• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ikterus Neonatorum

2.1.1 Definisi Ikterus Neonatorum

Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirect (unconjugated) dan kadar bilirubin direk. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia (Markum H, 2005).

Ikterus neonatorum ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologi dan ikterus patologi. (Hidayat, 2008)

Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadi ikterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai

gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia. (Manuaba, 2010)

2.1.2 Insiden Ikterus Neonatorum

Ikterus biasanya akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Kejadian ikterus 50% terdapat pada bayi cukup bulan (aterm) dan sekitar 75% - 80% terdapat pada bayi kurang bulan (preterm) (Winkjosastro, 2007).

Pada neonatus ikterus dapat bersifat fisiologis ataupun patologis.Ikterus fisiologis tampak kira-kira 48 jam setelah kelahiran dan biasanyamenetap dalam 10 – 12 hari. Ikterus yang tampak lebih awal bersifat menetapatau berkaitan dengan kadar bilirubin yang tinggi. Ikterus ini memilikisejumlah penyebab patologis, meliputi peningkatan hemolisis, gangguanmetabolik, endokrin, infeksi, serta ensefalopati bilirubin. Ensefalopatibilirubin terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dindingsel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebulum yang dapatmenyebabkan kematian sel, dimana bila tidak segera ditangani dapatmengakibatkan kematian (Franser, 2009: 836).

2.1.3 Klasifikasi

2.1.3.1 Ikterus Fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga. Kadar billirubinnya tidak melewati kadar yang membahayakan.

Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.

Ikterus dikatakan Fisiologis bila :

1. Timbul pada hari kedua sampai ketiga.

2. Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada neonatus kurang bulan.

3. Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari.

4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik (kern – ikterus)

6. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (Ngastiyah, 2005) 2.1.3.2 Ikterus Patologis

Ikterus Patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.

Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan patologis bila : 1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

3. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. 4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. 5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. 2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko

2.1.4.1 Etiologi

Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh beberapa faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :

1. Produksi yang berlebihan

ibu - bayi tidak sesuai

2. Gangguan konjugasi hepar

3. Gangguan transportasi

4. Gangguan ekresi

2.1.4.2 Faktor Resiko Ikterus

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut Moeslichan (2004) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini : 1. Faktor Maternal

1)Ras atau kelompok etnik tertentu.

2) Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkompabilitas ABO, Rh) 3) Penggunakan oksitosin dalam larutan hipotonik.

4) ASI

5) Mengonsumsi jamu-jamuan 2. Faktor perinatal

1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) dan Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

Pada bayi yang mengalami trauma lahir atau infeksi bisa menyebabkan hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf pusat sehingga bilirubin mudah masuk ke dalam sawar

darah otak yang akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek.

3. Faktor neonatus 1) Prematuritas

Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan yang kurang bulan bisa menyebabkan bayi mengalami hipoksia, hipoglikemi, dan kelainan susunan syaraf pusat sehingga bilirubin mudah masuk ke dalam sawar darah otak yang akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin indirek.

2) Faktor genetik

3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol) 4) Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)

Hal ini disebabkan karena kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan tidak boleh diberi air putih atau air gula dan perlu tindakan sebagai berikut :

 Berikan kolostru karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.  Bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali

dalam sehari

 Jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.

 Monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat BAK bayi dan BAB bayi.

5) Hipoglikemia 6) Hiperbilirubinemia

Faktor yang berhubungan dengan ikterus menurut Prawihardjo (2005) : 1. Usia Ibu

2. Tingkat pendidikan

3. Tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi ikterus 4. Riwayat kesehatan Ibu

5. Masa gestasi 6. Jenis persalinan

Dalam persalinan dengan operasi kejadian asfiksia, trauma, dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan persalinan operasi, resiko

distress pernafasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan operasi juga tidak memperoleh bakteri – bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh. Sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan dengan operasi jarang menyusui langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada neonatus.

7. Inkomtabilitas Rhesus 8. Inkompabilitas ABO 9. Berat badan lahir 10. Asfiksia

11. Prematur 12. APGAR score 13. Asupan ASI

2.1.5 Tanda dan gejala

2.1.5.1 Tanda

Tanda yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu : a. Letargis (lemas)

b. Kejang

c. Tidak mau menghisap d. Pembesaran pada hati

e. Tampak ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa. f. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap. 2.1.5.2 Gejala

Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi

1. Gejala akut :

gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

2. Gejala kronik :

tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa

paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).

Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.

b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.

c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.

2.1.6 Penilaian

Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung Lestari, 2009) :

No Luas Ikterus Kadar Billirubin

(mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 dan bagian atas 9

3 Daerah 1,2 - badan bagian bawah serta tungkai

11

4 Daerah 1.2.3, lengan kaki bawah lutut 12 5 Daerah 1,2,3,4 dan kaki serta tangan 16

2.1.7 Pemeriksaan diagnostik 1 Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan prematur kadar billirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari brown AK dalam text books of pediatric 1996 : ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilibirum yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl/ hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl. Maisetes 1994 dalam Whaley dan wong 1999 : Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl.

2. Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu. 3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia billary.

2.1.8 Penatalaksanaan Ikterus

Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin dan memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Tujuan pengobatan

adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin indirect dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan dilakukan transfusi tukar dan atau fisioterapi. Resiko cidera susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan masing-masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh karena fototerapi membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka tindakan ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin tidak lebih dari 10 mg%.

1. Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain yaitu :

a. Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil

b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi. c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang

sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

d. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui. 2. Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus

Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala dan diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan 1) Kadar bilirubin serum berkala

2) Darah tepi lengkap

3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa

4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.

b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan.

1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi .

2) Periksa kadar bilirubin berkala.

3) Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya. c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.

Pemeriksaan yang dilakukan :

1) Pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala 2) Pemeriksaan darah tepi

3) Pemeriksaan penyaring G6PD

4) Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi 3. Ragam Terapi

Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada.

a) Terapi Sinar (fototerapi)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah laurt dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara parallel. Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian

retinanya, begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.

b) Terapi transfusi

Jika setelah menjalani fototerapi tidak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motoric dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfuse bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses transfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

c) Terapi obat-obatan

Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah jadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk

mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil bisa ditangani.

d) Menyusui Bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.

e) Terapi Sinar Matahari

Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan anatara jam 07.00 sampai 09.00 pagi. Inillah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Dibawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam Sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan

merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling, keadaan udara harus bersih.

Dokumen terkait