• Tidak ada hasil yang ditemukan

Internasional Union of Official Travel Organization (IUOTO) dalam

Suwena (2010:36) menyebutkan bahwa “wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut :

1. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, dan olah raga.

2. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam dan sedang tidak bekerja atau sedang berlibur untuk memanfaatkan waktu luang seperti berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan, olahraga dan bisnis atau mengunjungi kaum keluarga untuk mendapatkan sesuatu yang lain.

2.5. Tinjauan Tentang Keputusan Menginap

Tahap konsumsi merupakan tahap proses pengambilan keputusan, disinilah seorang konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak produk atau jasa yang ditawarkan. Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak hotel. Basu Swasta dan Handoko (1997:10) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa dan termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

27

Tjiptono (2007:38) menyatakan bahwa keputusan konsumen untuk melakukan pembelian itu sendiri terdiri dari tahapan-tahapan seperti pra pembelian, konsumsi dan evaluasi pasca konsumsi. Untuk itu perusahaan perlu memperhatikan aspek-aspek perilaku konsumen seperti siapa yang akan membeli (who), apa yang akan dibeli (what), mengapa membeli produk atau jasa tersebut

(why), kapan membeli (when), dimana membelinya (where), bagaimana proses

keputusan menginapnya (how), berapa sering menggunakan produk atau jasa (how

often) agar perusahaan dapat mengetahui keinginan konsumen sehingga

konsumen bersedia melakukan pembelian terhadap produk atau jasa tersebut.

Kotler (2004:208) menyebutkan bahwa ada 2 faktor yang dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian, yaitu :

1. Sikap orang lain

Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

2. Faktor situasi

Situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian seperti harga yang tinggi dan pendapatan yang kurang sehingga tidak menjadikan skala prioritas.

Tjiptono (2007:43) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dalam proses keputusan konsumen itu bisa diklasifikasikan kedalam tiga tahap utama yaitu :

28

1. Tahap pra pembelian, meliputi tiga proses yaitu:

Identifikasi kebutuhan, proses pembelian diawali ketika seseorang mendapat rangsangan (pikiran, tindakan, atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Rangsangan mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa tertentu. Seorang konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu produk atau jasa pada situasi shortage (kebutuhan yang timbul karena konsumen tidak memiliki produk atau jasa tertentu) maupun unfulfilled desire (kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa saat ini).

2. Tahap konsumsi/pembelian

Salah satu perbedaan antara pembelian barang dan pembelian jasa adalah menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada barang, tahap pembelian dan konsumsi biasanya terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap pembelian, tahap pemakaian barang biasanya terlepas dari pengaruh langsung para pemasar. Sebaliknya, sebagian besar jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan sehingga perusahaan jasa berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimalkan nilai dari pengalaman konsumsinya sehingga penyedia jasa bisa secara efektif mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi agar konsumen melakukan pembelian ulang terhadap produk jasa. Dalam tahap ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian yaitu:

1) Emosi dan mood

Emosi memiliki intensitas dan nurgensi psikologis (psikologis yang mendesak) yang lebih besar dibandingkan dengan mood. Mood adalah

29

keadaan tindakan sementara menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Sejumlah riset mengidentifikasikan bahwa emosi dan mood bisa

berpengaruh terhadap semua tahap proses pembelian konsumen. Layanan dapat dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam emosi

dan mood berbeda. Untuk itu pelayanan dari penyedia jasa harus optimal

agar mampu mempengaruhi emosi dan mood pelanggan karena ini sangat

berpengaruh terhadap keputusan pelanggan tersebut untuk membeli jasa.

2) Dramaturgi (penyusunan alur menggambarkan drama/teater)

Konsep dramaturgi yang banyak digunakan dalam sosiologi diadopsi oleh Grove, Fisk, & John (2000) ke dalam konteks pemasaran jasa. Mereka menggunakan metafora/kiasan teater untuk menggambarkan dan menganalisis kinerja jasa, ini disebabkan karena baik teater maupun organisasi jasa bertujuan menciptakan dan mempertahankan kesan positif di hadapan para konsumen. Dalam bidang perhotelan para karyawan sebagai aktor yang harus mampu memberikan pelayanan dengan baik, berinteraksi baik dengan konsumen dan melakukan kinerja dengan baik serta didukung suasana menyenangkan, penampilan yang rapi serta fasilitas yang sesuai maka hal ini akan menciptakan pengalaman yang positif bagi konsumen sehingga konsumen mengambil keputusan untuk melakukan pembelian dihotel tersebut, bahkan konsumen juga akan melakukan interaksi yang baik pula dengan bersifat loyal terhadap hotel tersebut.

30 3) Peran (role) dan script theory

Peran (role) adalah serangkaian pola perilaku yang dipelajari melalui pengalaman dan komunikasi, yang akan dilakukan oleh individu tertentu dalam interaksi sosial tertentu dalam rangka mewujudkan efektivitas maksimum dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian peran merupakan kombinasi berbagai macam social cues atau ekspektasi masyarakat yang memandu perilaku dalam konteks spesifik. Berdasarkan

role theory (teori peran),pelanggan dan karyawan memiliki peran

masing-masing dalam setiap service encounter (pengarahan pelayanan). Misalnya peran resepsionis hotel dalam menyapa tamu/ konsumen. Scripts (naskah) adalah struktur kognitif yang memandu transaksi jasa dan merinci alternatif-alternatif yang tersedia bagi para penjaga toko, teller bank, travel

agents, resepsionis hotel, konsultan dan karyawan lain yang berhubungan

langsung dengan pelanggan. Di satu pihak dengan script (naskah) yang terstruktur dapat memudahkan karyawan jasa dalam merespon berbagai macam kebutuhan pelanggan secara tepat. Di lain pihak, script (naskah) yang terlalu kaku menyebabkan kinerja jasa menjadi “mindless” (tidak ada artinya).

4) Controltheory (teori pengendalian)

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan layanan superior adalah memberikan tingkat kendali tertentu kepada pelanggan, supaya mereka merasa yakin atas apa yang mereka lakukan dan beli. Berdasarkan control theory (teori pengendalian), kendali bisa berupa behavioral control (pengendailan sikap) dan cognitive control (pengendalian kognitif/

31

pengetahuan). Behavioral control (pengendalian sikap) memberikan pelanggan kendali aktual atas lingkungannya. dengan kata lain, pelanggan diberikan kemampuan untuk mengendalikan apa yang sedang terjadi. Misalnya hotel meletakkan kotak saran dan kritik dimeja resepsionis agar jika ada komplain dari konsumen dapat tersalurkan karena hal ini juga memberikan tingkat kendali tertentu bagi konsumen atau konsumen hotel diperbolehkan melakukan komplain secara langsung jika terjadi kesalahan

yang dilakukan pihak hotel. Sementara itu, cognitive control

(pengendalian kognitif/pengetahuan) terjadi dimana pelanggan

mempersepsikan bahwa mereka memegang tingkat kendali tertentu atau setidaknya apa yang sedang terjadi pada mereka bisa diperkirakan. Misalnya konsumen diberi informasi bagaimana proses pembayaran jika melebihi waktu check out dengan jelas.

5) Costumer compitability (kemiripan pelanggan)

Peran pelanggan lain yang menerima jasa pada saat bersamaan juga tidak kalah pentingnya dalam menentukan pengalaman jasa keseluruhan pelanggan tertentu. Secara umum, kehadiran perilaku, kemiripan (kompatibilitas) pelanggan lain yang menerima jasa yang sama disaat bersamaan pada kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan tertentu. Pelanggan bisa tidak harmonis (tidak kompatibel) karena sejumlah faktor seperti perbedaan dalam hal keyakinan, nilai-nilai, pengalaman, daya beli, penampilan, usia, kesehatan, dan lain-lain. Konsekuensinya, penyedia jasa wajib mengantisipasi, memahami dan menangani konsumen berbeda yang berpotensi untuk tidak kompatibel (tidak harmonis) satu sama lain.

32

penyedia jasa harus mampu mengantisipasi, memahami, dan melayani konsumen yang berbeda – beda secara adil sehingga konsumen heterogen yang berpotensi tidak kompatibel menjadi kompatibel dan dapat memberikan kenyamanan sehingga memberi pengaruh untuk konsumen menginap kembali.

3. Tahap evaluasi pasca beli

Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi pasca beli akan berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin mengalami disonansi kognitif (keraguan menyangkut ketepatan keputusan menginap). Pemasar biasanya berusaha meminimumkan disonansi kognitif pelanggan dengan berbagai strategi, diantaranya melakukan kontak pasca beli dengan pelanggan, menyediakan garansi dan jaminan, dan memperkuat keputusan pelanggan melalui iklan perusahaan.

Simpulan yang dari tinjauan tentang keputusan menginap di atas adalah: Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan mancanegara untuk menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak Hotel Prama Sanur Beach.

Menurut Kotler (2004:208) dan Tjiptono (2007:43), faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan pembelian adalah:

1. Sikap orang lain (dipengaruhi oleh orang lain untuk menetap/tidak berpindah hotel lain).

2. Faktor situasi (mendapat skala prioritas sehingga tidak berubah pikiran untuk menginap).

33

3. Emosi dan mood (emosi dan mood bisa berpengaruh terhadap semua tahap proses pembelian konsumen. Layanan dapat dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam emosi dan mood berbeda).

4. Dramaturgi (menciptakan dan mempertahankan kesan positif di hadapan para

audensi).

5. Peran (role) dan script theory (pelanggan dan karyawan memiliki peran masing – masing dalam memberikan pelayanan).

6. Control theory (memberdayakan atau memberikan tingkat kendali tertentu

kepada pelanggan dengan memberikan kesempatan dalam memberi saran dan masukan kepada pihak hotel supaya mereka merasa yakin atas apa yang mereka lakukan dan beli).

7. Costumer compatibility (penyedia jasa harus mampu mengantisipasi,

memahami, dan melayani konsumen yang berbeda – beda secara adil sehingga konsumen heterogen yang berpotensi tidak kompatibel (tidak harmonis) menjadi kompatibel (harmonis) dan dapat memberikan kenyamanan sehingga memberi pengaruh untuk konsumen menginap kembali).

Dokumen terkait