• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. LANDASAN TEORI

1. Penggabungan Usaha

Penggabungan usaha adalah penyatuan kepentingan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi entitas ekonomi karena salah satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva tetap dan operasi perusahaan lain (SAK No 2,2002).

Bentuk – bentuk penggabungan usaha meliputi:

a. Merger (penggabungan perusahaan) adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan kedalam salah satu diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan kemudian perusahaan yang menggabungkan diri berakhir kedudukannya sebagai suatu badan hukum / perusahaan karena dibubarkan dan dilikuidasi, dan yang tinggal adalah perusahaan yang menerima penggabungan. Misalnya PT.A merger dengan PT.B, maka PT.A saja atau PT.B saja.

b. Konsolidasi (peleburan perusahaan) adalah peleburan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara masing-masing perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya

sebagai suatu badan hukum/ perusahaan. Misalnya PT. A berkonsolidasi dengan PT. B, maka muncul PT. C sebagai nama baru dari PT. A+ PT. B yang sudah meleburkan diri.

c. Akuisisi (pengambilalihan perusahaan) adalah pembelian atau pengambilalihan seluruh atau sebagian saham satu atau lebih pemilik perusahaan lainnya, tetapi perusahaan yang diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai badan hukum /perusahaan, hanya saja kini berada dibawah control perusahaaan yang mengambil alih saham-sahamnya. Misalnya PT. A mengakuisisi PT. B, maka baik PT. A maupun PT. B masih tetap ada, namun control perusahaannya sudah beralih kepada PT. A sebagai perusahaan pembeli seluruh atau sebagian saham PT. B.

2. Pengertian Akuisisi

Peristiwa merger dan akuisisi disebut sebagai kombinasi bisnis (business combination) yang didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi. Penekanannya adalah dalam penggabungan bisnis ini tidak memandang apakah penggabungan tersebut merupakan merger dan akuisisi, kecuali dalam definisi. Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam teminologi bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan

pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin,2003). Akuisisi dalam Standar Akuntansi Keuangan dalam Pernyataannya Nomor 22 adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham. Akuisisi sering dianggap sebagai investasi pada perusahaan anak, yaitu suatu penguasaan mayoritas saham perusahaan lain, sehingga tercipta hubungan perusahaan induk-perusahaan anak. Perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan lain akan tetap utuh sebagai satu kesatuan usaha dan sebagai badan usaha yang berdiri sendiri. Jadi, kedua atau lebih perusahaan tersebut tetap berdiri sebagai suatu badan usaha. Esensi suatu akuisisi adalah untuk menciptakan suatu keuntungan strategik dengan cara membeli suatu bisnis dan memadukan bisnis tersebut ke dalam strategi perusahaannya. Suatu akuisisi bisa efektif jika aktivitas tersebut lebih efisien biayanya dibandingkan dengan jika perusahaan melakukan pengembangan internal.

Suad Husnan (1998: 650-651) mengatakan bahwa, “para analis perusahaan sering mengelompokkan akuisisi ke dalam salah satu dari tiga berikut ini:

a. Akuisisi horizontal

Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan yang mempunyai bisnis atau bidang usaha yang sama. Perusahaan yang mengakuisisi dan yang diakuisisi bersaing untuk memasarkan produk yang meraka tawarkan. b. Akuisisi vertikal

Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan yang berada pada tahap proses produksi yang berbeda. Sebagai contohnya, perusahaan rokok mengakuisisi perusahaan perkebunan tembakau, perusahaan garment mengakuisisi perusahaan tekstil, dan sebagainya.

c. Akuisisi konglomerat

Perusahaan yang mengakuisisi dan yang diakuisisi tidak mempunyai keterkaitan operasi. Akuisisi perusahaan yang menghasilkan foodproducts oleh perusahaan komputer dapat dikatakan sebagai akuisisi konglomerat.

Manullang (1994:61) secara lebih terinci menjelaskan bahwa integrasi horizontal atau pararelisme dilakukan, dengan berbagai alasan seperti:

1) Untuk mengurangi pengaruh konjungtur. Artinya jika ada kerugian pada salah satu pabrik maka kerugian itu dapat ditutup dari operasi pabrik lainnya.

2) Untuk menambah kebutuhan konsumen, misal konsumen selain ingin membeli buku ia bisa juga ingin membeli ballpoint atau pensil.

3) Untuk menurunkan biaya dengan cara menambah hasil produksi demi mengurangi biaya tetap seperti penyusutan

4) Untuk membandingkan harga, artinya pembeli bisanya membandingkan harga barang-barang yang bisa saling menggantikan. Misal harga mentega dan margarine.

Sedangkan integrasi vertikal dilakukan dengan alasan:

a) Untuk memperoleh pasokan bahan mentah yang terus-menerus dengan bergabung dengan perusahaaan yang memproduksi bahan mentah.

b) Untuk mengurangi ongkos produksi karena dengan adanya penggabungan usaha maka jasa perantara dapat dihilangkan.

c) Untuk menambah kualitas barang, karena supply bahan mentah untuk proses produksi dapat langsung diawasi untuk menjamin kualitas bahan mentah.

3. Tujuan Melakukan Akuisisi

Dalam penelitian Hendro Widjanarko (2006) melaporkan bahwa motivasi manajemen melakukan akuisisi adalah:

a. Mempengaruhi pertumbuhan yang lebih cepat b. Keuntungan skala ekonomis

c. Meningkatkan market share d. Perluasan secara geografis e. Meningkatkan nilai pasar saham f. Untuk memperluas bauran produk g. Meningkatkan kekuatan perusahaan

Sementara pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif

non-ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan (Moin, 2003).

1) Motif ekonomi

Esensi tujuan perusahaan dalam prespektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Akuisisi memiliki motif ekonomi jangka panjangnya adalah untuk meningkatkan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas akuisisi dilakukan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Biasanya perusahaan melakukan akuisisi untuk mendapatkan economies of scale dan economies of scope.

2) Motif non-ekonomis

Aktivitas akuisisi dilakukan tidak hanya bertujuan kepentingan ekonomi saja melainkan juga untuk kepentingan non-ekonomi seperti prestise dan ambisi. Motif non ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.

Hipotesis ini menyatakan bahwa kegiatan akuisisi bedasarkan pada “ketamakan” dan kepentingan pribadi para esekutif perusahaan. Pada dasarnya mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula kompensasi yang akan diterima mereka. Kompensasi yang mereka terima tidak hanya berupa materi tetapi juga pengakuan, penghargaan, dan aktualisasi diri.

b) Ambisi pemilik

Adanya ambisi pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis. Aktivitas akuisisi menjadi menjadi strategi perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi karena pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.

3) Motif sinergi.

Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan akuisisi adalah menciptakan sinergi atau bahasa sederhananya adalah mendapatkan nilai tambah. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja

sendiri. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber (Brigham, 2001):

a) Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi.

b) Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas.

c) Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah akuisisi.

d) Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan. 4) Motif diversifikasi.

Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core competence).

Motivasi lainnya melakukan akuisisi adalah untuk membeli opsi atas prospek pertumbuhan yang akan datang, terutama bagi perusahaan yang akan memperluas usahanya dalam industri yang berbeda dengan industri yang dikembangkannya selama ini. Pada situasi tersebut perusahaan pengakuisisi tersebut memperoleh keuntungan waktu dengan melakukan pergerakan lebih awal dalam menghalangi pesaing dari memperoleh posisi

yang sama dalam industri tersebut. Dalam kehidupan bisnis di Indonesia format dari akusisi berbeda-beda sesuai dengan pihak yang berkepentingan.

4. Teknik Melakukan Akusisi

Husnan (1993:370) menyebutkan bahwa akuisisi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Pembayaran tunai, yaitu dilakukan dengan membayar sejumlah premium kepada pemilik perusahaan target dan besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Bila perusahaan target tela go public, maka akuisisi dapat dilakukan dengan membeli saham-saham perusahaan target melalui pasar bursa.

b. Pertukaran saham, yaitu dilakukan dengan memberikan sejumlah saham kepada penmilik perusahaan target dan kompensainya, kemudian pemilik perusahaan target mnyerahkan saham-saham yang dimiliki perusahaan target kepada pembeli.

5. Keunggulan dan Kelemahan Akuisisi

Alasan mengapa suatu perusahaan melakukan kegiatan akuisisi adalah terdapat manfaat yang lebih yang dapat diperoleh, keunggulan dan manfaat akuisisi antara lain adalah (Moin, 2003)

a. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.

b. Memperoleh kemudahan dana atau pembiayaan karena kredititor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan.

c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.

d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal.

e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan. f. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari

konsumen baru.

g. Menghemat waktu untuk memasuki untuk memasuki bisnis baru. h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih

cepat.

Sementara itu kerugian-kerugian akuisisi sebagai berikut : 1) Proses integrasi yang tidak mudah.

2) Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat. 3) Biaya konsultan yang mahal.

4) Meningkatnya kompleksitas birokrasi. 5) Biaya koordinasi yang mahal.

6) Seringkali menurunkan moral organisasi. 7) Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.

8) Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham.

6. Faktor-Faktor Kegagalan Akuisisi.

Keberhasilan atau kegagalan suatu akuisisi dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan akuisisi seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya

terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen. Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan akuisisi yaitu:

a. Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan pengambilalih.

b. Hanya mengandalkan analisis strategik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai keberhasilan akuisisi.

c. Tidak adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program akuisisi.

Faktor faktor yang memberikan kontribusi kepada kesuksesan dan kegagalan akuisisi (Sudarsanam, 1999). Faktor-faktor yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan akuisisi yaitu:

1) Melakukan audit sebelum akuisisi. 2) Perusahaan target dalam keadaan baik. 3) Memiliki pengalaman akuisisi sebelumnya. 4) Perusahaan target relatif kecil.

7. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur.

Pengertian kinerja berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001). Kinerja diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (tentang peralatan). Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan didefinisikan sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu menghasilkan keuntungan dan meningkatkan nilai perusahaan. Analisis

kinerja keuangan dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai implementasi strategi perusahaan dalam hal akuisisi. Laporan keuangan merupakan alat untuk berkomunikasi antara data keuangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data tersebut. yang meliputi aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, dan arus kas. Informasi tersebut beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi arus kas pada masa depan, khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas (PSAK, 2002: Par. 1.2). Laporan Keuangan yang pokok terdiri dari :

a. Neraca

Neraca digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Neraca bisa digambarkan sebagai potret kondisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu (snapshot keuangan perusahaan), yang meliputi aset (sumber daya atau resources) perusahaan dan klaim atas aset tersebut (meliputi hutang dan saham sendiri). Aset perusahaan menunjukkan keputusan penggunaan dana atau keputusan investasi pada masalalu, sedangkan klaim perusahaan menunjukkan sumber dana tersebut atau keputusan pendanaan pada masalalu. Dana diperoleh dari pinjaman (hutang) dan dari penyertaan pemilik perusahaan (modal). b. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi merupakan laporan prestasi perusahaan selama jangka waktu tertentu. Berbeda dengan neraca yang merupakan snapshot maka

laporan laba rugi mencakup suatu periode tertentu. Dalam jangka waktu tertentu total aset perusahaan berubah disebabkan oleh kegiatan investasi, pendanaan, kegiatan operasional. Aset bertambah kalau perusahaan membeli pabrik baru atau mendirikan bangunan baru, Hutang bertambah kalau perusahaan meminjam dana dari bank untuk membeli pabrik. Hutang juga bertambah apabila perusahaan mengeluarkan obligasi untuk membiayai pendirian bangunan. Struktur modal dengan demikian akan berubah

c. Laporan Aliran Kas

Laporan ini menyajikan informasi aliran kas masuk atau keluar bersih pada siatu periode, hasil dari tiga kegiatan pokok perusahaan yaitu operasi, investasi, dan pendanaan. Aliran kas diperlukan terutama untuk mengetahui kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam memenuhi kewajiban kewajibannya.

8. Analisis Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan

Adapun rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Rasio Likuiditas

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat besarnya aktiva lancar relatif terhadap utang lancarnya (Hanafi, 2004). Ukuran likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1) Current Ratio

Current ratio dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya aktiva yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas jangka pendek untuk menutup kewajiban lancar. Rasio lancar yang rendah menunjukkan kurangnya modal untuk membayar hutang. Namun rasio yang tinggi tidak selalu perusahaan dalam keadaan yang baik. Hal tersebut berarti kas tidak digunakan sebaik mungkin.

Perhitungan current rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:

Current ratio = liabilitie Current asset Current 2) Quick ratio

Quick ratio dapat dihitung dengan mengurangi persediaan dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Persediaan dihilangkan karena dianggap aktiva yang sulit dikonversi menjadi kas dengan cepat. Perhitungan quick ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Quick ratio = liabilitie Current inventory -asset Current b. Rasio Aktivitas.

Rasio aktivitas dihitung dari perbandingan antara tingkat penjualan dengan berbagai elemen aktiva. Rasio ini mengukur seberapa efektif

perusahaan mengelola aktivanya. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Fixed asset turn over.

Fixed asset turn over mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin rendah fixed asset turn over, berarti penggunaan aktiva tetapnya semakin kurang efisien. Untuk mengukur besarnya fixed asset turn over dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Fixed asset turn over =

asset fixed Net

Sales

2) Total asset turn over

Total asset turn over mengukur perputaran semua aktiva. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efektifitas perusahaan dalam penggunaan total aktiva. Semakin tinggi rasio berarti semakin baik manajemen dalam mengelola aktivanya, sedangkan semakin rendah rasio menunjukkan buruknya kinerja manajemen dalam mengelola aktivanya. Untuk menghitung total asset turn over digunakan rumus sebagai berikut:

Total asset turnover =

asset Total

Sales

c. Rasio Laverage

Rasio laveragedihitung dari perbandingan hutang dengan total aktiva dan modal sendiri perusahaan. Rasio ini menyangkut jaminan, yang

mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang bila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana dari pihak luar atau kreditor.

1) Debt to total asset ratio.

Debt to total asset ratio mengukur seberapa besar seluruh hutang dijamin oleh seluruh aktiva perusahaan. Kreditur lebih menyukai rasio yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi. Namun, di sisi lain pemilik saham lebih menyukai rasio yang tinggi karena dapat meningkatkan laba yang diharapkan. Untuk mengukur besarnya debt to total asset dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Debt to total asset ratio =

asset Total

liabilitie Total

2) Debt to equity ratio.

Rasio ini merupakan imbangan antara hutang dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan ukuran hutang sebaiknya tidak melebihi dari modal sendiri karena resiko menjadi tinggi apabila terjadi likuidasi dan perusahaan akan kesulitan untuk membayar hutang. Perhitungan debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:

Debt to equity ratio = equity s Owner' liabilitie Total d. Rasio Profitabilitas.

Profitabilitas adalah kemempuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen

1) Operating profit margin

Operating profit margin mengukur berapa laba usaha yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan. Semakin rendah rasio ini, semakin kurang baik karena biaya-biaya operasi naik. Kemungkinan hal ini terjadi karena ada pemborosan. Perhitungan operating profit margin dapat dirumuskan sebagai berikut:

Operating profit margin=

Sale ofit OperatingPr

2) Net profit margin

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dari setiap penjualan (Sartono, 1996:130)

Sale ofit Net in ofitm NetPr arg = Pr

Semakin besar NPM maka perusahaan semakin menguntungkan,karena laba bersih yang dihasilkan dari setiap penjualan semakin besar.

3) Gross Profit Margin (GPM)

Gross profit margin adalah laba kotor yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan. Gross profit margin dihitung dengan rumus:

a.Gross Profit Margin =

bersih Penjualan penjualan pokok Harga -bersih Penjualan e. Rasio Pasar

Rasio yang terakhir adalah rasio pasar yang mengukur harga pasar relative terhadap nilai buku. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasar pasa sudut investor (atau calon investor) meskipun pihak manajemen juga berkepentingan terhadap rasio rasio ini. Ada beberapa rasio yang bisa dihitung

1) PER ( Price Earning Ratio)

PER yaitu rasio antara harga pasar saham dengan laba per lembar saham. Rasio ini juga dapat menunjukkan seberapa besar investor bersedia membayar per rupiah laba yang dilaporkan

PER = perlembar Earning perlembar pasar Harga

Rasio ini melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai deviden kepada investor

Deviden payout = lembar per Earning lembar per Deviden B. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian yang dilakukan Payamta dan Setywan (2004) yang meneliti kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996. Dari rasio-rasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt yang mengalami perubahan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.

Penelitian Hadiningsih (2008) yang menguji kinerja keuangan dengan menggunakan rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio laverage, dan rasio profitabilitas dan return saham dengan jangka waktu satu tahun sebelum, satu dan dua tahun sesudah merger dan akuisisi pada perusahaan pengakusisi dan diakuisisi. Dari hasil analisis bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan rasio keuangan secara menyeluruh antara satu tahun sebelum dengan satu tahun sesudah dan satu tahun sebelum dengan dua tahun sesudah merger dan akuisisi baik pada perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi.

Penelitian Erry (2006) meneliti perbedaan kinerja keuangan perusahaan akuisitor sebelum dan sesudah akuisisi. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan Debt to equity ratio, Return On Equity, Return On Invesment, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Gross Profit Margin pada periode satu tahun sebelum dan sesudah pengumuman akuisisi. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari eksternal perusahaan.

Penelitian Nanang Qosim (2005) meneliti kinerja keuangan dan reaksi pasar atas peristiwa merger dan akuisisi di Bursa Efek Jakarta. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan perusahaan public untuk periode dua tahun sebelum sampai dua tahun sesudah merger dan akuisisi. Hasil penelitian ini juga mendapatkan bukti empiris bahwa merger dn akusisi tidak mengandung muatan informasi, seperti yang tercermin pada tidak adanya abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal publikasi laporan keuangan konsolidasi pasca meger dan akuisisi.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Tendelilin (2001) mengenai pengaruh pengumuman merger dan akuisisi terhadap return perusahaan target periode 1991-1997. Sampel yang diteliti sebanyak 36 perusahaan dengan menggunakan alat analisis uji-t untuk membandingkan

Dokumen terkait