• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AKUISISI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

C. Tinjauan Hukum Dengan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se

1. Pendekatan Rule of Reason (Pendekatan Anti Persaingan Usaha)

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. Dalam pendekatan rule of reason ini, suatu perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, maka akan dilihat sejauh mana dampak dari perbuatan tersebut, oleh karena itu diperlukan pembuktian lebih lanjut apakah perbuatan tersebut berakibat menghambat persaingan. Suatu perbuatan dalam pendekatan rule of reason, tidak secara otomatis dilarang meskipun perbuatan yang dituduhkan tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan.Dengan demikian dalam pendekatan ini memungkinkan lembaga otoritas persaingan usaha atau pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap undang-undang maupun terhadap pasar.38

38 Supianto, Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Vol.2 No.1.Rechtens 2013,hlm.50.

Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 memaknai konsep pendekatan rule of reason menggunakan alasan-alasn pembenaran apakah tindakan yang dilakukan walaupun bersifat anti persaingan tetapi mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari pertimbangan sosial, keadilan ataupun efek yang ditimbulkannya serta juga unsur maksud (intent).39 Namun pendekatan rule of reason juga mengandung kelemahan yaitu apabila suatu perjanjian yang berakibat anti persaingan biasanya masih dianggap sah berdasarkan rule of reason, bukan karena perjanjian tersebut secara wajar dianggap sah, namun karena adanya beban pembuktian yang berat dan biaya mahal yang harus ditanggung oleh pihak penggugat, serta penerapan rule of reason merupakan perangkat peradilan meliputi proses litigasi yang akan membutuhkan biaya amat besar.40

Larangan yang bersifat per se illegal adalah bentuk larangan yang tegas dalam rangka memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dalam memaknai norma-norma larangan dalam persaingan usaha.16 Larangan-larangan yang diatur secara tegas dan jelas dalam arti bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut dapat dipastikan akan berakibat buruk kepada persaingan. Pelaku usaha sejak awal telah mengetahui batasan-batasan norma yang dilarang sehingga dalam menjalankan usahanya dapat menghindari perbuatan tersebut. Pendekatan per se illegal adalah menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai 2. Pendekatan Per Se Illegal (Pendekatan Menghambat Persaingan Usaha Tidak Sehat)

39 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit.,hlm.81.

40A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegal atau Rule of Reason. ( Jakarta: Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 2003), hlm.

139.

ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut41

Dalam ukuran per se illegal maka pihak yang menuduh melakukan pelanggaran hanya harus membuktikan bahwa tindakan itu benar dilakukan tanpa harus membuktikan efek atau akibatnya.Tindakan yang dilakukan itu juga tidak mempunyai pertimbangan bisnis atau ekonomi yang rasional dan dapat dibenarkan, misalnya penetapan harga hanya dengan tujuan untuk mengelakkan persaingan.

, pendekatan dengan per se illegal terlihat melalui pasal yaang sifatnya imperatif dengan interpretasi yang memaksa.

42 Namun pendekatan per se illegal mengandung kelemahan karena biasanya selalu beranggapan kan menghukum setiap perjanjian atau tindakan yang bersifat menghambat perdagangan. Tidak semua perjanjian di antara pesaing merugikan persaingan, karena banyak kegiatan bersama yang mendatangkan manfaat secara kompetitif.Kegiatan-kegiatan ini dapat mendukung efisiensi, mengunrangi resiko, menciptakan produk atau metode distribusi baru yang lebih, atau memperbaiki arus informasi.43

Akuisisi oleh Encyclopedia of banking and finance didefinisikan sebagai a generic term for taking over of one company by nother, dan dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai the act of becoming the owner off certain property D. Akuisisi dalam Hukum Perusahaan (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas)

1. Pengertian Akuisisi

41Rachmadi Usman,Op.Cit., hlm.49.

42 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit., hlm. 80.

43 A.M.Tri Anggraini,Op.Cit., hlm.149.

the act by which one acquires or purchases the property in anything. Dalam pergertian hukum perusahaan secara umum dapat diterjemahkan sebagai pengambil-alihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya.44 Dalam bahasa inggris istilah akusisi disebut “acquisition” yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain atau secara gamblang yang dimaksud dengan akuisisi (take over) adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.45 Definisi ini sama yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang mengartikan akuisisi adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum atau boleh orang perorangan untuk mengambil alih, baik seluruh atau sebagian besar dari saham perseroan terbatas yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.46

Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan baik dengan cara:47

44 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.50.

45 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 3-5.

46Ibid.

47Ibid.,hlm.51.

1. membeli seluruh maupun sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa

2. melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan

Sebenarnya, akuisisi merupakan salah satu cara dalam melakukan ekspansi perusahaan, yakni yang disebut dengan ekspansi perusahaan dengan cara eksternal. Di samping itu, masih ada cara ekspansi perusahaan yang lain, yaitu yang berupa ekspansi internal (internal growth). Pada prinsipnya, suatu akuisisi dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih maksud yaitu:48

Dari Latar belakang prinsip akuisisi yang dilakukan tersebut maka proses tersebut yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.Pasal (1) angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), mengatur mengenai definisi pengambilalihan yaitu sebagai berikut:

a. akusisi untuk mengeksploitasi energi b. akuisisi untuk meningkatkan bagian pasar c. akuisisi untuk melindingi pasar

d. akuisisi untuk mengakuisisi produk e. akuisisi untuk memperkuat bisnis inti

f. akuisisi untuk mendapatkan dasar berpijak perusahaan di luar negeri

49

Adapun Pengambilalihan yang dimaksud Pasal (1) angka 11 UUPT, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui direksi perseroan atau dari pemegang saham langsung. Dengan demikian, masing-masing diatur prosedur hukum yang berbeda di dalam UUPT.Dalam hal penelitian ini membahas mengenai akuisisi

"Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut".

48 Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 18.

49 Pasal 1 angka (11) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

saham maka yang dilakukan akuisisi adalah saham perusahaan target. Baik yang dibayar dengan uang tunai, maupun dibayar dengan saham perusahaan yang melakukan akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51%

(lima puluh satu persen). Sebab, jika kurang dari persentase tersebut, perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja. Namun demikian dalam Undang- undang Perseroan Terbatas pasal 103 ayat (2) dengan tegas mengakui akuisisi saham ini, yakni pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham, sehingga pengendalian terhadap perusahaan tersebut juga beralih.50

Adanya perbedaan antara pengklasifikasian akuisisi dengan merger yaitu didalam akuisisi tidak ada perusahaan yang meleburkan diri/membubarkan diri, tetapi dua-duanya tetap ada, walaupun perusahaan yang satu menguasai perusahaan yang lain. Dalam perkembangannya ternyata akuisisi itu sendiri beraneka ragam, dan dapat dipisah- pisahkan dengan mengikuti kriteria yang dipakai, yaitu sebagai berikut:

2. Klasifikasi Akuisisi

51

a. Dilihat dari Segi Jenis Usaha a. Dilihat dari segi jenis usaha b. Dilihat dari segi lokalisasi c. Dilihat dari segi objeknya d. Dilihat dari segi motivasi e. Dilihat dari segi divestitur

Berikut penjelasan masing-masing dari jenis akuisisi tersebut, yaitu sebagai berikut:

50 Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin,2000), hlm.355.

51 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.

101.

Apabila dilihat dari segi jenis usaha perushaan-perusahan yang terlibat dalam transaksi akuisisi, maka akusisi dapat digolongkan sebagai berikut:52

Jika dilihat dari segi lokalisasi antara perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, maka akusisi dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Akuisisi Horizontal

Dalam hal ini perusahaan yang diakusisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang meproduksi produk yang sama, atau yang memiliki teritorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akusisi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.

(2) Akuisisi Vertikal

Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam satu mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir.

(3) Akuisisi Konglomerasi

Yang dimaksud dalam akuisisi ini adalah akuisisi terhadap perusahaan- perusahaan yang tidak terkait baik secara horizontal maupun secara vertikal.

b. Dilihat dari Segi Lokalisasi

53

Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan, masing- masing dalam grup yang berbeda, atau tidak dalam grup yang sama.

(1) Akuisisi Eksternal

52Ibid, hlm. 99.

53Ibid, hlm.103.

(2) Akuisisi Internal

Kebalikan dari akuisisi eksternal, maka pada akuisisi internal perusahaan- perusahaan yang melakukan akuisisi masih dalam satu grup usaha. Di Indonesia, akuisisi internal ini banyak terjadi, yakni lewat pembiayaan pasar modal.

(c) Dilihat dari Segi Objeknya

Apabila dilihat dari segi objek dari transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:54

(3) Akuisisi Kombinasi (1) Akuisisi Saham

Dalam hal ini, yang diakuisisi adalah sahamnya perusahaan target.Baik yang dengan uang tunai, maupun dibayar dengan sahamnya perusahaan pengakuisisi atau perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51%

(simple majority), atau paling tidak setelah akuisisi tersebut, pihak pengakuisisi memegang saham minimal 51%. Sebab, jika kurang dari persentase tersebut, perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja.

(2) Akuisisi Aset

Terhadap akuisisi ini, maka yang diakuisisi adalah aset perusahaan target dengan atau tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban perusahaan target terhadap pihak ketiga.

54Ibid, hlm.105.

Dalam hal ini, dilakukan kombinasi antara akuisisi saham dengan akuisisi aset.Misalnya dapat dilakukan akuisisi 50% saham ditambah 50% aset dari perusahaan target. Demikian juga dengan contra prestasinya, dapat saja sebagian dibayar dengan cash, dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain.

(4) Akuisisi Bertahap

Akuisisi ini tidak dilaksanakan sekaligus misalnya, jika perusahaan target menerbitkan convertable bonds, sementara perusahaan pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, tahap pertama perusahaan pengakuisisi mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds.

Tahap selanjutnya bonds tersebur ditukar dengan equity, jika kinerja perusahaan target semakin baik. Dengan demikian, hak opsi ada pada pemilik convertible bonds, yang dalam hal ini merupakan perusahaan pengaakuisisi.

(d) Dilihat dri Segi Motivasi

Jika dilihat dari segi motivasi mengapa akuisisi dilakukan, maka akuisisi dapat dibeda-bedakan sebagai berikut:55

Pada akuisisi strategis, latar belakang yang menyebabkan mengapa akuisisi dilakukan adalah untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.Sebab, dengan akuisisi, diharapkan dapat meningkatkan (1) Akuisisi Strategis

55Ibid, hlm.106.

sinergi usaha, mengurangi risiko, memperluas pangsa pasar, dan meningkatkan efisiensi.

(2) Akuisisi Finansial

Akuisisi ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial semata-mata dalam waktu sesingkat- singkatnya.akuisisi ini bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapakan lewat pembelian saham yang murah tetapi dengan income perusahaan target yang tinggi.

(e) Dilihat dari Segi Divestitur

Akuisisi dapat juga dikategorikan dari segi divestitur, yaitu dengan melihat peralihan aset/saham dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi.

Untuk itu, akuisisi ini diklasifikasikan sebagai berikut:56

Merupakan usaha-usaha dari pemegang saham mayoritas untuk memaksakan pemegang saham minoritas keluar dari perusahaan, yakni kehilangan statusnya sebagai pemegan saham minoritas.Dalam hubungan (1) Take Over

Take over lebih menekankan pada penguasaan/pengontrolan manajemen dari suatu perusahaan yang diakuisisi. Seringkali take over dibedakan dalam bentuk Take Over bersahabat yang dilakukan dengan cara negoisiasi dan Hostile Take Over yaitu dengan mengrontrol manajemen dan perusahaan, yang dilakukan dengan menggunakan trik-trik bisnis, bahkan secara paksa.

(2) Freezeouts

56Ibid, hlm. 107.

dengan akuisisi, freezeouts dilakukan setelah mayoritas pemegang saham di perusahaan target dikuasai/dibeli, selanjutnya pemegang saham minoritas dipaksa untuk keluar dari perusahaan target tersebut. Maka dari itu dikenal dengan akuisisi dua tahap dimana pada tahap pertama adalah dengan penguasaan saham mayoritas di perusahaan target dan tahap kedua merupakan paksaan terhadap pemegang saham minoritas keluar dari perusahaan target tersebut.

Banyak teknik- teknik dalam freezeouts yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik tradisional yaitu dengan cara penjualan aset perusahaan, dengan melikuidasi perusahaan serta dengan melakukan merger.

Sedangkan teknik modern dapat dilakukan dengan short form merger atau anak perusahaan melebur ke dalam induk perusahaan, dengan pemecahan saham terbalik yaitu mengubah nilai saham nominal dan yang terakhir squeezouts yaitu membuat pemegang saham mendapatkan kerugian secara finansial dan memuat pemegang saham tersebut keluar dan menjual sahamnya.

3. Pengaturan Mengenai akuisisi Saham

Ketentuan mengenai akuisisi diatur dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 109 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selain ketentuan dalam Bab VII tersebut, pengaturan mengenai akuisisi juga dapat ditemui dalam Pasal 79 Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Ketentuaan Pasal 105 Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa segala Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan untuk

melaksanakan akuisisi suatu perseroan hanya sah jika keputusan tersebut diambil sesuai ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang secara tegas menyatakan bahwa setiap Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham wajib diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Sedangkan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa setiap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai pengambilalihan perseroan hanya sah jika Rapat tersebut dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.57

57Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.67.

Dari pengertian kedua rumusan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76 Undang-Undang Perseroan Terbatas seperti disebutkan diatas dapat dilihat bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Perseroan Terbatas mengharapkan bahwa setiap pengambilalihan perseroan wajib memperoleh persetujuan dari seluruh pemegang saham perseroan. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 mendefinisikan pengambilalihan sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh baadan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh maupun sebagian beasar saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam penjelasan yang diberikan dikatakan bahwa yang dimaksud degan sebagian besar dalam hal ini meliputi lebih dari 50% (lima puluh perseratus) maupun suatu jumlah tertentu yang menunjukkan bahwa junlah tersebut lebih besar daripada kepemilikan saham dari pemegang saham lainnya.

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa saham-saham yang dapat dialihkan adalah saham yang telah dikeluarkan termasuk saham yaang dibeli kembali oleh perseroan (“treasury stock”), dan sebagai pembayaran atau imbalan, perseroan yang akan mengambilalih dapat memberikan kepada pemegang saham perseroan yang diambilalih berupa:58

Larangan mengenai akuisisi saham yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha termuat dalam Pasal 28 ayat (2) yaitu “Pelaku usaha dilarang melakukan pengaambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.Kegiatan merger dapat menjadi propersaingan, namun juga dapat menjadi antipersaingan apabila tidak ada kontrol dari otoritas persaingan usaha.Keberadaan merger dan akuisisi di dalam dunia usaha seharusnya membawa pengaruh yang cukup positif bagi perusahaan yang gagal dari segi operasional.Namun, pada praktiknya, kegiatan merger banyak disalahgunakan oleh pelaku usaha yang bermaksud untuk mengekspansi pasarnya.Selain itu sering 1. uang

2. bukan uang yang terdiri dari benda (kekayaan lainnya) dan saham yang telah dikeluarkan atau saham baru yang akan dikeluarkan oleh perseroan yang akan mengambilalih atau perseroan lain.

E. Ketentuan Mengenai Akuisisi Saham Dalam Hukum Persaingan Usaha 1. Larangan Melakukan Akuisisi Saham dalam Hukum Persaingan Usaha.

58Rai Widjaja, Op.Cit.,hlm. 354.

juga timbul benturan antara kepentingan merger denngan alasan efisiensi dan permasalahan persaingan usaha.59 Pelaku usaha kan selalu mempergunakan alasan efisiensi sebagai landasan merger dan otoritas persaingan usaha akan lebih melihat kepada permasalahan persaingan usahanya terlebih dahulu. Pada kondisi di mana terdapat dua atau lebih perusahaan bergabung, maka pangsa pasar kedua perusahaan yang bergabung tersebut akan bergabung tersebut akan bersatu dan membentuk gabungan pangsa pasar yang lebih besar dan inilah yang menjadi fokus dari hukum persaingan.60

Akuisisi saham oleh perusahaan yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah akuisisi yang mengakibatkan semakin meningkatnya konsentrasi penguasaan pasar dan posisi dominan perusahaan tersebut.Kondisi demikian mengarah kepada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Cara menentukan apakah Pengambilalihan saham yang dilakukan perusahaan terafiliasi dapat menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dapat dilihat dari 2 aspek yaitu:

Pertama, apakah perusahaan yang melakukan pengambilalihan merupakan pemegang saham pengendali. Kedua, bagaimanakah hubungan antara induk dan anak perusahaan.

2. Akuisisi Saham yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

61

59Andi Fahmi Lubis dkk, Op.Cit., hlm.283.

60Ibid.

61 Verry Iskandar, Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha. Edisi.5.KPPU 2011,24.

Penguasaan pangsa pasar erat kaitannya dengan posisi dominan.Dalam ajaran Structure Conduct and Performance (SCP), persentase

pangsa pasar menjadi patokan dalam penentuan posisi dominan suatu perusahaan.Apabila dua atau lebih perusahaan bergabung, maka perusahaan hasil merger tersebut dapat meraih atau memperkuat posisi dominan dalam pasar. Jika demikian halnya, maka peluang terjadinya penyalahgunaan posisi dominan pun akan semakin besar.

3. Mengukur Tingkat Persaingan dengan Metode Pengukuran Tingkat Concentrasi Ratio (CR4) dan Herfindal HirschmanIndeks (HHI)

Pengukuran tingkat persaingan agar didapatkan struktur pasar yang jelas dapat diukur dari tingkat konsentrasi dan kecenderungan yang ditunjukkan menggunakan indikator nilai HHI dan CR4.Tingkat Konsentrasi dengan menggunakan Ratio (CR4)menunjukkan tingkat keketatan persaingan di pasar (utamanya pada pasar oligopoli) nilai keketatan konsentrasi persaingan yang terjadi pada pangsa pasar persaingan hypermarket dan supermarket dari beberapa pangsa pasar yang ada menunjukkan bahwa nilai konsentrasi rasio (CR4) sedangkan pengukuran dengan nilaitingkat Herfindhal Indeks (HI)menunjukkan bahwa persaingan terkonsentrasi sedang.Indeks Herfindhal dedefinisikan sebagai jumlah pangkat dua pangsa pasar dari seluruh perusahaan yang ada dalam industry.Index (HI) antara 1001-2000, menunjukkan bahwa persaingan di pangsa pasar penjualan nasi goreng bersifat Monopolistik, artinya semakin tinggi Herfindhal Index nya maka semakin tinggi distribusi ukuran dari perusahaan.62

Secara sistematis HHI merupakan kuadrat dari andil/bagian (penguasaan pasar) dari 4 perusahaan terbesar yang dibobotkan dengan ISIC 2

62 https://mizaroh.wordpress.com/ekonomi-industri/mengukur-tingkat-consentrasi-ratio-cr4-menentukan-indeks-herfindhal-hi-dan-analisa-structure-s/ (diakses pada tanggal 2 Desember 2017)

digitnya.Selanjutnya untuk menguji apakah suatu merger atau akuisisi diperkenankan atau tidak, dipergunakan acuan sebagai berikut:63

63 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.88.

a. jika hasil suatu merger atau akuisisi menunjukkan HHI masih berada di bawah 1.000, maka merger ini tidak perlu ditolak karena tidak akan ada konsentrasi baru dalam pasar yang bersangkutan

b. jika setelah merger HHI berada pada 1.000 sampai dengan peningkatan HHI yang nilai kurang dari 100 poin, maka usulan atas merger masih dapat diterima dan dilakukan. Namun demikian jika terjadi penambahan HHI yang melebihi 100 poin, maka usulan merger ini perlu mendapatkan perhatian

c. jika setelah terjadinya merger HHI berada di atas 1.800 yaitu berada pada dasar dengan konsentrasi tinggi, dan merger ini meningkatkan HHI melebihi 50 poin, maka terhadap merger ini perlu diberikan perhatian. Selanjutnya jika setelah merger terjadi kenaikan HHI lebih dari 100 poin, maka merger ini dianggap berbahaya karena, akan mempertinggi kekuatan dalam pasar yang bersangkutan.

BAB III

AKUISISI DALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

A. Tinjauan tentang Pasar Bersangkutan (Relevant Market) 1. Pasar Berdasarkan Produk

Pasar Produk (Product Market) diartikan sebagai produk-produk pesaing dari produk tertentu ditambah dengan produk lain yang dapat menjadi subsitusi produk tertentu. Sebagaimana pasar bersangkutan berdasarkan produk ini adalah merujuk kepada objek yang akan dijual memiliki barang yang sama bahkan padaa bagian subsitusinya. Terdapatnya bentuk dan sifat barang yang merupakan satu bagian produk dari pasar yang bersangkutan dimana memiliki fungsi yang sama bagi konsumen. Salah satu unsur penting dalam menentukan apakah produk tersebut berada dalam pasar bersangkutan yang sama atau tidak adalah adanya sebuah harga antara produk yang berbeda tersebut tidak terlalu jauh maka barang tersebut dapat dikatakan bersubsitusi satu sama lain dan berada di pasar bersangkutan yang sama.64

Selain hal tersebut, fleksibilitas dari barang dalam pasar bersangkutan adalah berada dalam satu pasar bersangkutan apabila produk yang berbeda ini dapat saling menggantikan satu sama lain (interchangeable). Dalam hal ini aspek penilaian konsumen sangatlah penting karena konsumen membeli suatu produk

Selain hal tersebut, fleksibilitas dari barang dalam pasar bersangkutan adalah berada dalam satu pasar bersangkutan apabila produk yang berbeda ini dapat saling menggantikan satu sama lain (interchangeable). Dalam hal ini aspek penilaian konsumen sangatlah penting karena konsumen membeli suatu produk

Dokumen terkait