• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Definisi Operasional

5. Tingkat Kepuasan

Sub bab tingkat kepuasan membahas pengertian tingkat kepuasan, faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan, manfaat tingkat kepuasan, pengukuran tingkat kepuasan, Importance and Performance Analysis (IPA), manfaat

pengukuran tingkat kepuasan, karakteristik produk yang mempengaruhi tingkat kepuasan, dan indikator tingkat kepuasan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori “Alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka”.

a. Pengertian Tingkat Kepuasan

Tjiptono (2011: 292) menjelaskan bahwa “kepuasan atau satisfaction” berasal dari bahasa latin “satis” yang artinya cukup baik atau memadai dan “facio” berarti melakukan atau membuat. Secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Sunyoto (2012: 223) mengatakan kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.

Kotler (2013: 150) “satisfaction is a person's feelings of pleasure or disappointment that result from comparing a product's perceived performance (or outcome) to expectations”. Kepuasan adalah perasaan seseorang senang atau kekecewaan yang dihasilkan dari membandingkan kinerja yang dirasakan dengan harapan.Kotler menambahkan seseorang bisa mengalami tingkat kepuasan, a) jika kinerja di bawah harapan maka seseorang akan merasa kecewa, tetapi b) jika kinerja sesuai dengan harapan maka seseorang akan merasa puas dan c) bila kinerja bisa melebihi harapan maka seseorang akan merasakan sangat puas atau gembira (dalam Sunyoto, 2012: 223). Pengaruh harapan terhadap kepuasan digambarkan oleh Midie (dalam Sopiatin, 2010: 36).

Gambar 2.5 Pengaruh Harapan Terhadap Kepuasan

Gambar 2.5 menunjukkan tentang pengaruh harapan terhadap kepuasan. Semakin dekat harapan dengan kondisi ideal maka semakin besar kemungkinan tercapainya kepuasan. Seseorang yang puas dapat berada dimana saja dalam

spectrum, yang menentukan posisinya adalah posisi hasil yang diperoleh maupun kinerja yang dilakukan. Siswa dan guru akan merasa puas ketika kinerja alat peraga sesuai atau melebihi dengan harapan mereka. Kinerja yang dirasakan adalah perasaan siswa dan guru terhadap apa yang diterimanya setelah menggunakan alat peraga (Tjiptono, 2004: 147). Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat kepuasan merupakan tingkat perasaan siswa dan guru setelah mengetahui kinerja alat peraga sesuai atau melebihi harapan.

b. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan

Ratnasari dan Aksa (2011: 117-118) faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pengguna adalah kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional, harga dan biaya. Jika diimplementasikan pada tingkat kepuasan siswa dan guru di dunia pendidikan, kualitas produk berkaitan dengan alat peraga sebagai sarana

Minimal yang didapat Yang selayaknya

Ideal

pembelajaran. Alat peraga merupakan alat bantu yang memudahkan siswa maupun guru untuk memahami materi pelajaran. Siswa dan guru akan merasa puas apabila alat peraga yang mereka gunakan berkualitas, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan dan dikinerja alat peraga baik.

Kualitas pelayanan berkaitan dengan pelayanan yang diterima siswa dan guru. Siswa dan guru merasa puas jika mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan harapannya. Emosional yang berarti merasa bangga atau senang terhadap alat peraga karena memiliki nilai sosial yang membuat siswa dan guru merasa puas. Siswa dan guru akan merasa puas jika memperoleh alat peraga dengan harga murah. Siswa dan guru akan merasa puas jika tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan perbaikan alat peraga setelah mendapatkan atau membeli alat peraga tersebut.

Irawan (2004) menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi kepuasan, yaitu kualitas produk, harga, service quality, emotional factor, biaya dan kemudahan. Faktor pertama yang mempengaruhi kepuasan adalah kualitas produk. Kualitas produk diartikan sebagai kualitas alat peraga. Alat peraga jika mempunyai kualitas yang baik maka mengakibatkan tingkat kepuasan tinggi sebaliknya jika alat peraga mempunyai kualitas yang kurang baik akan mengakibatkan tingkat kepuasan rendah. Faktor kedua yang mempengaruhi tingkat kepuasan adalah harga. Harga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan siswa dan guru. Siswa dan guru akan puas jika harga suatu alat peraga sesuai dengan harapannya. Faktor yang ketiga adalah service quality. Siswa dan guru akan merasa puas jika mendapat pelayanan yang baik. Pelayanan yang tidak baik

akan mengakibatkan ketidakpuasan puas seseorang. Faktor yang keempat adalah emotional factor. Siswa akan merasa puas karena adanya emosi atau rasa senang yang diberikan oleh sebuah alat peraga. Faktor yang kelima adalah biaya dan kemudahan. Siswa dan guru akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan prouk alat peraga.

c. Manfaat Tingkat Kepuasan

Ratnasari dan Aksa (2011: 119) menyatakan bahwa jika pengguna puas, maka menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali menggunakan produk yang sama. Pengguna cenderung memberikan referensi yang baik terhadap produk atau jasa kepada orang lain. Jika diimplementasi ke dunia pendidikan, siswa dan guru merasa puas dengan alat peraga yang digunakan dan kemungkinan besar siswa dan guru sebagai pengguna akan kembali menggunakan alat peraga yang sama.

Adisaputro (2010: 71) mengatakan manfaat kepuasan yaitu dapat memberikan ketertarikan, menjaga serta meningkatkan jumlah guru maupun siswa dalam menggunakan alat peraga tersebut. Wood (2009: 12) mengatakan upaya menciptakan kepuasan bukanlah proses yang mudah karena harus melibatkan komitmen dan dukungan yang aktif dari para karyawan dan pemilik perusahan. Peneliti mengartikan karyawan sebagai guru dan pemilik perusahan adalah manajemen kelas. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya untuk menciptakan kepuasan siswa maupun guru adalah butuh komitmen dari guru dalam memanajeman kelas agar proses belajar mengajar terarah dengan baik.

Tjiptono (dalam Sunyoto, 2012: 224-225) mengatakan bahwa terciptanya kepuasan dapat memberikan manfaat bagi seseorang. Tiga manfaat kepuasan menurut Tjiptono yaitu (a) hubungan antara perusahaan dan pengguna menjadi harmonis, (b) memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pengguna, (c) membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan. Manfaat kepuasan pengguna pada suatu perusahaan adalah terjadinya hubungan harmonis antara pengguna dengan perusahaan.

Peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa alat peraga akan berpengaruh pada pola perilaku siswa dan guru selanjutnya. Siswa dan guru yang merasa puas terhadap suatu alat peraga akan menggunakan kembali alat peraga tersebut. Siswa dan guru yang merasa puas akan memberikan informasi positif tentang alat peraga tersebut kepada orang lain. Siswa dan guru yang tidak puas akan mengembalikan alat peraga tersebut dan memberikan informasi negatif tentang produk tersebut pada orang-orang disekitarnya.

d. Pengukuran Tingkat Kepuasan

Kotler mengemukakan metode untuk mengukur tingkat kepuasan diantaranya sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survei kepuasan pengguna (dalam Tjiptono 2004: 148-150). Sistem keluhan dan saran berorientasi pada seseorang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan. Pendapat, keluhan dan saran pengguna barang atau jasa dapat disampaikan melalui kotak saran maupun kartu komentar.

Gost shopping adalah cara untuk mengetahui gambaran kepuasan pengguna barang atau jasa dengan meminta bantuan kepada beberapa orang (gost shopper).

Gost shopper berperan sebagai konsumen suatu produsen dan pesaingnya. Gost shopper akan mendapatkan informasi mengenai kekuatan, kelemahan, dan cara-cara mengatasi keluhan pengguna barang dan jasa suatu produsen dan pesaingnya berdasarkan pengalamannya saat menggunakan barang dan jasa tersebut (dalam Tjiptono 2004: 149).

Lost customer analysis dilakukan dengan cara menganalisa penyebab pengguna berhenti menggunakan produk atau jasa. Cara tersebut akan membuat penyedia produk atau jasa mengetahui alasan dari ketidakpuasan pengguna. Penyedia produk akan memperbaiki produk tersebut setelah mengetahui penyebab pengguna berhenti menggunakannya (dalam Tjiptono 2004: 150).

Survei kepuasan pengguna dapat dilakukan dengan empat cara directly reported satisfaction, derived dissatisfaction, problem analysis dan importance and performance analysis. Directly reported ssatisfaction yaitu pengukuran yang dilakukan menggunakan pertanyaan-pertanyaan spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan. Derived dissatisfaction menyangkut dua hal yaitu besar harapan terhadap atribut dan kinerja yang dirasakan. Problem analysis yaitu meminta untuk menuliskan masalah yang berkaitan dengan produk yang diterima. Importance and performance analysis dengan meminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) berdasarkan derajat pentingnya setiap atribut tersebut dan seberapa baik kinerja produk yang ditawarkan (dalam Tjiptono 2004: 149).

Metode pengukuran yang disampaikan Kotler, maka peneliti melakukan pengukuran tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga Matematika berbasis metode Montessori menggunakan Importance and Performance Analysis (IPA). Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus. Metode sensus menggunakan data dari seluruh populasi (Purwanto, 2010: 221).

e. Importance and Performance Analysis (IPA)

Chan (2005: 21) menjelaskan bahwa dokumen asli dalam literatur

Importance and Performance Analysis (IPA) diprakarsai oleh Martilla dan James pada 1977 dan pertama kali diterapkan pada kepuasan pelanggan dalam industri otomotif. Importance and Performance Analysis (IPA) semakin berkembang di dunia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawes & Prough dan Dolinsky & Cuputo pada bidang kesehatan. Pada bidang pariwisata oleh Bush & Ortinau, Duke & Persia dan Uysal, Howard & Jamrozy. Tahun 1998 berkembang pada bidang pendidikan dengan peneltian yang dilakukan Alberty & Mihalik mengenai adult evaluation dan Ross mengenai evaluasi pada fakultas (Chan, 2005: 25).

Importance and Performance Analysis (IPA) merupakan salah satu teknik untuk menganalisis hubungan antara kinerja dan kepentingan yang diukur (Simpeh, 2013: 5). Chan (2005: 22) menyatakan bahwa “consumer satisfaction is a function of both expectations related to certain important atribut and judgements of attribute performance” yang artinya bahwa kepuasan pelanggan memiliki fungsi yang berkaitan dengan atribut kepentingan dan atribut kinerja.

Feng (2005) menambahkan bahwa kepentingan adalah gambaran tingkatan kepedulian pelanggan terhadap produk atau jasa dan kinerja adalah menggambarkan spesifikasi tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa. Analisis menggunakan IPA penting dilakukan karena dapat membantu mengidentifikasi atribut yang paling penting bagi pelanggan dan memiliki pengaruh paling tinggi terhadap kepuasan mereka, serta mereka yang memiliki kinerja rendah dan perlu perbaikan (Matzler dalam Simpeh, 2013: 5).

Chan (2005: 22-23) menjelaskan bahwa IPA adalah metode evaluasi yang biasanya dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama melakukan pengumpulan atribut untuk item yang sedang dievaluasi. Tahap kedua melakukan pengembangan untuk mengukur atribut. Instrumen yang digunakan merupakan gabungan dari setiap item pada daftar atribut dengan dua skala Likert yang berbeda. Skala Likert pertama digunakan untuk memperoleh respon mengenai pentingnya suatu produk atau jasa. Skala Likert kedua digunakan untuk memperoleh respon mengenai kinerja suatu produk atau jasa. Tahap ketiga adalah perhitungan data yang diperoleh. Data yang diperoleh berupa nilai rata-rata. Nilai rata-rata tersebut dipasangkan untuk setiap atribut, yang diukur pada skala kepentingan dan skala kinerja. Tahap akhir adalah plotting hasil pada diagram kartesius untuk membantu dalam pengambilan keputusan.

f. Manfaat Pengukuran Tingkat Kepuasan

Tingkat kepuasan pengguna bermanfaat bagi perusahaan sebagai umpan balik dan masukan untuk mengetahui hal-hal yang membuat pengguna merasa tidak puas, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan (Tjiptono, 2008). Pengguna

akan kembali menggunakan produk tersebut apabila pengguna merasa puas terhadap pelayanan yang diterimanya. Pengguna cenderung akan memberikan persepsi yang baik atas produk tersebut kepada orang lain.

Supranto (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga manfaat pengukuran kepuasan. Pertama, untuk mengetahui bekerjanya suatu produk yang berguna untuk menentukan perubahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja produk tersebut. Kedua, untuk mengetahui perubahan yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki kekurangan. Ketiga, untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan mengarah kepada perbaikan.

Pengukuran tingkat kepuasan siswa dan guru dapat memberikan gambaran mengenai kualitas alat peraga untuk proses belajar mengajar di sekolah. Kualitas proses belajar mengajar di sekolah ditentukan oleh kualitas guru, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, suasana belajar, kurikulum yang dilaksanakan dan pengelolaan sekolah (Sopiatin, 2010: 5). Salah satu contoh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah adalah penggunaan alat peraga pembelajaran. Kepuasan siswa terhadap proses belajar mengajar di sekolah dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa manfaat pengukuran kepuasan adalah untuk mengetahui kinerja alat peraga, melakukan perbaikan alat peraga, memastikan perubahan mengarah pada perbaikan kinerja alat peraga.

g. Karakteristk Produk yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan

Produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta

daya beli pasar (Tjiptono, 1997: 95). Jika diimplementasikan ke dalam konteks pendidikan maka produk berupa alat peraga yang digunakan siswa dan guru. Alat peraga dapat membantu siswa dan guru memahami materi pelajaran dari konkret ke abstrak.

Garvin (dalam Laksana, 2008: 89-90) menjelaskan karakteristik kualitas produk. Kualitas produk merupakan keistimewaan produk yang dapat memenuhi keinginan pelanggan sehingga dapat memberikan kepuasan. Garvin (dalam Laksana, 2008: 89-90) menjelaskan bahwa suatu produk dikatakan berkualitas apabila memenuhi delapan karakteristik kualitas produk, yaitu performansi

(performance), keistimewaan tambahan (feature), kehandalan (reliability), daya tahan (durability), konformansi (conformance), kemampuan pelayanan (service ability), kualitas yang dirasakan (perceived quality) dan estetika (aesthetics).

Kualitas produk pertama, performansi (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang meliputi kemudahan, kecepatan dan biaya yang harus dibayar pelanggan. Kedua, keistimewaan tambahan (feature) merupakan karateristik pelengkap yang menambahkan fungsi dasar berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangan. Ketiga, kehandalan (realibility) berkaitan dengan kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal digunakan dalam melaksanakan fungsinya. Keempat, daya tahan (durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Kelima, konformasi (conformance) berkaitan dengan sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap

spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan keinginan seseorang. Keenam, stetika

(aesthetics) adalah daya tarik produk terhadap panca indera yang berkaitan dengan perasaan pribadi seperti selera dan keelokan. Ketujuh, kemampuan pelayanan (servis ability) merupakan karakteristik yang berkaitan dengan dengan kecepatan dan kemudahan serta akurasi perbaikan. Kedelapan, kualitas yang dirasakan (perceiced quality) bersifat subjektif yang berkaitan reputasi seseorang yang menggunakan produk tersebut.

Garvin, Juran dan Gryna (dalam Sethi, 2000) menjelaskan beberapa karakteristik kualitas produk baru yaitu estetika (aesthetics), performansi (performance), keawetan (life), dan kualitas pengerjaan (workmanship). Sethi (2000) menambahkan bahwa satu karakteristik kualitas produk baru yaitu keamanan (safety). Peneliti menyimpulkan dari pendapat Garvin dan Sethi bahwa karakteristik produk yang mempengaruhi kepuasan adalah performansi

(performance), keistimewaan tambahan (feature), kehandalan (reliability), daya tahan (durability), konformansi (conformance), kemampuan pelayanan (service ability), kualitas yang dirasakan (perceived quality), estetika (aesthetics),

keawetan (life), kualitas pengerjaan (workmanship) dan keamanan (safety).

h. Indikator Tingkat Kepuasan terhadap Penggunaan Alat Peraga

Matematika Berbasis Metode Montessori

Indikator tingkat kepuasan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dibuat oleh peneliti bersama dengan kelompok studi. Indikator tingkat kepuasan yang telah dibuat berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh beberapa para ahli sesuai dengan kajian teori. Penyusunan

indikator ini melalui penggabungan karakteristik kualitas produk menurut Garvin dan Sethi dengan karakteristik alat peraga Montessori.

Karakteristik alat peraga Montessori yaitu auto-education, menarik, bergradasi, auto-correction (Montessori, 2002: 19). Peneliti menambahkan kontekstual sebagai karakteristik alat peraga Montessori. Indikator auto-education

pada alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka memungkinkan siswa untuk belajar mengembangkan diri secara mandiri dan mengurangi bantuan dari guru maupun orang yang lebih dewasa (Montessori, 2002: 18). Indikator menarik menunjukkan bahwa alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka dibuat dengan bentuk, ukuran, dan warna yang menarik. Indikator bergradasi menunjukkan bahwa alat peraga Montessori memiliki gradasi untuk melatih siswa membedakan warna, bentuk, dan ukuran.

Alat Peraga mempunyai pengendali kesalahan atau auto-correction, yaitu alat peraga tersebut mampu menjawab dan menunjukan letak kesalahan siswa ketika menggunakannya tanpa adanya koreksi dari orang lain (Magini, 2013: 54). Indikator kontekstual alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan bilangan dua angka dapat dilihat dari bahan pembuat alat peraga. Indikator tingkat kepuasan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dapat dilihat pada tabel 2.1 halaman 40.

Tabel 2.1

Penggabungan Indikator Tingkat Kepuasan

Karakteristik Alat Peraga Montessori

Karakteristik Produk Lama

Karakteristik Produk Baru

Auto-education1 Performansi (performance) 1 Estetika (aesthetics) 2

Menarik 2 Keistimewaan tambahan (feature) 3

Performansi (performance) 1 Bergradasi 3 Kehandalan (realibility)1 Keawetan (life) 6

Auto-corretion4 Daya tahan

(durability) 6

Kualitas pengerjaan (workmanship) 7 Kontekstual 5 Konformasi (conformance)* Keamanan (safety) 7

Estetika (aesthetics) 2 Kemampuan pelayanan (service ability)7 Kualitas yang dirasakan (perceiced quality) 7

Tabel 2.1 memperlihatkan ketiga karakteristik yang digunakan untuk menyusun indikator tingkat kepuasan siswa maupun guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Tabel 2.1 menunjukkan 5 karakteristik alat peraga Montessori, 9 karakteristik produk lama dan 5 karakteristik produk baru. Karakteristik produk lama untuk indikator konformasi

(conformance) yang diberi tanda * tidak dipergunakan dalam penyusunan indikator tingkat kepuasan, dikarenakan dalam alat peraga tidak memiliki ada standar yang ditetapkan.

Karakteristik produk lama dan karakteristik produk baru yang memiliki arti sama digabungkan dengan karakteristik alat peraga Montessori. Karakteristik produk lama dan karakteristik produk baru yang memiliki arti berbeda dengan karakteristik alat peraga Montessori berdiri sebagai indikator baru. Indikator yang memiliki arti sama diberi kode berupa angka yang sama. Peneliti bersama kelompok studi menyusun tujuh indikator tingkat kepuasan siswa dan guru. Tujuh

indikator tersebut yaitu auto-education, menarik, bergradasi, auto- correction, kontekstual, life dan workmanship.

Kode nomor 1 adalah indikator auto-education, performance dan realibility.

Indikator performance, realibility memiliki arti sama dengan indikator auto-education yaitu membantu proses pemahaman materi matematika serta kemungkinan kecil mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Kode nomor 2 adalah indikator menarik dan estetika (aesthetics). Persamaan indikator estetika dengan indikator menarik yaitu berkaitan dengan daya tarik alat peraga terhadap panca indera. Kode nomor 3 adalah indikator bergradasi dan keistimewaan tambahan. Gradasi dalam alat peraga Montessori menjadi keistimewaan dari alat peraga tersebut. Kode nomor 4 adalah indikator auto-correction. Indikator auto-correction berdiri sebagai indikator yang tidak memiliki gabungan dari karakteristik produk lama dan karakteristik produk baru. Indikator auto-correction

memiliki arti setiap alat peraga Montessori mempunyai pengendali kesalahan. Kode nomor 5 adalah indikator kontekstual. Kontekstual dalam karakteristik alat peraga Montessori berarti alat peraga dibuat menggunakan bahan yang ada dilingkungan sekitar. Indikator kontekstual berdiri sendiri tanpa gabungan dari karakteristik produk lama dan karakteristik produk baru.

Kode nomer 6 adalah daya tahan dan keawetan (life). Kedua indikator tersebut memiliki arti yang sama yaitu berapa lama alat peraga dapat terus digunakan. Indikator dengan kode nomor 6 tidak dimiliki oleh karakteristik alat peraga Montessori sehingga menjadi sebagai indikator baru dalam indikator tingkat kepuasan. Kode nomor 7 adalah indikator kemampuan pelayanan (service

ability), kualitas yang dirasakan (perceiced quality), kualitas pengerjaan

(workmanship) dankeamanan (safety). Kode nomor 7 memiliki kesamaan arti alat peraga dapat digunakan dengan mudah dan aman. Indikator kode nomor 7 tidak dimiliki oleh karakteristik alat peraga Montessori sehingga menjadi sebagai indikator baru dalam indikator tingkat kepuasan.

Tabel 2.2

Indikator Tingkat Kepuasan Terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori

No. Indikator Tingkat Kepuasan Alat Peraga Montessori

1. Auto education 2. Menarik 3. Bergradasi 4. Auto corretion 5. Kontekstual 6. Life 7. Workmanship

Tabel 2.2 merupakan tujuh indikator tingkat kepuasan terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori yaitu auto-education, menarik, bergradasi, auto- correction, kontekstual, life dan workmanship.

B. Penelitian yang Relevan

Contoh penelitian yang relevan untuk penelitian tingkat kepuasan alat peraga matematika berbasis metode Montessori, sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan Koh dan Frick (2010) yaitu meneliti penerapan dukungan untuk kebebasan individu (autonomy support) di sekolah Montessori di Indiana, USA. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik guru yang memiliki autonomy support di dalam kelas Montessori dan bagaimana berpengaruhnya terhadap motivasi intrinsik siswa dalam bekerja. Penelitian ini

dilakukan terhadap guru dan asistennya pada sekolah Montessori serta kelas Montessori yang terdiri dari 28 siswa yang berusia 9-11 tahun. Hasil penelitian terdiri atas dua hal, yaitu (1) guru dan asisten memiliki strategi yang sesuai dengan filosofi Montessori dalam mendukung kemandirian siswa dan (2) siswa di sekolah Montessori memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam mengerjakan tugasnya.

Penelitian yang dilakukan Wahyuningsih (2011) mempunyai tujuan untuk pengaruh model pendidikan Montessori terhadap hasil belajar matematika siswa. Model yang digunakan untuk penelitian adalah metode quasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes bentuk uraian. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran model pendidikan Montessori dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Kesimpulan penelitian ini bahwa model pendidikan Montessori berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Penelitian yang dilakukan Wijayanti (2013) mengenai pengembangan alat peraga ala Montessori. Penelitian ini memiliki tujuan mengembangkan alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan ala Montessori untuk siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta dengan metode penelitian Research and Development

(R&D). Langkah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 4 tahap yaitu, (1) kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) analisis kebutuhan dan

pengembangan perangkat pembelajaran, (3) produksi alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan, dan (4) validasi dan revisi produk, sehingga dihasilkan prototipe produk alat peraga Montessori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) alat peraga Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester genap memiliki lima ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual; dan (2) memiliki kualitas “sangat baik” berdasarkan skor validasi produk dari

Dokumen terkait