• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Mekanisme Koordinasi Stakeholder/Instansi Antar Departemen

Dalam dokumen Laporan Akhir KABUPATEN MALANG Sistem Di (Halaman 71-74)

Masih Merasa Takut Jika Menggunakan LPG

4. Distribusi mudah mudah Langka langka (Sumber : wikimu, 2008)

2.4 Tinjauan Mekanisme Koordinasi Stakeholder/Instansi Antar Departemen

2.4.1 Pola Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah

Sistem desentralisasi telah mengubah pola pembangunan yang sebelumnya lebih banyak ditentukan oleh kebijakan pusat. Saat ini, pemerintah pusat hanya memiliki kontribusi sebesar 40% terhadap keberhasilan pembangunan, sementara sisanya dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan yang luas kepada daerah ini memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyeleraskan pembangunan.

Tuntutan untuk diterapkannya demokratisasi menjadi sesuatu yang wajib dilaksanakan mulai dari pusat kekuasaan sampai ke daerah. Tuntutan tersebut akhirnya sampai pada keinginan untuk mereformasi kelembagaan negara mulai dari pusat sampai ke daerah agar menjadi lebih demokratis sebagaimana keinginan dari paradigma baru dalam kehidupan bernegara.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali telah terjadi berbagai perubahan terhadap komposisi daripada lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dimana keberadaan Lembaga Tertinggi Negara ditiadakan sehingga yang ada hanyalah Lembaga-Lembaga Negara. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen tersebut dikatakan bahwa susunan dan kedudukan dari lembaga-lembaga tersebut akan ditetapkan dalam Undang-Undang tersendiri. Sebagai tindak lanjut daripada ketetapan tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusayawaratan Rakyat (MPR), Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Selain itu karena tuntutan reformasi pula sejak tahun 1999 pemerintah telah pula mengeluarkan kebijakan otonomi daerah dengan dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Dearah yang kemudian diganti dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Keluarnya berbagai kebijakan ini tentunya akan menimbulkan berbagai implikasi. Salah satunya adalah bagaimana koordinasi diantara lembaga-lembaga negara tersebut dan bagaimana koordinasi antara pemerintah pusat dengan unit-unit pemerintahan lokal sebagai suatu organisasi negara.Koordinasi merupakan suatu “usaha yang dilaksanakan untuk menyelaraskan aktifitas antara antar satuan organisasi dan tugas antar pejabat dalam organisasi” (Kaho;1991;221)

Dalam organisasi pemerintahan negara, satuan organisasi tersebut adalah lembaga- lembaga yang berada dalam struktur organisasi negara. Seiring dengan budaya manusia, fungsi dan peran yang dijalankan oleh pemerintah makin lama makin banyak. Kelompok- kelompok kecil manusia berkembang menjadi kelompok yang lebih besar dan tersebar dalam kawasan yang lebih luas.

Berdasarkan tataran ekademik dan empirik suatu negara dengan penduduk yang besar dan wilayah luas akan selalu membentuk organisasi pemerintahan yang besar pula, baik secara horisontal dengan membentuk lembaga-lembaga negara maupun secara vertikal dengan menbentuk unit-unit pemerintahan lokal.

2.4.2 Pola Koordinasi Antar Instansi/Departemen

Beberapa sisi koordinasi antar departemen yang harus ditingkatkan: (Bintoro Tjokroatmodjo):

 Koordinasi antar Departemen mengenai substansi kegiatan usaha yang saling berkaitan.Kegiatan-kegiatan substantif diperlu dilakukan dan oleh unit Departemen/Lembaga. Dalam hal tersebut diusahakan Departemen/Lembaga yang dilihat dari sudut kewenangannya paling besar bertanggung jawab atas penanganan program.

 Tujuan usaha pembangunan tersebut menjadi koordinator. Disini masalah level- otoritas juga menjadi penting, kecuali memperhatikan jadwal waktu penyelesaian kegiatan usaha dari masing-masing unit Departemen/Lernbaga yang menangani agar terselenggara koordinasi dalam waktu singkat.

 Segi koordinasi dalam tingkat pengambilan keputusan yaitu koordinasi pada tingkat pusat, tingkat regional/daerah dan tingkat lokal (pada lokasinya). Keputusan-

keputusan d.ari berbagai tingkat ini perlu konsisten dan memberikan arah dan ped.oman yang jelas pada tingkat ya.ng lebih bawah. Tingkat yang lebih atas bersifat kebijaksanaan-kebijaksanaan dari tingkat yang lebih bawah koordinasi lebih bersifat operasional. Dalam hal ini termaksuk pula koordinasi yang bersifat bimbingan dan koordinasi yang bersifat teknis operasional. Masalah tersebut juga berkaitan dengan masalah kewenangan-kewenangan tingkat pemerintahan tertentu, misalnya hubungan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Koordinasi pada tingkat operasional yang lebih bawah refatif lebih menghadapi masalah, karena kepentingan- kepentingan pada tingkat lokal lebih terasa. Kecuali itu mengalirnya arus secara terkoordinir ketingkat bawahan sering mengalami distorsi. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk penanggul angannya.

 Koordinasi antar Departemen adalah koordinasi dalam proses usaha, yaitu koordinasi pada tingkat perencanaan programming, pelaksana pengendalian dan pengawasanya.Biarpun pada semua tingkatan proses adalah penting, koordinasi pada tingkat perencanaan dan penganggaran seringkali bersifat menentukan. Koordinasi- perencanaan yang baik pada tingkat itu fasilitatif terhadap terselenggaranya koordinasi pada tingkat-tingkat selaniutnva. Koordinasi pada tingkat pelaksanaan operasional memerlukan kejelasan mengenai batasan-batasan ruang lingkup kewenangan masing-masing. Namun demikian jangan terlalu ketat, seharusnya terdapat ruang-ruang untuk penyesuaian-penyesuaian.Koordinasi pengendalian dan pengawasan sering dipakai satu sistem pengendalian, pelaporan dan pengawasan yang dapat dipakai oleh semua. Departemen yang terlibat. Disini diperlukan pengembangan pada semua tingkat proses usaha, tolok ukur pelaksanaan kegiatan dan standar- standar pelaksanaan.

 Koordinasi menghendaki suatu orientasi bahwa tujuan kegiatan usaha masing-masing bersama pembangunan bidang tertentu. Dalam hal ini seringkali terlihat bahwa masalah muncul sehingga tindakan penyelesaian masalah manajerial diperlukan, kecuali pembagian kewenangan atau sistem koordinasi yang jelas. Memang koordinasi dalam arti penyerasian tidak hanya mengandung unsur struktur tetapi juga aspek perilaku dan komunikasi. Mengenai hal-hal tertentu apabila masalah kesamaan tingkat atau pangkat menjadi penghambat komunikasi koordinasi, kebijaksanaan pengarahannya dapat diusahakan dari tingkat kewenangan

Namun demikian tetap suatu pengembangan mekanisme koordinasi adalah daya dongkrak (leverage) bagi terselenggaranya koordinasi yang baik. Mengenai koordinasi antar d epartemen ini perlu terus dipikirkan berbagai variasi mekanisme koordinasi yang telah diusahakan di Indonesia.Selayaknya diperhatikan bahwa pengembangan pola-pola tersebut hendaknya di maksimalkan.Kegiatan usaha pembangunan dalam pola-pola yang terlalu terstruktur. Hal ini akan menghambat pelaksanaan kegiatan usaha-usaha.

Dalam dokumen Laporan Akhir KABUPATEN MALANG Sistem Di (Halaman 71-74)