semakin parah sehingga yang ibu perlukan adalah mencari dan memperoleh informasi yang sesuai mengenai tindakan yang benar tentang cara melakukan pencegahan dan penanganan dehidrasi akibat diare pada anak.

Dokumen terkait