• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : DANIEL PERANANTA SIRAIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat. Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : DANIEL PERANANTA SIRAIT"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN DAN IMPLIKASI DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANGNO. 5 TAHUN 1999

(STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR.09/KPPU-L/2009 TENTANG AKUISISI SAHAM OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA TERHADAP PT. ALFA RETAILINDO)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DANIEL PERANANTA SIRAIT NIM : 140200035

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)

ABSTRAK

AKUISISI SAHAM PERUSAHAAN DAN IMPLIKASI DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DITINJAU

DARI UU.NO 5 TAHUN 1999

(STUDI PUTUSAN KPPU NOMOR.09/KPPU-L/2009 TENTANG AKUISISI SAHAM OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA TERHADAP PT. ALFA RETAILINDO)

Daniel Perananta Sirait*

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH.,M.LI **

Dr. Detania Sukarja, S.H.,L.LM***

Akuisisi merupakan pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang dapat dilakukan dengan mengambilalih aset suatu perusahaan dan dengan mengambilalih saham dari perusahaan lain. Larangan terhadap kegiatan ini ditujukan terhadap praktek akuisisi yang terjadi di setiap level perdagangan atau sektor industri yang dapat mengakibatkan terjadinya hambatan terhadap persaingan usaha dan terjadinya praktek monopoli. Pasal 29 Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 Tentang Larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menetapkan bahwa penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan yang mengakibatkan nilai aset dan nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu.

Dari segi bentuk akuisisi berbeda dengan merger. Pada umumnya akuisisi dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang mendukung bidang usaha dengan perusahaan yang mengakuisisi tersebut, baik yang dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Dimana akuisisi horizontal dilakukan dengan tujuan untuk memperbesar pangsa pasar, yang antara lain ditempuh melalui pengurangan tingkat kompetisi dan pada akuisisi secara vertikal dimana perusahaan pengakuisisi akan merasa aman karena perusahaan tersebut tidak akan kehilangan pemasok, konsumen, atau distributor yang akan memasarkan produk yang dihasilkan. Tindakan akuisisi dalam hal ini adalah untuk menciptakan konsentrasi pasar yang dapat mengakibatkan harga produk semakin tinggi dengan melihat produk pada pasar yang bersangkutan serta berapa besar pangsa pasar yang dikuasi oleh perusahaan tersebut. Kemudian untuk menambah kekuatan pasar (market power) menjadi semakin besar yang dapat mengancam para pesaing dari perusahaan tersebut.

Pengaturan mengenai Akuisisi diperjelas dengan adanya peraturan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) No. 1 tahun 2009 mengenai pranotifikasi penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Serta dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau peleburan serta pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Kata Kunci :Akuisisi

*)Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I

***)DosenPembimbingII

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih pernyertaannya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.Skripsi ini ditulis dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan program kekhususan Hukum Ekonomi.ini dengan judul “Akuisisi Saham Perusahaan Dan Implikasi Dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat Ditinjau Dari UU.No 5 Tahun 1999(Studi Putusan Kppu Nomor.09/Kppu- L/2009 Tentang Akuisisi Saham Oleh PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT.

Alfa Retailindo)”penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kelemahan dan kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi materi.Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Penullis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan dan kebaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Secara khusus saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua saya yang paling saya sayangi, Ayah saya Risman Sirait yang telah bersama bapa disurgaterima kasih pak ini menjadi doa terbesar bapak ketika masih hidup dan terima kasih kepada Ibu saya Juriah br Tarigan yang selalu setia menjadi pendegar dalam suka dan duka, saya bersyukur atas doa dan segala dukungan yang tidak habisnya diberikan kepada saya sampai saya bisa menyelesaikan pendidikan saya hingga Strata satu (S1). Terimakasih juga kepada

(4)

Kakak saya Lady Natalia Sirait dan Rizky Lowenca Sirait yang telah membiayai perkulihan saya sampai saat ini terima kasih telah menjadi kakak yang selalu mendukung dalam setiap kondisi kehidupan saya.

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terimakasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. Ok. Saidin, SH., M.Hum. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, SH.,M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.,M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof.Dr. Bismar Nasution, SH.,M.Hum. Selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. IbuProf. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH.,M.LISelaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan arahan dalam proses penulisan skripsi ini;

(5)

8. Ibu Dr.Detania Sukarja,S.H, L.L.M,Selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan memberikan arahan/bimbingan serta memberikan banyak ilmunya kepada penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan;

9. Kepada seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Hukum USU yang selama ini telah banyak membantu Penulis;

10. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat seperjuangan selama masa perkuliahan yang juga mengerjakan tugas akhir perkuliahan yaitu: Irene Cristna Silalahi, Irene Manik dan Riris F Panjaitan, terima kasih telah menjadi sahabatku yang selalu setia dalam suka maupun duka;

11. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen (UKM KMK UP FH) yang menjadi wadah pelayanan saya dan dapat bertumbuh dalam iman;

12. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA ERKALIAGA);

13. Ucapan terimakasih kepada Komunitas Peradilan Semu (KPS FH USU) yang menjadi organisasi tenpat saya belajar tentang peradilan serta mengikuti kompetisi peradilan semu tingkat nasional;

14. Ucapan Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Saudara-saudara Kelompok Kecil penulis di Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK),Grace Silaban, Tetty Debora Sialoho, Sarmeli Putra Manalu, Ishak Aritonang dan Martin Sihombing, dan untuk Abang/kakak Pemimpin Kelompok Kecil Saya Bang Marulitua Sinaga,SH dan Kak Tri Septa Purba,SH , atas motivasi serta

(6)

dukungan dalam iman dalam setiap aktivitas perkuliahan serta selama proses penulisan;

15. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan Delegasi Pringgodigdo V Komunitas Peradilan Semu FH USU yang diselenggarakan di Unair, Surabaya yakni: Bang Ritcat, Irene Cristna, Riris, Irene Manik, Hafifah, Doli, Elia, Fadlan, Yudika, Kak Amanda, Kak Helen, dan David yang setia memberikan dukungan kepada penulis;

16. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada BPH Komunitas Peradilan Semu FH USU;

17. Ucapan terimakasih kepada kakak senior yang selalu membantu dalam masa perkuliahan sampai mengerjakan tugas akhir ini yaitu : Kak Dermawan Sitorus,SH, Kak Jessica Sitorus, SH, Kak Egrita Tampubolon, SH dan abng kakak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimakasih atas dukungannya selama ini;

18. Ucapan terimakasih kepada Panitia Natal Faklutas Hukum 2017 terutama kepada seksi dekorasi: Cindy Vania, Sara Sihotang, Irene Manik, Riris Panjaitan, Mul Lumbantoruan, Sylvia Pratiwi, Vina Adelina, Bintang Elvina, Alfaredo Napitupulu, Andre Sergyvich Gorbachev, Helen Pasaribu, dan Hadi Projo terimakasih atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan Tuhan Memberkati;

19. Ucapan terimakasih kepada sahabat seperjuangan bimbingan skripsi persaingan usaha yaitu: Rigta Ginting, Gary Cristian, Agave Berutu, Luthvya

(7)

Nazla, Elia Silitonga dan Kristian Hutapea terima kasih atas segala dukungan dan motivasi selama pengerjaan skripsi ini;

20. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat digunakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang akan datang.

Medan, 8 Januari 2018 Penulis

NIM: 140200035 Daniel Perananta Sirait

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keasliaan Penulisan ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II AKUISISI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA ... 16

A. Latar Belakang Undang- undang No.5 Tahun 1999 ... 16

1. Latar Belakang Lahirnya dan Tujuan dibentuknya Undang- undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 16

2. Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... ` 18

B. Perjanjian yang Dilarang, Kegiatan yang Dilarang dan Posisi Dominan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 19

1. Perjanjian yang Dilarang ... 19

2. Kegiatan yang Dilarang ... 20

3. Posisi Dominan ... 20

C. Tinjauan Hukum Dengan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal... 22

(9)

1. Pendekatan Rule of Reason (Pendekatan Anti Persaingan Usaha)

... 22

2. Pendekatan Per Se Illegal (Pendekatan Menghambat Persaingan Usaha Tidak Sehat) ... 23

D. Akusisisi dalam Hukum Perusahaan (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) ... 24

1. Pengertian Akuisisi ... 24

2. Klasifikasi Akuisisi ... 27

3. Pengaturan Mengenai Akuisisi Saham ... 32

E. Ketentuan Mengenai Akuisisi Saham Dalam Hukum Persaingan Usaha ... 34

1. Larangan Melakukan Akuisisi Dalam Hukum Persaingan Usaha ... 34

2. Akuisisi Saham yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 35

3. Mengukur Tingkat Persaingan dengan Metode Pengukuran Tingkat Concentrasi Ratio (CR4) dan Herfindal Hirschman Indeks (HHI) ... 36

BAB III AKUISISI DALAM UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN1999... ... 38

A. Tinjauan tentang Pasar Bersangkutan (Relevant Market) ... 38

1. Pasar Berdasarkan Produk ... 38

2. Pasar Berdasarkan Geografis ... 39

3. Pasar Bersangkutan dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No.3 Tahun 2009 ... 40

B. Bentuk Penguasaan Pasar Akibat dari Perusahaan yang Melakukan Akuisisi ... ...41

1. Ketentuan mengenai Akuisisi dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha NI.1 Tahun 2009 ... 41

(10)

2. Ketentuan Mengenai Akuisisi yang Mengakibatkan Terjadinya Monopoli ... 44 3. Ketentuan Mengenai Akuisisi yang Mengakibatkan Terjadinya

Penguasaan Pasar ... 46 4. Ketentuan Mengenai Akuisisi yang Mengakibatkan Terjadinya

Posisi Dominan ... 47 5. Ketentuan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ... 52

BAB IV ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR : 09/KPPU-L/2009

TENTANG AKUISISI SAHAM PT. ALFA RETAILINDO YANG DILAKUKAN OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA YANG MENIMBULKAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT... ... 55

A. Pembahasan Putusan KPPU Nomor:09/KPPU-L/2009 ... 55 1. Kasus Posisi dalam Putusan KPPU Nomor :09/KPPU-L/2009

... 55 2. Amar Putusan ... 56 3. Penerapan Pasal dalam Putusan KPPU Nomor:09/KPPu-L/2009

... 57 4. Fungsi Pengawasn KPPU dalam Putusan Nomor:09/KPPU-

L/2009 ... 61 B. Analisis Putusan ... 65

1. Analisis Putusan KPPU Nomor:09/KPPU-L/2009 Mengenai Dugaan Pelanggaran Terhadap Undang-undang No.5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT.Carrefour ... 65 2. Analisis Putusan Pengadilan Negera Jakarta Selatan atas

keberatan PT.Carrfour Terhadap Putusan KPPU Nomor:09/KPPU-L/2009 ... 65 BAB V PENUTUP... 70

A. Kesimpulan... 70

(11)

B. Saran... 72 DAFTAR PUSTAKA... 74

(12)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kondisi perekonomian juga ikut mengalami perkembangan serta dinamika.Secara empiris masyarakat selama Orde baru telah mengalami keterbatasan perekonomian (termasuk aspek legalnya) pada praktik bisnis yang penuh keganjilan dan kontradiktif ini. Permasalahan tersebut bagi masyarakat luas menimbulkan ketidakadilan, dan berdampak buruk pada kesiapan tata ekonomi nasional yang telah memasuki dan mengikuti perkembangan ekonomi dunia yang akan semakin mewarnai semangat free competition, dan seiring dengan semakin mengglobalnya ekonomi pasar.1

Sebagaimana Indonesia berharap memasuki babak baru, masa di mana diperlukan praktik bisnis yang fair yang dapat membuka ekonomi pasar dan kemerataan sosial ekonomi.Di samping itu pemerintahan baru diharapkan dapat meninggalkan praktik-praktik masa lalu yang otoriter dan sentralistik, memasuki masa yang lebih demokratis, terbuka, didasarkan pada hukum yang benar-benar berintikan niat untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.Namun, tekad belum cukup tanpa dibarengi dan didukung dengan pranata hukum yang menjamin adanya persaingan terbuka dan fair, serta beretika. Terbentuknya sistem ekonomi tersebut memberikan pengaruh buruk bagi pengusaha lokal/nasional,

1 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.1.

(13)

maupun praktik bisnis yang dilakukan oleh perusahaan transnasional yang keduanya masing-masing atau secara bersama (melalui mekanisme joint venture, lisensi, royalti) dilakukan secara berlebihan dengan terkurasnya sumber daya alam dan sumber daya manusia secara tidak transparan yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.2

Bersamaan dengan kemajuan perekonomian Indonesia, terlihat bahwa iklim persaingan tidak berjalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.3 Seorang yang bersaing dapat menghalalkan segala cara untuk memakmurkan atau memuaskan dirinya dengan cara melakukan tindakan yang mematikan pengusaha kecil, serta menekan kaum yang lemah dan miskin.4Untuk itu setiap pengusaha sebaiknya mengetahui dalam sistem perekonomian mana ia sedang bergerak.

Campur tangan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi harus menjadi bahan yang diperhatikan oleh setiap pemimpin perusahaan. Campur tangan seperti itu tentu berbeda bagi masing-masing sistem perekonomian.5

Salah satu bentuk strategi dari suatu perusahaan adalah dengan adanya konglomerasi. Proses konglomerasi ini dapat timbul dari berbagai macam sebab, salah satunya adalah yang dilakukan melalui proses peleburan, penggabungan, atau pengambilalihan atau yang lebih populer dikenal dengan istilah merger, konsolidasi, dan akuisisi. 6

2Ibid., hlm.2.

3 Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm.3.

4 Elips, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,(Jakarta:

Elips,1999), hlm.1.

5Ibid., hlm.3.

6Gunawan Widjaja, Merger dalam Perspektif Monopoli, (Jakarta : Rajawali Press, 2001), hlm.3.

Proses-proses tersebut yang kemudian dijadikan

(14)

sebagai sistem pengelolaaan baru untuk menambah pendapatan dan memperbesar ekspansi usaha dari suatu perusahaan. Melalui proses merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut, badan-badan usaha mencoba untuk meningkatkan daya saingnya, yang dengan demikian diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang relatif murah.7 Peningkatan efisiensi dari diadakannya proses penggabungan ini akan meningkatkan efisiensi kerja dari suatu perusahaan karena akan melahirkan sistem manajemen yang baik dan keuntungan yang didapatkan akan berlipat ganda.

Selain dari pada itu adanya tujuan lain adalah untuk meningkatkan penguasaan pangsa pasar.8

Walaupun pada prinsipnya kegiatan merger, konsolidasi maupun akuisisi ditujukan untuk kepentingan menciptakan persaingan usaha yang sehat, dengan meningkatkan efisiensi dan laju pertumbuhan teknologi yang makin pesat, namun pada kenyataanya, merger, konsolidasi dan akuisisi ini juga, dalam sisi buruknya dapat menciptakan distorsi ekonomi. Oleh karena itu baik kegiatan merger maupun akuisisi dapat mengambil bentuk penyatuan kegiatan horizontal, vertikal maupun konglomerasi.9

7Ibid.

8 Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, (Palembang: PT. Prenhalindo, 2002), hlm. 115.

9Ibid.

Kegiatan akuisisi secara horizontal adalah dengan mana perusahaan yang melakukan akuisisi bergerak dalam suatu industri yang sama dengan perusahaan yang diakuisisi, akuisisi vertikal adalah proses akuisisi yang melibatkan perusahaan- perusahaan dalam produksi barang atau jasa yang sama, tetapi berada dalam tingkat produksi yang berbeda, misalnya akuisisi antara perusahaan penerbangan dengan biro perjalanan dan yang terakhir akuisisi

(15)

konglomerasi yaitu akuisisi yang dilakukan baik perusahaan perusahaan yang mengakuisisi maupun yang diakuisisi tidak mempunyai kaitan bisnis secara langsung satu sama lain.

Secara kuantitas kegiatan-kegiatan merger dan akuisisi di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan seiring dengan semakin populernya istilah meger dan akuisisi itu sendiri dikalangan pelaku usaha. Namun apabila dilihat dari sisi persaingan, kegiatan merger akuisisi merupakan aktivitas yang perlu mendapat perhatian khusus karena berpotensi mengurangi tingkat persaingan dipasar, seperti saat ini banyak perusahaan nasional dan asing yang melakukan merger atau akuisisi perusahaan-perusahaan nasional di berbagai bidang atau sektor bisnis.10 Perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi akan selalu membuat suatu pernyataan bahwa dasar utama yang menjadi alasan peleburan tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi. Dengan adanya efisiensi maka harga bisa diturunkan dan kualitas pelayanan dapat ditingkatkan, namun dalam penerapan kegiatan merger dan akuisisi tersebut sering membuat pelaku usaha tersebut menjadi lebih dominan dari pelaku usaha lain. Kegiatan yang mendominasi pasar yang dilakukan adalah dengan melakukan penetapan harga serta menguasai pangsa pasar yang lebih dominan 11

10Joni Emirzon, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham dalam Merger Perusahaan Perspektif Hukum Indonesia., Jurnal Hukum Bisnis, Vol.32, No 4, YPHB, hlm.290.

11Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha, (Medan: Rajawali Press, 2010), hlm.209.

sehingga perusahaan- perusahaan yang hendak melakukan ekspansi dan melakukan penguasaan pasar melalui kegiatan akuisisi perusahaan akan mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha yang tidak sehat.

(16)

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu untuk diangkat dan dijadikan topik penulisan skripsi dengan judul “Akuisisi Saham Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang No.5 Tahun 1999 (Studi Putusan KPPU No.9/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi Saham Oleh PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan hal- hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana akuisisi saham perusahaan dapat menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat ?

2. Bagaimana Penerapan Hukum Persaingan Usaha (UU No.5 Tahun 1999) terhadap Akuisisi Saham Perusahaan dalam putusan KPPU Nomor: 09/KPPU-L/2009?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui aspek hukum mendasar tentang ketentuan akuisisi saham dalam Hukum Persaingan Usaha.

2. Untuk memberikan pemahaman tentang aspek hukum mendasartentang akuisisi Saham yang mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha.

(17)

Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan skripsi adalah:

1. Manfaat Teoritis

Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan referensi yang berguna sebagai pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum ekonomi dan Hukum Persaingan Usaha terkhususnya mengenai bagaimana dampak akibat dari perusahaan yang melakukan akuisisi yang mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat.

2. Manfaat Praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang akuisisi Saham yang mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Skripsi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang ingin melakukan suatu penelitian yang lebih dalam mengenai ketentuan akuisisi Saham yang ada di dalam Hukum Persaingan Usaha untuk meningkatkan edukasi danmenciptakan persaingan yang sehat di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka memenuhi Tugas Akhir dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum, penulis mengajukan skripsi dengan judul “Akuisisi Saham Perusahaan dan Implikasi dalam Persaingan Usaha ditinjau dari UU No.5 Tahun 1999 (Studi Putusan KPPU Nomor.09/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi Saham

(18)

Oleh PT. Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo)”.Sebelum melakukan penulisan skripsi, terlebih dahulu telah dilakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat Dokumentasi dan Infromasi Hukum/ Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum melalui surat tertanggal 11 Oktober 2017 menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama”.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran yang didasarkan pada pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang berlaku dan diperoleh dari media cetak, media elektronik, dan bantuan dari beberapa pihak.Penelitian ini disebut asli sesuai dengan keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini merupakan tentang analisis kasus posisi dominan akibat adanya akuisisi saham yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan studi kasus putusan KPPU nomor: 09/KPPU-L/2009. Adapun tinjauan kepustakaan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Hukum Persaingan Usaha

Hukum persaingan usaha (Competition Law) merupakan pengambangan dari hukum ekonomi (Economic Law), yang memiliki karakteristik tersendiri.Sebagaimana diketahui bahwa salah satu karakteristik dari hukum ekonomi bersifat fungsional dengan meniadakan pembedaan antara hukum publik

(19)

dan hukum privat yang selama ini dikenal.12 Tujuan persaingan usaha bisa dibedakan menjadi dua bagian yaitu tujuan yang semata-mata dilandasi oleh pertimbangan ekonomis dan tujuan yang dilandasi oleh pertimbangan nonekonomis.13

Akuisisi merupakan cara mengembangkan perusahaan yang sudah ada, atau menyelematkan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dana.akuisisi atau pengambilalihan adalah proses pembelian saham suatu perusahaan.

2. Akuisisi Perusahaan

14Tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperbaiki sistem manajemen perusahaan terakuisisi serta untuk meningkatkan diversitifikasi usaha baik horizontal maupun vertikal.15Sedangkan akuisisi perusahaan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan baik dengan cara membeli seluruh maupun sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.16

12Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia,( Jakarta: Sinar Grafika 2012), hlm.1.

13Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2002), hlm.26.

14 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1995),hlm.233.

15Ibid., hlm.236.

16 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.51.

Ketentuan mengenai pengambilalihan diatur dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 109 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selain ketentuan dalam Bab VII tersebut, pengaturan

(20)

mengenai pengambilalihan juga dapat kita temui dalam Pasal 79 Undang-Undang Perseroan Terbatas.17

Posisi dominan atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi salah satu tujuan pelaku usaha.Oleh karena itu, setiap pelaku usaha berusaha menjadi yang lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan.UU No. 5 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha menjadi perusahaan besar.UU No. 5 Tahun 1999 justru mendorong pelaku usaha untuk dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.Persaingan inilah yang memacu pelaku usaha untuk melakukan efisiensi dan inovasi- inovasi untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan harga yang kompetitif dibandingkan dengan kualitas dan harga jual dari pesaingnya.Persainganlah yang mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang dominan.

3. Posisi Dominan

18

17Ibid., hlm.66.

18 Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha Edisi Kedua, (Jakarta: KPPU,2017), hlm.233.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang valid dan akurat penelitian harus dilakukan secara sistematis dan teratur, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan.Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

(21)

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum.Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali dikonsepkan apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas.19

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dalam penelitian ini, adapun Undang-Undang yang digunakan antara lain:

b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007tentang Perseroan Terbatas c. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai obyek penelitian yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi suatu fenomena sehingga menghasilkan gambaran yang akurat mengenai penelitian. 20Serta penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat dan faktor- faktor tertentu.21Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalahpendekatan yuridis, yaitu dengan menganalisis penelitian permasalah dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

19Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2011), hlm.184.

20Ibid.

21 H.Zainuddin, Metode Penelitian Hukum,( Jakarta: Sinar Grafika,2009), hlm.36.

(22)

2. Sumber Data

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.22 Data penelitian ini adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, pada waktu penelitian dimulai data telah tersedia. Apabila diingat akan hierarki data primer dan sekunder terhadap situasi yang sebenarnya maka data primer lebih dekat dengan situasi yang sebenarnya daripada data sekunder. Disamping itu, data sekunder sudah given atau begitu adanya karena tidak diketahui metode pengambilannya atau validitasnya.23

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait

Data sekunder yang dipakai adalah sebagai berikut:

24

22 Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm.189.

23 H.Zainuddin,Op.Cit., hlm.48.

24Ibid.

, antara lain: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor. 1 Tahun 2009 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No.57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

(23)

b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel ilmiah, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, makalah, skripsi, sebagainya yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik, Putusan KPPU No.09/KPPU-L/2009.

c. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberikan petunjuk- petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum, jurnal ilmiah, ensiklopedia, dan bahan- bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara studi pustaka (Library Research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu internet.

Metode Library Research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan ini yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar di bidangnya, koran dan majalah, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.25

25 Bambang Sunggono, Op.Cit., hlm.192.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan (studi pustaka). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara

(24)

mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

Untuk memperoleh data dari sumber ini dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan arti-arti yang berhubungan dengan judul skripsi “Akuisisi Saham Perusahaan dan Implikasi dari Hukum Persaingan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang No.5 Tahun 1999 (Studi Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009 Tentang Akuisisi Saham Oleh PT.

Carrefour Indonesia Terhadap PT. Alfa Retailindo)”.

4. Analisis Data

Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. Metode analisis data yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan:

a. mengumpul bahan primer, sekunder, dan tertier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

b. melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.

c. mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

d. memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab yang saling berkaitan satu sama lain.

(25)

Adapun sitematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan dibahas secara mendalam, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II AKUISISI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

Bab ini akan membahas mengenai latar belakang lahirnya hukum persaingan usaha di Indonesia (latarbelakang dan tujuan Undang- Undang Nomor 5 tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta pengertian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat), perjanjian, kegiatan dan posisi dominan. Tentang pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal, akuisisi saham dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007, klasifikasi akuisisi dan ketentuan mengenai akuisisi saham dalam Hukum Persaingan Usaha.

BAB III AKUISISI SAHAM DALAM UU NO.5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

Bab ini akan membahas mengenai tinjauan tentang pasar bersangkutan dan bentuk penguasaan pasar akibat dari Perusahaan yang melakukan akuisisi yaitu: Monopoli, Penguasaan Pasar, Posisi

(26)

Dominan dan Ketentuan Mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR: 09/KPPU-L/2009 TENTANG AKUISISI SAHAM PT. ALFA RETAILINDO YANG DILAKUKAN OLEH PT. CARREFOUR INDONESIA YANG MENIMBULKAN PRAKTEK MONOPOLI DAN/ATAU PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

Bab ini akan membahas mengenai Kronologi kasus dalam Putusan KPPU Nomor:09/KPPU-L/2009, Amar Putusan, Analisis Penerapan Pasal serta Analisis Fungsi Pengawasan KPPU terhadap Putusan.

BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari pembahasan bab-bab yang sebelumnya dan saran yang berguna bagi perkembangan Hukum Persaingan Usaha dan orang-orang yang membacanya.

(27)

BAB II

AKUISISI DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Latar Belakang Undang-undang No. 5 Tahun 1999

1. Latar Belakang Lahirnya dan tujuan dibentuknya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, hukum persaingan usaha (competition law) merupakan pengembangan dari hukum ekonomi (economic law), yang memiliki karakteristik tersendiri.26Terjadinya banyak perubahan yang signifikan pada saat negara Indonesia mengadakan reformasi, misalnya perubahan mengenai kehidupan berdemokrasi, penataan hukum dan perekonomian.Fakta menunjukkan bahwa reformasi dipicu oleh gejolak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan yang merupakan kesalahan manejemen ekonomi pemerintahan Orde Baru.Krisis terjadi karena rusaknya pilar ekonomi dalam segi perbankan, kebijakan moneter dan pinjaman hutang luar negeri yang tinggi.27

26Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm.1.

27 Elips, Op.Cit., hlm.23.

Krisis ekonomi berkepanjangan yang dialami oleh Indonesia sejak tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998 kemudian diperburuk dengan kondisi perekonomian dunia yang juga menurun. Faktor-faktor ini menjadi alasan pemicu reformasi dan restrukturisasi dalam berbagai hal yang akhirnya turut mempengaruhi hidup bernegara.Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi adalah

(28)

pada kenyataannya pemerintah Indonesia selama ini dikenal tidak memiliki kebijakan kompetisi yang jelas.28

Sebuah Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang persaingan dan antimonopoli sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi pemerintah.Ketika Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1995 membuat konsep rancangan undang-undang tentang Antimonopoli.Kebijakan pembangunan ekonomi yang dijalankan selama tiga dasawarsa, selain menghasilkan banyak kemajuan, yang ditunjukan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga masih banyak melahirkan tantangan atau persoalan pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan. Pada tanggal 5 Maret 1999 oleh pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam suatu Undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Meskipun Undang-undang ini masih baru, dan hanya akan efektif berlaku pada tanggal 5 Maret 2000, monopoli telah memberikan mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.29 Selain dari karena hal tersebut maka perlu disusun Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan yang berguna untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

28 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit., hlm.5.

29 Binoto Nadapdap Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), hlm.5.

(29)

2. Pengertian Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara etimologi, kata monopoli berasal dari kata Yunani ‘monos’ yang berarti sendiri dan ‘potein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut, secara sederhana, orang lantas memberikan pengertian monopoli sebagai suatu kondisi di mana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu sebagaimana monopoli terbentuk jika hanya satu pelaku mempunyai kontrol ekslusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian juga terhadap penentuan harganya. Karena dalam pasar terdapat transaksi pembelian di samping penjualan, dapat dibedakan antara adanya monopoli berupa penjual tunggal, dan monopsoni yang menyangkut pembeli tunggal.30

Dalam Black’s Law Dictonary, Monopoli diartikan sebagai a privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or campines, consisting in the exclusive right (or power) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity 31

Dampak dari dilakukannya kegiatan monopoli yang membuat pasar dikendalikan oleh satu pelaku usaha atau pelaku usaha yang bekerja sama untuk menguasai pasar dengan membuat hambatan masuk (barier to entry) kepada para pelaku usaha yang lainnya. Maka dari itu kegiatan monopoli secara menyeluruh dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yaang dilarang karena pelaku usaha tersebut menguasai suatu produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada konsumen. Tidak semua

atau perusahaan tersebut memiliki hak istimewa untuk mengendalikan dan menguasai pasar dalam perdagangan.

30 Suyud Margono, Op.Cit., hlm.5.

31 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.12.

(30)

kegiatan pengusaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa tergolong pada kegiatan yang dilarang, kecualisepanjang memenuhi.

B. Perjanjian yang Dilarang, Kegiatan yang Dilarang dan Posisi Dominan dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

1. Perjanjian yang Dilarang

Dalam ketentuan Pasal 1 angka (7) Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 menyebutkan Perjanjian adalah suatu perbuatan satu lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mendefinisikan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan demikian perjanjian dapat timbul apabila terdapat kata sepakat dari para pihak yang melakukannya bukan merupakan persetujuan dari satu pihak saja.32

Dari rumusan mengenai definisi perjanjian yang dilarang tersebut maka beberapa bentuk perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:33

32Asril Sitompul, Op.Cit., hlm.43.

33Ibid., hlm.45.

a. Perjanjian Oligopoli (Pasal 4)

b. Perjanjian Penetapan Harga (Pasal 5).

c. Perjanjian Pembagian Wilayah (Pasal 9) d. Pemboikotan (Pasal 10)

e. Kartel (Pasal 11) f. Trust (Pasal 12 g.Oligopsoni (Pasal 13)

(31)

h. Integrasi Vertikal (Pasal 14) i. Perjanjian Tertutup (Pasal 15)

j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (Pasal 16)

2. Kegiatan yang dilarang

Undang-Undang Antimonopoli juga memuat kegiatan-kegiatan yang dilarang yang termasuk dalam perbuatan dagang yang curang. Kegiatan dalam Black’s Law Dictionary adalah “an occupation or pursuit in which person is active.”Berdasarkan pengertian perjanjian yang dirumuskan dalam Undang- Undang Antimonopoli, dapat diperoleh pengertian bahwa kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses menjalankan kegiatan usahanya.34

Kegiatan- kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang ini meliputi:35

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap pelaku usaha mempunyai kemungkinan untuk menguasai pangsa pasar secara dominan, a. Monopoli (Pasal 17)

b. Monopsoni (Pasal 18) c. Penguasaan Pasar (Pasal 19) d. Persekongkolan (Pasal 22) 3. Posisi Dominan

Pengertian posisi dominan dikemukakan dalam Pasal 1 angka 4 Undang- Undang No.5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah

”keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu”.

34Ibid., hlm.25.

35Ibid., hlm.27.

(32)

sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha lainnya yang menjadi pesaingnya dalam menguasai pangsa pasar atau suatu posisi yang menempatkan pelaku usaha lebih tinggi atau paling tinggi di antara pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lain yang menjadi pesaingnya36

Adapun larangan yang dilakukan dalam posisi dominan adalah apabila kegiatan tersebut dilakukan dengan:

dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu, sehingga dirinya dianggap menduduki posisi dominan atas pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha lainnya yang menjdi pesaingnya.

37

Penyalahgunaan posisi dominan sesungguhnya merupakan praktek yang memiliki cakupan luas.Ketika seorang pelaku usaha yang memiliki dominasi ekonomi melalui kontrak mensyaratkan supaya customernya tidak berhubungan dengan pesaingnya, seorang tersebut telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan.Demikian juga apabila seorang pelaku usaha yang memegang posisi dominan membuat penentuan harga diluar kewajaran. Tentang penyalahgunaan 1. menetapkan syarat- syarat perdagangan (hal ini dikenal dengan istilah standard setting);

2. mencegah konsumen memperoleh barang atau jasa dengan harga atau kualitas yang bersaing;

3. membatasi pasar dan pengembangan teknologi;

4 menghambat pelaku usaha lain untuk memasuki pasar (Barier to entry)

36 Rachmadi Usman, Op.Cit.,hlm.84.

37 Asril Sitompul, Op.Cit., hlm.38.

(33)

posisi dominan ini negara-negara memiliki pendekatan yang berbeda-beda, terdapat negara- negara yang ketentuan persaingannya menjelaskan tindakan – tindakan yang masuk dalam kategori ini dan ada pula negara – negara yang menyerahkan penafsiran tentang tindakan ini semata- mata pada otoritas hukum persaingan.

C. Tinjauan Hukum Dengan Pendekatan Rule of Reason dan Per Se Illegal

1. Pendekatan Rule of Reason (Pendekatan Anti Persaingan Usaha)

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. Dalam pendekatan rule of reason ini, suatu perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha, maka akan dilihat sejauh mana dampak dari perbuatan tersebut, oleh karena itu diperlukan pembuktian lebih lanjut apakah perbuatan tersebut berakibat menghambat persaingan. Suatu perbuatan dalam pendekatan rule of reason, tidak secara otomatis dilarang meskipun perbuatan yang dituduhkan tersebut kenyataannya terbukti telah dilakukan.Dengan demikian dalam pendekatan ini memungkinkan lembaga otoritas persaingan usaha atau pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap undang-undang maupun terhadap pasar.38

38 Supianto, Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Vol.2 No.1.Rechtens 2013,hlm.50.

(34)

Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 memaknai konsep pendekatan rule of reason menggunakan alasan-alasn pembenaran apakah tindakan yang dilakukan walaupun bersifat anti persaingan tetapi mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari pertimbangan sosial, keadilan ataupun efek yang ditimbulkannya serta juga unsur maksud (intent).39 Namun pendekatan rule of reason juga mengandung kelemahan yaitu apabila suatu perjanjian yang berakibat anti persaingan biasanya masih dianggap sah berdasarkan rule of reason, bukan karena perjanjian tersebut secara wajar dianggap sah, namun karena adanya beban pembuktian yang berat dan biaya mahal yang harus ditanggung oleh pihak penggugat, serta penerapan rule of reason merupakan perangkat peradilan meliputi proses litigasi yang akan membutuhkan biaya amat besar.40

Larangan yang bersifat per se illegal adalah bentuk larangan yang tegas dalam rangka memberikan kepastian bagi para pelaku usaha dalam memaknai norma-norma larangan dalam persaingan usaha.16 Larangan-larangan yang diatur secara tegas dan jelas dalam arti bahwa perbuatan-perbuatan yang dilarang tersebut dapat dipastikan akan berakibat buruk kepada persaingan. Pelaku usaha sejak awal telah mengetahui batasan-batasan norma yang dilarang sehingga dalam menjalankan usahanya dapat menghindari perbuatan tersebut. Pendekatan per se illegal adalah menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai 2. Pendekatan Per Se Illegal (Pendekatan Menghambat Persaingan Usaha Tidak Sehat)

39 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit.,hlm.81.

40A.M. Tri Anggraini, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegal atau Rule of Reason. ( Jakarta: Fakultas Hukum Unversitas Indonesia, 2003), hlm.

139.

(35)

ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut41

Dalam ukuran per se illegal maka pihak yang menuduh melakukan pelanggaran hanya harus membuktikan bahwa tindakan itu benar dilakukan tanpa harus membuktikan efek atau akibatnya.Tindakan yang dilakukan itu juga tidak mempunyai pertimbangan bisnis atau ekonomi yang rasional dan dapat dibenarkan, misalnya penetapan harga hanya dengan tujuan untuk mengelakkan persaingan.

, pendekatan dengan per se illegal terlihat melalui pasal yaang sifatnya imperatif dengan interpretasi yang memaksa.

42 Namun pendekatan per se illegal mengandung kelemahan karena biasanya selalu beranggapan kan menghukum setiap perjanjian atau tindakan yang bersifat menghambat perdagangan. Tidak semua perjanjian di antara pesaing merugikan persaingan, karena banyak kegiatan bersama yang mendatangkan manfaat secara kompetitif.Kegiatan-kegiatan ini dapat mendukung efisiensi, mengunrangi resiko, menciptakan produk atau metode distribusi baru yang lebih, atau memperbaiki arus informasi.43

Akuisisi oleh Encyclopedia of banking and finance didefinisikan sebagai a generic term for taking over of one company by nother, dan dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai the act of becoming the owner off certain property D. Akuisisi dalam Hukum Perusahaan (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas)

1. Pengertian Akuisisi

41Rachmadi Usman,Op.Cit., hlm.49.

42 Ningrum Natasya Sirait, Op.Cit., hlm. 80.

43 A.M.Tri Anggraini,Op.Cit., hlm.149.

(36)

the act by which one acquires or purchases the property in anything. Dalam pergertian hukum perusahaan secara umum dapat diterjemahkan sebagai pengambil-alihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya.44 Dalam bahasa inggris istilah akusisi disebut “acquisition” yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain atau secara gamblang yang dimaksud dengan akuisisi (take over) adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.45 Definisi ini sama yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 yang mengartikan akuisisi adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum atau boleh orang perorangan untuk mengambil alih, baik seluruh atau sebagian besar dari saham perseroan terbatas yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.46

Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan baik dengan cara:47

44 Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.50.

45 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 3-5.

46Ibid.

47Ibid.,hlm.51.

1. membeli seluruh maupun sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa

2. melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan

(37)

Sebenarnya, akuisisi merupakan salah satu cara dalam melakukan ekspansi perusahaan, yakni yang disebut dengan ekspansi perusahaan dengan cara eksternal. Di samping itu, masih ada cara ekspansi perusahaan yang lain, yaitu yang berupa ekspansi internal (internal growth). Pada prinsipnya, suatu akuisisi dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh salah satu atau lebih maksud yaitu:48

Dari Latar belakang prinsip akuisisi yang dilakukan tersebut maka proses tersebut yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.Pasal (1) angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), mengatur mengenai definisi pengambilalihan yaitu sebagai berikut:

a. akusisi untuk mengeksploitasi energi b. akuisisi untuk meningkatkan bagian pasar c. akuisisi untuk melindingi pasar

d. akuisisi untuk mengakuisisi produk e. akuisisi untuk memperkuat bisnis inti

f. akuisisi untuk mendapatkan dasar berpijak perusahaan di luar negeri

49

Adapun Pengambilalihan yang dimaksud Pasal (1) angka 11 UUPT, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui direksi perseroan atau dari pemegang saham langsung. Dengan demikian, masing-masing diatur prosedur hukum yang berbeda di dalam UUPT.Dalam hal penelitian ini membahas mengenai akuisisi

"Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Badan Hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut".

48 Munir Fuady, Op.Cit., hlm. 18.

49 Pasal 1 angka (11) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

(38)

saham maka yang dilakukan akuisisi adalah saham perusahaan target. Baik yang dibayar dengan uang tunai, maupun dibayar dengan saham perusahaan yang melakukan akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51%

(lima puluh satu persen). Sebab, jika kurang dari persentase tersebut, perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja. Namun demikian dalam Undang- undang Perseroan Terbatas pasal 103 ayat (2) dengan tegas mengakui akuisisi saham ini, yakni pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham, sehingga pengendalian terhadap perusahaan tersebut juga beralih.50

Adanya perbedaan antara pengklasifikasian akuisisi dengan merger yaitu didalam akuisisi tidak ada perusahaan yang meleburkan diri/membubarkan diri, tetapi dua-duanya tetap ada, walaupun perusahaan yang satu menguasai perusahaan yang lain. Dalam perkembangannya ternyata akuisisi itu sendiri beraneka ragam, dan dapat dipisah- pisahkan dengan mengikuti kriteria yang dipakai, yaitu sebagai berikut:

2. Klasifikasi Akuisisi

51

a. Dilihat dari Segi Jenis Usaha a. Dilihat dari segi jenis usaha b. Dilihat dari segi lokalisasi c. Dilihat dari segi objeknya d. Dilihat dari segi motivasi e. Dilihat dari segi divestitur

Berikut penjelasan masing-masing dari jenis akuisisi tersebut, yaitu sebagai berikut:

50 Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin,2000), hlm.355.

51 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.

101.

(39)

Apabila dilihat dari segi jenis usaha perushaan-perusahan yang terlibat dalam transaksi akuisisi, maka akusisi dapat digolongkan sebagai berikut:52

Jika dilihat dari segi lokalisasi antara perusahaan pengakuisisi dengan perusahaan target, maka akusisi dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Akuisisi Horizontal

Dalam hal ini perusahaan yang diakusisi adalah para pesaingnya, baik pesaing yang meproduksi produk yang sama, atau yang memiliki teritorial pemasaran yang sama. Jelas bahwa tujuan dari akusisi ini adalah untuk memperbesar pangsa pasar atau membunuh pesaing.

(2) Akuisisi Vertikal

Akuisisi vertikal dimaksudkan sebagai akuisisi oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lain yang masih dalam satu mata rantai produksi, yakni suatu perusahaan dalam arus pergerakan produksi dari hulu ke hilir.

(3) Akuisisi Konglomerasi

Yang dimaksud dalam akuisisi ini adalah akuisisi terhadap perusahaan- perusahaan yang tidak terkait baik secara horizontal maupun secara vertikal.

b. Dilihat dari Segi Lokalisasi

53

Akuisisi eksternal merupakan akuisisi yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan, masing- masing dalam grup yang berbeda, atau tidak dalam grup yang sama.

(1) Akuisisi Eksternal

52Ibid, hlm. 99.

53Ibid, hlm.103.

(40)

(2) Akuisisi Internal

Kebalikan dari akuisisi eksternal, maka pada akuisisi internal perusahaan- perusahaan yang melakukan akuisisi masih dalam satu grup usaha. Di Indonesia, akuisisi internal ini banyak terjadi, yakni lewat pembiayaan pasar modal.

(c) Dilihat dari Segi Objeknya

Apabila dilihat dari segi objek dari transaksi akuisisi, maka akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:54

(3) Akuisisi Kombinasi (1) Akuisisi Saham

Dalam hal ini, yang diakuisisi adalah sahamnya perusahaan target.Baik yang dengan uang tunai, maupun dibayar dengan sahamnya perusahaan pengakuisisi atau perusahaan lainnya. Untuk dapat disebut transaksi akuisisi, maka saham yang dibeli tersebut haruslah paling sedikit 51%

(simple majority), atau paling tidak setelah akuisisi tersebut, pihak pengakuisisi memegang saham minimal 51%. Sebab, jika kurang dari persentase tersebut, perusahaan target tidak bisa dikontrol, karenanya yang terjadi hanya jual beli saham biasa saja.

(2) Akuisisi Aset

Terhadap akuisisi ini, maka yang diakuisisi adalah aset perusahaan target dengan atau tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban perusahaan target terhadap pihak ketiga.

54Ibid, hlm.105.

(41)

Dalam hal ini, dilakukan kombinasi antara akuisisi saham dengan akuisisi aset.Misalnya dapat dilakukan akuisisi 50% saham ditambah 50% aset dari perusahaan target. Demikian juga dengan contra prestasinya, dapat saja sebagian dibayar dengan cash, dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengakuisisi atau saham perusahaan lain.

(4) Akuisisi Bertahap

Akuisisi ini tidak dilaksanakan sekaligus misalnya, jika perusahaan target menerbitkan convertable bonds, sementara perusahaan pengakuisisi menjadi pembelinya. Maka dalam hal ini, tahap pertama perusahaan pengakuisisi mendrop dana ke perusahaan target lewat pembelian bonds.

Tahap selanjutnya bonds tersebur ditukar dengan equity, jika kinerja perusahaan target semakin baik. Dengan demikian, hak opsi ada pada pemilik convertible bonds, yang dalam hal ini merupakan perusahaan pengaakuisisi.

(d) Dilihat dri Segi Motivasi

Jika dilihat dari segi motivasi mengapa akuisisi dilakukan, maka akuisisi dapat dibeda-bedakan sebagai berikut:55

Pada akuisisi strategis, latar belakang yang menyebabkan mengapa akuisisi dilakukan adalah untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.Sebab, dengan akuisisi, diharapkan dapat meningkatkan (1) Akuisisi Strategis

55Ibid, hlm.106.

(42)

sinergi usaha, mengurangi risiko, memperluas pangsa pasar, dan meningkatkan efisiensi.

(2) Akuisisi Finansial

Akuisisi ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial semata- mata dalam waktu sesingkat- singkatnya.akuisisi ini bersifat spekulatif, dengan keuntungan yang diharapakan lewat pembelian saham yang murah tetapi dengan income perusahaan target yang tinggi.

(e) Dilihat dari Segi Divestitur

Akuisisi dapat juga dikategorikan dari segi divestitur, yaitu dengan melihat peralihan aset/saham dari perusahaan target kepada perusahaan pengakuisisi.

Untuk itu, akuisisi ini diklasifikasikan sebagai berikut:56

Merupakan usaha-usaha dari pemegang saham mayoritas untuk memaksakan pemegang saham minoritas keluar dari perusahaan, yakni kehilangan statusnya sebagai pemegan saham minoritas.Dalam hubungan (1) Take Over

Take over lebih menekankan pada penguasaan/pengontrolan manajemen dari suatu perusahaan yang diakuisisi. Seringkali take over dibedakan dalam bentuk Take Over bersahabat yang dilakukan dengan cara negoisiasi dan Hostile Take Over yaitu dengan mengrontrol manajemen dan perusahaan, yang dilakukan dengan menggunakan trik-trik bisnis, bahkan secara paksa.

(2) Freezeouts

56Ibid, hlm. 107.

(43)

dengan akuisisi, freezeouts dilakukan setelah mayoritas pemegang saham di perusahaan target dikuasai/dibeli, selanjutnya pemegang saham minoritas dipaksa untuk keluar dari perusahaan target tersebut. Maka dari itu dikenal dengan akuisisi dua tahap dimana pada tahap pertama adalah dengan penguasaan saham mayoritas di perusahaan target dan tahap kedua merupakan paksaan terhadap pemegang saham minoritas keluar dari perusahaan target tersebut.

Banyak teknik- teknik dalam freezeouts yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik tradisional yaitu dengan cara penjualan aset perusahaan, dengan melikuidasi perusahaan serta dengan melakukan merger.

Sedangkan teknik modern dapat dilakukan dengan short form merger atau anak perusahaan melebur ke dalam induk perusahaan, dengan pemecahan saham terbalik yaitu mengubah nilai saham nominal dan yang terakhir squeezouts yaitu membuat pemegang saham mendapatkan kerugian secara finansial dan memuat pemegang saham tersebut keluar dan menjual sahamnya.

3. Pengaturan Mengenai akuisisi Saham

Ketentuan mengenai akuisisi diatur dalam Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105, Pasal 106 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 109 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Selain ketentuan dalam Bab VII tersebut, pengaturan mengenai akuisisi juga dapat ditemui dalam Pasal 79 Undang-Undang Perseroan Terbatas.

Ketentuaan Pasal 105 Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa segala Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang bertujuan untuk

(44)

melaksanakan akuisisi suatu perseroan hanya sah jika keputusan tersebut diambil sesuai ketentuan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang secara tegas menyatakan bahwa setiap Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham wajib diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Sedangkan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa setiap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai pengambilalihan perseroan hanya sah jika Rapat tersebut dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.57

57Gunawan Widjaja, Op.Cit., hlm.67.

Dari pengertian kedua rumusan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76 Undang- Undang Perseroan Terbatas seperti disebutkan diatas dapat dilihat bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Perseroan Terbatas mengharapkan bahwa setiap pengambilalihan perseroan wajib memperoleh persetujuan dari seluruh pemegang saham perseroan. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 mendefinisikan pengambilalihan sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh baadan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh maupun sebagian beasar saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam penjelasan yang diberikan dikatakan bahwa yang dimaksud degan sebagian besar dalam hal ini meliputi lebih dari 50% (lima puluh perseratus) maupun suatu jumlah tertentu yang menunjukkan bahwa junlah tersebut lebih besar daripada kepemilikan saham dari pemegang saham lainnya.

(45)

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa saham-saham yang dapat dialihkan adalah saham yang telah dikeluarkan termasuk saham yaang dibeli kembali oleh perseroan (“treasury stock”), dan sebagai pembayaran atau imbalan, perseroan yang akan mengambilalih dapat memberikan kepada pemegang saham perseroan yang diambilalih berupa:58

Larangan mengenai akuisisi saham yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha termuat dalam Pasal 28 ayat (2) yaitu “Pelaku usaha dilarang melakukan pengaambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.Kegiatan merger dapat menjadi propersaingan, namun juga dapat menjadi antipersaingan apabila tidak ada kontrol dari otoritas persaingan usaha.Keberadaan merger dan akuisisi di dalam dunia usaha seharusnya membawa pengaruh yang cukup positif bagi perusahaan yang gagal dari segi operasional.Namun, pada praktiknya, kegiatan merger banyak disalahgunakan oleh pelaku usaha yang bermaksud untuk mengekspansi pasarnya.Selain itu sering 1. uang

2. bukan uang yang terdiri dari benda (kekayaan lainnya) dan saham yang telah dikeluarkan atau saham baru yang akan dikeluarkan oleh perseroan yang akan mengambilalih atau perseroan lain.

E. Ketentuan Mengenai Akuisisi Saham Dalam Hukum Persaingan Usaha 1. Larangan Melakukan Akuisisi Saham dalam Hukum Persaingan Usaha.

58Rai Widjaja, Op.Cit.,hlm. 354.

(46)

juga timbul benturan antara kepentingan merger denngan alasan efisiensi dan permasalahan persaingan usaha.59 Pelaku usaha kan selalu mempergunakan alasan efisiensi sebagai landasan merger dan otoritas persaingan usaha akan lebih melihat kepada permasalahan persaingan usahanya terlebih dahulu. Pada kondisi di mana terdapat dua atau lebih perusahaan bergabung, maka pangsa pasar kedua perusahaan yang bergabung tersebut akan bergabung tersebut akan bersatu dan membentuk gabungan pangsa pasar yang lebih besar dan inilah yang menjadi fokus dari hukum persaingan.60

Akuisisi saham oleh perusahaan yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah akuisisi yang mengakibatkan semakin meningkatnya konsentrasi penguasaan pasar dan posisi dominan perusahaan tersebut.Kondisi demikian mengarah kepada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Cara menentukan apakah Pengambilalihan saham yang dilakukan perusahaan terafiliasi dapat menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dapat dilihat dari 2 aspek yaitu:

Pertama, apakah perusahaan yang melakukan pengambilalihan merupakan pemegang saham pengendali. Kedua, bagaimanakah hubungan antara induk dan anak perusahaan.

2. Akuisisi Saham yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

61

59Andi Fahmi Lubis dkk, Op.Cit., hlm.283.

60Ibid.

61 Verry Iskandar, Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha. Edisi.5.KPPU 2011,24.

Penguasaan pangsa pasar erat kaitannya dengan posisi dominan.Dalam ajaran Structure Conduct and Performance (SCP), persentase

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil

Tujuan penelitian ini adalah memperkenalkan metoda uji small punch untuk studi awal sifat-sifat mekanik material meliputi kuat luluh, kuat tarik, temperatur transisi ulet ke

Meskipun hak ulayat diatur dalam UUPA, pihak Keraton tidak memilih status hak ulayat sebab melalui hak ulayat Keraton hanya bisa memberikan tanah dalam jangka waktu tertentu

Faktor lainnya yaitu adanya rasa malu dari pasangan suami istri tersebut untuk mengakui bahwa dalam rumah tangganya telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga,

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, kartel adalah apabila pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

Menimbang, bahwa terhadap pembelaan yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukumnya, yang mana sebagimana pertimbangan Majelis Hakim tersebut di atas dimana