• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagaimana diketahui bahwa pada prinsipnya di dalam pelaksanaan jual beli tentu akan melibatkan pihak pembeli dan penjual dan juga bahwa sebelum terjadinya pelaksanaan jual beli tersebut maka terlebih dulu lahir adanya kesepakatan antara pihak (baik pihak pembeli maupun pihak penjual) terhadap obyek yang dijadikan sebagai obyek jual beli tersebut. Maka untuk lebih memahami apakah sebenarnya yang perlu dilihat dalam proses jual beli tersebut, sebaiknya harus kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan jual beli.

Menurut ketentuan Kitab Undng-Undang Hukum Perdata bahwa jual beli itu diartikan suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Untuk mengetahui pengertian perjanjian jual beli ada baiknya dilihat Pasal 1457 KUH Perdata yang menentukan “ jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda

(zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga”.

Dari bunyi Pasal 1457 KUH Perdata di atas maka dapat dikemukakan beberapa hal yaitu :

1. Terdapat dua pihak yang saling mengikatkan dirinya yang masing-

masing mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan jual beli tersebut.

2. Pihak yang satu berhak untuk mendapatkan/menerima pembayaran

dan berkewajiban menyerahkan suatu kebendaan, sedangkan pihak lainnya berhak atas mendapatkan/menerima suatu kebendaan dan berkewajiban menyerahkan suatu pembayaran,

3. Hak bagi pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya,

begitupun sebaliknya, kewajiban bagi pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lainnya,

4. Bila salah satu tidak terpenuhi atau kewajiban tidak dipenuhi oleh

salah satu pihak, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.2

Wirjono Prodjodikoro mengatakan “ jual beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikat diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain berwajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua“.3

Volmar sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaja mengatakan “ jual beli adalah pihak yang satu penjual (verkopen) mengikat diri kepada pihak lainnya pembeli (loper) untuk memindah tangankan suatu benda dalam

eigendom dengan memperoleh pembayaran dari orang yang disebut terakhir,

sejumlah tertentu, berwujud uang “.4

2 ฀ Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 24.

3 ฀

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1991, hal. 17.

4 ฀ Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,

Sedangkan Gunawan dan Kartini mengemukakan jual beli itu ialah perjanjian / persetujuan / kontrak dimana satu pihak (penjual) mengikat diri untuk menyerahkan hak milik atas benda/barang kepada pihak lainnya (pembeli) yang mengikat dirinya untuk membayar harganya berupa uang kepada penjual .5

- Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli,

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUH Perdata di atas, perjanjian jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban :

- Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada

penjualan.

Dari ketentuan di atas sebenarnya dapat kita lihat bahwa perkataan jual beli dimaksud menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop enverkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoop” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli).

Selanjutnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa di dalam pelaksanaan jual beli tersebut tentu ada obyeknya. Oleh karena itu dapat kita perhatikan bahwa barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.

Di samping masalah obyek yang dipersoalkan dalam jual beli tersebut

5 ฀ Ibid., hal. 7

maka perlu juga kita tinjau masalah saat terjadinya jual beli tersebut.

Untuk memudahkan pemahaman kita akan hal itu maka harus kita lihat mengenai unsur-unsur pokok (“essentalia”) perjanjian jual beli yaitu : barang dan harga. Sesuai dengan azas “Konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian, di mana perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.

Untuk lebih jelasnya sehubungan dengan sifat konsensuil dari jual beli tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi : “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.

Dari kriteria di atas maka sebenarnya dapat digambarkan begitulah pengertian jual beli secara umum atau pengertian jual beli semacam ini bisa kita temukan di mana-mana, misalnya di pasar, di toko-toko, di restauran- restauran dan lain-lain.

Menurut Zeylemaker yang dimuat dalam buku ke-4 karangan H.M.N. Purwosutjipto, yang berjudul Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia menyebutkan jual beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau jabatannya melakukan perjanjian jual beli.6

6 ฀ H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Bentuk-Bentuk Perusahaan,

Oleh karena itu jual beli perusahaan adalah perjanjian jual beli yang bersifat khusus. Khususnya terletak dalam beberapa hal, yaitu antara lain :

a. Jual beli perusahaan merupakan suatu perbuatan perusahaan.

b. Para pihak dalam perjanjian, salah satunya atau kedua-duanya pengusaha, yaitu orang atau badan hukum yang menjalankan perusahaan.

c. Barang-barang yang diperjual belikan, biasanya adalah barang-barang

dagangan atau barang-barang yang tidak untuk dipakai sendiri atau untuk kepentingan konsumsi pribadi.

2. Menjual Rugi (Predatory Pricing)

Menjual rugi atau predatori pricing dalam hukum persaingan sampai saat ini masih diperdebatkan secara kontroversial. Perdebatan ini terfokus pada beberapa hal, yaitu tujuan undang-undang, fungsi pendekatan dan perhitungan ekonomi, kemampuan pasar untuk mengontrol proses persaingan dan juga sistem hukum yang harus mampu mendeteksi tindakan yang melanggar, serta berbagai argumentasi lainnya.

Analisis klasik tindakan menjual rugi adalah ketika sebuah perusahaan yang memiliki posisi dominan atau kemampuan keuangan yang kuat menjual produknya di bawah harga produksi dengan tujuan memaksa pesaingnya keluar dari pasar.7

7 ฀

Ningrum Natasya Sirait, Menjual Rugi (Predatory Pricing) Dalam Hukum Persaingan

dan Pengaturannya dalam UU No. 5 /1999, Jurnal Hukum Bisnis Volume 23 No. 1 Tahun 2004,

hal. 72.

Sesudah memenangkan persaingan, perusahaan tersebut

akan menaikkan harganya kembali di atas pasar dan berupaya untuk mengembalikan kerugiannya dengan mendapatkan keuntungan dari harga monopoli (karena pesaingnya sudah keluar dari pasar). Menjual rugi dinyatakan sebagai tindakan yang berdasarkan atas perhitungan efisiensi.

Dalam mekanisme ekonomi pasar, persaingan akan menghasilkan pelaku yang efisien, kualitas yang baik, dan harga yang terjangkau konsumen. Hukum persaingan sendiri ditujukan untuk melindungi proses persaingan dan bukan melindungi pesaing yang kalah dalam proses persaingan. Namun Hukum Persaingan akan membatasi bila ada pelaku pasar yang berupaya mengeksploitasi kekuatan pasar untuk mengusir pesaingnya dari pasar dan sesudahnya akan memiliki kekuatan pasar yang lebih besar lagi. Dengan kata lain pelaksanaan tindakan menjual rugi adalah dengan mengorbankan keuntungan yang tujuannya tidak jelas dan tidak dapat dijelaskan kecuali sebagai strategi mengurangi persaingan dan sesudahnya berupaya kembali mendapatkan keuntungan monopoli dengan menetapkan harga di atas persaingan untuk suatu jangka waktu tertentu sesudah pesaing tersingkir dari pasar.

Dokumen terkait