• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAAH PUSTAKA

2.3 Tinjauan DAU sebagai Komponen Belanja Daerah dalam APBD

DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan belanja daerahnya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota. Tujuan dari pemberian dana alokasi umum adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. Termasuk dalam pengertian tersebut adalah jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat. (Depkeu, 2009)

Dana alokasi umum merupakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintahan yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu. Dana

alokasi umum ini dimaksudkan untuk menggantikan transfer berupa subsidi daerah otonom dan inpres. Adapun tujuan dari transfer ini adalah untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiscal antara daerah dan pusat dan antar daerah . Sehingga dana alokasi umum tiap daerah tidak akan sama besa rnya. Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah akan mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi, dan begitu juga sebaliknya daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah tinggi akan mendapatkan dana alokasi umum yang rendah.

Sidik et al. (2002) dan BPPK Departemen Keuangan (2004) dikemukakan tujuan pemberian transfer, yaitu 2 :

1. Pemerataan vertikal (vertical equalization). Pemerintah Pusat menguasai sebagian besar sumber-sumber penerimaan (pajak) utama negara. Sedangkan, pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil sumber-sumber penerimaan negara, atau hanya berwenang untuk memungut pajak-pajak lokal. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan vertical (vertical imbalance) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena pemerintah pusat begitu mendominasi penerimaan pajak dan sumber daya alam daerah. Akibatnya, daerah dengan sumber daya alam yang melimpah tidak dapat sepenuhnya merasakan hasil kekayaan daerah mereka sendiri. Kondisi inilah yang akan diatasi dengan menggunakan dana perimbangan, khususnya dana bagi hasil. Dengan dana perimbangan, daerah penghasil penerimaan akan mendapat porsi yang lebih besar dalam bagi hasil penerimaan umum (general revenue sharing).

2 Studi empiris yang dilakukan oleh Diah Ayu Kusumadewi yang diterbitkan oleh JAAI Volume 11 No.1 Juni 2007

2. Pemerataan horizontal (Horizontal equlization). Kemampuan Daerah untuk menghasilkan pendapatan sangat bervariasi tergantung kondisi daerah bersangkutan. Hal ini berimplikasi pada kapasitas fiscal (fiscal capacity) di daerah yang bersangkutan. Di samping itu, tiap daerah juga memiliki kebutuhan belanja yang berbeda-beda tergantung pada jumlah penduduk, proporsi penduduk, dan keadaan geografis daerah. Hal ini berimplikasi pada bervariasinya kebutuhan fiskal (fiscal need) di daerah-daerah bersangkutan. Selisih antara kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal daerah disebut dengan celah fiskal (fiscal gap). Celah fiskal inilah yang akan ditutup dengan transfer dari Pemerintah Pusat dalam bentuk DAU.

3. Menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah. Setiap daerah memiliki kemampuan yang bervariasi dalam menyediakan pelayanan umum untuk masyarakatnya, hal ini terutama karena perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh tiap daerah. Sementara itu, standar pelayanan minimum untuk tiap Pemerintah daerah di Indonesia sama dan harus tetap dijaga. Oleh karena itu Pemerintah Pusat harus menjamin standar pelayanan umum di tiap daerah dengan memberikan subsidi.

4. Mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek pelayanan publik. Setiap jenis pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Daerah tertentu tidak hanya dinikmati oleh masyarakat di daerah yang bersangkutan saja. Misalnya, pendidikan tinggi, pemadam kebakaran, jalan raya antar daerah, dan rumah sakit daerah, tidak bisa dibatasi manfaatnya hanya untuk masyarakat daerah tertentu saja. Namun tanpa adanya imbalan (dalam bentuk pendapatan), Pemerintah Daerah biasanya enggan berinvestasi dalam hal tersebut. Oleh karena

itu, Pemerintah Pusat perlu memberikan semacam insentif ataupun menyerahkan sumber-sumber keuangan agar pelayanan-pelayanan public demikian dapat dipenuhi oleh daerah.

5. Stabilisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan transfer sebagai stabilizer pada saat aktivitas ekonomi daerah lesu ataupun pada saat aktivitas ekonomi meningkat. Pada saat aktivitas perekonomian daerah sedang lesu, pemberian transfer dapat ditingkatkan, dan sebaliknya pada saat perekonomian meningkat pemberian transfer dapat dikurangi. Namun, dalam melakukan hal ini diperlukan kecermatan dalam mengkalkulasi penurunan dan peningkatan transfer dan menentukan saat yang tepat dalam melakukan penurunan dan peningkatan transfer tersebut agar tidak berakibat merusak atau bertentangan dengan tujuan stabilisasi. Transfer pemerintah pusat kepada daerah dapat dibedakan menjadi bagi hasil (revenue sharing) dan bantuan (grants). Grants sendiri dapat dikelompokkan menjadi block grant (besarnya ditentukan berdasarkan formula) dan special grant (ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi khusus). Dalam dana perimbangan yang diterapkan di Indonesia, Dana bagi hasil berperan sebagai revenue sharing, Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai block grant dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai special

grant.

Menurut UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, jumlah keseluruhan dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana alokasi umum suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal dihitung berdasarkan kebutuhan fiskal daerah dikurangi

dengan kapasitas fiskal daerah, sementara alokasi dasar dihitung berdasar jumlah pegawai negeri sipil daerah . Proporsi dana alokasi umum antara daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara Propinsi dan Kabupaten/Kota. Penyaluran dana alokasi umum dilaksanakan tiap bulan masing-masing sebesar 1/12 dari dana alokasi umum daerah yang bersangkutan.

Namun dalam penentuan besaran DAU ini haruslah mengikuti beberapa kriteria dan formula yang harus dipenuhi. Bentuk umum formula alokasi DAU kepada masing-masing daerah secara formula dapat ditunjukkan pada persamaan berikut ini (UU No : 33 tahun 2004)

D A U = A D + C F

dimana : D A U = Dana Alokasi Umum A D = Alokasi Dasar

C F = Celah Fiskal, yang merupakan selisih dari

kebutuhan fiscal (KbF) dan kapasitas fiskal (KpF)

Adapun VarIabel-variabel yang menentukan besaran DAU adalah sebagai berikut :

a. Variabel kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. (sesuai UU No. 33 tahun 2004)

b. Variabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil SDA.

c. Secara Sistematika Penyusunan Formula DAU dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :

Gambar 2.1 : Sistematika Penyusunan Formulasi DAU

Dana Alokasi Umum

Alokasi Dasar Alokasi Berdasarkan Celah Fiskal

Belanja Pegawai Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal

PAD

Bagi Hasil Pajak

Bagi Hasil Sumber Daya Alam Indeks Penduduk

Indeks Luas Wilayah Indeks Kemahalan Konstruksi Indeks Pembangunan Manusia Indeks PDRB per kapita

Sumber : Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Departemen Keuangan RI, 2009

Tabel 2.1

Formulasi Untuk Menghitung Besarnya DAU:

Besarnya DAU DAU untuk Provinsi DAU untuk

Kabupaten/Kota 25% x PDN APBN 10% x 25 % PDN APBN 90% x 25% x PDN

APBN DAU Suatu Provinsi =

Bobot propinsi yg bersangkutan X DAU untuk Propinsi Bobot seluruh propinsi di indonesia

DAU suatu Kabupaten =

Bobot kabupaten/kota bersangkutan X DAU untuk kapupaten/kota Bobot seluruh kabupaten/kota di Indonesia

Sumber : UU No. 25 Tahun 1999

Jika dalam UU No. 25 tahun 1999 dinyatakan bahwa jumlah DAU total sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam Negeri, maka dalam UU No. 33 tahun 2004 porsinya ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 26% dari Penerimaan Dalam Negeri Netto. Berbeda dengan UU No. 25 tahun 1999 yang secara tegas menyatakan proporsi bagian provinsi serta Kabupaten/Kota, dalam UU No. 33 tahun 2004 ini menyatakan bahwa proporsi DAU antara daerah propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. ( Depkeu, 2009)

Gambar 2.2 : Alokasi DAU Berdasarkan UU No.33/2004

Sumber :(Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Departemen Keuangan RI ,2009)

Mengenai pengaturan jumlah alokasi DAU ini secara tegas dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa alokasi DAU sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri netto. Proporsi DAU antara propinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupaten/kota. Jika penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, maka imbangan alokasi DAU

antara provinsi dan kabupaten/kota mengikuti aturan yang lalu, yaitu 10% untuk provinsi dan 90% untuk kabupaten/kota. (Depkeu, 2009).

Dokumen terkait