• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.13 Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Penanganan Dental pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis

Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan responden terhadap penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis oleh mahasiswa kepaniteraan klinik departemen bedah mulut dan maksilofasial RSGM-P FKG USU adalah sebesar 31,67% berpengetahuan baik, sebesar 55% berkategori cukup dan sebesar 13,33% berpengetahuan kurang.

Tabel 25. Kategori tingkat pengetahuan responden terhadap penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis

Kategori Jumlah Persentase(%)

Baik 19 31,67

Cukup 33 55

Kurang 8 13,33

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGM-P FKG USU tentang penangan dental pada pasien penyakit ginjal kronis pada bulan September sampai Oktober 2014 diperoleh 60 responden. Hasil penelitian menunjukkan 98,33% mengetahui dengan baik definisi dari penyakit ginjal kronis yang merupakan proses patofisologis dengan etiologi beragam yang ditandai dengan peninggian kadar kreatinin dan penurunan laju filtrasi glomerulus. 7,8,10

Pengetahuan responden tentang klasifikasi penyakit ginjal kronis tergolong dalam kategori kurang yaitu sebesar 38,33%. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui tentang klasifikasi penyakit ginjal kronis, dimana panduan Kidney Disease Outcames Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan penyakit ginjal kronis menjadi 5 tahap (stage) penyakit berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus ginjal.8,10,22 Pengetahuan responden tentang laju filtrasi glomerulus normal yaitu sekitar 120-130 ml/menit/1,73m2 luas permukaan tubuh dan bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tergolong dalam kategori kurang yaitu sebesar 33,33%.7,22 Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui laju filtrasi glomerulus normal.

Hasil penelitian ini menunjukkan 88,33% responden mengetahui tentang patofisiologi penyakit ginjal kronis. Hal ini menunjukkan bahwa responden mengetahui dengan baik teori tentang patofisiologi penyakit ginjal kronis. Patofisiologi penyakit ginjal kronis adalah diawali dengan kehilangan daya candang ginjal , kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum sampai penurunan LFG.8 Sampai pada LFG 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata,

seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pada LFG di bawah 15% ,akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (stadium gagal ginjal). 8

Sebesar 81,67% responden mengetahui etiologi penyakit ginjal kronis berasal dari ginjal sendiri seperti glomerulonefritis, pielonefritis, kongenital hiperplasia dan berasal dari penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan hipertensi.3,10,22 Hal ini menunjukkan bahwa responden termasuk dalam kategori pengetahuan baik tentang etiologi penyakit ginjal kronis.

Pengetahuan responden tentang gambaran klinis penyakit ginjal kronis termasuk dalam kategori kurang, yaitu sebesar 23,33%. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui gambaran klinis dari penyakit ginjal kronis. Pada penelitian ini responden kebanyakan mengetahui gejal-gejal khas pada penyakit ginjal kronis yang disebut sindrom uremia. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, mudah lelah, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, diskolorisasi kuku, uremic frost , perikarditis, kejang-kejang sampai koma. 3,10 Sedangkan pengetahuan tentang gejala khas penyakit ginjal kronis didapatkan persentase sebesar 66,67% yang menunjukkan bahwa responden mengetahui dengan cukup bahwa gejala khas penyakit ginjal kronis adalah sindrom uremia. Di samping sindrom uremia, gambaran dari penyakit sistemik yang mendasari penyakit ginjal kronis, komplikasi dari penyakit sistemik pada penyakit ginjal kronis merupakan gambaran klinis dari pasien penyakit ginjal kronis. 3,10

Hasil penelitian mendapatkan bahwa 86,67% responden memiliki pengetahuan tentang perawatan pada pasien penyakit ginjal kronis. Hal ini menunjukkan bahwa responden termasuk dalam kategori baik tentang perawatan pada pasien penyakit ginjal kronis. Responden mengetahui dengan baik terapi pengganti ginjal terdiri dari transplantasi ginjal, peritoneal dialisis dan hemodialisis.3 Pengetahuan responden tentang obat-obatan yang dikonsumsi pasien penyakit ginjal

kronis tergolong dalam kategori cukup. Sebesar 63,33% responden mengetahui obat-obatan angiotensin converting inhibitor enzim s (ACEIs)/ angiotensin II reseptor aantagonis (ARB), diuretic dan NSAID (kecuali aspirin) merupakan beberapa obat-obatan yang dikonsumsi pasien penyakit ginjal kronis.3

Dalam hal komplikasi penyakit ginjal kronis dengan penyakit sistemik lain, 61,67% responden mengetahui komplikasi penyakit ginjal kronis dengan penyakit sistemik lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden termasuk dalam kategori cukup tentang komplikasi penyakit ginjal kronis dengan penyakit sistemik lain. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis akan teridentifikasi penyakit seperti anemia, osteodistrofi renal, malnutrisi uremia, hiperlipidemia, dan penyakit kardiovaskular yang membutuhkan perawatan masing-masing dan butuh perawatan yang komplek dari berbagai bidang spesialis kedokteran dalam melakukan perawatan.10

Pengetahuan responden dalam hal manifestasi oral pada pasien penyakit ginjal kronis termasuk dalam kategori baik, yaitu 86,67%. Sebuah statistik menunjukkan bahwa 90% pasien penyakit ginjal kronis menunjukkan manifestasi rongga mulut seperti stomatitis uremia, xerostomia, hiperplasia gingiva, masalah periodontal, kerusakan gigi, kehilangan tulang alveolar dan uremic taste. Penelitian yang dilakukan Puja Rai dkk(2014) tentang hubungan penyakit ginjal kronis dengan kesehatan mulut menghasilkan bahwa 98% pasien penyakit ginjal kronis mengalami manifestasi rongga mulut, dengan 87% pallor di mukosa oral disertai pembentukan kalkulus yang signifikan 85%, inflamasi dan perdarahan gingiva 82%, coated tongue 73%, xerostomia 46%, halitosis 36%. 11 Pengetahuan responden tentang kelainan mukosa oral pada pasien dengan penyakit ginjal kronis didapatkan sebesar 88,33% , hal ini menunjukkan bahwa responden mengetahui dengan baik bahwa stomatitis uremia merupakan kelainan mukosa oral pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Hasil penelitian menujukkan bahwa 78,33% responden mengetahui tentang manifestasi gigi pasien penyakit ginjal kronis. Hal ini menunjukkan bahwa responden mengetahui dengan baik kondisi gigi pada pasien penyakit ginjal kronis. Pada pasien

penyakit ginjal kronis akan terjadi peningkatan mobiliti gigi, premature loss, maloklusi, nekrosis gigi dan remineralisasi terganggu karena terganggunya metabolisme kalsium dan fosfat, sehingga pasien dengan penyakit ginjal kronis beresiko karies.17,20

Dalam pengetahuan responden tentang penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis ada beberapa hal yang ditanyakan kepada responden. Pengetahuan responden tentang hal yang harus diwaspadai dokter gigi dalam penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis tergolong dalam kategori baik, yaitu sebesar 81,67% responden menjawab bahwa tahapan penyakit, perawatan yang pernah dijalani, penyakit sistemik yang menyertai pasien merupakan hal yang harus diwaspadai. 9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 81,67% responden mengetahui dengan baik langkah pertama yang harus dilakukan dokter gigi pada pasien. Anamnesa spesifik untuk mengetahui riwayat medis pasien adalah langkah pertama yang harus dilakukan kepada pasien.9 Sebelum melanjutkan perawatan, sebaiknya dokter gigi melakukan komunikasi dengan dokter ahli yang merawat pasien penyakit ginjal kronis mengenai kondisi lebih rinci dari pasien.8,9 Dalam hal ini pengetahuan responden tentang tindakan lanjutan sebelum melakukan penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis termasuk dalam kategori baik, yaitu 95% responden menjawab bahwa diperlukan komunikasi dengan dokter umum atau dokter spesialis untuk membuat rencana perawatan.9 Dokter gigi harus berkomunikasi sebaik mungkin dengan tenaga profesional kesehatan lainnya untuk mendiskusikan kondisi pasien, meminta rekam medis spesifik pasien dan mengevaluasi kondisi pasien dalam rangka memberikan penanganan dental kepada pasien ketika terdapat tanda-tanda penyakit sistemik pasien.4

Pengetahuan responden tentang waktu perawatan dental dalam tindakan bedah yang sebaiknya diberikan pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani perawatan hemodialisis adalah tergolong dalam kategori kurang . Hanya sebesar 43,33% responden menjawab 24 jam setelah perawatan hemodialisis. Para ahli spesialis ginjal berpendapat bahwa penanganan dental yang terbaik dilakukan

terhadap pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah satu hari setelah dialisis agar keseimbangan cairan dan elektrolit menjadi optimal.15 Pengetahuan responden tentang resiko yang harus diperhatikan pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani transplantasi ginjal ketika dilakukan perawatan dental didapatkan bahwa sebesar 70% menjawab kondisi pasien yang rentan infeksi. Hal ini tergolong dalam kategori cukup, responden cukup mengetahui resiko transplantasi ginjal. Pada pasien penyakit ginjal kronis akan mengalami kondisi imunosupresan, terutama pada pasien yang menjalani perawatan transplantasi ginjal. Kondisi ini akan memudahkan bakteri untuk menginfeksi pasien penyakit ginjal kronis. Tindakan dental yang tidak steril akan memudahkan terjadinya bakterimia pada pasien yang menjalani perawatan dental.9

Pengetahuan responden tentang hal yang harus diperhatikan ketika pemberian antibiotik pada pasien penyakit ginjal kronis tergolong dalam kategori baik. Efek dari perawatan , efek penggunaan obat-obatan imunosupresan, pemberian antibiotik untuk mencegah bakterimia saat penanganan dental harus diperhatikan dijawab oleh 95% responden. Dalam pemberian obat-obatan pada pasien penyakit ginjal kronis, perlu dipertimbangkan perubahan farmakokinetik yang terjadi dalam absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat-obatan.7 Pasien dengan gangguan ginjal disertai dengan gangguan pada saluran gastro-intestinal seperti gastric atropy, penigkatan pH lambung, ulser dan pendarahan pada saluranan gastro-intetinal, yang bisa memperlambat penyerapan obat-obatan yang dikonsumsi secara oral.7,19 Evaluasi terhadap status kesehatan rongga mulut pasien penyakit ginjal kronis perlu diperhatikan untuk mengeliminasi secara potensial fokal infeksi pada rongga mulut pasien. Diperlukan pemberian antibiotik propilaksis untuk pencegahan infeksi lokal dan kemampuan pasien dalam menerima perawatan dental.18

Pengetahuan responden tentang jenis antibiotik yang bisa diberikan pada pasien penyakit ginjal kronis didapatkan persentase 76,67%, berarti tergolong dalam kategori baik. American Hearth Association memberi protokol pemberian antibiotik yang dimodifikasi pada pasien penyakit ginjal kronis berat yaitu terhadap amoksisiln,

eritromisin dan klindamisin.9 Dalam pemberian obat-obatan, hindari penggunaan obat-obatan yang bersifat nefrotoksik (seperti tetrasiklin, aminoglikosida), dan pemberian dosis yang tepat harus diperhatikan secara detail.7

Tingkat pengetahuan responden terhadap penanganan dental pada pasien penyakit ginjal kronis oleh mahasiswa kepaniteraan klinik departemen bedah mulut dan maksilofasial RSGM-P FKG USU adalah sebesar 31,67% berpengetahuan baik, sebesar 55% berkategori cukup dan sebesar 13,33% berpengetahuan kurang. Secara umum tingkat pengetahuan responden termasuk dalam kategori cukup.

BAB 6

Dokumen terkait