• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Ibu Tentang Penanganan Awal Diare Dalam Mencegah Terjadinya Dehidrasi Pada Balita Di Kelurahan Tegal Sari Mandala Iii Kecamatan Medan Denai Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Ibu Tentang Penanganan Awal Diare Dalam Mencegah Terjadinya Dehidrasi Pada Balita Di Kelurahan Tegal Sari Mandala Iii Kecamatan Medan Denai Tahun 2012"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU IBU TENTANG PENANGANAN AWAL DIARE DALAM MENCEGAH TERJADINYA DEHIDRASI PADA BALITA

DI KELURAHAN TEGAL SARI MANDALA III KECAMATAN MEDAN DENAI

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh:

YUNIKA ANITA ANWAR NIM. 081000193

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERILAKU IBU TENTANG PENANGANAN AWAL DIARE DALAM MENCEGAH TERJADINYA DEHIDRASI PADA BALITA

DI KELURAHAN TEGAL SARI MANDALA III KECAMATAN MEDAN DENAI

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

YUNIKA ANITA ANWAR NIM. 081000193

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

GAMBARAN PERILAKU IBU TENTANG PENANGANAN AWAL DIARE DALAM MENCEGAH TERJADINYA DEHIDRASI PADA BALITA

DI KELURAHAN TEGAL SARI MANDALA III KECAMATAN MEDAN DENAI

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh: YUNIKA ANITA ANWAR

NIM. 081000193

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 03 Januari 2013

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr.Linda T. Maas, MPH Drs. Alam Bakti Keloko. M.kes NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19620604 199203 1 001

Penguji II Penguji II

Drs. Eddy Syahrial. MS dr. Taufik Ashar. MKM

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 1978033 1200312 1 001 Medan, Januari 2013

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Balita rentan akan berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit diare. Bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya yaitu dengan cara melakukan penanganan awal diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Orang tua khususnya ibu harus mengetahui bagaimana cara bersikap menghadapi anak yang sedang sakit dan mampu memberikan pengobatan yang efektif.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan pengambilan sampling secara simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di kelurahan Tegal Sari Mandala III yang pernah membawa anaknya berobat ke Puskesmas Tegal Sari karena terkena diare dalam kurun waktu 1 tahun sebanyak 185 orang dan jumlah sample responden yang diambil sebanyak 50 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik responden yaitu sebagian besar responden berusia 25-34 tahun sebanyak 52%, sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir SLTP 36% sebagian besar pekerjaan responden bekerja sebanyak54% dan sebagian besar responden memiliki jumlah anak <3 orang yaitu 46%. Sumber informasi yang paling efektif dalam menyampaikan informasi menurut responden adalah TV 68%. Pengetahuan responden sudah cukup baik yaitu kategori sedang 64%. Sikap responden masuk dalam kategori sedang sebanyak 70%. Tindakan responden tentang mencegah dehidrasi akibat diare masih rendah karena masuk dalam kategori kurang sebanyak 66%.

Dari hasil penelitian disarankan agar petugas kesehatan Puskesmas Tegal Sari Medan Denai dan instansi terkait untuk mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang penanganan awal diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada balita yang dikemas secara menarik dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat khususnya ibu.

Kata Kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, pengananan awal diare

(5)

ABSTRACT

Children under five years old are vulnerable to health problems, such as diarrhea. The problem of diarrhea is about dehydration; therefore, one of the ways how to handle it is by an early stage of handling in order to prevent dehydration.

The type of the research was descriptive quantitative. The population was 185 mothers who had under-five year old children, lived at Kelurahan Tegal Sari Mandala III, and had taken their children to Tegal Sari Puskesmas in the period of one year. 50 of them were used as the samples, using simple random sampling technique.

The result of the research showed the description of the respondents’ characteristics as follows: the majority (52%) of the respondents is 25 to 34 years of age, was graduated from Junior High School (36%), most of them are working mother (46%), and most of them had fewer than three children (46%). According to the respondents, the most effective information about the early handling of diarrhea was from television (68%). The knowledge of the respondents was in the moderate category (64%). The attitude of the respondents which belonged to the moderate category was (70%).The action of the respondents which belonged to the insufficient category was (66%).

It is recommended that health workers at Tegal Sari Puskesmas and the agencies related to it should provide counseling and socialization properly with the message understood by the public about the early handling of diarrhea in order to prevent children under five years old from dehydration.

Keywords: Knowledge, Attitude, Action, Early handling of Diarrhea

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yunika Anita Anwar

Tempat, Tanggal Lahir : Rantauprapat,17 Juni 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

Alamat Rumah : Jl.Tanjung Sari, Komplek Classic II, No.97. Medan Riwayat Pendidikan Formal

1. 1996 - 2002 : SD Negeri 10, Rantauprapat 2. 2002 - 2005 : SMP Negeri 01, Rantauprapat 3. 2005 - 2008 : SMA Al-Azhar, Medan 4. 2008 - 2013 : FKM USU

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “GAMBARAN PERILAKU IBU TENTANG PENANGANAN AWAL DIARE DALM MENCEGAH TERJADINYA DEHIDRASI PADA BALITA DI KELURAHAN TEGAL SARI MANDALA III KECAMATAN MEDAN DENAI TAHUN 2012”. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dr.Linda T.Maas. MPH dan Bapak Alam Bakti Keloko, M.kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, nasehat bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS dan dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan demi penyempurnan tulisan ini.

(8)

4. Teristimewa kepada orang tua saya Ayahanda Khairil Anwar , SE dan Ibunda Erni Yusnita Dalimunte, S.Pd. Adik-adikku Febrina Rizky Anwar, Annisya Putri Amanda dan Muhammad Fatwa Ramadhan untuk cinta, doa, kasih sayang dan dukungan yang tergantikan yang diberikan kepada penulis.

5. Terima kasih kepada Rizky Bagus Wirawan dan sahabat-sahabat terdekatku (Alprida Harahap, Farah Marlinda Syam, Mawaddah Lubis, Cut Saura Salmira, Tri Ivo Pratiwi, Nurul Fadillah Zulad dan Fanny Diah Nisya) yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman FKM USU Bang Nanda, Dini, Yusrida, Kak Nana, Leni, Azis, Kak Airin, Bang Muhksin, Kak Riri, Kak Kiki, Kak Mimi, Dipo, Mala, Fauzi, Bang Dedi dan Vero yang menjadi teman diskusi dan memberikan dukungan kepada penulis.

7. Buat semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan untuk kelancaran pembuatan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin.

Medan, Januari 2013 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN……….. ... .. 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1Tujuan Umum ... 9

1.3.2 Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Perilaku ... 11

2.1.1 Definisi Perilaku ... 11

2.1.2 Domain Perilaku... 12

2.1.3 Perubahan Perilaku... ... 21

2.1.3.1 Teori Stimulus Organisme……… 21

2.2. Diare ... 23

2.2.1 Pengertian Diare ... 23

2.2.2 Diare Pada Balita ... 24

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita ………... 25

2.2.4 Dehidrasi Pada Balita Akibat Diare……… 28

2.2.5 Penanganan dan Pencegahan Diare Pada Balita... 29

2.2.6 Pemberian Cairan Tambahan Untuk Diare ... 31

2.2.7 Pendoman WHO Dalam Penanganan Diare ... 33

2.2.8 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare ... 40

2.3 Kerangka Konsep ... 42

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1 Lokasi Penelitia ... 43

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3.3. Populasi dan Sampel ... 44

3.3.1 Populasi ... 44

3.3.2 Sampel ... 44

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5 Defenisi Operasional ... 46

3.6 Instrumen dan Cara Pengukuran Data... 47

3.6.1 Instrumen ... 47

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 47

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis data ... 51

3.7.1 Pengolahan Data ... 51

3.7.2 Analisa Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

4.2 Gambaran Karakteristik Responden ... 53

4.2.1 Umur Responden ... 53

4.2.2 Pendidikan Responden ... 54

4.2.3 Pekerjaan Responden ... 54

42.4 Jumlah Anak Responden ... 55

4.3 Gambaran Sumber Informasi ... 55

4.4 Gambaran Pengetahuan Responden ... 60

4.5 Gambaran Sikap Responden ... 65

4.6 Gambaran Tindakan Responden ... 69

BAB V PEMBAHASAN ... 72

5.1 Karakteristik Responden ... 72

5.1.1 Umur Responden ... 72

5.2.2 Pendidikan Responden ... 73

5.2.3 Pekerjaan Responden ... 74

5.2.4 Jumlah Anak Responden ... 75

5.2 Sumber Informasi Responden ... 76

5.3 Pengetahuan Responden ... 80

5.3.1 Pengetahuan Tentang Diare dan Pencegahannya ... 80

5.3.2 Pengetahuan Tentang Dehidrasi Akibat Diare ... 82

5.3.3 Pengetahuan Tentang Penanganan Diare Pada Balita ... 85

5.3.4 Kategori Tingkat Pengetahuan ... 88

5.4 Sikap Responden ... 89

5.4.1 Sikap Tentang Pencegahan Penyakit Diare ... 89

(11)

5.4.3 Kategori Sikap Responden ... 94

5.5. Tindakan Responden ... 95

5.5.1 Tindakan Dalam Melakukan Pencegahan dan Penanganan Dehidrasi Akibat Diare Pada Balita ... 95

5.5.2 Kategori Tindakan Responden ... 99

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

6.1 Kesimpulan ... 102

6.2 Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan ... 29

Tabel 2.2. Kebutuhan oralit per kelompok umur ... 31

Tabel 2.3. Pemberian Oralit ... 32

Table 2.4. Aturan Pemakaian Oralit ... 35

Tabel 2.5. Makanan Yang Direkomendasikan dan Yang Perlu Dihindari ... 38

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan kelompok Umur ... 53

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden .. 54

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden ... 54

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Responden ... 55

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Penyakit Diare ... 56

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Tentang Cara Menangani Dan Mengobati Penyakit Diare ... 56

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Tentang Cara Melakukan Pencegahan Dehidrasi Akibat Diare ... 57

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Bahwa Balita Dan Bayi Lebih Rentan Terhadap Diare ... 58

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Media Yang Paling Baik Menyampaikan informasi ... 59

Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Diare... 59

Tabel 4.11. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian kekurangan cairan (dehidrasi) ... 60

Tabel 4.12. Distribusi Responden Tentang Penyebab Kekurangan Cairan (Dehidrasi) ... 60

Tabel 4.13. Distribusi Responden Tentang Penularan Diare ... 61

Tabel 4.14. Distribusi Responden Tentang Menentukan Tingkat Dehidrasi Yang Diderita Anak ... 61

Tabel 4.15. Distribusi Responden Tentang Langkah Pertama Yang Harus Dilakukan Pada Anak Yang Mengalami Dehidrasi Akibat Diare... 61

Tabel 4.16. Distribusi Responden Tentang Komplikasi Yang Sering Dijumpai Akibat Diare Pada Anak ... 62

Tabel 4.17. Distribusi Responden Tentang Cara Membuat Larutan Gula Garam Sebagai Pengganti Oralit ... 62

Tabel 4.18. Distribusi Responden Ketika Anak Diare Makanan Apa Saja Yang Harus Dihindari ... 63

Tabel 4.19. Distribusi Responden Tentang Waktu Yang Tepat Membawa Anak Yang Terserang Diare Ke Dokter... 63

(13)

Tabel 4.20. Distribusi Responden Tentang Langkah Yang Dapat Dilakukan

Untuk Mencegah Diare Pada Anak ... 64

Tabel 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan Responden 64 Tabel 4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Sikap ... 65

Tabel 4.23. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Responden ... 68

Tabel 4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Pertanyaan Tentang Tindakan ... 69

Tabel 4.25. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan responden ... 71

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori SOR... 23 Gambar 2.2 Kerangka Konsep... 42

(15)

ABSTRAK

Balita rentan akan berbagai gangguan kesehatan seperti penyakit diare. Bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya yaitu dengan cara melakukan penanganan awal diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Orang tua khususnya ibu harus mengetahui bagaimana cara bersikap menghadapi anak yang sedang sakit dan mampu memberikan pengobatan yang efektif.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan pengambilan sampling secara simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di kelurahan Tegal Sari Mandala III yang pernah membawa anaknya berobat ke Puskesmas Tegal Sari karena terkena diare dalam kurun waktu 1 tahun sebanyak 185 orang dan jumlah sample responden yang diambil sebanyak 50 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik responden yaitu sebagian besar responden berusia 25-34 tahun sebanyak 52%, sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir SLTP 36% sebagian besar pekerjaan responden bekerja sebanyak54% dan sebagian besar responden memiliki jumlah anak <3 orang yaitu 46%. Sumber informasi yang paling efektif dalam menyampaikan informasi menurut responden adalah TV 68%. Pengetahuan responden sudah cukup baik yaitu kategori sedang 64%. Sikap responden masuk dalam kategori sedang sebanyak 70%. Tindakan responden tentang mencegah dehidrasi akibat diare masih rendah karena masuk dalam kategori kurang sebanyak 66%.

Dari hasil penelitian disarankan agar petugas kesehatan Puskesmas Tegal Sari Medan Denai dan instansi terkait untuk mengadakan penyuluhan dan sosialisasi tentang penanganan awal diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada balita yang dikemas secara menarik dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat khususnya ibu.

Kata Kunci: pengetahuan, sikap, tindakan, pengananan awal diare

(16)

ABSTRACT

Children under five years old are vulnerable to health problems, such as diarrhea. The problem of diarrhea is about dehydration; therefore, one of the ways how to handle it is by an early stage of handling in order to prevent dehydration.

The type of the research was descriptive quantitative. The population was 185 mothers who had under-five year old children, lived at Kelurahan Tegal Sari Mandala III, and had taken their children to Tegal Sari Puskesmas in the period of one year. 50 of them were used as the samples, using simple random sampling technique.

The result of the research showed the description of the respondents’ characteristics as follows: the majority (52%) of the respondents is 25 to 34 years of age, was graduated from Junior High School (36%), most of them are working mother (46%), and most of them had fewer than three children (46%). According to the respondents, the most effective information about the early handling of diarrhea was from television (68%). The knowledge of the respondents was in the moderate category (64%). The attitude of the respondents which belonged to the moderate category was (70%).The action of the respondents which belonged to the insufficient category was (66%).

It is recommended that health workers at Tegal Sari Puskesmas and the agencies related to it should provide counseling and socialization properly with the message understood by the public about the early handling of diarrhea in order to prevent children under five years old from dehydration.

Keywords: Knowledge, Attitude, Action, Early handling of Diarrhea

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelangsungan Hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia (Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka kematian balita Indonesia

Masa balita ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi. Dimana pada masa balita merupakan masa paling penting sekaligus rawan bagi anak sebab anak rentan berbagai gangguan kesehatan. Sebagai orangtua, tentu tidak hanya ingin membebaskan anak dari deritanya, tetapi juga ingin memastikan bahwa gejala yang diderita bukanlah penyakit serius. Beberapa penyakit memang dapat ditangani di rumah, tetapi yang lainnya membutuhkan perawatan dokter. Orangtua yang cukup pengetahuan punya kesempatan yang lebih baik untuk mengidentifikasi penyakit dengan tepat dan segera memberikan penanganan yang semestinya. Namun, para orangtua yang kurang paham masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).

(18)

perihal kesehatan anak balita, seringkali panik, bahkan bisa jadi akan memberikan penanganan yang salah terhadap balitanya. Penanganan yang salah tersebut bisa membuat penyakit anak bertambah parah (Sudarmoko, 2011).

Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang sewaktu-waktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit. Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011).

Orang tua perlu mengetahui bagaimana mengatasi kondisi darurat anak sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, dan juga mengetahui penyakit-penyakit umum yang sering terjadi seperti panas, batuk, flu, diare, dan luka. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif. Oleh karena itu, orang tua harus mengetahui bagaimana cara bersikap menghadapi anak yang sedang sakit, antara lain meliputi pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit, tindakan yang diperlukan, pengobatan, diet dan upaya lain yang berkaitan dengan penyakit yang diderita anak (Widodo, 2009).

(19)

ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).

Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).

Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal pembawa bemacam penyakit yang mungkin bisa menyerang. Seperti: kuman, bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009).

(20)

merupakan faktor yang menyebabkan masih tingginya tingkat kejadian diare pada anak di Indonesia. Golongan umur yang paling menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah (Sofwan, 2010).

Berdasarkan hasil survei Morbiditas Diare yang dilakukan Kementerian Kesehatan sejak tahun 1996 – 2010 angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996 hingga 2006, kemudian menurun pada tahun 2010. Pada tahun 2010 angka kesakitan diare sebesar 441 per 1.000 penduduk. Angka ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2006 yaitu 423 per 1.000 penduduk (Wijaya, 2012).

Sekitar lima juta anak di seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah lima tahun. Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011).

Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008).

(21)

peningkatan CFR yang cukup signifikan pada tahun 2007-2008, dari 1,79% menjadi 2,94%. Angka ini turun menjadi 1,74% pada tahun 2009 dan 2010. Penurunan angka Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare kurang signifikan yaitu target CFR saat KLB diharapkan < 1 %.

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari 594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per 1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2009 yaitu 12,98%. Pencapaian IR ini jauh dibawah target program yaitu 220 per 1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).

(22)

Beberapa negara telah berhasil menurunkan angka kejadian dan kematian penyakit diare secara cepat yaitu dengan promosi kesehatan yang tepat tentang penanganan awal diare adalah dengan rehidrasi oral berupa paket oralit, yang diikuti dengan meneruskan pemberian minum dan makan selama anak diare. WHO menyatakan bahwa oral rehydration salt

Masih tingginya kasus diare pada balita menunjukkan bahwa peran ibu dalam melakukan pencegahan penyakit diare masih belum maksimal. Dimana ibu sebagai pengasuh yang terdekat dengan balita memiliki peran besar dalam melakukan pencegahan penyakit diare. Persepsi ibu yang salah dalam memandang penyakit yang diderita anak bisa memengaruhi tindakan ibu dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit tersebut (Muswita, 2010). Salah satu cara sederhana pencegahan diare pada balita yang dapat dilakukan ibu adalah dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS). Berdasarkan penelitian Curtis and Cairncross menunjukkan CTPS dapat mencegah kejadian diare hingga 47% (Nagiga dan Arty, 2009).

(23)

Untuk itu peran ibu menjadi sangat penting karena di dalam merawat anaknya ibu seringkali berperan sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan anak, yaitu dalam hal memberi makan, memelihara kebersihan dan memberi perawatan bila anak sakit. Dengan demikian bila ibu berperilaku baik mengenai diare, ibu sebagai pelaksana dan pembuat keputusan dalam pengasuhan, diharapkan dapat memberikan pencegahan dan pertolongan pertama pada diare yang diderita anak (Purnamasari, 2011). Oleh karena itu ibu seharusnya mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan dan penanganan awal diare pada anak yang bertujuan untuk merubah pandangan, kebiasaan dan sikap hidup tradisional yang bertentangan dengan azas pemeliharaan kesehatan.

Bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya dengan cara mencegah dehidrasi. Diare akut memegang porsi terbesar dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak, dan kebanyakan disebabkan karena dehidrasi penyebab lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Golongan umur yang paling menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah (Sofwan, 2010).

(24)

terapi rehidrasi oral. Rehidrasi oral adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dan cairan yang memadai. (Sudarmoko,2011).

Hasil Survei Nasional tahun 2000 mengenai Morbiditas Diare dan Perilaku, diketahui 91,2 % masyarakat mengetahui tentang rehidrasi penderita saat diare, 90 % mengetahui tentang tanda bahaya diare, sebagian tahu tentang manfaat oralit (94,6 %) akan tetapi sebagian besar (49,3 %) tidak mau menggunakan oralit sebagai cairan rehidrasi di rumah tangga (Assiddiqi, 2009). Penelitian oleh Sodemann (1999) mendapatkan hasil bahwa mayoritas pengetahuan ibu tentang Oral Rehydration Salt ORS adalah baik, namun penggunaan ORS hanya (58%) pada saat episode diare dan beberapa diantaranya tidak tepat. Pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap penggunaan ORS adalah ketersediaan ORS di rumah tangga. Dapat ditarik kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa kurangnya kewaspadaan atau kesadaran ibu dalam melakukan pencegahan dan penanganan penyakit diare yaitu dengan menyediakan ORS dirumah ( Askrening, 2007

Hasil Penelitian Ella (2007), menunjukkan pasien anak yang mengalami dehidrasi akibat diare di RSUP H. Adam Malik dari 39 sampel yang dianalisis, dijumpai 76.9% mengalami dehidrasi ringan atau sedang dan 23.1% dehdirasi berat. Berrdasarkan data tersebut dapat dilihat kejadian diare yang disertai dengan dehidrasi pada anak masih cukup tinggi.

).

(25)

Tegal Sari sebanyak 385 kasus, Puskesmas Medan Denai sebanyak 254 kasus dan Puskesmas Bromo sebanyak 746 kasus.

Wilayah kerja puskesmas Tegal Sari meliputi kelurahan Tegal Sari Mandala I dan III. Dari data puskesmas Tegal Sari Medan Denai pada tahun 2010 terdapat 568 kasus diare dimana 214 kasus diare dialami oleh balita, yaitu 30 kasus diare dialami balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala I dan 180 kasus diare pada balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala III dan 4 kasus diare dialami oleh balita yang tinggal di luar wilayah kerja puskesmas Tegal Sari.

Pada tahun 2011 terdapat 627 kasus diare dimana 205 kasus diare dialami oleh balita, yaitu 17 kasus diare dialami balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala I dan 185 kasus diare pada balita yang tinggal di kelurahan Tegal Sari Mandala III dan 3 kasus diare dialami oleh balita yang tinggal di luar wilayah kerja puskesmas Tegal Sari. Balita yang dibawa ibu berobat ke puskesmas karena diare biasanya setelah mengalami gejala dehidrasi ringan dan sedang. Balita yang menderita diare kebanyakan menderita diare akut dan merupakan pasien baru dan ada juga pasien lama.

(26)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah mengetahui gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengambarkan gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu rumah tangga dalam melakukan penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

2. Untuk menggambarkan sikap ibu rumah tangga dalam dalam melakukan penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012. 3. Untuk menggambarkan tindakan ibu rumah tangga dalam melakukan

(27)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan instansi terkait untuk memecahkan masalah penelitian yang terkait dengan kejadian dehidrasi akibat diare pada balita.

2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan penelitian.

(28)

2.1 Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya rangsangan pada seseorang,dan kemudian orang tersebut memberikan respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal, ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat kecerdasan, dan sebagainya.

(29)

2. Faktor eksternal, ialah lingkungan , baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007)

2.1.2 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2007).

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

(30)

details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan

informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. 2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu: 1. Menghafal (Remember)

(31)

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

4. Menganalisis (Analyzing)

(32)

membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing) (Widodo,2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: 1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang mereka miliki. 2. Pekerjaan

(33)

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk, 2007)

2. Sikap

(34)

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau stimulus. berikut:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

(35)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

(36)

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

(37)

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

(38)

2.1.3 Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Soekidjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.

2.1.3.1 Teori Stimulus Organisme (S - O – R)

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources) sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hosland, et al (1953) dalam buku Soekidjo (2010) mengatakan perubahan perilaku pada

(39)

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organism dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organism berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan ke proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

(40)

Proses perubahan perilaku berdasarkan S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut:

[image:40.612.119.526.145.444.2]

Teori S - O - R

Gambar 2.1 Kerangka Teori SOR 2.2 Diare

2.2.1 Pengertian Diare

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan pada neunatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selam dua hari atau lebih.

Organisme

- Perhatian - Pengertian - penerimaan

Reaksi

(perubahan sikap) Stimulus

Reaksi

(41)

Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme. Yang pertama disebut diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat penempelan virus, bakteri jahat, atau parasit pada dinding usus. Yang kedua disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus, sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).

Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).

Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat keadaan anaknya sehingga diperlukan terapi dan penanganan agar penyakit dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam tubuh (Sofwan, 2010). 2.2.2 Diare Pada Balita

(42)

diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak, dan kebanyakan disebabkan oleh dehidrasi (Sofwan, 2010).

Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau minuman pada balita (Hamdani,2008).

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga, jika anggota keluarga terutama ibu tidak hati-hati dengan kebersihan diri sendiri, secara tidak langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).

Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).

(43)

sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu, perlu juga diperhatikan warna dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).

Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak memberi obat pemampat feses atau tinja. Sebab jika tinja mampat kuman tidak akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti dengan sendirinya.(Sarasvati, 2010).

(44)

Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:

1. Infeksi virus

Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair (watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi.

2. Infeksi bakteri

Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare pada

anak.

3. Parasit

Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.

4. Antibiotik

Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai dokter memberikan persetujuan.

5. Makanan dan minuman

(45)

6. Alergi makanan

Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan diare.

7. Intoleransi makanan

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup memproduksi lactase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya).

2.2.4 Dehidrasi Pada Balita Akibat Diare

(46)

Gejala adanya dehidrasi dapat dikenali dalam tiga golongan menurut Nagiga dan Ni Wayan Arty (2009) yaitu:

1. Dehidrasi ringan

Pada keadaan ini penderita biasanya tidak menunjukkan gejala yang menonjol. Bila terjadi pada balita biasanya mereka menjadi rewel, terlihat lesu, lemah dan sering haus.

2. Dehidrasi sedang

Pada balita gejala dehidrasi sedang akan lebih mudah dikenali. Balita mulai menjadi gelisah, sering menangis, kehausan, mata akan terlihat lebih cekung, buang air kecil menjadi jarang dan kulit menjadi keriput. Bila dicubit perutnya akan lama kembali ke keadaan normal. Bila menemukan gejala ini, orang tua harus segera membawa anaknya ke pelayanan kesehatan.

3. Dehidrasi berat

Keadaan dehidrasi yang sudah memburuk dan memerlukan perawatan serius. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan:

Tabel 2.1 Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan

Derajat dehidrasi Penurunan berat badan

Tidak dehidrasi < 5 %

Dehidrasi ringan sedang 5-10 %

Dehidrasi berat > 10 %

2.2.5 Penanganan dan Pecegahan Diare Pada Balita

(47)

sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit (seperti panas, batuk, flu, diare, dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif (Widoyono, 2010).

Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir melihat

keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)

Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah :

- Penyiapan makanan yang higienis - Penyediaan air minum yang bersih - Kebersihan perorangan

- Cuci tangan sebelum makan

- Pemberian ASI ekslusif

- Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet) - Tempat buang sampah yang memadai

(48)

2.2.6 Pemberian Cairan Tambahan Untuk Diare

Ada 3 jenis rencana terapi (Departemen Kesehatan Repubik Indonesia. 2008) yaitu:

1. Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah

Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang.

4 aturan perawatan dirumah : 1. Beri cairan tambahan

Ibu memberikan cairan tambahan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas. Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan dengan lebih lambat. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

Tabel 2.2 Kebutuhan oralit per kelompok umur Umur Jumlah oralit yang

diberikan tiap BAB

Jumlah oralit yang disediakan di rumah

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus) 1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus) > 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)

2. Beri tablet Zinc selama 10 hari 3. Lanjutkan pemberian makan

(49)

2. Rencana Terapi B: Penanganan Dehidrasi Ringan/ Sedang dengan Oralit Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang, dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB.

1. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

Jumlah oralit yang diperlukan = berat badan ( dalam kg) x 75 ml Digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Tabel 2.3 Pemberian Oralit

Umur Sampai 4

Bulan 4-12 Bulan 1- 2 Tahun 2- 5 Tahun Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg

Jumlah

Cairan 200-400 ml 400-700 ml 700-900 ml 900-1400 ml 2. Cara memberikan cairan oralit :

- Minumkan sedikit–sedikit tetapi sering dari cangkir, gelas atau mangkuk

- Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan lagi lebih lmbat - Lanjutkan ASI selama anak mau

3. Berikan tablet Zinc selama 10 hari 4. Setelah 3 jam :

(50)

3. Rencana Terapi C: Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat

Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum dan berikan juga tablet Zinc. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

2.2.7 Pendoman WHO Dalam Penanganan Diare

Sampai saat ini, para ahli dan dokter anak di seluruh dunia masih mencari dan melakukan penelitian tentang penanganan diare pada anak yang paling optimal. WHO (World Health Organization), melalui anak cabangnya yang mengurusi anak-anak (UNICEF), sering mengadakan pertemuan untuk membahas hal ini.

Saat ini, penanganan diare pada anak masih berpedoman pada kesepakatan WHO yang disebut 5 Ways to Threat Diarrhea , di Indonesia dikenal dengan Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lima pendoman tersebut adalah (Sofwan, 2010):

1. Berikan oralit formula baru

2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan ASI-makan

4. Antibiotik selektif

(51)

1. Pemberian Oralit Formula Baru

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh formula oralit. Dan telah terbukti bahwa oralit dapat menurunkan angka kematian akibat dehidrasi. Oralit ini sangat berperan penting dalam mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit tubuh. Karena oralit juga mengandung elektrolit yang hilang bersama keluarnya tinja (Maryunani, 2010).

Langkah pertama dalam menangani diare pada anak adalah memberikan oralit. Oralit diberikan mulai dari pertama kali anak diare sampai diare berhenti. Pada waktu anak diare, selain cairan yang keluar melalui feses, ada garam tubuh yang ikut hilang bersama cairan tersebut. Garam tubuh tersebut berupa garam elektrolit seperti Natrium (Na), Kalium (K), Klorida (CI), Glukosa, dan Karbonat. Garam-garam elektrolit ini berguna untuk menjaga keseimbangan elektrolit di dalam tubuh. Jika tubuh kekurangan cairan dan garam-garam ini, maka dapat terjadi dehidrasi dan gangguan fungsi organ dan tubuh lainnya (Sofwan, 2010).

(52)

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa oralit formula baru memiliki beberapa kelebihan dibandingkan oralit formula lama, yaitu (Sofwan, 2010):

1. Mengurangi volume feses hingga 25% 2. Mengurangi efek mual-muntah hingga 30%

3. Mengurangi pemberian cairan melalui intravena (infuse) bila anak perlu dirawat

Cara penggunaan oralit adalah dengan melarutkan satu bungkus oralit dalam 1 gelas (200 ml) air putih (boleh hangat atau biasa saja). Untuk melarutkan oralit, gunakan air matang yang telah dingin, dan tidak boleh menggunakan air mendidih. Larutan yang telah 24 jam tidak boleh digunakan lagi. Semua isi bungkusan dilarutkan dalam 200 ml air. Oralit diberikan setiap kali anak menceret sebanyak 10 ml per kg berat badan anak. Jumlah yang di minum disesuaikan dengan usia dan tingkat keparahan diarenya. Aturan pakai oralit yaitu (Kementerian Kesehatan RI 2011) :

Table 2.4 Aturan Pemakaian Oralit Usia

Mencegah dehidrasi (tiap buang air besar/

BAB)

Mengatasi dehidrasi

3 jam pertama Selanjutnya tiap BAB

>11 bulan 0,5 gelas 1,5 gelas 0,5 gelas

1-4 tahun 1 gelas 3 gelas 1 gelas

>5 tahun 1,5 gelas 6 gelas 1,5 gelas

Dewasa 2 gelas 12 gelas 2 gelas

(53)

Caranya adalah dengan 1 sendok teh gula ditambah ¼ sendok teh garam dilarutkan dalam 1 liter air putih (Purnamasari,2011).

2. Berikan Zinc selama 10 hari berturut-turut

Langkah kedua yang perlu dilakukan untuk menangani diare adalah memberikan Zinc (seng) selama 10 hari berturut-turut. Zinc adalah zat gizi mikro yang ada di dalam tubuh dan berguna untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc akan ikut terbuang atau keluar dari dalam tubuh pada saat anak diare, sehingga mengakibatkan jumlah Zinc di dalam tubuh berkurang. Itulah sebabnya dibutuhkan tambahan Zinc untuk menggantikannya. WHO dalam penelitiannya mengemukakan beberapa manfaat zinc (Sofwan, 2010), yaitu:

1. Mengurangi angka kejadian diare sebanyak 34%

2. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare akut sampai 20% 3. Mengurangi durasi atau lama sakit karena diare persisten sampai 24%

4. Mengurangi kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebanyak 42%

5. Mengurangi angka pneumonia atau radang paru-paru sebesar 26%

(54)

baru diminum. Efek samping Zinc yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah. Zinc dapat diberikan bersama-sama dengan obat lainnya, termasuk oralit. Zinc dapat diperoleh dengan mudah di toko obat dan apotek, namun harus diakui bahwa harganya cukup mahal. Meskipun demikian, konsumsi Zinc pada saat diare sangat menguntungkan karena biasanya setelah itu anak akan terlihat lebih fit, sehat, dan jarang sakit-sakitan (Sofwan, 2010).

3. Teruskan Pemberian ASI dan Makanan

Langkah ketiga adalah terus ASI (Air Susu Ibu) dan makan. Pemberian ASI untuk bayi dan balita tetap diteruskan pada saat diare. begitu juga dengan pemberian makanan sehari-hari pada anak yang lebih besar. ASI tidak menyebabkan diare, justru dapat membantu mencegah diare. makanan sehari-hari tetap dilanjutkan dan cobalah perbanyak makanan yang berkuah, seperti sup, sereal, dan kuah sayur-sayuran. Selain digunakan untuk energi, makanan-makanan ini dan juga ASI (bila masih diberi ASI) akan menambah jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Pemberian susu formula (untuk anak yang lebih besar) juga tetap dapat dilanjutkan selama diare (Sofwan, 2010).

(55)
[image:55.612.115.534.350.542.2]

Ketika anak (balita) mengalami diare, orangtua khususnya ibu harus memperhatkan aspek gizi pada anak karena balita masih dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, sehingga aspek gizi ini sangat penting. Tidak jarang, ketika anak mengalami diare, fokus perhatian orangtua terlalu terpaku pada cara menyembuhkan dan menghentikan diare, sehingga akhirnya lupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Banyak orangtua ragu serta tidak mengetahui makanan apa yang sebaiknya diberikan ketika anak diare, sehingga akhirnya membatasi makanan yang dikonsumsi. Adapun, makanan yang perlu dihindari ketika anak mengalami diare akut dapat dilihat pada table berikut (Sofwan, 2010) :

Tabel 2.5 Makanan Yang Direkomendasikan dan Yang Perlu Dihindari Makan yang direkomendasikan Makanan yang perlu dihindari Makanan yang mengandung

tepung

Seperti: beras, kentang, bakmi, biscuit

Minuman dengan pemanis buatan Sereal (bubur, gandum) Minuman bersoda

Sup Makanan berlemak atau mengandung lemak

dalam jumlah tinggi Yogurt

Makanan atau minuman yang terbuat dari gula sederhana

Seperti: jus apel buatan, sereal dengan pemanis buatan,dan lain-lain.

Sayur-sayuran Buah-buahan

4. Antibiotika Selektif

(56)

setelah diberikan antibiotika diare semakin bertambah parah. Seharusnya orang tua lebih berhati-hati dan bijak dalam memberikan pengobatan pada anak. Di dunia medis dikenal istilah antibiotic associated diarrhea atau diare yang disebabkan karena pemberian antibiotika (Sofwan, 2010).

Antibiotika hanya digunakan untuk membunuh bakteri. Sedangkan diare akibat virus tidak dapat diatasi dengan antibiotik, dan justru bisa semakin memburuk. Pemberian antibiotik ini harus sesuai dengan indikasi, sehingga sebaiknya sesuai dengan petunjuk dokter (Ngastiyah, 2005).

Kerugian utama dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional terletak pada sisi ekonomi atau biaya, karena pemberian antibiotika menambah biaya berobat yang mubazir. Kerugian kedua adalah meningkatkan resistensi kuman. Artinya, jika diberikan tidak dalam dosis dan durasi yang tepat justru akan membuat kuman atau bakteri menjadi kebal terhadap antibiotika tersebut. Dan kerugian ketiga adalah kemungkinan diare tidak membaik dan malahan memburuk (antibiotic associated diarrhea). Bila dikonsumsi, antibiotika tidak hanya akan membunuh bakteri jahat yang ada di dalam tubuh, melainkan juga membunuh sebagian bakteri baik yang ada di dalam tubuh, sehingga justru akan menyebabkan ketidakseimbangan bakteri di dalam tubuh (Sofwan, 2010).

5. Konseling Untuk Ibu dan Keluarga

(57)

keadaan balita dan bila terjadi hal-hal yang lebih serius agar segera dibawa kembali ke dokter. Sekalipun diare akut tergolong ringan, tetapi pada beberapa keadaan kesehatan balita dapat memburuk dan bahkan membahayakan jiwa. Dokter dan praktisi kesehatan lainnya perlu mengedukasi para orangtua mengenai cara pembuatan dan pemberian oralit, Zinc dan informasi lain seputar masalah diare akut (Sofwan, 2010).

Segala kekhawatiran orangtua mengenai keadaan anaknya sebaiknya segera dikonsultasikan dengan dokter. Pelaksanaan utama keberhasilan penanganan diare di komunitas adalah orangtua. Hal ini sangat diperlukan bagi orang tua, terutama ibu, untuk mengenali diare dan membantu penyembuhannya (Nagiga dan Arti, 2009). 2.2.8 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare Pada Balita

Diare pada balita merupakan penyakit yang dapat dicegah. Beberapa perilaku berikut dapat menjadi risiko terjadinya diare pada anak, yaitu:

1. Pengunaan botol susu

Botol susu yang jarang dibersihkan dapat menjadi media transportasi kuman kedalam pencernaan balita. Oleh karena itu perlu untuk selalu mencuci botol susu hingga bersih dan sebaiknya direbus sebelum digunakan lagi, agar kuman yang menempel pada botol susu tersebut dapat mati dalam pemanasan.

2. Menyimpan makanan masak dalam suhu kamar

(58)

3. Air minum yang tercemar kuman

Air minum yang tercemar bisa terjadi melalui dua hal, yaitu tercemar pada sumber airnya dan tercemar pada tempat penyimpanan minumannya.

4. Tidak cuci tangan setelah buang air besar atau membuang tinja balita

Mencuci tangan merupakan hal sederhana dan sangat penting, terutama setelah terpapar dengan sesuatu yang mengandung kuman. Apalagi setelah itu akan menyiapkan makanan. Kuman yang masih menempel pada tangan yang belum dicuci dapat terkontaminasi pada makanan.

5. Tidak membuang tinja dengan benar

Orang sering menganggap tinja balita tidak berbahaya, padahal tinja balita juga mengandung kuman. Demikian juga dengan tinja binatang, juga mengandung kuman.

6. Pengelolaan dan pembuangan sampah sembarangan

(59)

2.3 Kerangka Konsep

[image:59.612.115.557.144.415.2]

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Karakteristik:

• Umur • Pendidikan • Pekerjaan • Jumlah anak

Sumber informasi: • Petugas

kesehatan • Media

Elektronik/ cetak • Keluarga • teman

Pengetahuan Sikap

Tindakan ibu melakukan penanganan awal

diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada

(60)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran perilaku ibu tentang penanganan awal diare dalam mencegah terjadinya dehidrasi pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai tahun 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah:

1. Kawasan Puskesmas Tegal Sari salah satunya adalah Kelurahan Tegal Sari Mandala III. Keadaan lingkungan kelurahan ini bervariasi dari daerah pasar, kumuh dan perumahan sosial ekonomi menengah.

2. Dari hasil survei awal penelitian, di Kelurahan Tegal Sari Mandala III tersebut terdapat cukup banyak ibu-ibu yang memiliki balita.

3. Dari data kasar yang ada di Puskesmas Tegal Sari angka kejadian diare pada balita masih cukup tinggi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanankan bulan Juli – November 2012

(61)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di kelurahan Tegal Sari Mandala III yang pernah membawa anaknya berobat ke Puskesmas Tegal Sari karena terkena diare dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2011.

3.3.2 Sampel

Banyaknya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus (Lemeshow, 1994), yaitu:

Z2 n =

.P(1-P).N d2.(N-1)+Z2.P(1-P)

Keterangan :

n = Besar sampel N = Besar populasi

d = Galat pendugaan (0,1)

Z = Tingkat kepercayaan (90%=1.645) P = Proporsi populasi (0,5)

(62)

Z2 n =

. P(1-P) . N d2 . (N-1)+Z2 . P(1-P)

(1.645)2 n =

. 0.5 (1-0.5) . 185

(0.1)2 . (185-1) + (1.645)2 . 0.5 (1-0.5) n = 49,7 = 50

Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh sampel sebanyak 50 orang. Teknik pengambilan sampel yaitu secara simple random sampling dengan dengan cara menuliskan semua nama ibu dikertas lalu dimasukkan kedalam wadah atau botol kemudian dilakukan pengundian seperti arisan sebanyak 50 kali sesuai dengan jumlah sampel.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari sumber data yaitu: 1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi data pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pencegahan diare pada balita di Kelurahan Tegal Sari Mandala III Medan Denai.

2. Data Sekunder

(63)

3.5 Defenisi Operasional

Variablel dalam penelitian ini adalah:

1. Umur adalah lamanya hidup responden terhitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir ketika diwawancarai.

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dan memperoleh tanda tamat belajar.

3. Pekerjaan adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia dengan berbagai tujuan.

4. Jumlah anak adalah banyak anak yang dilahirkan hidup dalam satu keluarga. pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.

5. Sumber informasi adalah penyedia sekumpulan informasi yang telah di kelompokan berdasarkan masing – masing kategori . sumber informasi bisa berupa majalah, surat kabar, website dan lain sebagainya.

a. Peran petugas kesehatan adalah memberikan informasi atau pelayanan pada pasien dan masyarakat

b. Media elektronik/cetak adalah media yang menyampaikan informasi mengenai cara mencegah dehidrasi akibat diare pada balita.

c. Keluarga adalah orang-orang yang memiliki kedekatan dan hubungan darah dengan responden yang mendukung responden dalam cara melakukan pencegah dehidrasi akibat diare pada balita.

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................  52
Gambar 2.1 Kerangka Teori SOR
Tabel 2.5 Makanan Yang Direkomendasikan dan Yang Perlu Dihindari
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan ibu terhadap penanganan diare di Kelurahan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang diare dengan penanganan diare pada balita selama di rumah sebelum dibawa ke Rumah Sakit

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan penanganan diare pada balita di Rumah Sakit Bhayangkara H. Samsoeri Mertojoso

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang penanganan diare dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Korong Gadang

Simpulan: ibu balita memiliki pengetahuan kurang terkait penatalaksanaan diare pada balita, dimana sebagian besar ibu balita masih merespon negatif dalam penanganan awal saat

Sikap merupakan aspek yang berperan pada perilaku penanganan pertama diare balita, sikap negatif disebabkan ibu kurang wawasan sehingga meremehkan kejadian diare, ibu

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang penanganan diare dengan kejadian diare pada balita di kelurahan Korong Gadang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu balita tentang diare dengan tindakan penanganan pada balita umur 1-5 tahun di Puskesmas