• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan Makanan

Menurut Moehyi (1992), makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, oleh karena itu penyelenggaraan merupakan suatu keharusan, baik di lingkungan keluarga maupun di luar lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan di luar lingkungan keluarga diperlukan oleh sekelompok konsumen karena berbagai hal tidak dapat makan bersama dengan keluarganya di rumah. Penyelenggaraan makanan bagi sekelompok konsumen yang bukan merupakan satu keluarga, tetapi merupakan satu kesatuan dikenal dengan istilah penyelenggaraan makanan kelompok.

Penyelenggaraan makanan kelompok memiliki dua sifat penyelenggaraan, yaitu penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial dan nonkomersial. Penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial bertujuan untuk memperoleh keuntungan, contohnya yaitu usaha jasa boga kantin, kafetaria, restoran dan warung makan. Penyelenggaraan makanan yang bersifat nonkomersial tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, contohnya yaitu penyelenggaraan makanan untuk orang sakit di rumah sakit, penghuni asrama, panti asuhan, barak militer, pengungsi dan narapidana (Moehyi 1992).

Penyelenggaraan makanan institusi, makanan komersial dan jasa boga merupakan suatu rangkaian kerja yang melibatkan tenaga manusia, peralatan, material, dana, serta berbagai masukan lainnya. Penyelenggara perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam penyelenggaraannya.

Tata Letak Ruangan dan Peralatan

Menurut Moehyi (1992), perencanaan dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Berbagai masukan yang diperlukan, baik yang berkenaan dengan tenaga, biaya, peralatan dan sebagainya akan dapat ditetapkan dengan perencanaan.

Letak ruangan yang ditata secara baik dengan memperhatikan efisiensi kerja sangat membantu mencegah terjadinya kelelahan tenaga kerja. Ruang penerimaan dan penyimpanan bahan makanan yang jauh letaknya dari ruang penyiapan bahan makanan akan menjadi tidak efisien karena pekerja harus menempuh jarak yang lebih jauh, waktu mengambil bahan makanan untuk diolah.

Menurut Tarwotjo (1998), luas dapur yang optimal, perlu diperhitungkan macam dan banyaknya makanan atau volume makanan yang akan diproduksi serta macam dan jumlah peralatan masak yang digunakan. Bahan bangunan dapur sebaiknya dipilih yang tidak mudah terbakar, mudah dibersihkan, anti lalat dan serangga lain, tahan panas dan benturan. Warna interior dapur, hendaknya memberi sinar terang; warna itu dapat menangkap sinar dan dapat merefleksikan kembali. Warna dapur dengan persentasenya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Warna dapur dan persentasenya

Warna Persentase

Putih

Putih gading (ivory white) Krem

Keabu-abuan (pearl grey) Kekuning-kuningan (buff) Hijau muda Abu-abu muda 89 74 72 65 64 60 55 Menu

Kata menu memiliki arti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan, misalnya untuk satu hari yang terdiri dari menu makan pagi, makan siang dan makan malam, serta makanan selingan. Menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat disusun untuk jangka waktu yang cukup lama, misalnya untuk tujuh atau sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu induk (master menu). Menu induk digunakan sebagai patokan dalam penyelenggaraan makanan (Moehyi 1992).

Menurut Moehyi (1992), ada tiga macam menu yang biasa digunakan, yaitu Menu bebas (menu yang disusun sesuai dengan keinginan pemesan); Menu pilihan (menu yang menyajikan pilihan jenis masakan sehingga konsumen dapat memilih makanan sesuai dengan seleranya) dan; Menu standar atau master menu (susunan menu yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan dengan jangka waktu cukup panjang antara tujuh hari atau sepuluh hari).

Menurut Sinaga (2007), faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan menu adalah faktor konsumen dan manajemen. Faktor konsumen meliputi kecukupan gizi, kebiasaan makan dan kesukaan terhadap makanan, karakteristik makanan dan sifat rangsangannya, serta macam dan jumlah

orang/konsumen yang dilayani. Faktor manajemen meliputi sasaran dan tujuan organisasi, dana yang tersedia, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, musim/iklim dan keadaan pasar, macam dan peraturan institusi, serta tipe produksi dan sistem pelayanan.

Pengorganisasian

Menurut Moehyi (1992), organisasi dalam penyelenggaraan makanan adalah kelompok kegiatan serta tugas dan fungsi masing-masing unit kerja yang ada dalam organisasi itu serta hubungan kerja antara masing-masing unit kerja. Pelaksanaan

Pengadaan Bahan Pangan. Pengadaan bahan pangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu membeli sendiri dan melalui pemasok bahan pangan. Pengadaan bahan pangan dengan cara membeli sendiri yaitu bahan pangan yang diperlukan dibeli sendiri di pasar atau di toko-toko. Cara ini mudah dan praktis, tetapi hanya dilakukan apabila jumlah konsumen yang akan dilayani tidak banyak atau jika penyelenggaraan makanan itu hanya berlangsung dalam waktu singkat (Moehyi 1992).

Penyimpanan Bahan Pangan. Penyimpanan bahan pangan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan pangan kering dan basah, baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan pangan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Tujuannya adalah tersedianya bahan pangan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan perencanaan (Depkes 2003b).

Pengolahan Bahan Pangan. Menurut Moehyi (1992), kegiatan mengolah dan memasak makanan merupakan kegiatan yang terpenting dalam proses penyelenggaraan makanan karena cita rasa makanan yang dihasilkan akan ditentukan oleh proses pemasakan makanan. Bahan pangan yang akan dimasak harus disiapkan terlebih dahulu. Persiapan bahan pangan adalah kegiatan membersihkan, mengupas atau membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong, mengiris, mencincang, menggiling, memberi bentuk, memberi lapisan, atau melakukan berbagai hal lainnya yang diperlukan sebelum bahan pangan dimasak. Tujuan mengolah dan memasak makanan adalah untuk menghasilkan makanan yang bercita rasa tinggi sehingga memuaskan bagi yang memakannya.

Pengolahan bahan pangan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan adalah mengurangi risiko kehilangan zat-zat gizi bahan pangan; meningkatkan nilai cerna; meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan; dan bebas dari organisme dan zat berbahaya untuk tubuh (Depkes 2003b).

Penyajian Makanan. Perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan adalah penyajian makanan untuk konsumen. Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan pada saat disajikan akan merangsang indera, terutama indera penglihatan yang berhubungan dengan cita rasa makanan itu (Moehyi 1992). Menurut Maryati (2000), umumnya hidangan yang disajikan dengan cara menarik dapat menimbulkan nafsu makan, walaupun rasanya belum tentu enak.

Higiene dan Sanitasi.Higiene adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan. Sanitasi adalah perilaku yang disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian 2009). Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan (Depkes 2003a).

Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS)

Penyediaan makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) adalah kegiatan pemberian makanan kepada peserta didik TK/SD dan RA/MI dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan (Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).

Sasaran penerima PMT-AS ini yaitu Seluruh peserta didik TK/SD baik negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih yang ditetapkan dengan

Surat Keputusan (SK) Bupati dan peserta RA/MI baik negeri maupun swasta di wilayah kabupaten terpilih ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Islam. Pada tahun 2010 sasaran PMT-AS adalah sebanyak 1,2 juta peserta didik TK/SD negeri dan swasta di 27 kabupaten pada 27 provinsi, serta 180.000 peserta didik RA/MI yang tersebar di 26 kabupaten pada 26 provinsi. Penetapan kabupaten didasarkan pada kriteria: (a) kabupaten tertinggal (Kementerian PDT, 2010); (b) persentase penduduk miskin (BPS, 2008) dan (c) prevalensi penduduk stunting (Riskesdas, 2007) (Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).

Kegiatan PMT-AS meliputi penyediaan makanan, pendidikan gizi dan kesehatan (termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat/PHBS, penganekaragaman pangan, pemanfaatan pekarangan rumah dan sekolah, Lingkungan Bersih dan Sehat/LBS, pemberian obat cacing bagi peserta didik TK/RA dan SD/MI. Persyaratan makanan tambahan yang diberikan kepada peserta didik pada prinsipnya beragam, bergizi seimbang dan aman yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Tim Koordinasi PMT-AS Pusat 2010).

Bentuk makanan tambahan adalah berupa kudapan yang menyediakan 10 - 20 % dari kebutuhan energi dan protein peserta didik. Syarat kudapan harus memperhatikan kandungan gizi, keamanan makanan, dan citarasa. Makanan kudapan minimal mengandung energi 300 Kal dan 5 g protein untuk tiap peserta didik setiap hari pelaksanaan PMT-AS. Pencegahan dalam rangka peningkatan keamanan makanan kudapan perlu dilakukan agar tidak terjadi keracunan. Upaya-upaya pencegahan diperlukan dari berbagai kemungkinan cemaran pangan (mikrobiologis, kimia, dan fisik) pada berbagai tahap penyelenggaraan PMT-AS yaitu tahap penyediaan bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pembagian dan konsumsi di sekolah/madrasah, kebersihan diri petugas, dan peserta didik serta lingkungan, terutama air untuk mencuci tangan (Direktorat Pembinaan TK dan SD 2010).

K

eberhasilan PMT-AS ditentukan salah satunya oleh penerimaan anak terhadap makanan yang diberikan. Oleh karena itu cita rasa kudapan PMT-AS penting untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan cita rasa makanan yang baik diperlukan kreasi dalam pengolahan dan penyajian termasuk penggunaan bumbu-bumbu dan bahan tambahan yang aman dan disukai anak. Beberapa

jenis bumbu dan bahan tambahan juga sekaligus berguna untuk meningkatkan asupan energi seperti gula, minyak, santan, susu dan telur.

Bahan pangan PMT-AS sebaiknya menggunakan bahan hasil pertanian setempat (desa, kecamatan atau, kabupaten). Tujuannya adalah agar peserta didik dan masyarakat dapat memanfaatkan dan mencintai bahan pangan dan makanan yang diproduksi dari usaha pertanian setempat. Bahan utama kudapan terutama mengandung sumber karbohidrat seperti ubi jalar, ubi kayu, talas, sukun, sagu, beras, jagung, dan sebagainya; buah-buahan seperti pisang, dan sebagainya. Bahan pangan tersebut perlu ditambahkan atau dikonsumsi dengan pangan lainnya, terutama pangan sumber protein untuk meningkatkan mutu gizinya. Misalnya kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, kedelai hitam, tempe, tahu, oncom, telor, daging, susu, ikan dan sebagainya yang diproduksi oleh usaha pertanian setempat.

Anak Usia Sekolah

Anak di dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan dikelompokkan menjadi anak prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun) dan remaja (13-18 tahun). Secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk sekolah dasar, (RSCM dan Persagi 1990). Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan. Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang, baik jenis dan jumlahnya.

Pada golongan anak sekolah, gigi-geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya berolahraga, bermain atau membantu orang tua. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun karena pertumbuhan lebih cepat, terutama pertumbuhan tinggi badan.

Mulai umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga membutuhkan energi lebih banyak. Anak perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak. Golongan anak

sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah sehingga sering melupakan waktu makan (RSCM dan Persagi 1990).

Tingkat Kesukaan

Menurut Gregoire & Spears (2007), umumnya survey tingkat kesukaan menggunakan skala hedonik, dimana makanan yang dinilai oleh seseorang memiliki tingkatan, yaitu dari “sangat suka” hingga “sangat tidak suka”. Pengukuran tingkat kesukaan makanan untuk anak-anak umumnya menggunakan skala hedonik wajah atau yang biasa disebut dengan skala tingkatan wajah tersenyum (smiley face). Gambar 1 menunjukkan contoh skala hedonik wajah untuk mengukur tingkat kesukaan anak-anak terhadap makanan yang diberikan. Menurut Gregoire & Spears (2007), penggunaan metode hedonik wajah lebih mudah digunakan untuk anak-anak dibandingkan dengan metode tulisan atau angka karena kedua metode itu membutuhkan komunikasi yang baik dan pemahaman, kecerdasan dan pendidikan.

Sumber : Gregoire & Spears (2007)

Gambar 1 Skala hedonik wajah untuk mengukur tingkat kesukaan anak-anak Daya Terima Makanan

Menurut Winarno (2002), pengaturan terhadap cita rasa untuk menunjukkan penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan umumnya dilakukan dengan alat indera manusia. Bahan pangan yang akan diuji dicobakan kepada beberapa orang panelis pencicip yang terlatih. Masing-masing panelis memberi nilai terhadap cita rasa bahan tersebut. Jumlah nilai dari para panelis akan menentukan mutu atau penerimaan terhadap bahan yang diuji.

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, pencicipan, dan pendengaran. Rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan adalah faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya terima terhadap makanan. Tanggapan senang atau suka sangat bersifat pribadi, karena itu kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu

Food

1. Spaghetti with meat

sauce Great Good So-So Bad Awful

komoditi. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Tanggapan senang atau suka harus diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau suatu populasi masyarakat tertentu (Soekarto 1985).

Evaluasi sensori sering digunakan untuk mengukur reaksi individu terhadap makanan yang memiliki dimensi yang bervariasi seperti rasa, penampilan, suhu dan porsi makanan. Metode yang digunakan untuk mengukur daya terima makanan adalah plate waste (sisa makanan), yaitu jumlah makanan yang tersisa di piring. Salah satu metode plate waste adalah observasi, yaitu metode yang dianjurkan bagi pengamat terlatih untuk mengestimasi secara visual jumlah dari sisa makanan. Hasil penelitian umum mengindikasikan bahwa estimasi visual dari sisa makanan merupakan metode yang akurat dan sederhana untuk menghitung daya terima makanan. Teknik lain untuk mengukur sisa makanan adalah dengan cara mengukur makanan yang dikonsumsi sendiri dengan menggunakan skala (self-reported consumption). Contoh formulir pengukuran self-reported consumptiondapat dilihat pada Gambar 2.

Food I ate none of it I just tasted it I ate a little I ate half of it I ate a lot I ate all of it 1. Spaghetti with meat sauce 2. Broccoli

Sumber : Gregoire & Spears (2007)

Gambar 2 Formulir self-reported consumption Angka Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Gizi

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) atau recommended dietary allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender dan aktivitas fisik (Almatsier 2006).

Angka kecukupan energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Angka kecukupan protein adalah rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua

populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktifitas sedang (WNPG VIII 2004). AKG yang dianjurkan bagi anak usia sekolah berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 2004 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 AKG rata-rata yang dianjurkan per orang per hari bagi anak usia sekolah Umur (tahun) Energi (Kal) Protein (g) Ca (mg) Fe (mg) Vitamin A (RE) 7-9 1800 45 600 10 500 Pria 10-12 2050 50 1000 13 600 13-15 2400 60 1000 19 600 Wanita 10-12 2050 50 1000 20 600 13-15 2350 57 1000 26 600 Sumber : WNPG VIII (2004)

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100% AKG

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan protein (WNPG VIII 2004). Menurut Almatsier (2004), pangan sumber energi tertinggi terdapat pada bahan makanan sumber lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni.

Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai- rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2004).

Pangan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya terdapat pada bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan

dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi (Almatsier 2004). Kalsium

Menurut Winarno (2002), tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam tubuh. Kebutuhan kalsium terbesar terjadi pada masa pertumbuhan. Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Kalsium yang dicerna dan diserap pada masa kanak-kanak atau pertumbuhan sekitar 50-70%, sedangkan pada saat dewasa hanya sekitar 10-40% yang diserap. Anak yang masih tumbuh dan kembang memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang yang sudah tua (WNPG VIII 2004).

Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalsium adalah bioavailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi lain. Menurut Soenardi (2007), kalsium terdapat dalam susu dan produk susu seperti keju, ikan, kedelai dan hasilnya, kacang-kacangan, sayuran hijau. Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial (kaya) adalah susu dan hasil olahannya. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan. Roti dan biji-bijian menyumbang asupan kalsium yang nyata karena konsumsi yang sering. Ikan dan sumber makanan laut mengandung kalsium lebih banyak dibandingkan daging sapi maupun ayam (WNPG VIII 2004).

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/letih dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen. Anemia menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunkan kognitif, selain itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh (WNPG VIII 2004). Menurut Muhilal & Akmal (2007), zat besi adalah salah satu unsur paling penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Kekurangan zat besi secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit kurang darah atau anemia gizi besi

yang ditandai dengan letih, lesu, pucat, mudah mengantuk serta kurang konsentrasi belajar.

Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. Kadar besi otak yang kurang pada masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi neurotransmitter (pengantar saraf). Akibatnya daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu (Almatsier 2004). Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat besi adalah keasamaan lambung dan bioavailabilitas termasuk pemacu dan penghambat penyerapan besi non heme (WNPG VIII 2004).

Menurut Almatsier (2004), pangan sumber zat besi yaitu makanan hewani, seperti daging, ayam, ikan, telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Daging, jeroan, ikan dan unggas mengandung tinggi besi heme. Sumber besi non heme adalah dari pangan nabati seperti kedelai, kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau dan rumput laut. Besi dari pangan nabati memiliki bioavailabilitas yang lebih rendah dibanding besi dari pangan hewani (WNPG VIII 2004).

Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di dalam pangan nabati. Pangan sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak dan jeruk. Minyak kelapa sawit yang berwarna merah kaya akan karoten (Almatsier 2004). Menurut Winarno (2002), meskipun kandungan vitamin A pada sayuran hijau tergolong tidak tinggi tetapi memiliki arti penting bagi masyarakat di daerah pedesaan

Dokumen terkait