• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Mengenai Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Hukum merupakan suatu instrumen yang memiliki aturan dengan tujuan untuk memberikan keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum kepada masyarakat. Beberapa pengertian hukum menurut para ahli sebagai berikut :26

1. E. Utrecht :

Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat itu, oleh hukum

26

Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum, kelompok studi hukum dan masyarakat fakultas hukum USU : Medan, 1998, Halaman 7-8.

pelanggaran terhadap petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu.

2. Immanuel Kant

Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti asas tentang kemerdekaan.

3. Prof. Satjipto Rahardjo, SH

Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus di arahkan. Oleh karena itu pertama-tama hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini ini adalah ide mengenai keadilan.

Berdasarkan pendapat para ahli hukum sebagaimana diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa hukum tersebut memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat luas, dan juga hukum memberikan sebuah jaminan untuk melindungui kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Hukum dibuat dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Pada dasarnya apapun bentuk dari hukum tersebut memiliki tujuan untuk menjamin sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Pemerintah yang merupakan perpanjangan tangan dari rakyat, membentuk sebuah peraturan perundang-undangan, yang merupakan produk hukum dan sebagai pelaksana dari ketentuan hukum tersebut. Dalam peraturan perundang-undangan, pemerintah membentuk aturan-aturan, yang bertujuan untuk mengatur setiap perbuatan manusia.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan mampu hidup sendirian, dan pasti akan bersosialisasi dengan masyarakat. Sehingga, sudah menjadi kepastian bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan baik tindakan tersebut bersifat negatif, maupun bersifat positif.

Peraturan perudang-undangan, terkhusus mengenai hukum pidana, mengatur mengenai batasan-batasan dari tindakan tersebut. Terhadap perbuatan hukum yang dianggap negatif oleh masyarakat, peraturan perundang-undangan tersebut juga akan memberikan sebuah sanksi sebagai bentuk pemberian tanggungjawaban yang akan diberikan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut.

Perbuatan yang dianggap negatif oleh masyarakat dan perbuatan yang akan mendapatkan sanksi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan disebut dengan tindak pidana.

Simons menerangkan, bahwa Strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.27

Menurut W.P.J Pompe :

suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan

sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan, bahwa

menurut teori strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana. 28

27 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta : Jakarta, 2002, hal 56.

28

Perbuatan pidana atau tindak pidana, tidak hanya dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang akan mengakibatkan kerugian materil maupun imateril dari orang lain. Sesuai dengan perkembangan zaman, subjek hukum faktanya juga melakukan sebuah perbuatan yang juga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti kerusakan hutan dan lainnya.

Kerusakan hutan memiliki dampak yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, dan juga kerugian bagi negara. Kerusakan hutan pada saat ini telah mencapai kondisi memprihatinkan. Kementerian Kehutanan RI menyatakan laju kerusakan hutan antara tahun 1998-2000 telah mencapai angka 3,8 juta Ha per Tahun. Forest Watch Indonesia (FWI) memperkirakan laju kerusakan hutan antara tahun 2001-2003 telah mencapai angka 4,1 juta Ha per Tahun. Jika dihitung dalam angka 2 juta Ha per Tahun saja, berarti tiap menitnya kerusakan hutan telah mencapai 3 hektare atau sama dengan 6 kali luas lapangan bola. Berdasarkan hasil riset Oseanologi LIPI, kekayaan hayati laut kita pada tahun 2005 tercatat tinggal 5,83 % yang masuk kategori sangat baik, 25 % baik, 26,59 % sedang dan 31 % lainnya mengalami kerusakan.29

Pengaturan mengenai tindak pidana tersebut juga akan selalu mengalami perkembangan, mengikuti apa yang terjadi dalam masyarakat. Maka seharusnya peraturan perundang-undangan juga menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat, agar peraturan-peraturan tersebut dapat mengakomodir kebutuhan yang ada dalam masyarakat.

29 Iskandar, Hukum Kehutanan, Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan Berkelanjutan, Mandar Maju: Bandung, 2015, Halaman 3.

Pemerintah dengan kebijakan legislasi, telah membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan perusakan lingkungan hidup, terkhusus dalam bidang perusakan hutan. Peraturan perundang-undangan mengenai perusakan hutan yang telah di bentuk ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan kerusakan hutan. Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah guna melarang siapa saja yang melakukan perusakan hutan adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

c. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas, tidak hanya memberikan sanksi kepada pelaku perusakan hutan, yang pada dasarnya merupakan salah satu cara pemerintah untuk memberantas perbuatan kerusakan lingkungan, melainkan undang-undang tersebut juga mengatur bagaimana cara pencegahan terjadinya kerusakan hutan tersebut.

Upaya pemberantasan perusakan hutan menurut Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

Sedangkan upaya pencegahan perusakan hutan menurut Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan.

Pada dasarnya, upaya pemberantasan yang dapat disebut juga sebagai upaya represif dan upaya pencegahan yang disebut dengan upaya preventif, memiliki tujuan yang sama. Yaitu suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia.

2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perusakan Hutan

Kejahatan merupakan suatu tindakan yang dianggap negatif oleh masyarakat, dan juga telah melanggar unsur-unsur yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan.

Ada beberapa pengertian kejahatan menurut penggunaannya, antara lain :30 1. Secara praktis (Practice Interpretation)

Pelanggaran atas norma-norma agama,kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat disebut kejahatan.

2. Secara religius (Religious Interpretation)

Pelanggaran atas perintah-perintah Tuhan disebut kejahatan 3. Secara yuridis (Juridical Interpretation)

Yakni suatu perbuatan yang melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP), Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan lain-lain.

30

Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing : Yogyakarta, 2014, Halaman 25-26.

Sedangkan kejahatan adalah perbuatan amoral yang menurut Bonger dijelaskan bahwa :

“pada hakekatnya perbuatan immoril terlihat bahwa ada dua sudut

pandang. Subjektif jika dipandang dari sudut orangnya, adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan; objektif, jika dipandang dari sudut masyarakat, adalah merugikan masyarakat penyelidikan mengenai ini oleh sosiologi khususnya etnologi membuktikan, bahwa immoril berarti:anti sosial dipandang dari sudut masyarakat”.

Kejahatan tersebut memiliki unsur-unsur sifat melawan hukum, baik sifat melawan hukum formil maupun sifat melawan hukum materil. Sifat melawan hukum formil diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi, dan perbuatan tersebut dianggap perbuatan yang melanggar norma-norma berlaku oleh masyarakat. Sedangkan sifat melawan hukum materil merupakan perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan oleh undang-undang.

3. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perusakan Hutan Tindak pidana menurut Simons adalah sebagai berikut :31

“suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”.

Menurut Simons, sifatnya yang melawan hukum seperti dimaksud di atas itu timbul dengan sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari undang-undang hingga pada dasarnya

31

sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain. 32

J.E Jonkers memberikan definisi tindak pidana, sebagai berikut :33

a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu

kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

b. definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian

strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum

(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari tiap peristiwa pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana. Kesengajaan atau kesalahan selalu merupakan unsur dari kejahatan. Berdasarkan hal ini ternyata definisi tindak pidana yang panjang itu terlalu luas dan selain menyebutkan mengenai peristiwa pidana juga menyebutkan tentang pribadi si pembuat. Menurut Jonkers hal ini tidaklah merupakan keberatan yang terlampau besar, karena itu selalu meninjau peristiwa pidana dalam hubungannya dengan si pembuat.

Perusakan hutan merupakan suatu perbuatan yang telah melanggar norma-norma yang berlaku, sehingga perbuatan perusakan hutan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Upaya pencegahan maupun upaya pemberantasan (upaya represif maupun upaya preventif), dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kebijakan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana pada dasarnya merupakan saran untuk melakukan upaya-upaya penegakan hukum.

Istilah kebijakan diambil dari istilah Policy (Inggris) atau Politiek (Belanda). Bertolak dari kedua istilah asing ini, maka istilah kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan berbagai

32 Ibid, Halaman 88.

33

istilah, antara lain penal policy, criminal law policy atau strafrechtspolitiek. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari politik kriminal.

Menurut Prof. Sudarto, Politik Hukum Adalah :34

a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.

b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Sistem Hukum Indonesia yang menganut sistem civil law mengenal dua bentuk kebijakan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Kebijakan yang terdapat dalam sistem hukum Indonesia dibagi dalam bentuk kebijakan penal dan kebijakan non penal.

Kebijakan terhadap pelaku perusakan hutan, juga dapat dilakukan dengan cara penal baik non penal. Bentuk kebijakan penal terkait perbuatan perusakan hutan adalah dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan perusakan hutan, dan adanya sistem peradilan yang dilakukan untuk melakukan penjatuhan pidana kepada pelaku perusakan hutan.

Selain itu, kebijakan non penal juga dapat dilakukan untuk menekan angka perusakan hutan yang ada di Indonesia. Upaya non penal dapat disebut sebagai upaya preventif, yaitu dengan cara mengeluarkan kebijakan oleh pemerintah, memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kehutanan, adanya peran serta masyarakat di dalam nya, dan bekerja sama dengan dunia internasional.

Dokumen terkait