• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Sirsak (Annona muricata Linn.)

Daun sirsak merupakan bagian dari tanaman sirsak (Annona muricata Linn.).

Daun sirsak memiliki bentuk telur atau lanset dengan ujung runcing, tepi rata,

pangkal meruncing, pertulangan menyirip dan berwarna hijau kekuningan

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991) seperti pada Gambar 2.1. Susunan taksonomi

dari tanaman sirsak adalah sebagai berikut (Sunarjono, 2005):

Divisio : Spermathophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ranales Famili : Annonaceae Genus : Annona

Spesies : Annona muricata Linn.

Gambar 2.1 Daun sirsak (Annona muricata Linn.) (Sunarjono, 2005)

Daun sirsak bermanfaat sebagai antidiare, analgetik, antidisentri, antiasma,

antihelmintik, antikanker (McLaughlin, 2008) dan antioksidan (Zakiah dkk., 2017).

Kandungan fitokimia terbanyak dalam daun sirsak adalah golongan senyawa

yang Allah SWT ciptakan memiliki manfaat yang terkandung didalamnya.

Sebagaimana dijelaskan dalam surat Asy-Syuara:7, Allah SWT berfirman,

يِرَك جْوَز ِلُك ْنِم اَهيِف اَنْ تَ بْ نَأ ْمَك ِضْرلأا َلىِإ اْوَرَ ي َْلََوَأ

۞

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?”(Q.S. Asy-Syu’ara 7).

Berdasarkan ayat di atas, kata يِرَك جْوَز yang berarti “tumbuh-tumbuhan yang

baik” terkandung makna bahwa, tumbuhan yang Allah SWT ciptakan di muka bumi

ini memiliki manfaat bagi kehidupan. Kata يِرَك جْوَز juga dijelaskan dalam kitab tafsir as-Showi bahwa, Allah SWT menciptakan tumbuhan yang beragam jenisnya di

bumi, kemudian dari tumbuhan tersebut Allah SWT memberikan manfaat yang

dapat mendatangkan kebaikan bagi makhluk-Nya (Shihab, 2002). Salah satu jenis

tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia adalah tumbuhan sirsak terutama pada

bagian daunnya.

2.2 Asetogenin

Asetogenin merupakan senyawa yang didapatkan dari hasil isolasi tanaman

Annonaceae (Zeng dkk., 1996). Asetogenin terdiri dari senyawa poliketida dengan

struktur 30-32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada 5-metil-2-furanon.

Struktur asetogenin terdapat gugus furanon yang memiliki aktivitas sitotoksik

(Hermawan dan Laksono, 2013) yang bersifat selektif dalam menghambat

pertumbuhan sel kanker tanpa menyerang sel tubuh yang normal (Redaksi Trubus,

9 O O X OH O OH H3C OH OH

Gambar 2.2 Struktur umum annonaceous asetogenin (Gorman, 2006)

Asetogenin bersifat semi polar, mudah larut dalam pelarut organik (Zeng dkk.,

1996), tidak tahan panas dan dapat mengalami perubahan struktur pada suhu>60˚C

(Handayani dkk., 2016). Struktur umum dari asetogenin pada Gambar 2.2.

Tanaman sirsak telah diidentifikasi mengandung 50 jenis asetogenin. Asetogenin

yang terkandung dalam daun sirsak terdapat 18 jenis (Zeng dkk., 1996). Beberapa

jenis asetogenin yang terkandung dalam daun sirsak dirangkum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis asetogenin dalam daun sirsak (Alali dkk., 1999)

No. Nama Rumus Molekul Berat Molekul

1 Annonacin C35H64O7 597 2 cis-Annonacin C35H64O7 597 3 Annomuricin A C35H64O8 612 4 Annomuricin B C35H64O8 612 5 Annomuricin C C35H64O8 612 6 Annomuricin E C35H64O8 612 7 2,4-cis-Annomuricin-D-one C35H64O8 612 8 2,4-trans-Annomuricin-D-one C35H64O8 612 9 Annopentocin A C35H64O8 612 10 Annopentocin B C35H64O8 612 11 Annopentocin C C35H64O8 612 12 Muricapentocin C35H64O8 612 13 Muricatocin A C35H64O8 612 14 Muricatocin B C35H64O8 612 15 Muricatocin C C35H64O8 612 16 Annohexocin C35H64O9 628 17 Murihexocin C37H68O7 628

Adanya asetogenin dalam daun sirsak telah dibuktikan oleh beberapa

penelitian. Pradana dkk. (2015) menyebutkan bahwa hasil uji Kedde menunjukkan

FTIR yang menunjukkan adanya lakton tidak jenuh dari sampel tersebut. Hasil

penelitian Swari (2012) menyatakan bahwa fraksi metanol ekstrak etanol daun

sirsak mengandung senyawa asetogenin dari hasil spektra FTIR dengan adanya

serapan dari gugus lakton tidak jenuh. Selain itu, Mulia dkk. (2015)

mengidentifikasi asetogenin dalam fraksi etil asetat ekstrak etanol daun sirsak

menggunakan LC-MS yang menghasilkan nilai serapan m/z sebesar 597,23 dengan

waktu retensi lebih dari 25 menit.

Ekstrak daun sirsak hasil ekstraksi maserasi secara in-vitro berpotensi sebagai

antikanker payudara T47D (Rachmani dkk., 2012). Penelitian tersebut

menghasilkan nilai IC50 sebesar 17,1 g/mL. Aktivitas antikanker ini tidak berbeda nyata dengan standar obat tamoxifen dengan nilai IC50 sebesar 13,41 g/mL (Muhartono dan Subeki, 2015). Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan

ekstrak daun sirsak memiliki aktivitas yang hampir sama dengan obat kemoterapi.

2.3 Ekstraksi Metode Ultrasonik

Ekstraksi dengan menggunakan metode ultrasonik bertujuan untuk

mendapatkan senyawa organik pada tanaman dengan memanfaatkan gelombang

utrasonik. Frekuensi gelombang ultrasonik yaitu antara 20-500 kHz (Jambrak,

2012). Ekstraksi dengan cara merambatkan energi dari gelombang ultrasonik

mealui media perambatan berupa cairan akan menimbulkan efek kavitasi yang

dapat mengekstrak senyawa ke dalam pelarut (Winata dan Yunianta, 2015).

Ekstraksi ultrasonik menunjukkan efisiensi dalam penggunaan pelarut yang

relatif sedikit dan waktu yang lebih cepat. Penggunaan ekstraksi ultrasonik dapat

11

meningkatkan rendemen (Jambrak, 2012). Safdar dkk. (2017) ekstraksi ultrasonik

kulit jeruk mandarin kinnow 30 kali lebih cepat daripada ekstraksi maserasi, dengan

hasil rendemen ultrasonik sebesar 19,24% dan maserasi memberikan rendemen

sebesar 18,46%. Cameron dan Wang (2006) membandingkan metode ekstraksi

ultrasonik selama 2 menit dengan ekstraksi yang dibantu dengan pemanasan air

selama 60 menit, dengan parameter keberhasilan dari nilai rendemen berturut-turut

sebesar 55,2-67,8% dengan ultrasonik dan 53,4% dengan bantuan pemanasan air.

Penggunaan ekstraksi ultrasonik dapat mempengaruhi hasil uji aktivitas

antikanker selain dari nilai rendemen. Khacha-ananda dkk. (2013) menghasilkan

nilai IC50 ekstrak propolis terhadap antikanker paru-paru A549 sebesar 104,5 g/mL dengan maserasi dan 93,96 g/mL dengan ultrasonik. Selain itu, sampel propolis diuji aktivitas antikanker serviks pada sel HeLa dengan nilai IC50 sebesar

80,96 g/mL melalui ekstraksi maserasi, dan nilai IC50 sebesar 58,77 g/mL melalui ekstraksi ultrasonik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode

ekstraksi ultrasonik menghasilkan nilai IC50 yang lebih baik jika dibandingan

dengan metode maserasi.

Pemilihan pelarut yang digunakan juga berpengaruh dalam memberikan

efektifitas yang tinggi terhadap porses ekstraksi. Pemilihan pelarut ekstraksi

berdasarkan kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tersebut. Menurut Jannah dkk.

(2017), pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi senyawa daun sirsak

merupakan pelarut polar atau semi polar yang bersifat universal sehingga

diharapkan dapat menarik metabolit sekunder yang bersifat polar hingga semi polar.

sebesar 37,87%. Puriyanti (2018) menyebutkan hasil rendemen ekstrak etanol daun

sirsak sebesar 33,98% dan ekstrak etil asetat dengan rendemen sebesar 16,75%.

2.4 Uji Aktivitas Antikanker secara In-vitro dengan Metode MTT

Penelitian ini menggunakan metode MTT (Methylthiazol Tetrazolium).

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan aktivitas antikanker dari suatu sampel

pada kultur sel yang digunakan. Prinsip uji MTT adalah reaksi reduksi oksidasi di

dalam sel. Garam MTT akan direduksi oleh enzim reduktase suksinat tetrazolium

menjadi kristal formazan seperti pada Gambar 2.3.

NADH + H MTT (Kuning) N N NH N S N CH3 CH3 N N N N S N CH3 CH3 Formazan (Ungu) NAD + HBr Br

Gambar 2.3Reaksi reduksi MTT menjadi formazan (Sukhramani dkk., 2011)

Garam MTT yang berwarna kuning akan berubah menjadi warna biru

keunguan yang menunjukkan terbentuknya kristal formazan. Absorbansi kristal

formazan dapat diketahui dengan menggunakan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) reader pada panjang gelombang antara 500-600 nm. Semakin

besar intensitas warna biru keunguan, maka jumlah sel hidup semakin banyak

(Mosmann, 1983).

Beberapa penelitian tentang aktivitas antikanker payudara T47D menggunakan

13

daun sirsak menghasilkan nilai IC50 sebesar 92,821 µg/mL. Lilbaiq (2017) dengan

sampel berupa ekstrak etanol daun sirsak yang diembankan pada zeolite NaX

menghasilkan nilai IC50 sebesar 83,6 µg/mL. Aulianshah dkk. (2012) dan Rachmani

dkk. (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak memberikan nilai IC50

berturut-turut sebesar 31,14 dan 17,1 µg/mL.

Metode MTT memiliki beberapa kelebihan, antara lain relatif cepat, sensitif,

akurat, dan dapat digunakan untuk sampel dalam jumlah besar (Basmal dkk., 2009).

Hasil dari uji MTT menghasilkan nilai IC50 yang digunakan sebagai parameter

dalam menunjukkan konsentrasi sampel dalam menghambat pertumbuhan sel

sebanyak 50%. Selain itu, nilai IC50 dapat menunjukkan suatu senyawa memiliki

sifat toksik terhadap sel. Semakin besar nilai IC50 menunjukkan bahwa potensi

suatu senyawa yang semakin tidak toksik (Miyata dkk., 1999). Menurut Kuete dan

Efferth (2015), suatu bahan yang memiliki nilai IC50<50 µg/mL memiliki sifat

sitotoksik yang kuat, sifat sitotoksik moderat jika 50 µg/mL <IC50< 200 µg/mL,

200 µg/mL < IC50< 1000 µg/mL bersifat sitotoksik lemah dan tidak toksik pada

nilai IC50> 1000 µg/mL.

Sel kanker payudara T47D merupakan sel yang diperoleh dari jaringan

payudara wanita yang terkena ductal carcinoma. Sel T47D dapat tumbuh di media

RPMI (Roswell Park Memorial Institute) (ATCC, 2008). Kelebihan dari T47D

adalah dapat ditumbuhkan pada suhu 37˚C, dapat tumbuh secara kontinu,

menempel pada dasar cawan, memiliki homogenitas yang tinggi, penanganan

mudah, dan memiliki kemampuan pertumbuhannya sangat cepat. Sel T47D ini

mudah diganti dengan dengan sel baru yang telah dibekukan jika terjadi

2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji KLT (kromatografi lapis tipis) digunakan untuk menguji adanya asetogenin

dalam ekstrak daun sirsak dengan menggunakan reagen vanillin. Asetogenin dapat

diidentifikasi dengan menggunakan reagen vanilin-asam sulfat karena memiliki

gugus lakton tidak jenuh. Reagen akan berinteraksi dengan gugus karbonil dari

asetogenin (Ranisaharivony dkk., 2015).

Beberapa penelitian menggunakan eluen yang berupa campuran pelarut

metanol:diklorommetana yang bersifat semi polar ke nonpolar. Asetogenin bersifat

lipofilik, sifat tersebut menunjukkan bahwa asetogenin lebih menyukai lemak dan

pelarut organik daripada air (Ranisaharivony dkk., 2015). Pradana dkk. (2015)

memisahkan asetogenin dengan eluen metanol:diklorometana (4,5:0,5) yang

dibantu dengan reagen Kedde dan dihasilkan noda merah muda pucat yang

menandakan bahwa fraksi metanol ekstrak etanol daun sirsak mengandung

asetogenin. Hasil tersebut didukung dengan data FTIR yang menyebutkan adanya

serapan dari gugus lakton.

Ranisaharivony dkk. (2015) melakukan penelitian dengan menggunakan

sampel berupa ekstrak etanol biji sirsak dengan eluen etanol:diklorometana (1:19).

Penelitian tersebut, menghasilkan nilai Rf asetogenin sebesar 0,23; 0,27 dan 0,34

yang dibantu dengan reagen vanillin. Mukharomah (2019) melakukan pemisahan

asetogenin dari ekstrak etanol daun sirsak dengan menggunakan eluen

etanol:diklorometana (1:9) menghasilkan nilai Rf sebesar 0,4625; 0,475 dan 0,725

dengan menggunakan reagen vanillin.

Identifikasi yang digunakan dalam proses pemisahan senyawa melalui metode

15

yang diperoleh hanya berlaku untuk campuran pelarut tertentu dan reagen yang

digunakan (Sastrohamidjojo, 2007). Nilai Rf asetogenin dengan menggunakan

eluen metanol:diklorometana memiliki rentang dari 0,2 sampai 0,7 (Rupprecht

dkk., 1990).

2.6 Identifikasi Asetogenin dengan LC-MS/MS

Identifikasi dengan menggunakan LC-MS/MS berfungsi untuk mendukung

hasil yang telah didapatkan pada proses KLT. LC-MS/MS merupakan metode

pemisahaan dengan kromatografi cair (HPLC) dan deteksi berat molekul dengan

spektrometri massa (Grebe dan Singh, 2011). Spektroskopi massa berupa

spektrometer massa yang dapat menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif seperti

mengidentifikasi senyawa yang belum diketahui, menentukan struktur dari suatu

senyawa melalui pola fragmentasinya dan menghitung berapa banyak senyawa

dalam sampel. Spektrometer massa (MS) bekerja berdasarkan molekul pengion,

mengidentifikasi ion-ion yang dihasilkan menurut m/z.

Proses identifikasi asetogenin menggunakan LC-MS/MS yang dilengkapi

dengan electrospray ionization (ESI) mode positif sebagai sumber ionisasi

(Bonneau dkk., 2017). ESI akan menghasilkan ion [M+H]+ dan [M+Na]+. ESI

mampu menganalisis molekul besar seperti protein, polimer dan karbohidrat.

Menurut Gu dkk. (1997), metode ESI dapat meningkatkan sensitivitas LC-MS/MS

dan menurunkan jumlah sampel yang diperlukan dalam analisis struktural.

Kolom yang digunakan adalah C18 (2,0x50 mm, 3,0 µm) dengan fase gerak

berupa A (0,1% asam format dalam air) dan B (0,1% asam format dalam

dkk., 2018). Keuntungan sistem gradien adalah dapat memisahkan beberapa

komponen senyawa kimia dengan dengan sifat kepolaran yang berbeda (Feng dkk.,

2014), meningkatkan sensitivitas proses pemisahan, meningkatkan efisiensi waktu

analisis (Putra, 2004) dan meningkatkan resolusi pemisahan (Ariani dkk., 2015).

Hasil penelitian Mulia dkk. (2015) pada waktu retensi lebih dari 25 menit

didapatkan beberapa puncak dari kromatogram, dengan ion yang dominan

sebanyak 60% pada m/z sebesar 597,23 mengindikasikan ion molekular [M+H]+

yang diduga sebagai senyawa annonacin yang memeliki nilai m/z sebesar 596,88.

Penelitian Gu dkk. (1997) pada Rollinia mucosa didapat hasil identifikasi ion

asetogenin dengan menggunakan LC-MS/MS dengan waktu retensi 37-43 menit.

Kim dkk. (2018) menyatakan bahwa dalam daun sirsak terdapat senyawa

asetogenin yang dibuktikan dari pola fragmentasi yang didapat yaitu [M-112u+Na]+

yang menunjukkan hilangnya gugus lakton tidak jenuh dan [M-xH2O+H]+ yang

menunjukkan hilangnya gugus hidroksil. Puncak dominan yang didapatkan pada

m/z sebesar 597,4695 yang menunjukkan adanya senyawa C35H64O7 yang

merupakan senyawa annonacin.

Yiallouris dkk. (2018) penelitian pada ekstrak etanol daun dan biji sirsak

dengan menggunakan LC-MS menghasilkan puncak ion annonacin pada waktu

retensi 11,9 menit dengan nilai m/z sebesar 597,63 dengan puncak tambahan pada

m/z 619,59; 579,64 dan 561,59. Menurut Bonneau dkk. (2016), hasil LC-MS/MS

dari annonacin menunjukkan adanya ion [M+Na]+ dengan nilai m/z sebesar 619,4

yang diindikasikan penyebab hilangnya gugus lakton tidak jenuh. Ion tersebut lebih

banyak jika daripada ion [M+H]+ dengan m/z sebesar 597,4. Menurut

17

ion [M+Na]+, [M+H]+, [MH-H2O]+, [MH-2H2O]+, [MH-3H2O]+ dan [MH-4H2O]+

18

Dokumen terkait