• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK RINI JAKARTA

PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

NITA KARTIKA, S. Farm. 1206313425

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK RINI JAKARTA

PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker

NITA KARTIKA, S. Farm. 1206313425

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rini pada periode 14 Juni – 31 Agustus 2010.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di apotek.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada :

1. Ibu Murdiana Baskoro, selaku pemilik sarana Apotek Rini yang telah memberikan kesempatan PKPA di Apotek Rini.

2. Ibu Meta Pramana, S.Si., Apt., selaku wakil pimpinan Apotek Rini dan sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Rini.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Rini yang telah memberikan kesempatan PKPA di Apotek Rini.

4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., selaku ketua Departemen Farmasi FMIPA-UI.

5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pimpinan program pendidikan profesi apoteker Departemen Farmasi FMIPA-UI.

6. Ibu Dra. Juheini Amin M.Si, selaku pembimbing PKPA di Departemen Farmasi FMIPA-UI.

(5)

8. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program pendidikan profesi apoteker FMIPA-UI.

9. Keluarga yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, dan doa. 10.Teman-teman Apoteker angkatan LXXVI atas perjuangan, semangat, dan

kerjasamanya.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan baik secara secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, namun penulis berharap pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di apotek Rini ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengabdian penulis di masa mendatang dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para pembaca.

Penulis

(6)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nita Kartika

NPM : 1206313425

Program Studi : Profesi Apoteker

Fakultas : Farmasi

Jenis Karya : Laporan Praktek Kerja

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Lapporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rini Jakarta Periode 10 Januari – 28 Februari 2013

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2013

Yang menyatakan,

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1 PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Tujuan ...

BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK…... 2.1 Pengertian Apotek... 2.2 Landasan Hukum Apotek... 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek... 2.4 Persyaratan Apotek... 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek... 2.6 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA)... 2.7 Pelayanan Apotek... 2.8 Pelayanan Kefarmasian di Apotek... 2.9 Pengelolaan Apotek... 2.10 Personalia Apotek... 2.11Pencabutan Surat Izin Apotek... 2.12 Sediaan Farmasi... 2.13 Obat Generik... 2.14 Obat Wajib Apotek...

ii iii iv vi viii ix 1 1 3 4 4 4 5 5 7 9 9 11 13 14 16 17 20 21

(8)

2.16 Pengelolaan Narkotika... 2.17 Pengelolaan Psikotropika...

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK... 3.1 Lokasi... 3.2 Bangunan dan Tata Ruang... 3.3 Struktur Organisasi... 3.4 Kegiatan-Kegiatan di Apotek... 3.5 Pengelolaan Narkotika... 3.6 Pengelolaan Psikotropika... BAB 4 PEMBAHASAN ...

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ... DAFTAR ACUAN ... 23 26 29 29 29 32 33 37 38 40 45 45 45 46

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Penjualan Resep Tunai ... 48 Gambar 3.2. Alur Penjualan Resep Kredit... 49 Gambar 3.3. Alur Penjualan OTC... 50

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Obat Wajib Apoteker No.1... 51

Lampiran 2. Daftar Peubahan Obat Wajib Apotek No. 1………... 55

Lampiran 3. Daftar Obat Wajib Apotek No 2... 57

Lampiran 4. Daftar Obat Wajib Apotek No 3... 59

Lampiran 5. Obat yang Dikeluarkan Dari Obat Wajib Apotek... 62

Lampiran 6. Lokasi Apotek Rini... 64

Lampiran 7. Denah Ruangan Apotek RINI... 65

Lampiran 8. Salinan Resep... 66

Lampiran 9. Contoh Etiket... 67

Lampiran 10. Contoh Kuitansi... 68

Lampiran 11. Struktur Organisasi Apotek RINI... 69

Lampiran 12. Contoh Surat Pesanan... 70

Lampiran 13. Faktur Barang... 71

Lampiran 14. Contoh Tanda Terima Tukar Faktur... 72

Lampiran 15. Contoh Surat Pesanan Narkotik... 73

Lampiran 16. Contoh Pelaporan Narkotik... 74

Lampiran 17. Laporan Penggunaan Narkotik... 75

(11)

1.1 Latar Belakang

Departemen Kesehatan melalui visi Indonesia Sehat 2010 terkandung keinginan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemapuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya di seluruh Indonesia. Misi yang dilakukan, satu diantaranya adalah menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan seperti obat dan perbekalan kesehatan.

Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian serta penyaluran perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Pekerjaan Kefarmasian berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Daris, 2011).

Berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apotoker. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusa secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membatu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 51, 2009).

Orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari pelayana obat

(drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu

(12)

pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut maka Apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien, di samping menerapkan keilmuannya dibidang farmasi.

Apoteker berperan penting dalam jalannya fungsi apotek. Selain mengaplikasikan ilmu kefarmasiannya melalui pekerjaan kefarmasian, apoteker juga harus mampu menjalankan fungsi-fungsi kegiatan apotek lainnya yaitu pembelian, gudang, pelayanan, penjualan, keuangan dan pembukuan. Oleh karena itu, apoteker juga harus mampu menguasai dan menerapkan ilmu lainnya seperti pemasaran dan akuntansi. Sehingga, dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek, seorang apoteker tidak hanya berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian namun juga prinsip-prinsip operasional yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat (Umar, 2009).

Pengenalan kerja apoteker di apotek diperlukan bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan profesi apoteker sebagai upaya untuk membekalinya dengan ilmu yang diperlukan dalam menjalankan peran tersebut. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah R.I No.31 tahun 1996, untuk menjalankan upaya kesehatan apoteker sebagaimana tenaga kesehatan lainnya harus memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan dengan ijazah dari lembaga pendidikan. Oleh karena itu, Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Rini menyelenggarakan Praktek kerja Profesi Apoteker (PKPA) guna memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat peran Apoteker dalam penyelenggaraan kesehatan sebelum mengabdi pada masyarakat.

PKPA di Apotek Rini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu Januari-Februari 2013 . Pada program kerja ini, mahasiswa belajar melalui pengamatan dan praktek langsung bagaimana menjalankan fungsi apotek yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan kefarmasian teknis dan non teknis. Mahasiswa yang ikut serta dalam program ini diharapkan dapat mengambil manfaat sebaik-baiknya dengan menimba ilmu sebanyak mungkin dari seluruh tenaga kefarmasian di apotek dan melalui setiap keikutsertaannya dalam kegiatan-kegiatan di apotek.

(13)

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di Aptek Rini ini bertujuan untuk :

1. Memahami fungsi dan peran Apoteker di Apotek.

(14)

BAB II

TINJAUAN UMUM APOTEK

2.1 Pengertian Apotek

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia (bahan obat tradisional), alat kesehatan dan kosmetika (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332, 2002). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.

Pekerjaan kefarmasian yang disebutkan diatas didefinisikan sebagai perbuatan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Peraturan Pemerintah

Nomor 51, 2009).

2.2 Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang diatur dalam :

a. Undang-Undang Obat Keras (St 1937 No. 541).

b. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.

c. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. d. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

e. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan Izin Kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995.

(15)

f. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 25 tahun 1980 pasal 2, tugas dan fungsi apotek adalah (Peraturan Pemerintah Nomor 25, 1980) :

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

d. Sebagai sarana tempat pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

2.4 Persyaratan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 pasal 6, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin suatu apotek adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat dan perlengkapan yang merupakan milik sendiri atau pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah :

(16)

a. Lokasi dan Tempat

Persyaratan jarak antara apotek tidak lagi dipermasalahkan tetapi tetap mempertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dokter praktek dan sarana pelayanan kesehatan lain.

b. Bangunan dan Kelengkapan

Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Bangunan apotek terdiri dari :

1. Ruang tunggu

Ruang tunggu seharusnya dibuat senyaman mungkin, bersih, segar, terang, tidak terdapat nyamuk atau serangga sehingga pasien atau konsumen merasa betah dan nyaman menunggu. Beberapa apotek bahkan menyediakan majalah, minuman mineral/dispenser dan majalah kesehatan ilmiah. Bagian penerimaan resep haruslah dibuat sebaik mungkin karena berhubungan langsung dengan konsumen.

2. Ruang peracikan

Ruang peracikan sebaiknya diatur agar persediaan dapat dijangkau dengan mudah pada saat persiapan, peracikan dan pengemasan.

3. Bagian penyerahan obat

Untuk pelayanan profesional di apotek, seharusnya apotek menyediakan ruang atau tempat khusus untuk menyerahkan obat dan dapat juga digabung dengan ruang konsultasi atau pemberian informasi. Jika tidak dapat dibuat ruang terpisah dapat juga dilakukan pembatasan dengan menggunakan dinding penyekat sehingga dapat memberikan atau menyediakan kesempatan berbicara secara pribadi antara Apoteker dengan konsumen atau pasien.

(17)

4. Ruang administrasi

Merupakan ruang yang terpisah dari ruang pelayanan ataupun ruang lainnya. Walaupun tidak terlalu besar, namun disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan manajerial. Ruangan ini juga digunakan untuk menerima tamu dari pemasokatau industri/pabrik farmasi.

c. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah :

1) Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti timbangan, mortir dan gelas ukur.

2) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari pendingin.

3) Wadah pengemas dan pembungkus, seperti etiket dan plastik pengemas. 4) Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun. 5) Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana, seperti

erlenmeyer dan gelas ukur.

6) Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi dan salinan resep.

7) Buku standar yang diwajibkan, seperti Farmakope Indonesia edisi terbaru.

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek

Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 7 dan 9 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

(18)

Kesehatan RI No. 1992/Menkes/Per/X/1993 mengenai Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut :

a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1.

b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.

d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (b) dan (c) tidak dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4.

e. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau (d), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir APT-5.

f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberikan kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan/atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam

(19)

jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.

2.6 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Sebelum melaksanan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan. b. Telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker

c. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai Apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi APA di apotek lain.

Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).

2.7 Pelayanan Apotek

Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 Bab VII Tentang Pelayanan, yang meliputi :

(1) Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek.

(2) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi padda kepentingan masyarakat.

(20)

(3) Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.

(4) Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat.

(5) Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.

(6) Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.

(7) Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.

(8) Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.

(9) Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.

(10) Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

(11) Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

(12) Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek.

(21)

(13) Dalam pelaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA). AA melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek dibawah pengawasan Apoteker.

2.8 Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, pelayanan kefarmasian di Apotek hanya dapat dilakukan oleh apoteker yang mimiliki STRA dan SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker). Dalam melaksanakan tugas tersebut, apoteker dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian). Pelayanan kefarmasian di Apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/2004 meliputi : 2.8.1 Pelayanan Resep

a. Skrining resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi:

1). Persyaratan administratif, seperti : nama, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan, resep, nama, alamat, umut, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian serta informasi lainnya.

2). Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

3). Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

b. Penyiapan Obat 1). Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

(22)

2). Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca 3). Kemasan Obat yang Diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

4). Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. 5). Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

6). Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

7). Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

2.8.2 Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu

(23)

diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.

2.8.3 Pelayanan Residensial (Home Care)

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.9 Pengelolaan Apotek

Pengelolaan Apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk yaitu pelayanan teknis kefarmasian dan pelayanan non teknis kefarmasian.

2.9.1 Pengelolaan Teknis Kefarmasian

Pengelolaan apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993 pasal 10 meliputi :

1. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.

2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan

informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.

2.9.2Pengelolaan Non Teknis Kefarmasian

Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

(24)

Agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar, seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah:

a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang

berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan.

c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk

kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

2.10 Personalia Apotek

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan dibidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola apotek :

a. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk Apoteker pendamping. Apoteker pendamping adalah Apoteker yang telah bekerja di apotek di samping APA dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

b. Apabila APA dan Apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjukkan Apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut

(25)

tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.

c. Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir APT-9.

d. Apoteker pendamping dan Apoteker pengganti wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

e. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut.

Untuk mendukung kegiatan di apotek, apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat, diperlukan tenaga kerja lain, seperti Asisten Apoteker (AA) yaitu mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker; juru resep yaitu petugas yang membantu pekerjaan Asisten Apoteker serta personel lain yang dapat melakukan fungsi keuangan dan administrasi.

Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1992 pasal 20 sampai 23 dijelaskan bahwa Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker pendamping maupun Apoteker pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas mengganti APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farrmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.

Pada pasal 24, dijelaskan bahwa apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2x24 jam kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika,

(26)

psikotropika, obat keras serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir APT-11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.

2.11 Pencabutan Surat Izin Apotek

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila:

a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Apoteker Pengelola Apotek, dan/atau

b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat paten, dan/atau

c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, dan/atau

d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras No. St. 1937 No. 541, Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau e. Surat Izin Kerja APA dicabut dan/atau

f. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat, dan/atau

g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali beturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh formulir APT-12. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak

(27)

dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan contoh formulir APT-13. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. APA atau Apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan yaitu dengan cara dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotik, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.

2.12 Sediaan Farmasi

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan).

Obat-obat yang beredar di Indonesia berdasarkan keamanan dan pengamanannya digolongkan mejadi 4 kelompok obat, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat narkotika.. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut.

2.12.1 Obat Bebas (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006) Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter merupakan Obat Bebas. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan berwarna hijau yang dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 2.1. Dalam kemasan obat disertakan brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, aturan pakai, efek samping , nomor batch, nomor registrasi,

(28)

nama dan alamat pabrik, serta cara penyimpanannya. Contohnya adalah Panadol®.

Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas

2.12.2 Obat Bebas Terbatas

Obat yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri merupakan Obat Bebas Terbatas. Obat bebas terbatas termasuk obat keras dimana pada setiap takaran yang digunakan diberi batas dan pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam mengelilingi bulatan berwarna biru serta sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.6355/Dirjen/SK/69 tanggal 5 November 1975, disertai tanda peringatan P. No.1 sampai P. No. 6 dan harus ditandai dengan etiket atau brosur yang menyebutkan nama obat yang bersangkutan, daftar bahan berkhasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan, indikasi, cara pemakaian, peringatan serta kontra indikasi. Peringatan pada obat bebas terbatas yaitu :

1. Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya. Contohnya adalah ce te em® dan antimo ®.

2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contohnya adalah listrin® dan abotil®.

3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contohnya adalah betadine®.

4. Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar. Jenis obat bebas terbatas dengan peringatan ini tidak dipakai lagi.

5. Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contohnya adalah suppositoria dulcolax®.

6. Awas! Obat KerasObat wasir jangan ditelan. Contohnya adalah suppositoria tramal®.

(29)

Penandaan terhadap obat bebas terbatas beserta Penandaan peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas

P. No.1 Awas! Obat Keras Bacalah aturan memakainya

P. No.2 Awas! Obat keras

Hanya untuk kumur, jangan ditelan

P. No.3 Awas! Obat Keras Hanya untuk bagian luar badan

P. No. 4 Awas! Obat Keras Hanya untuk dibakar

P. No. 5 Awas! Obat Keras Tidak boleh ditelan

P. No. 6 Awas! Obat Keras Obat wasir jangan ditelan

Gambar 2.3. Penandaan Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

2.12.3 Obat Keras

Obat yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter adalah Obat Keras. Pada bungkus luarnya, obat ini diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf “K” yang menyentuh garis tepi. Tanda dapat dilihat dengan lebih jelas pada Gambar 2.4. Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan, obat baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh obat keras adalah antibiotik oral dan hormone.

(30)

Psikotropika digolongkan sebagai obat keras yang memerlukan pengawasan khusus. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh psikotropika adalah alprazolam dan diazepam.

Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras

2.12.4 Obat Golongan Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam Bab I pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Contoh narkotika adalah morfin dan kodein.

Gambar 2.5. Penandaan Obat Golongan Narkotika

2.13 Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan International Non Proprietary Name (INN) WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Selain itu obat generik dapat juga merupakan obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalty. Obat Generik Berlogo adalah obat generik yang menyandang logo yang diciptakan pemerintah, sebagai lambang yang menyatakan bahwa obat generic tersebut di produksi pabrik obat yang sudah menerapkan Sertifikat Cara Produksi Yang Baik (CPOB). Kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik pada fasilitas pelayanan

(31)

kesehatan pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang kewajiban menggunakan obat generic di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.

2.14 Obat Wajib Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.919/Menkes/Per/X/1993, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria:

a Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

b Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit..

c Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

d Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

e Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1 ,yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek Golongan 1 antara lain Aminofilin, Benzokonium, Benzokain, Bromheksin, Centrimid, Difenhidramin, Ibuprofen, Lidokain, Mebendazol, Oksimetazolin, Teofilin, Tolnaftat, dan Triprolidin. Dalam permenkes tersebut, beberapa obat yang berdasarkan Permenkes No. 347 Tahun 1990 merupakan OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas serta disertai keterangan pembatasannya.

Tambahan terhadap daftar Obat Wajib Apotek Golongan 1 tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib No.2 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3 . Obat Wajib Apotek Golongan 2 antara

(32)

lain Albendazol, Basitrasin, Klindamisin, Deksametason, Natrium Diklofenak, Flumetason, Ibuprofen, Ketokonazol, Metilprednisolon, dan lain-lain.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1176/Menkes/SK/X/1999 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3 Obat Wajib Apotek No. 3 diantaranya Famotidin dan Ranitidin (Pemberian hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter), Asam fusidat, Tretinoin, Obat Antituberkulosis, Alopurinol, Natrium Diklofenak, Kloramfenikol dan yang lainnya yang termasuk dalam daftar yang telah diatur. Daftar DOWA terlampir pada lampiran 1-5.

2.15 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/ IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO

(first expire first out).

2.15.1 Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, budaya masyarakat.

2.15.2 Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.15.3 Penyimpanan

Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan (Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, 2004).

(33)

2.16 Pengelolaan Narkotika

Menurut Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yang terdiri dari narkotika golongan I, golongan II dan golongan III. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, contohnya heroin, meskalin dan MDMA. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantunganpet, contohnya morfin, metadon dan petidin. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contohnya kodein, propiran dan buprenorfin.

Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah tejadinya penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran obat gelap.

Di Indonesia, pengendalian dan pengawasan narkotika merupakan wewenang Badan POM. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang penggunaannya dapat

(34)

disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan dan pemusnahan .

2.16.1 Pemesanan Narkotika

Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1976, apotek hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma, Tbk., dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA dan stempel apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika. Surat Pesanan terdiri dari empat rangkap, tiga rangkap termasuk aslinya diserahkan ke pihak distributor (Kimia Farma) sementara sisanya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.

2.16.2 Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika

Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor Surat Izin Apotek dan stempel apotek.

Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan pasal 14 ayat (1) UU no. 35 tahun 2009. Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/V/1978. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat.

c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk penyimpanan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.

(35)

d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain

narkotika, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Kesehatan.

f. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. g. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat

oleh umum.

2.16.3 Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Ketentuan-ketentuan peresepan obat narkotika : a. Hanya dapat diserahkan dengan resep dokter.

b. Resep tidak boleh diulang, tiap kali harus ada resep baru. c. Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah. d. Nama dan alamat pasien dicatat di belakang resep.

e. Penyimpanan resep dipisahkan dari resep-resep yang lain.

Selain itu, berdasarkan atas Surat Edaran Direktorat Jenderal POM (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :

a. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

b. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.

2.16.4 Pelaporan Narkotika

Dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan narkotika diberikan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan

(36)

tembusan kepada Balai Besar POM. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirim laporan bulanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.

2.16.5 Pemusnahan Narkotika

Apoteker Pengelola Apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika, yang sekurang-kurangnya memuat :

a. Hari tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan. b. Nama APA

c. Nama seorang saksi dari Pemerintah dan seorang saksi lain dari pihak apotek d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan

e. Cara pemusnahan (dibakar, dihancurkan, dipendam) f. Tanda Tangan APA

Berita acara kemudian dikirimkan ke Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dan Dinas Kesehatan Dati II/Kodya/Propinsi dan menyimpan sebagai arsip (Umar, 2009).

2.17 Pengelolaan Psikotropika

Pengertian psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika.

Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I sehingga lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU No. 5 tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Sehingga, obat-obat yang tergolong psikotropik saat ini adalah psikotropik golongan 3 dan 4 dalam lampiran UU No.

(37)

5 tahun 1997 tentang psikotropika. Secara garis besar pengolahan psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan.

2.17.1 Pemesanan Psikotropika

Pemesanan Psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No. 5 tahun 1997 pasal 12 ayat (2). Dalam pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangai oleh APA. Surat pesanan terdiri dari dua rangkap, aslinya diserahkan ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip. Satu SP dapat digunakan untuk pemesananbeberapa jenis psikotropika.

2.17.2 Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan psikotropika sampai saat ini belum diatur oleh perundang-undangan. Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung disalahgunakan maka disarankan agar penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

2.17.3 Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No. 5 tahun 1997 pasal 33 ayat 1 dan pasal 34 tentang pelaporan psikotropika. Laporan dikirim setahun sekali ke Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM.

2.17.4 Pemusnahan Psikotropika

Pemusnahan psikotropika berdasarkan pasal 53 UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak

(38)

dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kepastian.

(39)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK RINI

Apotek Rini didirikan pada tanggal 14 Desember 1968. Pendirinya adalah kakak beradik Ny. Murdiana Baskoro, H. Slamet Effendi (Alm) dan Ny. Murdiati Purnomohadi (Alm). Nama apotek ini diambil dari nama adik terkecil mereka yaitu Rini.

Apotek Rini memiliki tiga orang Apoteker, terdiri dari satu Apoteker Pengelola Apotek (APA) yaitu Drs. Umar Mansur, MSc. yang bergabung dengan apotek Rini sejak tahun 1979 dan dua orang Apoteker pendamping yaitu DR. Maksum Radji, M. Biomed. yang bergabung dengan apotek Rini sejak tahun 1982 dan Meta Pramana, S.Si, Apt. yang juga menjadi salah satu pimpinan di apotek Rini.

3.1 Lokasi

Apotek Rini berada di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11, Rawamangun, Jakarta Timur. Lokasinya yang strategis, terletak di daerah yang ramai dan padat penduduk, dekat dengan beberapa Rumah Sakit antara lain RS Persahabatan dan RS. Dharma Nugraha, selain itu dekat dengan tempat praktek dokter yang berlokasi di sebelah apotek, serta dekat dengan pusat perbelanjaan Tip Top. Apotek Rini berada di pinggir jalan dua arah yang dilalui oleh kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau oleh pasien. Apotek Rini memiliki halaman parkir yang cukup luas, sehingga memudahkan pasien yang membawa kendaraan pribadi untuk parkir di depan apotek. Lokasi apotek Rini dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.2 Bangunan dan Tata Ruang

Bangunan apotek Rini terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan, ruang administrasi dan keuangan, ruang pimpinan gudang, ruang sholat, toilet dan dapur. Denah apotek Rini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

(40)

3.2.1 Ruang Tunggu

Bagian depan Apotek Rini terdapat ruang tunggu yang cukup luas, dilengkapi dengan fasilitas yang membuat konsumen nyaman selama menunggu waktu penyelesaian resep, seperti fasilitas televisi yang diletakkan di sudut kanan ruang tunggu agar pasien tidak merasa jenuh ketika menunggu, bangku panjang yang cukup banyak di sekeliling pinggir ruang tunggu, dan pendingin ruangan. Selain itu, terdapat juga fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di sebelah ruang tunggu yang mempermudah pasien untuk mengambil uang.

3.2.2 Bagian Penerimaan Resep, Pembayaran dan Penyerahan Obat

Bagian depan Apotek Rini juga terdapat bagian penerimaan resep, pembayaran dan penyerahan obat terletak di depan ruang tunggu yang dibatasi dengan etalase dan rak-rak yang ada di display produk OTC (Over The Counter) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), seperti kosmetika, perlengkapan bayi dan perlengkapan sehari-hari (sabun, sampo, dll) yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Bagian penerimaan resep juga menerima pembelian obat bebas dan PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga). Pada bagian pembayaran terdapat tiga kasir yang saling terhubung dengan suatu sistem jaringan komputer on-line. Semua produk yang telah dibayar dan telah selesai disiapkan akan dicap dan diserahkan ke bagian penyerahan obat.

3.2.3 Ruang Peracikan

Di bagian dalam Apotek Rini terdapat ruang peracikan yang terpisah dari ruang tunggu, sehingga terhindar dari pandangan langsung konsumen. Antara ruang peracikan dan bagian penerimaan resep terdapat loket untuk meletakkan resep yang sudah diinput transaksinya dalam computer kemudian ditulis nomor transaksi dandiberi harga. Ruang ini cukup luas dan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang berfungsi untuk menjaga suhu ruangan agar tetap sejuk selama obat tersimpan dalam rak obat di Apotek Rini.

Di ruang peracikan terdapat dua buah komputer yang terhubung dengan komputer bagian pemberian harga, bagian pembelian, kasir, gudang, ruang

(41)

pimpinan dan satu buah mesin fax untuk melayani resep yang diantar untuk daerah Rawamangun dan sekitarnya.

Pada ruang peracikan, penyimpanan obat disusun secara abjad dan berdasarkan jenis sediaan (tablet, sirup, krim/salep, obat tetes, obat suntik dan infus) di rak dan etalase untuk memudahkan pencarian dan pengambilan obat. Obat-obat yang harganya relatif mahal diletakkan secara terpisah pada lemari tersendiri dekat meja pemberian etiket. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang menempel di dinding dan dikunci, sedangkan sediaan psikotropika dipisahkan penyimpanannya pada suatu rak tersendiri. Sediaan yang harus disimpan pada suhu dingin, seperti supositoria, insulin, vaksin dan sebagian obat-obat suntik diletakkan di lemari pendingin yang terpisah.

Pada ruangan ini terdapat meja untuk melakukan kegiatan peracikan dan meja untuk melakukan pemeriksaan obat serta penulisan salinan resep. Di dekat meja peracikan juga terdapat timbangan. Meja untuk menangani resep racikan terdiri dari meja untuk menghitung, menyalin resep, menyiapkan dan meracik puyer dan kapsul. Pengerjaan sediaan setengah padat dan melarutkan sirup kering dilakukan di meja terpisah yang terletak di belakang ruang peracikan. Meja pemeriksaan obat dan penulisan salinan resep berdekatan dengan bagian penyerahan obat. Meja ini digunakan untuk pemberian etiket obat paten, penulisan salinan resep dan pembuatan kwitansi. Contoh salinan resep, etiket dan kuitansi dapat dilihat pada Lampiran 8, 9 dan 10.

3.2.4 Ruang Administrasi dan Pembelian

Pada bagian samping apotek terdapat ruang administrasi dan pembelian yang dilengkapi seperangkat komputer. Semua urusan kepegawaian dan administrasi perusahaan dilakukan di ruangan ini. Ruang pembelian terdapat di sebelah ruang administrasi dilengkapi dengan komputer yang digunakan untuk mengecek kembali persediaan obat apabila meragukan sehingga pemesanan obat sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu juga terdapat meja untuk melaksanakan transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro saat waktu pembayaran tiba. Di ruangan ini pun terdapat meja untuk APA melakukan kegiatan administrasi.

(42)

3.2.5 Ruang Pimpinan

Di dekat gudang baru yang dulu merupakan tempat sholat wanita terdapat ruang pimpinan. Ruang ini dilengkapi dengan ruang untuk menerima tamu, meja kerja pimpinan dan seperangkat komputer.

3.2.6 Gudang

Obat-obatan di simpan di dalam gudang dengan penyimpanan yang bersekat-sekat dimana obat disusun berdasarkan bentuk sediaan dan secara abjad dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Ruangan ini juga dilengkapi dengan komputer untuk memasukkan persediaan barang barang.

3.2.7 Ruang Makan

Bagian belakang Apotek Rini terdapat ruang makan yang digunakan untuk tempat makan dan istirahat para karyawan, serta tempat penyimpanan resep dalam jangka waktu setahun. Selain itu ruang makan juga digunakan sebagai tempat penyimpanan dan pembuatan sediaan-sediaan standar (anmaak), seperi Obat Batuk Hitam (OBH), gargarisma khan, rivanol, alkohol 70%, bedak salisiat, salep ichtyol, spiritus bakar dan sebagainya.

3.2.8 Ruang Sholat

Di dekat ruang makan terdapat ruang solat yang sebelumnya ruang sholat dipisahkan antara karyawan pria dan wanita, namun saat ini ruang sholat digabung menjadi satu.

3.3 Struktur Organisasi

Apotek Rini dikepalai oleh seorang pimpinan sekaligus sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang memimpin apotek secara keseluruhan. Salah satu pimpinan apotek Rini juga seorang Apoteker, dengan demikian Apotek Rini mempunyai tiga orang Apoteker yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan di apotek, yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker pendamping dan wakil pimpinan. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh Asisten Apoteker, juru resep dan kasir, sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian, seperti pembelian, piutang

(43)

dagang, hutang dagang, pajak dan laporan keuangan dilakukan oleh bagian administrasi. Apotek Rini juga memiliki satpam untuk menjaga keamanan di sekitar apotek dan bila diperlukan dapat diperbantukan untuk mengantarkan resep. Adapun rincian karyawan yang ada di apotek Rini adalah satu orang APA, dua orang Apoteker pendamping, tiga orang Asisten Apoteker kepala yang dibagi menjadi tiga shift, 31 orang Asisten Apoteker (AA) yang dibagi menjadi tiga shift, 21 orang juru resep yang dibagi menjadi tiga shift, dua orang administrasi, lima orang kasir dan tujuh orang satpam yang dibagi menjadi tiga shift. Jumlah total karyawan di apotek Rini adalah 74 orang. Struktur organisasi apotek Rini dapat dilihat padaLampiran 11.

3.4 Kegiatan-Kegiatan di Apotek

Kegiatan di apotek Rini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan dibidang teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian.

3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian

Kegiatan pengadaan/pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pembuatan obat racikan,penjualan, dan pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan teknis kefarmasian.

3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi

Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh petugas dari bagian pembelian (Asisten Apoteker) dengan menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit.

Dari hasil print out pengeluaran barang-barang dalam satu hari, petugas bagian pembelian melakukan pencatatan barang-barang yang akan dibeli, yaitu barang-barang yang jumlahnya sudah di bawah atau mendekati stok minimum serta barang-barang yang bersifat fast moving walaupun belum mencapai stok minimum. Stok minimum ditetapkan berdasarkan hasil penjualan pada bulan sebelumnya atau trend penjualan. Bagian pembelian ini mengelompokkan obat atau barang yang dipesan sesuai dengan nama distributor. Surat Pesanan (SP)

(44)

yang dibuat ditandatangani oleh APA dan SP ini akan diambil langsung oleh

salesman pada pagi hari. Untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon,

dimana SP menyusul ketika barang diantar. Pada hari yang sama di sore harinya, barang-barang yang dipesan diantarkan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Petugas bagian penerimaan barang memeriksa keadaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Petugas akan menandatangani dan memberikan stempel apotek pada faktur asli dan salinan faktur apabila barang yang diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli dikembalikan kepada distributor dan dua lembar salinannya diberikan masing-masing pada Asisten Apoteker yang bertugas di bagian gudang dan bagian input

data. Contoh surat pesanan dan faktur dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13.

3.4.1.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang

Barang-barang yang telah selesai didata oleh bagian gudang, kemudian akan disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dengan sistem FIFO

(First In First Out). Obat bebas dan obat bebas terbatas disimpan langsung di

ruang pelayanan, sedangkan untuk obat keras dan obat generik diletakkan di ruang peracikan.

3.4.1.3 Pembuatan Sediaan Standar (Anmaak)

Sediaan standar (anmaak) adalah obat yang dibuat sendiri oleh apotek berdasarkan resep standar dari buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Acuan yang dipakai untuk formula standar ini adalah Farmakope Belanda. Beberapa obat racikan yang dibuat di apotek Rini, antara lain OBH,

Boor Zalf, AAV Zaff I, Liquor Faberi, rivanol 1%, alkohol 70%, gargarisma khan,

Lotio Calamine, bedak salisilat. Pembuatan sediaan anmaak ini berdasarkan nilai

stok minimum yang ada.

3.4.1.4 Penjualan

Kegiatan penjualan pada apotek Rini, antara lain melayani penjualan resep tunai, resep kredit, penjualan OTC, kosmetik, dan lainya.

Gambar

Gambar 3.1. Alur Penjualan Resep Tunai ...........................................................
Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas
Gambar 2.4. Penandaan Obat Keras
Gambar 3.1. Alur Penjualan Resep Tunai Konsumen/Pasien Kasir Resep dihargai Bayar obat AA AA senior Pasien
+7

Referensi

Dokumen terkait

profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk. menunjang peningkatan kesehatan pasien maka

Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan dua hal berikut (1) Potensi PLTMH yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi masyarakat Desa Santong

selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang telah memberikan ilmu, nasihat dan kebijakannya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.. selaku Ketua

Di kota Padang pada bulan Juni 2015, 5 (lima) kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan inflasi antara lain; kelompok bahan makanan sebesar 0,73 persen,

Menalar Sis,a Sis,a mem-a0a mem-a0a s!m-er s!m-er lain selain -!k! teks !nt!k  lain selain -!k! teks !nt!k  men)apatkan in.ormasi men)apatkan in.ormasi tam-ahan tentang

Oleh karena itu, upaya memaknai Tumpek Wayang menyongsong Tahun Baru 2017 adalah sebuah usaha untuk mengungkap hal-hal yang tersembunyi di dalam teks budaya

Strategi yang diperlukan dalam efektivitas guru agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang telah direncanakan maka dalam proses teknis diarahkan

 Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap bagian