• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagi hasil merupakan sistem pembagian hasil usaha dimana pemilik modal bekerjasama dengan pengelola untuk melakukan kegiatan usaha. Keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi diantara kedua belah pihak begitupun dengan kerugian yang mungkin saja terjadi. Sistem bagi hasil sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan tidak adanya pihak yang merasa terdzolimi karena hal tersebut tidak diperkenankan dalam agama Islam. Sebagaimana dalam QS. An Nisaa‟/4 : 29, sebagai berikut :

ْيَب ْمُكَنا َىْمَأ اىُهُكْأَت لا اىُىَمآ َهيِرَّنا بَهُّيَأ بَي ْمُكْىِم ٍضا َسَت ْهَع ًة َزبَجِت َنىُكَت ْنَأ لاِإ ِمِطبَبْنبِب ْمُكَى

( بًمي ِح َز ْمُكِب َنبَك َ َّاللَّ َّنِإ ْمُكَسُفْوَأ اىُهُتْقَت لا َو

ٕ٩

)

20 Terjemahnya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Departemen Agama RI : 2007)

Menurut Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah SWT melarang hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagai dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariah, seperti cara riba dan judi serta cara-cara lainnya yang termasuk dalam kategori tersebut dengan menggunakan berbagai macam tipuan dan pengelabuan. Pada lahiriahnya, cara-cara tersebut memakai cara yang diakui oleh hukum syara‟, tetapi Allah lebih mengetahui bahwa sesungguhnya para pelakunya hanya semata-mata menjalankan riba, tetapi dengan cara hailah (tipu muslihat). Demikianlah yang terjadi pada kebanyakannya. (Shalah, 2017)

Dari ayat diatas diketahui bahwa Allah SWT melarang kita untuk mengambil hak orang lain dengan cara yang batil seperti halnya dengan riba. Oleh karenanya dalam operasional perbankan syariah tidak di perkenankan menggunakan sistem bunga tetapi menggunakan sistem bagi hasil. Pembagian keuntungan antara pihak yang bekerjasama berdasarkan atas keuntungan yang diterima atas usaha yang dilakukan. Berbeda dengan sistem bunga yang bergantung pada besarnya bunga yang ditetapkan Bank Indonesia yang bersifat fluktuatif dan pada akhirnya akan merugikan salah satu pihak dalam transaksinya karena tidak adanya kepastian atas besaran keuntungan yang akan diterima.

21 4. Deposito Mudharabah

Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat dari nilai pertumbuhan indikator-indikatornya. Beberapa indikator perbankan syariah yaitu asset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit. Dari indikator tersebut, sekaligus dapat dijadikan tolak ukur kesehatan suatu bank. Semakin besar asset, dana pihak ketiga serta kredit suatu bank maka bank tersebut dapat dikatakan semakin sehat. Karena ketiga indikator tersebut merupakan suatu bentuk kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah sehingga mereka yakin dan percaya akan menanamkan dananya ke bank syariah yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya asset, dana pihak ketiga, dan kredit.

Dana pihak ketiga merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, serta deposito. Dana yang telah dihimpun digunakan untuk disalurkan ke sektor riil melalui penyaluran kredit. Penghimpunan dana perbankan berupa giro wadiah, tabungan, dan deposito mudharabah. Dana deposito yang ditawarkan perbankan syariah adalah deposito mudharabah. (Prasetyoningrum:

2015).

Deposito mudharabah ialah bentuk investasi yang berlandaskan akad mudharabah yang tidak menyimpang dari hukum syariat Islam dengan aturan pencairan dananya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan (akad) dari nasabah dengan bank syariah. Biasanya jangka waktu yang dapat dipilih diantaranya 1,3,6, 12 dan 24 bulan. Jika sewaktu-waktu nasabah ingin menarik atau mencairkan dana deposito mudharabah sebelum jatuh tempo penarikan maka akan ada tindakan berupa sanksi yang diberikan karena

22

telah melakukan hal yang melanggar akad yang telah ditetapkan sebelumnya dan mempengaruhi likuiditas bank.

Landasan syariah yang mengatur mengenai deposito mudharabah terdapat pada QS. Yusuf/12 : 47-48, sebagai berikut

َمَف بًبَأَد َهيِىِس َعْبَس َنىُع َز ْصَت َلبَق

simpan untuk meghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan” (Departemen Agama RI : 2007)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas bahwa kelak akan datang musim subur dan banyak hujan kepada kalian selama tujuh tahun berturut-turut. Sapi di ta‟birkan dengan tahun karena sapilah yang dipakai untuk membajak tanah dan lahan yang digarap untuk menghasilkan buah-buahan dan tanam-tanaman, yaitu bulir-bulir gandum yang hijau (subur). Kemudian Yusuf a.s memberikan pengarahan kepada mereka mengenai apa yang harus mereka kerjakan selama tujuh tahun subur itu. Yakni betapapun banyaknya hasil yang kalian peroleh dari panen kalian di musim-musim subur selama tujuh tahun itu, kalian harus membiarkan hasilnya pada bulir-bulirnya agar dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama dan menghindari kebusukan. Terkecuali sekadar apa yang kalian makan, maka boleh dipisahkan dari bulirnya. Dan makanlah dalam kadar yang minim, jangan berlebih-lebihan agar jumlah makanan yang ada dapat cukup menutupi kebutuhan makan kalian selama musim-musim paceklik yang

23

mengiringi musim-musim subur adalah ibarat sapi-sapi kurus yang memakan sapi-sapi yang gemuk. Karena dalam musim paceklik semua persediaan makanan yang mereka kumpulkan di musim subur habis mereka makan (konsumsi). Musim paceklik inilah yang dimaksudkan dengan bulir-bulir yang kering. Lalu Nabi Yusuf a.s menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa sesudah musim paceklik yang lama itu akan datang tahun-tahun yang subur. Pada tahun-tahun itu banyak hujan turun, seluruh negeri menjadi subur serta menghasilkan panen yang berlimpah, dan orang-orang kembali membuat perasan anggur, buah zaitun, dan lain sebagainya sebagaimana biasanya; mereka juga memeras tebu untuk dijadikan gula. Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa termasuk ke dalam pengertian memeras ialah memerah susu. (Shalah, 2017)

Dari ayat diatas diketahui bahwa Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk menyisihkan penghasilannya untuk di simpan agar kedepannya kebutuhan mereka akan tercukupi. Artinya, menabung dalam hal ini berinvestasi dianjurkan untuk menghadapi masa-masa sulit yang akan terjadi kedepannya.

Pendapatan yang diperoleh tidak seharusnya dihabiskan untuk keperluan konsumsi saja tetapi alangkah baiknya jika di tabung atau di investasikan agar dapat menutupi kebutuhan di masa mendatang.

Kenyataannya, banyak faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya deposito mudharabah pada bank syariah, diantaranya terdapat dalam penelitian Volta dan Enni (2015) yang menyatakan bahwa FDR berpengaruh sigfikan terhadap variabel deposito mudharabah, Amalia (2020) bahwa FDR berpengaruh terhadap deposito mudharabah, dan juga didukung oleh hasil penelitian Firda

24

(2020) yang menyatakan bahwa FDR berpengaruh sigfinikan terhadap jumlah penghimpunan deposito mudharabah. Dalam penelitian lain juga menyebutkan bahwa ukuran bank berpengaruh positif signifikan terhadap deposito mudharabah (Akhris: 2020).

Menurut Volta dan Enni (2015) dalam penelitiannya, tingkat suku bunga berpengaruh signifikan terhadap deposito mudharabah, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fauzan dan Akhmad (2016) yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh signifikan positif terhadap jumlah deposito mudharabah (studi Bank Rakyat Indonesia Syariah). Kemudian penelitian Abdullah dan Djumilah (2013) menyatakan bahwa produk domestik bruto (PDB) berpengaruh signifikan terhadap deposito mudharabah. Dalam penelitian lain, Firda (2020) menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah penghimpunan deposito mudharabah dan tingkat inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap jumlah deposito mudharabah, serta penelitian Sri dan Rahmadani (2018) bahwa inflasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah deposito mudharabah.

Dalam penelitian Rika dan Akhmad (2016) menyatakan bahwa Tingkat bagi hasil menunjukkan pengaruh positif terhadap deposito mudharabah di Bank Rakyat Indonesia Syariah serta Akhris (2018) bahwa tingkat bagi hasil deposito mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap deposito mudharabah Bank Umum Syariah di Indonesia.

Dokumen terkait