• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Usaha Ternak Domba

Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), pakan dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Usaha ternak domba yang di kelola masyarakat pedesaan secara umum masih merupakan usaha pola budidaya yang sifatnya sebagai tabungan, yang pengolahannya bersifat usaha campuran (diversifikasi) dan berperan mendukung ekonomi rumah tangga. Kondisi demikian memperlihatkan kecenderungan peternak memelihara ternak belum mempertimbangkan manajemen pengolahan sehingga optimalisasi sebagai sumber pendapatan keluarga belum tercapai. Manajemen usaha masih berbasis sumberdaya pakan yang tersedia di lokasi tanpa diikuti dengan upaya peningkatan mutunya, modal biaya rendah (Low External Input), bahkan dapat dinyatakan tanpa adanya biaya produksi (zero cost) (Priyanto et al., 2004).

Dalam membangun suatu perusahaan, perlu beberapa pertimbangan ekonomi dasar seperti apa yang dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, seberapa banyak harus dihasilkan dan bagaimana harus memasarkannya. Untuk itu perlu pencatatan semua kegiatan keluar/masuknya selama periode penggemukkan. Hal ini disebabkan karena tanpa ada data yang lengkap meliputi catatan keluar masuknya pada sepanjang

waktu pemeliharaan maka informasi apakah suatu usaha tersebut rugi atau laba menjadi tidak jelas. Dalam penerapannya perlu dicatat biaya tetap dan biaya variabel dan sekaligus penerimaannya. Analisis ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Rasyaf, 1998).

Dalam pemeliharaan domba terdapat beberapa keuntungan yaitu dapat beranak lebih dari satu ekor, cepat berkembang biak, berjalan dengan jarak lebih dekat saat digembalakan sehingga pemeliharaan lebih mudah, termasuk pemakan rumput

sehingga dalam pemberian pakan lebih mudah (Tomaszweska et al., 1993).

Banyak keuntungan yang di peroleh dari beternak domba. Namun, pengembangan domba sebagai salah satu ternak potong masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaan domba di lakukan secara teradisional. Pemberian pakannya pun hanya sekedarnya saja tanpa memperhitungkan kebutuhan standar gizi (Cahyono, 1998).

Analisis usaha ternak domba sangat penting bagi usaha ternak komersial. Dengan adanya analisis dapat di evaluasi dan di cari langkah pemecahan berbagai kendala, baik dalam usaha pengembangan, rencana penjualan, maupun usaha menanggulangi pemborosan tersamar (Murtidjo, 1993).

Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang

terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1998).

Pada waktu tertentu misalnya menjelang hari raya, permintaan akan domba akan meningkat. Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut diperlukan suatu strategi produksi ternak sehingga pada waktunya tersedia ternak domba yang memenuhi persyaratan, terutama bobot badan dan kondisi tubuh ternak. Salah satu alternatif adalah melakukan penggemukan domba selama berapa bulan sebelum waktu tersebut. Untuk penggemukan yang optimal di butuhkan pakan dengan nilai nutrisi yang sesuai baik secara biologis, maupun secara ekonomis (Boer dan Ginting, 1992).

Peranan Ternak Domba dalam Usaha Peternakan

Peranan ternak di dalam kegiatan usaha tani sungguh-sungguh telah diperlihatkan oleh ternak ruminansia kecil seperti domba dimana domba mudah dipelihara dengan menggunakan masukan minimal, biaya pemeliharaan yang rendah, lagipula domba mempunyai tingkat perkembangbiakan yang tinggi dan selalu siap untuk dijual (Manika, 1993).

Untuk daerah-daerah di Indonesia yang kondisi pertaniannya kurang menguntungkan, peternakan merupakan sumber pendapatan yang penting (Huitema, 1986).

Ternak Domba Sebagai Penghasil Daging, Pupuk dan Sebagai Tabungan

Pada banyak daerah di Indonesia ternak dipelihara sebagai bagian penting dari kegiatan usaha tani terutama peternak-peternak usaha kecil. Alasan pokok

pemeliharaan ternak adalah untuk menyimpan modal atau pengumpulan uang (Manika, 1993).

Di Indonesia, ternak domba sebenarnya belum begitu mendapatkan perhatian, hal ini bisa dibuktikan bahwa ternak domba yang dipelihara umumnya sebagai usaha sambilan, sebab ternak domba merupakan bagian dari usaha pertanian, padahal ternak domba banyak memberikan beberapa keuntungan antara lain : Mudah beradaptasi terhadap berbagai lingkungan. Di Indonesia yang terletak di daerah tropis ini pun usaha ternak domba sebagai penghasil daging tak ada kesulitan karena domba tahan haus. Tubuh domba hampir seluruhnya tertutup bulu itu akan menahan penguapan lewat permukaan kulit, sehingga menyebabkan mereka tak begitu banyak memerlukan air minum. Keperluan air dalam tubuh cukup dipenuhi dalam kandungan air dalam hijauan,modal kecil, dengan modal yang relatif kecil usaha ternak domba bisa jalan sebab ternak bisa diusahakan dengan kandang yang sangat sederhana dan domba mau menerima makanan dari berbagai jenis hijauan,sebagai tabungan. Di musim panen para petani bisa membeli domba dalam jumlah yang cukup besar dan pada masa paceklik domba tersebut dengan mudah bisa dijual di pasar, hasil ikutannya (by-product) berupa kotoran sangat membantu usaha pertanian sebab pupuk ternak domba kaya akan unsur-unsur yang diperlukan tanaman dan membantu pengawetan tanah dan daging domba merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani, kita ketahui bahwa protein dalam susunan makanan manusia sangat penting. Artinya, diantaranya untuk menggantikan sel-sel tubuh yang telah rusak, membentuk jaringan tubuh, memelihara kekuatan tubuh, meningkatkan daya pikir dan lain sebagainya.karena itu dalam usaha membangun rakyat Indonesia, perlu

ditingkatkan pula kebutuhan protein perkapita, sebab protein hewanilah yang mengandung unsur-unsur yang dapat menyusun aneka protein insani (Sudarmono dan Sugeng, 1991).

Ternak domba memiliki beberapa kelebihan antara lain: sebagai tambahan sumber pendapatan, untuk memanfaatkan limbah pertanian, sebagai penghasil daging, pupuk kandang dan kulitnya juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Di pedesaan, ternak domba cukup populer dipilih sebagai usaha sampingan, bahkan ternak domba dianggap sebagai tabungan keluarga sebab dapat dijual setiap saat, khususnya untuk kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak. Daging domba mempunyai andil yang besar di dalam menunjang kelangsungan hidup masyarakat meskipun harganya relatif mahal, tetapi para konsumen semakin sadar akan nilai daging sebagai makanan yang mengandung protein hewani tinggi, sehingga tidak menghalangi selera beli untuk kebutuhan konsumsi. Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar, yakni: badan ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi yang cukup tinggi, domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaan tidak memerlukan lahan atau tanah yang luas, investasi usaha untuk ternak domba membutuhkan modal yang relatif kecil, sehingga setiap investasi lebih banyak unit produksi yang dapat tercapai dan modal usaha untuk ternak domba lebih cepat berputarnya sebab ternak domba cepat dewasa kelamin dan lebih cepat dipotong dibandingkan ternak ruminansia lain seperti sapi atau kerbau (Murtidjo, 1993).

Biaya dan Penerimaan

Biaya dalam usaha tani dapat dibedakan dengan cara yaitu biaya tetap dan tidak tetap, biaya tunai dan tidak tunai, serta biaya tercatat dan tidak tercatat dalam pembukuan akuntansi (Kay dan Edwards, 1994). Hemanto (1996) menyatakan pembiayaan usaha tani akan menyangkut usaha tani apa, metode atau cara yang

dipakai dan tujuan usaha pengembangannya. Menurut Kay dan Edwards (1994), serta Budiono (1990) yang termasuk biaya tetap adalah

depresiasi, asumsi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal sedangkan pakan, pupuk, bibit dan obat obatan bahan bakar dan kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Biaya merupakan komposisi terbesar . Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi (Prawirokusumo,1991).

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu

produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al.,(1995) mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan

adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).

Elemen penting dalam analisa ekonomi selain semua pendapatan usaha adalah biaya. Karena faktor inilah efisiensi usaha bisa dilakukan yang sering disebut efisiensi

cost. Seperti diutarakan oleh

Tjakrawiralaksana dan Soeriatmadja (1993) yang memberikan gambaran tentang biaya yaitu merupakan pengeluaran untuk menghasilkan produk dan dinyatakan dalam satuan rupiah. Pada biaya yang lebih tinggi dihasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi lagi, maka sisi yang harus kita lihat lagi adalah pada hasil penjualan. Karena biaya sudah lebih tinggi, maka keuntungan yang lebih tinggi itu bersumber dari harga penjualan yang ketika itu lebih baik. Bila hal itu tercapai maka efisiensi yang diperoleh merupakan efisiensi ekonomi. Tetapi bila harga jual buruk di sisi lain berhasil meningkatkan produktivitas, maka hal ini dikatakan efisiensi teknis (Rasyaf, 1998).

Soekartawi et al.. (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan total nilai produk usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Menurut Kay dan Edwards (1994) penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode penggemukan yang sama. Hemanto (1996) menyatakan bahwa penerimaan usaha tani meliputi jumlah penambahan inventaris; nilai penjualan hasil; nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. Budiono (1990), menyatakan bahwa penerimaan adalah hasil penjualan output yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut.

Penerimaan dapat diklarifikasikan menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995). Banyak pendekatan yang dapat dipakai untuk mengukur keuntungan ekonomis suatu perusahaan. Diantaranya adalah analisis usaha tani parsial yang melibatkan analisis anggaran parsial. Analisis anggaran parsial/anggaran keuntungan parsial digunakan untuk mengevaluasi pengaruh perubahan metode berproduksi atau organisasi usaha tani terhadap keuntungan usaha tani (Soekartawi et al., 1986).

Biaya Produksi

Biaya produksi adalah segala sesuatu yang di investasikan,baik berupa uang, tanah dan bangunan, tenaga kerja serta aset-aset lain yang di perlukan dalam prose produksi untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Besaran biaya yang di keluarkan selama proses produksi akan menjadi acuan dalam penentuan harga pokok penjualan dan mempengaruhi kelayakan usaha (Sutama dan Budiarsana, 2009).

Biaya produksi dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap (Fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya investasi yang besarnya tidak pernah berubah meskipun perolehan hasil produksinya berubah. Termasuk

dalam biaya tetap ini adalah sewa lahan, bangunan kandang, dan peralatan. Biaya variabel jumlahnya dapat berubah sesuai hasil produksi atau hasil di pasaran pada waktu itu. Termasuk biaya variabel adalah domba bakalan, pakan, tenaga kerja, dan bunga modal/bunga modal jika meminjam dari bank (Sudarmono dan Sugeng, 1991).

Hasil Produksi (Pendapatan)

Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan produk

lainnya merupakan komponen pendapatan (Sutama dan Budiarsana, 2009).

Pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang di peroleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan domba dari kegiatan usaha penggemukan domba dan pendapatan berupa hasil ikutan, misalnya pupuk kandang (Sudarmono dan Sugeng, 1991).

Analisis Laba – Rugi

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah

pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).

Memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos-pos-pos-pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat. Usaha penggemukan domba pencatatan mutlak harus dilakukan. Tujuannya adalah agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usahanya, sehingga kerugian besar bisa dihindarkan sejak dini. Selain itu analisis ekonomi bisa terus dilakukan, sehingga usaha bisa berjalan

lebih efisien dari waktu ke waktu secara keseluruhan akan semakin meningkatkan jumlah keuntungan (Sodiq dan Abidin, 2002).

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu. Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2005).

IOFC (income over feed cost)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang yang dikeluarkan untuk penggemukan. Biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual,

IOFC = (Bobot badan akhir domba – bobot badan awal) x harga jual domba/kg – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)

(Prawirokusumo, 1990).

Pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan biaya pakan. Pendapatan usaha merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (dalam kilogram hidup), sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kilogram domba hidup tersebut. Apabila diperhatikan, tolak ukur ini hanya memperhatikan biaya pakan saja. Padahal dalam biaya variabel tidak hanya mencakup biaya pakan saja, tetapi ada juga biaya untuk pembelian bibit yang juga besar (Rasyaf,1998).

Analisis B/C Ratio (benefit cost ratio)

Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat kelayakan usaha tani atau B/C ratio (Benefit Cost Ratio) bisa digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan.

B/C Ratio = (Rp) Produksi Biaya Total (Rp) Produksi Hasil Total

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

B/C Ratio > 1 : Efisien

B/C Ratio < 1 : Tidak efisien B/C Ratio = produksi biaya Total n) (pendapata produksi hasil Total

Soekartawi et al., (1986) menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1. Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

Rumus untuk mencari niali B/C Ratio dapat dituliskan sebagai berikut :

B/C Ratio = Input Output

dimana :

Output : keluaran yang diperoleh dari usaha tersebut yang berupa hasil penjualan Input : korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya untuk proses produksi

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep BCR (benefit cost ratio), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo-karo et al., 1995).

Ternak Domba

Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama, semua termasuk golongan atau kerajaan (Kingdom) hewan, termasuk filum chordate (hewan bertulang belakang), kelas mamalia (hewan menyusui), ordo artiodactyla

(hewan berkuku genap), family bovidae (hewan memamah biak), genus ovis dan ovis aries (Blakely dan Bade, 1991).

Kambing dan Domba merupakan potensi sangat penting yang dapat diperbaharui di daerah Asia. Ternak tersebut merupakan bagian dan bidang dari berbagai jenis sistem pertanian dan kehidupan sosial ekonomi dari beberapa juta penduduk yang miskin di seluruh wilayah: peternak kecil, petani gurem dan pekerja tani yang tidak mempunyai tanah (penggarap). Di dalam konteks ini dan di bandingkan dengan jenis ternak ruminansia lain, kambing dan domba tersebar sangat

unik di berbagai jenis kondisi lingkungan pertanian di seluruh Asia ( Mastika et al., 1993).

Ternak domba atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat popular dikalangan petani di Indonesia. Jenis ternak ini lebih mudah dipelihara, dapat memanfaatkan limbah dan hasil setiap tersedia setiap saat serta modal yang diperlukan relatif kecil dibandingkan ternak besar (Setiadi dan Inonim, 1991).

Pakan Domba

Domba dan ternak hidup lainnya membutuhkan pakan setiap hari. Jumlah kebutuhan pakan tersebut bervariasi dan tergantung pada status fisiologis ternak – ternak tersebut. Namun demikian jumlah patokan umum bobot badan bila diperhitungkan dengan jumlah hijaun yang biasa tidak di makan maka jumlah yang harus di sediakan harus lebih dari 10%. Sisa hijauan yang biasa tidak dimakan, karena

hijauan yng di berikan sudah tua, tidak disenangi adalah sekitar 50% dari pemberian, oleh sebab itu hijauan harus diduakalikan (Anonimus, 1992).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat mengakibatkan defisiensi, sehingga ternak mudah terserang penyakit, penyediaan dan pemberian pakan harus di upayakan secara terus- menerus sesuai dengan standart gizi menurut umur ternak (Cahyono, 1998).

Menurut Kartadisatra (1997) kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan jumlahnya setiap hari sangat tergatung pada jenis, umur ternak, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal dan sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot badan. Komposisi pakan (kulitas dan kuantias) yang tidak mencukupi kebutuah akan menyebabkan produktifitas ternak rendah antara lain ditunjukan oleh pertumbuhan yang lambat dan bobot badan rendah (Martawidjaya et al., 1999)

Bahan pakan berserat seperti hijauan merupakan bahan pakan sumber energi dan secara alamiah ternak domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari pada konsentrat. Hijauan tersebut pada umumnya merupakan bahan pakan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi. Ternak ruminansia mampu mencerna hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994).

Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba

BB(Kg) BK Energi Protein Ca P (kg) %BB ME Mcal TDN (kg) Total DD (g) (g) 5 0,14 2,8 0,6 0,61 51 41 1,91 1,4 10 0,25 2,5 1,01 1,28 81 68 2,3 1,6 15 0,36 2,4 1,37 0,38 115 92 2,8 1,9 20 0,51 2,6 1,8 0,5 150 120 3,4 2,3 25 0,62 2,5 1,91 0,53 160 128 4,1 2,8 30 0,81 2,7 2,44 0,67 204 163 4,8 2,3

Sumber : NRC (National Resourc Concil) (1995).

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan di cerminkan oleh kebutuhan terhadap nutrisi, jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara), serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

Hijauan

Hijauan pakan ternak adalah semua bentuk bahan pakan berasal dari tanaman atau rumput termasuk leguminosa baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar (Sumarsono, 1997). Menurut (Tillman et al., 1998) hijauan pakan adalah segala bahan makanan yang tergolong pakan kasar yang berasal dari pemanenan bagian vegetatif tanaman yang berupa bagian hijau yang

meliputi daun, batang, kemungkinan juga sedikit bercampur bagian generatif, utamanya sebagai sumber makanan ternak ruminansia.

Menurut Siregar (1994), hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan.

Identifikasi genus/spesies hijauan pakan menjadi semakin penting untuk dilakukan mengingat semakin pentingnya arti hijauan pakan bagi kebutuhan ternak.

Dokumen terkait