• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suku bunga identik dengan perbankan konvensional, yakni sebagai balas jasa atas transaksi yang harus dipenuhi oleh bank serta nasabah (Desi, 2013). BI rate ialah kebijakan suku bunga yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada Publik melalui website resmi Bank Indonesia.

Tingkat suku bunga memiliki peranan di dalam perekonomian diantaranya yakni membantu dalam pengembangan perekonomian dengan menjadi pengalihan tabungan berjalan kearah investasi, pendistribusian dana kredit ke proyek investasi yang memiliki hasil yang tinggi, menekan tingkat inflasi, serta sebagai acuan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait tabungan dan investasi (Puspopranoto, dalam Prasetyoningrum, 2015:95).

Suku bunga dalam pandangan Islam diartikan sebagai riba yakni penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Menurut perspektif Islam, riba merupakan sesuatu hal yang dilarang dalam transaksi ekonomi karena dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah/2 : 275, sebagai berikut:

16

“Orang-orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”. (Departemen Agama RI : 2007)

Berdasarkan tafsiran Ibnu Katsir mengatakan bahwa orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Setelah Allah menuturkan perihal orang-orang uang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya,

17

mengeluarkan zakatnya, lagi suka berbuat kebajikan dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, juga kepada kaum kerabatnya dalam semua waktu dan dengan berbagai cara, maka Allah SWT menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, serta melakukan berbagai macam usaha syubhat. (Shalah, 2017)

Melalui ayat tersebut Allah SWT memberikan keadaan mereka kelak di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunkannya semua makhluk. Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat nanti, melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berdiri mereka pada saat itu sangat buruk. Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba) dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik.

Ayat tersebut mengandung makna bahwa didalam Islam sangatlah melarang adanya praktik riba dalam hal ini ialah tambahan atas apa yang tidak seharusnya. Dalam ayat tersebut, orang yang memakan riba tidak akan bisa berdiri di akhirat nanti melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaitan, hal ini bukan hanya akan terjadi diakhirat saja namun juga akan terjadi didunia berupa ketidakstabilan ekonomi, contohnya dengan adanya penetapan suku bunga pada perbankan konvensional yang fluktuatif maka akan mengakibatkan terjadinya ketidakpastian yang mendorong para investor untuk lebih memilih investasi jangka pendek dibanding investasi jangka panjang karena tidak ingin mengalami kerugian jika sewaktu-waktu suku bunga mengalami penurunan (Kuni : 2018).

18 2. Inflasi

Inflasi disebut sebagai suatu kondisi kenaikan harga secara umum yang berlangsung berkepanjangan yang terjadi pada suatu perekonomian tertentu, yang tentunya hal tersebut dapat mengancam perekonomian (Detri & Syamri, 2020).

Menurut teori Keynes dalam Siradjuddin (2012) mengatakan bahwa inflasi terjadi karena adanya kesenjangan inflasi yang disebabkan karena proses tarik menarik antar golongan masyarakat untuk memperoleh bagian masyarakat yang lebih besar dari pada yang mampu disediakan oleh masyarakat sendiri. Tekanan dari golongan inilah yang mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya. Hal inipun terdapat dalam QS. At Takaatsur/102: 1-8, sebagai berikut:

( ُسُثبَكَّتنا ُمُكبَهْنَأ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui.

Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan perbuatan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan „ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”. (Departemen Agama RI : 2007)

Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah SWT berfirman bahwasanya kalian sering sekali disibukkan oleh kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat duniawi dan kesenangan akan berbagai perhiasan yang ada didalamnya, sehingga mengakibatkan kalian melalaikan bahkan melupakan terhadap upaya untuk mencari kebahagiaan akhirat. Ketahuilah, bahwa obsesi memburu kesenangan

19

dunia, mengejar kesuksesan dunia hanya akan berdampak pada terabaikannya urusan-urusan akhirat, hingga tanpa disadari maut datang menjemput dan kalian dimasukkan dalam kubur. (Shalah, 2017)

Inflasi merupakan salah satu akibat dari sifat bermegah-megahan yang manusia lakukan. Hal tersebut terjadi karena penyebab inflasi ialah karena adanya hubungan tarik menarik antar golongan masyarakat yang menginginkan bagian yang lebih besar oleh karenanya terjadi ketidakstabilan ekonomi seperti inflasi.

Ayat diatas menjelaskan bahwa bermegah-megahan dapat melalaikan manusia karena kemegahan tersebut dikejar hanya untuk urusan duniawi saja dan pada akhirnya manusia akan lalai dalam mempersiapkan diri untuk urusan akhirat karena terlalu terpaku dengan urusan dunia dan kesenangan yang sementara. Serta segala apa yang dilakukan semasa didunia sesungguhnya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Dokumen terkait