BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4 Uji Aktivitas Antikanker secara In-vitro dengan Metode MTT
Ekstrak daun sirsak masing-masing diuji aktivitas antikanker secara in-vitro
menggunakan sel T47D dengan metode MTT. Sifat sitotoksik dari ekstrak daun
sirsak dalam menghambat dan membunuh sel kanker payudara T47D dapat
diketahui melalui uji aktivitas antikanker. Tahap pengujian aktivitas antikanker
terdiri dai penyiapan sel kanker, panen sel, perhitungan sel, uji toksisitas, pemberian
reagen MTT dan pembacaan asorbansi.
Penyiapan sel kanker merupakan proses dihidupkan kembali sel kanker
33
(media kompleks) pada cawan petri hingga konfluen 80%. Nutrisi yang dibutuhkan
oleh sel kanker untuk tumbuh berasal dari MK. MK yang digunakan mengandung
penicilin streptomycin 2% yang berfungsi sebagai antibakteri, fungizone 0,5%
sebagai obat antijamur, FBS (Fetal Bovine Serume) 10% sebagai suplemen
pertumbuhan sel dan RPMI merupakan media yang baik untuk menumbuhkan sel
kanker payudara T47D (Rosenberg, 1981).
Sel yang telah konfluen kemudian dilakukan panen sel. Tahapan panen sel
adalah membuang MK dan dilakukan penambahan PBS (Phosphate Buffer Saline)
yang bertujuan agar tidak ada sisa MK di dalam sel, hal ini dikarenakan untuk
memaksimalkan kerja dari tripsin. Proses selanjutnya adalah pelepasan ikatan antar
sel dan ikatan sel dengan matriks tanpa merusak sel itu sendiri menggunakan
tripsin-EDTA.
Perhitungan sel dilakukan dengan bantuan hemacytometer dan mikroskop
inverted. Perhitungan sel kanker hidup sebanyak 86,25 x 104 sel/mL yang dapat dilihat di Lampiran 6.1. Perhitungan untuk sel yang akan diletakkan pada plate
didapatkan sebesar 1,16 mL sesuai dengan rumus pada Lampiran 6.2. Selanjutnya,
sel tersebut ditambahkan media RPMI sampai volume total 10 mL. Karena setiap
sumuran pada plate 96 well ini berisi 10.000 sel dalam 100 µL.
Konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan dalam uji poliferasi sel yaitu
1000; 500; 250; 125; 62,5; 31,25 dan 15,63 µg/mL. Proses pemberian larutan MTT
(microtetrazolium) berfungsi sebagai pemberi tanda pada sel hidup dengan
terbentuknya kristal formazan. Proses terbentuknya formazan diawali dengan
penyerapan MTT oleh sel kanker payudara T47D dan masuk ke dalam sistem
pembukaan cincin seperti pada Gambar 2.3 melibatkan enzim reduktase suksinat
tetrazolium dalam sel hidup. Reaksi reduksi seluler ini membutuhkan kofaktor
NADH yang dihasilkan oleh sel hidup, sehingga jumlah kristal formazan yang
terbentuk akan sebanding dengan jumlah sel hidup (Moektiwardoyo dkk., 2018).
Morfologi sel yang telah di lakukan uji toksisitas dan ditambah larutan MTT
diamati di bawah mikroskop inverted pada Gambar 4.3 dan gambar pada Lampiran
8.4.
Gambar 4.3 Morfologi sel T47D setelah dilakukan uji toksisitas (a) kontrol sel; (b) kontrol pelarut DMSO konsentrasi 1000 µg/mL; (c) kontrol obat doxorubicin konsentrasi 100 µg/mL; (d) sel + ekstrak metanol daun sirsak konsentrasi 1000 µg/mL; (e) sel + esktrak etanol daun sirsak 1000 µg/mL; (f) sel + ekstrak etil asetat daun sirsak 1000 µg/mL.
Berdasarkan Gambar 4.3 (a) kontrol sel menunjukkan bahwa sel kanker hidup
ditandai dengan banyaknya jarum-jarum yang menunjukkan terbentuknya kristal
formazan. Penggunaan pelarut DMSO tidak menghasilkan aktivitas antikanker
yang ditandai dengan tidak adanya perubahan kristal formazan pada Gambar 4.3
a b c
35
(b). Disisi lain, Gambar 4.3 (c) kontrol obat doxorubicin konsentrasi 100 µg/mL
mampu membunuh sel kanker payudara T47D yang ditandai dengan tidak adanya
kristal formazan pada sel. Gambar 4.3 (d-f) merupakan sel kanker yang diberikan
sampel ekstrak daun sirsak dengan konsentrasi 1000 µg/mL menunjukkan bahwa
sampel dapat membunuh sel kanker payudara. Namun, masih ditemukan adanya
kristal formazan dalam sel berbeda dengan kontrol obat yang tidak terdapat kristal
formazan.
Reaksi antara MTT dan sel kanker payudara T47D dapat diberhentikan dengan
menambahkan SDS 10% sebagai reagen stopper yang berfungsi sebagai
penghambat pembentukan kristal formazan sebelum dianalisis (Aillah, 2015) dan
melisiskan membran sel (Murtiyaningsih, 2017). Membran sel yang telah lisis
memudahkan kristal formazan keluar dari sel dan larut dalam SDS. Nilai IC50 dari
masing-masing sampel yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nilai IC50 uji aktivitas antikanker
Sampel IC50 (µg/mL)
Ekstrak metanol daun sirsak 353,486
Ekstrak etanol daun sirsak 381,478
Ekstrak etil asetat daun sirsak 105,994
Berdasarkan Tabel 4.3 ekstrak etil asetat daun sirsak memiliki nilai IC50 yang
rendah terhadap sel kanker payudara T47D yaitu sebesar 105,994 µg/mL. Aktivitas
antikanker tersebut dimungkinkan karena adanya senyawa asetogenin yang terdapat
dalam pelarut etil asetat. Hal tersebut didukung dengan spektrum hasil LC-MS/MS
pada Tahap 4.6 yang menunjukkan adanya dua puncak senyawa asetogenin pada
Moghadamtousi (2016) menyebutkan bahwa senyawa annonacin ditemukan
pada biji, daun dan pericarp sirsak. Annonacin dapat digunakan sebagai
moluskisida dan berfungsi sebagai inhibitor dari mitokondria kompleks I. Senyawa
annomuricin pada daun dan pericarp sirsak bersifat toksik terhadap larva udang, sel
HT-29 (sel kanker kolon), MCF-7 (sel kanker payudara) dan A549 (sel kanker
paru).
Asetogenin dapat membedakan antara sel normal dan sel kanker oleh karena
itu, asetogenin bekerja secara selektif dalam menghambat atau membunuh sel
kanker. Cara asetogenin dalam membedakan sel kanker dengan sel normal
berdasarkan kebutuhan ATP (adenosine triphosphate) dari sel tersebut. Sel kanker
tumbuh lebih cepat daripada sel normal sehingga membutuhkan ATP dalam jumlah
yang lebih banyak (Redaksi Trubus, 2012).
Asetogenin akan masuk ke dalam sel kanker dan menempel di dinding bagian
dalam mitokondria. Mitokondria merupakan organel sel yang berfungsi sebagai
tempat penghasil ATP bagi sel. Asetogenin berperan dalam menghambat produksi
ATP dalam sel kanker yang dapat mengakibatkan suplai energi untuk sel kanker
menjadi terhambat. Sel kanker yang kekurangan ATP akan lemah dan akhirnya
mati (Alali dkk., 1999).
4.5 Pemisahan Senyawa Asetogenin dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Sampel ekstrak etil asetat daun sirsak digunakan dalam proses pemisahan
senyawa asetogenin menggunakan metode KLTP. Eluen terbaik yang digunakan
pada proses KLTP adalah metanol:diklorometana (0,5:4,5). Pemisahan
37
Tabel 4.4 Hasil KLTP ekstrak etil asetat daun sirsak
Noda Nilai Rf Warna noda Warna spot di bawah lampu UV366
*Rf referensi
1 0,250 Tidak berwarna Biru -
2 0,281 Tidak berwarna Merah muda -
3 0,325 Hijau kebiruan Merah keoranyean +
4 0,387 Abu-abu Merah muda -
5 0,347 Kuning Merah keoranyean -
6 0,450 Hijau Merah -
7 0,475 Abu-abu Merah muda -
8 0,612 Kuning Hitam -
9 0,850 Tidak berwarna Biru -
10 0,887 Tidak berwarna Merah muda -
11 0,931 Hijau Merah -
12 0,962 Kuning Merah muda -
*Rupprecht dkk., (1990)
Keterangan: (+) mengandung senyawa asetogenin (-) tidak mengandung senyawa asetogenin
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada noda ke-3 diduga
mengandung senyawa asetogenin dengan nilai Rf sebesar 0,325 dengan warna hijau
kebiruan pada sinar tampak dan berwarna oranye di bawah sinar UV366. Hal ini
sesuai dengan Rupprecht dkk. (1990) bahwa Rf dengan rentang nilai 0,2-0,7
menandakan adanya senyawa acetogenin pada daun sirsak dan ketika direaksikan
dengan reagen vanilin-asam sulfat yang ditandai dengan adanya perubahan warna
noda menjadi oranye.