• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Resiko

Resiko menurut Keown (2008:198) adalah prospek dari suatu hasil yang kurang menguntungkan. Resiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Resiko dapat juga diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.

Dalam industri keuangan pada umumnya, terdapat suatu jargon “high risk bring about high return”, yang artinya jika ingin memperoleh hasil yang lebih besar, maka kita akan dihadapkan pada resiko yang lebih besar pula. Contohnya dalam investasi saham. Volatilitas atau pergerakan naik - turun harga saham secara tajam akan membuka peluang untuk memperoleh hasil yang lebih besar, namun sebaliknya, jika harga bergerak ke arah yang berlawanan, maka kerugian yang akan ditanggung sangat besar.

Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald Ebert, resiko adalah uncertainty about future event. Adapun Joel G.Siegel dan Jae K.Sim mendefinisikan resiko pada 3 hal, yaitu :

1. Keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambilan keputusan.

2. Variasi dalam keuntungan penjualan atau variabel keuangan lainnya. 3. Kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja

David K. Eiteman, Arthur I Stonehill dan Michael H. Moffet mengatakan bahwa resiko dasar adalah the mismatching of interest rate bases for associated assets and liabilities. Sehingga secara umum resiko dapat diartikan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan suatu pertimbangan. Menurut salah satu definisi, resiko (Risk) adalah sama dengan ketidakpastian (uncertainty). Secara umum resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan.

Resiko investasi dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara actual return dan expected return, sehingga setiap investor dalam mengambil keputusan investasi harus selalu berusaha meminimalisasi berbagai resiko yang timbul, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap perubahan kondisi ekonomi baik mikro ataupun makro akan mendorong investor untuk melakukan strategi yang harus diterapkan untuk tetap memperoleh return.

2.1.1.1Resiko Sistematis

Menurut Tandelilin (2001:50), resiko sistematis merupakan resiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan, perubahan pasar tersebut mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Resiko sistematis merupakan resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi, dan sering juga disebut sebagai resiko pasar ( market risk ), karena fluktuasi resiko disebabkan oleh faktor - faktor yang mempengaruhi semua perusahaan yang beroperasi. Faktor - faktor tersebut adalah seperti kondisi perekonomian, tingkat

inflasi, tingkat bunga dan lain - lain. Faktor - faktor tersebut menyebabkan kecenderungan saham bergerak bersama.

Menurut Brigham dan Houston (2001:238), resiko pasar ( market risk ) itu sendiri adalah resiko yang tumbuh dari faktor – faktor yang secara sistematis akan mempengaruhi sebagian besar perusahaan, seperti adanya perang, inflasi, resesi, dan juga tingkat suku bunga yang tinggi. Kebanyakan saham akan dipengaruhi secara negatif oleh faktor – faktor tersebut, dan juga resiko pasar ini tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi.

Berikut ini adalah beberapa jenis resiko yang tidak dapat didiversifikasi : 1. Resiko suku bunga

Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, yang berarti jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, apabila suku bunga menurun, maka harga saham akan meningkat.

2. Resiko pasar

Yang dimaksud resiko pasar adalah fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, maupun perubahan politik.

3. Resiko inflasi

Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan, sehingga resiko ini juga bisa disebut sebagai resiko daya beli.

4. Resiko nilai tukar mata uang ( valas )

Resiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Resiko ini juga dikenal dengan nama currency risk atau exchange rate risk.

5. Resiko negara

Resiko ini juga disebut sebagai resiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, maka stabilitas ekonomi dan politik negara bersangkutan akan sangat perlu diperhatikan guna menghindari resiko negara yang terlalu tinggi.

Resiko sistematis ini dapat diukur melalui indeks beta suatu saham. Indeks beta saham adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara pengembalian suatu saham dan pengembalian pasar yang berbeda (Keown, 2008:209). Indeks beta saham ditentukan dengan cara membandingkan tingkat resiko suatu saham terhadap resiko seluruh saham, dimana resiko ini dicerminkan oleh fluktuasi harga saham bersangkutan dan harga pasar rata - rata dari seluruh saham yang tercatat.

Indeks beta saham mengukur sampai sejauh mana harga saham individu turun naik bersamaan dengan turun naiknya harga pasar. Indeks beta saham dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Indeks beta saham negatif berarti selalu terjadi kondisi yang berlawanan. Jika secara umum harga saham mengalami kenaikan, maka saham yang mewakili indeks beta saham negatif mengalami penurunan.

Indeks beta saham yang normal adalah satu, terjadi jika rata-rata peningkatan harga seluruh saham yang tercatat meningkat dengan persentasi yang sama dengan saham yang memiliki indeks beta satu. Apabila indeks beta suatu saham nol, maka saham tersebut bebas dari resiko. Indeks beta saham nol menunjukkan bahwa meskipun semua saham yang tercatat rata - rata mengalami perubahan harga, saham yang mempunyai indeks beta nol tidak mengalami perubahan sama sekali.

Indeks beta saham sangat membantu investor untuk melakukan investasi terutama dalam hal memilih suatu saham atau lebih luas lagi untuk mengatur portofolio. Selain itu Indeks beta saham juga digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keberanian investor untuk menanggung resiko. Untuk investor yang menyukai resiko ( risk lover ), maka ia akan memilih saham - saham yang mempunyai gejolak harga yang tinggi, atau saham – saham dengan indeks beta yang besar. Sebaliknya, investor yang tidak menyukai resiko ( risk averter ) akan memilih saham - saham yang mempunyai indeks beta yang kecil karena resiko saham – saham tersebut juga akan lebih kecil. Untuk investor yang tidak takut, tetapi tidak terlalu berani ( moderate investor / indiferrence investor ) tidak hanya akan melihat indeks beta saham, akan tetapi juga return saham yang diberikan. Tipe moderate investor seperti ini akan sangat senang apabila ia dihadapkan pada saham dengan indeks beta yang tinggi yang juga sebanding dengan returnnya yang tinggi. Jika investor ingin mengoptimumkan resikonya yaitu dengan resiko yang minimum tetapi mengharapkan pendapatan yang maksimum, investor

tersebut dapat mengkombinasikan beberapa saham dengan indeks beta yang berbeda - beda.

2.1.1.2Resiko Tidak Sistematis

Menurut Tandelilin (2001:51), resiko tidak sistematis adalah resiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Resiko tidak sistematis ini biasa disebut juga sebagai resiko spesifik ( resiko perusahaan ), karena resiko tidak sistematis yang timbul akan lebih terkait dengan perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Dalam manajemen portofolio, disebutkan bahwa resiko perusahaan ini bisa diminimalkan atau dihilangkan dengan melakukan diversifikasi investasi pada sekian banyak jenis sekuritas.

Menurut Brigham dan Houston (2001:238), resiko yang dapat didiversifikasikan ( diversifiable risk ) adalah resiko yang disebabkan oleh peristiwa acak seperti tuntutan hukum, pemogokan, program pemasaran yang berhasil dan gagal, kalah atau menang dalam suatu kontrak besar, dan peristiwa –

peristiwa lain yang khusus bagi suatu perusahaan tertentu. Pengaruh dari berbagai peristiwa ini pada suatu portofolio dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, atau peristiwa yang merugikan akan dihilangkan oleh peristiwa yang menguntungkan pada perusahaan tersebut. Diversifikasi tersebut dapat dilakukan dengan memilih portofolio yang besar, membeli saham perusahaan lain dalam bentuk reksa dana, dan sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa jenis resiko tidak sistematis yang dapat didiversifikasikan :

1. Resiko bisnis

Resiko bisnis merupakan risiko yang terdapat dalam menjalankan bisnis suatu jenis industri. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak di bidang industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.

2. Resiko finansial

Resiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar hutang yang digunakan, maka semakin besar pula resiko yang akan ditanggung.

3. Resiko likuiditas

Resiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, maka semakin likuid sekuritas tersebut. Dan demikian pula sebaliknya.

4. Resiko manajemen

Resiko ini berkaitan dengan penurunan nilai aset yang diakibatkan oleh kesalahan pengelola aset investasi, sehingga dapat dikatakan bahwa resiko manajemen ini timbul karena adanya keputusan bisnis yang kurang baik. Keputusan yang kurang baik itu misalnya : tidak mengasuransikan aset perusahaan, keputusan tentang Research & Development, dan keputusan tentang strategi pemasaran.

Resiko tidak sistematis dapat diukur dengan mengurangkan total resiko ( total risk ) dari resiko sistematis.

2.1.2 Harga Saham

Harga saham di bursa efek akan ditentukan oleh kekuatan permintaan ( demand ) dan penawaran ( supply ). Pada saat permintaan saham meningkat, maka harga saham tersebut akan cenderung meningkat. Sebaliknya, pada saat banyak orang menjual sahamnya kembali, maka harga saham tersebut cenderung akan mengalami penurunan.

Tandelilin (2001:183), menyebutkan bahwa dalam peniliaian saham dikenal ada tiga jenis nilai yang dikenal, yaitu :

1. Nilai buku ( book value ), yaitu nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahaan penerbit saham ( emiten ).

2. Nilai pasar ( market price ), yaitu nilai saham di pasar yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar. Market price merupakan harga pada pasar riil dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga penutupannya (closing price ).

3. Nilai intrinsik, yaitu nilai yang seharusnya terjadi, dan biasa disebut dengan nilai teoritis.

Jogiyanto dalam bukunya yang berjudul Teori Portofolio dan Analisis Investasi (2003:80) menjelaskan tentang nilai nominal yang terdapat pada saham, dimana nilai nominal saham itu adalah nilai kewajiban yang ditetapkan untuk kaitannya dengan hukum. Nilai nominal ini merupakan modal per lembar saham yang secara hukum harus ditahan di perusahaan untuk proteksi kepada kreditor yang tidak dapat diambil oleh para pemegang saham (Jogiyanto dalam Kieso dan Weygandt, 1996:576). Ada kalanya suatu saham tidak memiliki nilai nominal, sehingga dewan direksi akan menentukan nilai sendiri per lembarnya.

Investor berkepentingan untuk mengetahui keempat nilai saham ini sebagai informasi penting dalam pengambilan keputusan yang tepat. Dalam membeli atau menjual saham, investor akan membandingkan nilai intrinsik dengan nilai pasar saham yang bersangkutan. Apabila nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut tergolong dalam kategori overvalued, sehingga dalam keadaan ini investor dapat mengambil keputusan untuk menjual saham tersebut. Dan sebaliknya, apabila nilai pasar suatu saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka saham tersebut tergolong dalam kategori undervalued, dan pada keadaan ini investor sebaiknya mengambil keputusan untuk membeli saham tersebut.

Harga sebuah saham dapat berubah naik atau turun dalam hitungan waktu yang begitu cepat. Harga tersebut dapat berubah dalam hitungan menit, bahkan dalam hitungan detik. Terdapat beberapa istilah yang terkait dengan harga saham, yaitu sebagai berikut :

1. Previous Price menunjukkan harga pada penutupan hari sebelumnya

2. Open atau Opening Price menunjukkan harga pertama kali pada saat pembukaan sesi perdagangan I, yaitu jam 09.30 pagi.

3. High atau Highest Price menunjukkan harga tertinggi atas suatu saham yang terjadi sepanjang perdagangan pada hari tersebut.

4. Low atau Lowest Price menunjukkan harga terendah atas suatu saham yang terjadi sepannjang perdagangan pada hari tersebut.

5. Last Price menunjukkan harga terakhir yang terjadi atas suatu saham.

6. Change menunjukkan selisih antara harga pembukaan dengan harga terakhir yang terjadi.

7. Close atau Closing Price menunjukkan harga penutupan suatu saham pada saat akhir sesi II yaitu jam 16.00 sore.

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Gomgom Erwin Manurung ( 2009 )

Dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Resiko Sistematis dan

Likuiditas Terhadap Tingkat Pengembalian Saham Perbankan di Bursa Efek

Indonesia ( BEI ) “, peneliti menemukan bahwa kedua variabel bebas, yaitu

resiko sistematis dan likuiditas secara bersama – sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham. Akan tetapi variabel

resiko sistematis adalah variabel yang paling mempengaruhi besarnya tingkat pengembalian saham tersebut.

2. Sugianto Lumban Gaol ( 2010 )

Dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Resiko Sistematis dan

Likuiditas Terhadap Tingkat Pengembalian Saham LQ45 di Bursa Efek

Indonesia ( BEI ) ”, peneliti menemukan bahwa resiko sistematis yang diukur

melalui beta dan likuiditas saham yang diukur melalui bid ask spread baik secara parsial maupun secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia.

3. Gustiaveny ( 2010 )

Dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Pengaruh Resiko Sistematis dan

Likuiditas Saham Terhadap Tingkat Pengembalian Saham Pada Perusahaan

Pertambangan Terbuka yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) ”,

peneliti menemukan bahwa variabel resiko sistematis tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengembalian saham pada perusahaan pertambangan terbuka yang terdaftar di BEI, sedangkan variabel likuiditas saham berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat pengembalian saham pada perusahaan pertambangan terbuka yang terdaftar di BEI.

4. Ledi Lasni ( 2009 )

Dalam skripsinya yang berjudul “ Analisis Faktor Fundamental dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Pada Industri Dasar dan Kimia Di Bursa Efek Indonesia (BEI) ”, peneliti menemukan bahwa faktor fundamental BVS dan PBV mempengaruhi harga saham secara parsial, sedangkan faktor fundamental yang lainnya tidak berpengaruh. Sedangkan secara bersama-sama semua faktor fundamental (ROE, ROI, BVS, PER, PBV, DER, DPR dan BETA) berpengaruh terhadap harga saham.

5. Dodie Setio Wibowo, Imam Ghozali, dan Waridin ( 2002 )

Dalam penelitiannya “ Analisis Resiko Sistematik yang Dikeluarkan Dari Lantai Bursa : Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta ”, penelitian menunjukkan

bahwa hanya terdapat 2 variabel independen yang berpengaruh terhadap resiko sistematis saham biasa, yaitu deviasi standar return saham dan korelasi return saham terhadap return pasar. Hal ini disebabkan oleh, semakin tingginya fluktuasi return saham, maka akan semakin tinggi pula beta sahamnya. Dengan semakin pekanya return saham terhadap return pasar, maka akan menaikkan deviasi standar return saham dan juga korelasi return saham terhadap return pasar.

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Tandelilin (2001:48), resiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, maka akan semakin besar pula resiko investasi tersebut. Ada beberapa sumber resiko yang bisa mempengaruhi besarnya resiko suatu investasi. Sumber-sumber tersebut antara lain adalah : resiko suku bunga, resiko pasar, resiko inflasi, resiko bisnis, resiko finansial, resiko likuiditas, resiko nilai tukar mata uang dan resiko negara.

Di samping berbagai sumber risiko di atas, dalam manajemen investasi modern juga dikenal pembagian resiko total investasi ke dalam dua jenis resiko, yaitu: resiko sistematis dan resiko tidak sistematis. Resiko sistematis ( resiko umum –general risk ) merupakan resiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Resiko sistematis tidak dapat diminimalkan dengan diversifikasi. Perubahan pasar akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Resiko tidak sistematis disebut juga sebagai resiko spesifik ( resiko perusahaan ), yaitu resiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Resiko tidak sistematis ini lebih terkait pada perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa resiko perusahaan dapat diminimalkan dengan melakukan diversifikasi investasi.

Resiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap resiko pasar dapat diukur dengan beta saham. Resiko sistematis ini dapat diukur melalui indeks beta suatu portofolio. Indeks beta saham adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara pengembalian suatu saham dan pengembalian pasar yang berbeda (Keown, 2008:209). Indeks beta saham ditentukan dengan cara membandingkan tingkat resiko suatu saham terhadap resiko seluruh saham, dimana resiko ini dicerminkan oleh fluktuasi harga saham bersangkutan dan harga pasar rata-rata dari seluruh saham yang tercatat.

Indeks beta saham mengukur sampai sejauh mana harga saham individu turun naik bersamaan dengan turun naiknya harga pasar. Indeks beta dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Indeks beta negatif berarti selalu terjadi kondisi yang berlawanan. Jika secara umum harga saham mengalami kenaikan, maka saham yang mewakili indeks beta negatif mengalami penurunan.

Indeks beta saham yang normal adalah satu, terjadi jika rata - rata peningkatan harga seluruh saham yang tercatat meningkat dengan persentasi yang sama dengan saham yang memiliki indeks beta satu. Indeks beta saham nol menunjukkan bahwa suatu saham bebas dari resiko. Hal ini berarti meskipun semua saham yang tercatat rata - rata mengalami perubahan harga, saham yang mempunyai indeks beta nol tidak mengalami perubahan sama sekali. Dalam aplikasinya, semakin tinggi tingkat beta, maka akan semakin tinggi resiko sistematis dari saham atau portofolio tersebut.

Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini akan ditunjukkan oleh gambar sebagai berikut :

1. Resiko Sistematis

  

  

2. Resiko Tidak Sistematis

  

    

Gambar 2.1.

Kerangka Konseptual Penelitian

Resiko Sistematis Subsektor Pakan Ternak Resiko Sistematis Subsektor Plastik dan Kemasan Resiko Sistematis Subsektor Kimia Resiko Sistematis Subsektor Keramik, Gelas, dan Porselen

Resiko Sistematis Subsektor Logam dan Sejenisnya Resiko Sistematis Subsektor Semen Resiko Sistematis Subsektor Pulp dan Kertas

Resiko Sistematis Subsektor Kayu dan Pengolahannya Resiko Tidak Sistematis Subsektor Logam dan Sejenisnya Resiko Tidak Sistematis Subsektor Semen Resiko Tidak Sistematis Subsektor Keramik, Gelas, dan Porselen

Resiko Tidak Sistematis Subsektor Pakan Ternak Resiko Tidak Sistematis Subsektor Plastik dan Kemasan Resiko Tidak Sistematis Subsektor Kimia Resiko Tidak Sistematis

Subsektor Pulp dan Kertas

Resiko Tidak Sistematis

Subsektor Kayu dan Pengolahannya

2.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. “ Terdapat perbedaan resiko sistematis pada saham Subsektor Semen,

Subsektor Keramik, Porselen dan Kaca, Subsektor Logam dan Sejenisnya, Subsektor Kimia, Subsektor Plastik dan kemasan, Subsektor Pakan Ternak, Subsektor Kayu dan Pengolahannya, dan Subsektor Pulp dan Kertas pada perusahaan sektor Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ”.

2. “ Terdapat perbedaan resiko tidak sistematis pada saham Subsektor Semen, Subsektor Keramik, Porselen dan Kaca, Subsektor Logam dan Sejenisnya, Subsektor Kimia, Subsektor Plastik dan kemasan, Subsektor Pakan Ternak, Subsektor Kayu dan Pengolahannya, dan Subsektor Pulp dan Kertas pada perusahaan sektor Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ”.

Dokumen terkait