• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sitikolin

2.1.1 Struktur Kimia Sitikolin dan Kolin

N N NH2 O H CH2 H OH OH H H O O P O O -O P O O O -(CH2)2 N+ CH3 CH3 CH3

[Sumber : Qureshi, et al., 2010]

Gambar 1. Struktur kimia sitikolin

HO (CH2)2 N+

CH3

CH3 CH3

[Sumber : Qureshi, et al., 2010]

Gambar 2. Kolin

2.1.2 Farmakologi

Sebuah penelitian menunjukkan sitikolin dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak pada pengobatan gangguan serebrovaskular sehingga dapat memperbaiki gangguan kesadaran. Selain itu, sitikolin dapat memperbaiki integritas sawar darah otak sehingga dapat mengurangi edema serebral vasogenik. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pemberian sitikolin dapat mencegah

terjadinya pemecahan asam lemak dan meningkatkan sintesis fosfolipid (Secades, 2006).

2.1.3 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja dari sitikolin adalah sebagai prekursor sintesis fosfolipid. Kondisi dimana kurangnya marker biokimia transmisi saraf kolinergik ditandai dengan degenerasi neuron kolinergik, seperti penyakit Alzheimer. Penggunaan sitikolin dapat meningkatkan fungsi kognitif penyakit Alzheimer dengan berperan sebagai prekursor asetilkolin. Otak menggunakan kolin untuk mensintesis asetilkolin. Ketika jumlah asetilkolin yang diperlukan meningkat sedangkan jumlah kolin dalam otak rendah maka fosfolipid dalam membran saraf dikatabolise untuk menyuplai kolin yang diperlukan kemudian disintesis menjadi asetilkolin. Oleh karena itu sumber kolin eksogen (sitikolin) dapat membantu menjaga integritas struktur dan fungsi dari mebran saraf (Conant, 2004; Qureshi, 2010). Efek neuroprotektif dan menstabilkan membran saraf yang dihasilkan oleh sitikolin juga telah terbukti berhasil untuk mengobati penyakit Parkinson (Qureshi, 2010).

Sitikolin telah diteliti sebagai terapi untuk penderita stroke dan iskemia serebri. Mekanismenya adalah dengan memperbaiki membran saraf melalui peningkatan sintesis fosfatidilkolin, memperbaiki saraf kolinergik yang rusak melalui potensiasi produksi asetilkolin, dan mengurangi penumpukan asam lemak bebas yang ada pada lokasi stroke atau iskemia yang disebabkan oleh kerusakan saraf. Sitikolin dapat melindungi saraf kolinergik dengan proses dimana membran fosfolipid dikatabolisme menjadi kolin untuk mensitesis asetilkolin. Hal ini terjadi jika jumlah kolin terbatas sehingga fosfolipid harus dipecah untuk mempertahankan neurotransmisi. Sebagai sumber kolin eksogen untuk memproduksi asetilkolin, sitikolin dapat mencegah kematian sel saraf (Conant, 2004).

Penelitian juga telah menunjukkan bahwa trauma kepala atau cedera pada otak juga dapat diterapi dengan menggunakan sitikolin. Cedera otak dapat menurunkan produksi membran sel fosfolipid, yang akan menghasilkan akumulasi cairan sel intraselular, yang dapat mengakibatkan edema sitotoksik dan

kemungkinan kerusakan pada barrier hematoencephalic. Sitikolin dapat digunakan untuk terapi ini karena perannya sebagai prekursor dalam sintesis membran fosfolipid pada saraf (Qureshi, 2010).

Penelitian menunjukkan bahwa hasil fMRI (Fungtional Magnetic

Resonance Imaging), pasien ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)

sangat terkait dengan aliran darah dalam inti putamen dalam otak yang terkait dengan dopaminergik otak. Adanya kandungan sitidin pada sitikolin

(CDP-choline) memiliki aktivitas dopaminergik sehingga dapat digunakan untuk

mengobati pasien yang terdiagnosa ADHD tanpa memiliki banyak efek samping seperti pada terapi dengan stimulan lainnya (Alvarado, 2004; Renshaw, 2008).

2.1.4 Farmakokinetik

Sitikolin merupakan senyawa yang larut dalam air dengan bioavailabilitas lebih dari 90 persen. Studi pada orang dewasa yang sehat menunjukkan bahwa dosis oral sitikolin cepat diserap dan kurang dari satu persen diekskresikan melalui feses. Ketika dikonsumsi, sitikolin dihidrolisis dalam usus membentuk kolin dan sitidin, yang merupakan nukleosida dari sitosin. Setelah kolin dan sitidin diserap dalam tubuh kemudian memasuki sirkulasi sistemik untuk penggunan berbagai jalur biosintesis dan menembus sawar darah otak untuk resintesis menjadi sitikolin di otak (Pathan, et al., 2012).

Studi farmakokinetik menunjukkan bahwa absorpsi sitikolin memberikan dua puncak kromatogram, pada satu jam pertama diikuti dengan penurunan yang tajam kemudian melambat setelah 4-10 jam berikutnya dan puncak kedua setelah 24 jam pemberian sitikolin. Eleminasi sitikolin terutama terjadi melalui respirasi dan ekskresi urin. Waktu paruh dari sitikolin adalah 56 jam (Pathan, et al., 2012; Qureshi, et al., 2010; Thome Research, 2008).

2.1.5 Indikasi

Sitikolin (sitidin difosfokolin, CDP-choline) adalah mononukleotida yang terdiri dari ribosa, sitosin, pirofosfat, dan kolin. Sebagai suatu senyawa endogen, sitikolin merupakan perantara penting dalam sintesis fosfolipid membran sel struktural dan merupakan rate-limiting step dari pembentukan fosfatidilkolin.

yang merupakan suatu neurotransmitter yang berperan penting dalam metabolisme sel yang dikenal sebagai nukleotida (Conant, 2004; Qureshi, et al., 2010).

Sitikolin secara luas telah digunakan sebagai obat untuk pengobatan gangguan neurologis di berbagai negara dan dijual sebagai suplemen diet di Amerika Serikat (Qureshi, et al., 2010). Pemberian sitikolin dapat mempengaruhi metabolise sel otak dan telah menunjukkan berbagai sifat kognitif dan meningkatkan saraf dalam studi pra-klinis dan klinis (McGlade, et al., 2012).

Penggunaan sitikolin umumnya diindikasikan untuk pasien dengan gangguan neurologis seperti penyakit Alzheimer dan dimensia, penyakit Parkinson. Selain itu juga diindikasikan untuk stroke dan iskemia serebral, trauma cedera kepala, glaukoma, amblyopia (Qureshi, et al., 2010). Sejumlah studi menunjukkan bahwa sitikolin juga dapat digunakan untuk orang yang mengalami gangguan hiperaktif dan kurang perhatian (ADHD-Attention Deficit

Hyperactive Disorder) yang dapat dialami oleh orang dewasa dan anak-anak

(Renshaw, 2008; Alvarado, 2004).

2.1.6 Efek Samping

Sitikolin memiliki profil toksisitas yang sangat rendah pada hewan dan manusia. Efek samping yang paling umum timbul adalah mual, insomnia, sakit kepala, gelisah, penglihatan kabur, timbulnya rasa hangat, diare, dan sakit perut (Secades. 2006; Thome Research, 2008).

2.1.7 Perhatian dan Peringatan

1) Dalam keadaan akut dan gawat, sitikolin harus diberikan bersama-sama dengan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan otak atau antihemorragia dan suhu badan dijaga agar tetap rendah.

2) Bila tetap masih terjadi perdarahan intrakranial, hindari pemberian sitikolin dengan dosis tinggi (lebih dari 500 mg sekaligus) karena dapat mempercepat aliran darah dalam otak.

3) Pemberian secara intravena harus perlahan-lahan sekali.

5) Untuk pasien dengan gangguan kesadaran pada infark serebri akut, dianjurkan untuk mulai memberikan injeksi dalam dua minggu setelah stroke apoplektik.

6) Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui.

2.1.8 Dosis dan Cara Pemakaian

1) Untuk pengobatan pasien dengan trauma kepala atau operasi otak, biasanya 100 mg sampai 500 mg.

2) Untuk gangguan psikis atau saraf :

Dalam kasis gangguan kesadaran pada infark serebri stadium akut, biasanya diberikan sitikolin 1000 mg .

Dalam kasus pasca hemiplegia apoplektik, biasanya diberikan sitikolin 1000 mg

2.1.9 Sediaan

Injeksi 50 mg/ml, 125 mg/ml. Tablet 500 mg, 1000 mg. Tablet cepat larut 500 mg. Sachet 1000 mg.

2.1.10 Nama Dagang

Beclov®, Brainact®, Brainolin®, Citicholine®, Lancoline®, Neulin®, Soholin®, Takelin®, Citicholine®, Strolin®, Serfac®, Nicholin®, Neulin®, Crolin®, Cirolin®, Cercul®, Bralin®.

Dokumen terkait