• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sayuran

Istilah sayuran biasanya digunakan untuk merujuk pada tunas, daun, buah dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati dan daging. Kebanyakan dari mereka adalah herbaseus (berbatang basah) dan definisi ini tidak mencakup buah-buah manis pencuci mulut (dessert). Kandungan air yang tinggi pada sayuran menyebabkan penanganan, pengangkutan dan pemasarannya menjadi masalah khusus terutama di daerah tropika (Williams et all., 1993).

Jangkauan (range) jenis sayuran yang diusahakan dan ditemukan dipasaran jauh lebih besar di negara-negara tropis daripada di negara-negara iklim sedang (subtropis). Lebih dari 100 jenis (spesies) tanaman dibudidayakan sebagai sayuran diberbagai negara tropis dan masih kira-kira 50 jenis lagi yang hidup secara liar di alam. Sedangkan pada negara subtropis jenis sayurannya hanya puluhan saja dan dari sekian itu cukup banyak yang berasal dari daerah tropis (Williams et all., 1993).

Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki potensi sayuran yang melimpah, namun umumnya berupa sayuran dataran tinggi. Sayuran yang tumbuh di dataran rendah lebih sedikit jumlahnya. Sulitnya sayuran di daerah dataran rendah karena petaninya kurang terbiasa membudidayakan sayur-sayuran. Mereka terbiasa dengan budidaya tanaman perkebunan atau tanaman keras. Budi daya sayur hanya berupa kegiatan sampingan saja (Nazaruddin, 2000).

Ada dua golongan besar sayur-sayuran berdasarkan suhu dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Kedua golongan ini sebenarnya tidak terpisah secara nyata. Batasan antara keduanya masih belum jelas, jenis yang satu bisa masuk ke golongan yang lain dan sebaliknya. Kedua jenis itu ialah sayur dataran tinggi dan sayuran dataran rendah.

Sayur dan buah-buahan merupakan sumber makanan yang mengandung gizi lengkap dan sehat. Sayur berwarna hijau merupakan sumber kaya karoten (provitamin A). Semakin tua warna hijaunya, maka semakin banyak kandungan karotennya. Kandungan beta karoten pada sayuran membantu memperlambat proses penuaan dini mencegah resiko penyakit kanker, meningkatkan fungsi

paru-6

paru dan menurunkan komplikasi yang berkaitan dengan diabetes. Di dalam sayuran dan buah juga terdapat vitamin yang bekerja sebagai antioksidan. Antioksidan dalam sayur dan buah bekerja dengan cara mengikat lalu menghancurkan radikal bebas dan mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan racun(http://kliniku.wordpress.com/2007/11/13/manfaat-sayur-dan-buah/.29 Juni 2010). Selain itu sayuran berwarna hijau juga banyak mengandung vitamin C dan B kompleks zat besi, kalsium, magnesium, fosfor, betakaroten, dan serat. Kekurangan sayuran berwarna hijau menyebabkan kulit jadi kasar dan bersisik. Sayuran yang berwarna hijau tua diantaranya adalah kangkung, daun singkong, daun katuk, daun papaya, genjer,daun kelor dan adalah bayam, caisin, sawi,hijau,bokcoi, brokoli (http://www.scribd.com/doc/18049851/ Manfaat-Warna-Pada-Buah-Dan-Sayur. 29 Juni 2010).

Sayuran Dataran Rendah

Kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan sayur dataran rendah lebih besar daripada sayur dataran tinggi. Jenis tanaman ini akan tumbuh baik pada suhu rata-rata bulanan 21oC ke atas. Rata-rata suhu untuk pertumbuhan optimum ialah 26 – 28,5oC. Bila suhu minimum rata-rata lebih kecil dari 10oC maka pertumbuhan tanaman akan terganggu.

Beberapa sifat sayur dataran rendah merupakan kebalikan sifat sayur dataran tinggi. Sayur dataran rendah peka terhadap suhu rendah karena dapat mengurangi laju pertumbuhan tanaman. Kecambahnya membutuhkan kelembaban tanpa suhu dingin. Sayur dataran rendah memiliki daerah perakaran yang relatif lebih dalam. Kedalaman perakarannya bisa 2 - 3 kali lipat perakaran sayur dataran tinggi, atau bisa mencapai 120 – 180 cm untuk jenis sayuran tertentu (Nazaruddin, 2000).

Jenis sayuran yang baik diusahakan di dataran rendah antara lain cabai, tomat, kacang panjang, terung, caisin, mentimun, kangkung, bawang putih, bawang merah dan bayam. Selain itu selada, bawang daun, kemangi, kecipir, labu dan pare juga tumbuh baik di beberapa daerah dataran rendah.

Dari data ketinggian daerah di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ternyata hampir semua kota besar di Indonesia terletak di dataran rendah, oleh karena itu pengembangan dataran

7

rendah menjadi penghasil sayur-sayuran adalah hal yang menguntungkan, sekaligus merupakan suatu potensi besar bagi Indonesia.

Tanaman Sawi

Sawi-sawian adalah sekelompok tumbuhan dari Genus Brassica bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Namun, karena Indonesia mempunyai kecocokan terhadap iklim dan tanahnya maka sawi dikembangkan di Indonesia. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk, maka tanaman lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila ditanam pada akhir musim penghujan. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah pada pH antara 6 sampai 7.

Caisin(Brassica campestris) dan pak choi(Brassica rapa) merupakan tanaman sayur berdaun lebar yang termasuk dalam kelompok sawi-sawian. Konsumen menggunakan daun caisin dan pak choi baik sebagai bahan pokok maupun sebagai pelengkap masakan tradisional dan masakan cina (Haryanto et al., 2001).

a. Caisin

Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tumbuhan, maka caisin termasuk dalam :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

8

Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales

Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian) Genus : Brassica

Spesies : Brassica campestris

Ciri-ciri caisin adalah daunnya memiliki permukaan lebih kasar dan tidak mampu membentuk krop(telur). Tangkai daun langsing dengan penampilan lebih memanjang. Caisin biasa dipanen pada umur 30 - 35 hari setelah tanam. Caisin merupakan sayuran yang kaya akan serat, vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh. Tabel 1. memaparkan beberapa kandungan gizi caisin.

Tabel 1. Kandungan gizi caisin per 1 gelas bahan(jus)

Bahan Penyusun Jumlah

Protein (g) Serat (g) Vitamin A (IU) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B3 (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin C (mg) Vitamin E (mg) Vitamin K (mkg) Folat (mkg) Triptofon (g) Mangan (mg) Kalsium (mg) Kalium (mg) Tembaga (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) 3,16 2,8 4243,4 0,06 0,09 0,61 0,14 35,42 2,81 419,3 102,76 0,04 0,38 103,6 282,8 0,12 57,4 0,98 21 Sumber : www.whfoods.org

9

b. Pak choi

Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tumbuhan, maka pak choi termasuk dalam :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Brassicaceae (suku sawi-sawian) Genus : Brassica

Spesies : Brassica rapa

Ciri-ciri pak choi adalah : daunnya halus (tidak berbulu) dan tidak mampu membentuk krop (telur). Meskipun ada beberapa varietas pak choi berkrop, namun kropnya tidak padat. Selain itu tangkai daunnya lebar dan kokoh dengan penampilan lebih pendek dari sawi biasa dan kompak.

Pak choi siap dipanen pada umur 30 – 40 hari setelah tanam, pembentukan daunnya cukup maksimal dengan daun-daun muda yang berukuran besar. Tanaman ini termasuk sayuran daun yang cepat rusak atau susut, biasanya dikonsumsi dalam bentuk lalap segar dan aneka masakan cina lainnya (Rukmana 1994). Pak choi merupakan tanaman sayur daun yang kaya akan serat, vitamin dan mineral, berikut pada Tabel 2. tertera kandungan gizi yang terdapat pada pak choi.

Tabel 2. Kandungan gizi pak choi per 100 gr bahan

Bahan Penyusun Jumlah

Energi (kcal) Karbohidrat (g) Serat (g) Lemak (g) Protein (g) Vitamin C (mg) Sodium (mg) 10 (50 kJ) 2.2 1.0 0.2 1.5 45 65

10

Pascapanen Sayuran

Kegiatanpenanganan pasca panen hortikultura didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil hortikultura sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap dikonsumsi, dimana didalamnya juga termasuk distribusi dan pemasarannya (Vita. et al., 2006). Selain itu menurut Studman, C.J (2001) teknologi pasca panen terdiri dari penanganan, sortasi, penyimpanan, transportasi, pemasaran dan manajemen produk segar mulai dari panen sampai dikonsumsi. Menurut Kitinoja L dan Kader (2002) tiga tujuan utama untuk menerapkan teknologi pasca panen buah-buahan dan sayuran adalah: 1. Menjaga mutu (kenampakan, tekstur, citarasa dan nilai nutrisi)

2. Melindungi keamanan pangannya, dan

3. Mengurangi susut dari saat panen sampai produk tersebut dikonsumsi.

Sayuran setelah dipanen secara fisiologis masih melakukan aktivitas kehidupan atau metabolism. Proses ini perlu dikendalikan dan tidak dibiarkan berlansung dengan cepat, sehingga perlu dilakukan pengaturan aktivitas laju respirasinya agar berjalan lambat. Selain mengalami proses respirasi, produk sayuran juga mengalami pelayuan akibat proses tranpirasi. Untuk menghindari aktivitas tersebut dan meningkatkan daya tahan dapat dilakukan dengan menaikkan kelembaban relatif udara (90-95%), menurunkan suhu penyimpanan (5-15oC), serta mengurangi pertukaran udara dengan menggunakan kemasan yang tepat (Vita. et al., 2006).

Permasalahan yang ada pada produk sayuran adalah rentannya sayuran segar terhadap kemunduran mutu kesegaran dan kerusakan mekanis yang terjadi selama proses penanganan pasca panen hingga sampai ketangan konsumen tergantung pada komoditas, lokasi panen dan musim. Di Amerika Serikat kehilangan pasca panen pada produk buah dan sayuran segar diperkirakan berkisar 2% sampai 23% tergantung pada komoditas, dengan rata-rata sekitar 12% (Cappellini and Ceponis 1984; Harvey 1978 diacu dalam Kader 2003). Sementara perkiraan kehilangan pasca panen pada negara berkembang sangat bervariasi mulai dari 1% sampai 50% bahkan lebih (FAO 1981; National Academy of Science 1978 diacu dalam Kader, 2003).

11

Penanganan pasca panen yang baik dan benar (Good Handling Practice GHP) pada sayuran merupakan salah satu mata rantai dalam pencapaian standar mutu yang ditetapkan secara nasional dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Penerapan teknik pascapanen yang efektif dapat berarti adanya perbedaan antara keuntungan dan kehilangan pada stadia keseluruhan sistem. Produk yang diperlakukan dengan baik dan dalam kondisi yang baik dapat relatif bertahan dari stress waktu, suhu, penanganan, transportasi dan mikroorganisme pembusuk selama proses pendistribusian. Dengan demikian fase pascapanen adalah sangat penting bagi petani, pedagang besar, pengecer dan konsumen (Made, 2005).

Penanganan pasca panen secara baik dan benar dapat menekan kehilangan/kerusakan hasil, mempertahankan mutu dan daya simpan produk sesuai SNI yang telah ditetapkan sehingga mudah bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun internasional. Untuk menerapkan penanganan pasca panen sayuran secara baik dan benar, maka perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan pasca panen adalah :

Faktor Biologi

1. Respirasi

Respirasi merupakan suatu proses pemecahan unsur-unsur organik kompleks seperti karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa sederhana dan energi. Pemecahan substrat dasar ini menggunakan oksigen (O2) dan menghasilkan karbondioksida (CO2). Laju respirasi berbanding lurus dengan laju penurunan mutu produk yang dipanen.

Respirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana produk tersebut disimpan, misalnya cahaya, bahan kimia seperti fumigan, radiasi, tekanan air, tingkat pertumbuhan dan pathogen perusak.

Produk sayur-sayuran diklasifikasikan berdasarkan laju respirasinya seperti pada Tabel 3.

12

Tabel 3. Klasifikasi sayuran berdasarkan laju respirasi

No. Kelas Laju Respirasi

(mg.C02/kg-hr) Komoditi

1 Paling rendah <5 Sayuran kering, kacang-kacangan

2 Rendah 5-10 Seledri, Bawang Putih, Kentang

3 Sedang 10-20 Wortel, Ketimun, Tomat, Kubis Cina-

4 Tinggi 20-40 Wortel dengan daun, Kembang Kol, Bawang

Perai, Slada

5 Sangat Tinggi 40-60 Brokoli, Kecambah, Bunga Potong, Okra,

Kale, Snap Bean, Seledri Air

6 Paling Tinggi >60 Asparagus, Jamur, Bayam, Jagung Manis,

Parsely

Sumber : Adel A. Kader, 1992 2. Produksi etilen

Etilen merupakan hormon tanaman berbentuk gas yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman, dihasilkan secara alami dari metabolisme tanaman dalam proses respirasi dan mikroorganisme. Klasifikasi komoditas sayuran berdasarkan produksi etilen seperti tercantum pada Tabel 4.

Etilen berpengaruh terhadap proses pematangan (senescence) produk hortikultura, karena itu penyimpanan produk sebaiknya dikelompokkan berdasarkan tingkat produksi etilennya.

Tabel 4. Klasifikasi sayuran berdasarkan laju produksi etilen

No. Kelas Laju produksi etilen ( IC2H/kg-hr) (range 20° C)

Komoditi

1 Paling rendah <0,1 Asparagus, Kembang Kol,

Sayuran

Berdaun, Sayuran Berumbi, Kentang

sebagian besar Bunga Potong

2 Rendah 0,1-1,0 Ketimun, Terung, Okra,

Olive, Labu Kuning,

Tamarilio

3 Sedang 1,0-10,0 Plantain, Tomat

Sumber : Adel A. Kader, 1992

3. Perubahan komposisi kimia

Perubahan komposisi kimia terjadi pada saat perkembangan dan masa kematangan, dimana perubahan komposisi ini masih terus berlangsung setelah panen. Perubahan komposisi yang terjadi antara lain pada klorofil, karotenoid, antocianin, karbohidrat, lemak, protein dan asam amino. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut dapat mempengaruhi mutu sayuran.

13

4. Transpirasi

Kehilangan air merupakan penyebab utama dari kerusakan sayuran yang akan menyebabkan penurunan kesegaran sayuran. Kehilangan air dapat menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas sayuran (kekerutan, pelunakan, kehilangan kerenyahan dan susut bobot). Laju transpirasi dipengaruhi faktor internal dan ekternal. Faktor internal meliputi karakteristik morfologi, rasio luas permukaan dan volume, luas permukaan yang terinfeksi dan tingkat kematangan. Faktor eksternal atau lingkungan meliputi suhu, kelembaban, pergerakan udara (angin) maupun tekanan udara.

Faktor Lingkungan

1. Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan/eksternal yang sangat mempengaruhi laju penurunan mutu sayuran. Untuk setiap peningkatan suhu 10 °C di atas batas optimum, kecepatan penurunan mutu dapat meningkat 2 - 3 kali lipat. Suhu juga mempengaruhi produksi etilen/laju respirasi dan transpirasi.

2. Kelembaban

Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya (Made, 2001).

3. Komposisi atmosfir

Pengurangan oksigen dan peningkatan karbondioksida secara intensional melalui aplikasi Modified Atmosphere Packaging (MAP) dan Controlled Atmosphere Storage (CAS) serta unintensional melalui aplikasi ventilasi pada Kontainer maupun angkutan dapat memperlambat kerusakan sayuran. Tingkat konsentrasi 02 sekitar 2-3% berguna untuk mengurangi laju respirasi dan reaksi metabolik lainnya. Pada beberapa komoditas, peningkatan C02 dapat mengurangi respirasi, menunda pembusukan dan menghambat pertumbuhan jamur. Tahapan

14

penanganan pasca panen secara umum dapat digambarkan pada diagram alir pada Gambar 1.

Kajian pascapanen dilakukan dengan mengamati setiap tahapan pascapanen yang dilakukan pada unit prosesing sayuran yang akan diekspor dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana pengaruh introduksi teknologi terhadap setiap tahapan yang dilakukan dan sistem secara keseluruhan. Dengan kajian ini dilihat sejauh mana peran teknologi dalam peningkatan efisiensi waktu dan peningkatan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Selain itu juga akan diamati kemungkinan bottleneck effect yang terjadi. Agar proses yang terjadi secara keseluruhan meningkat, salah satu yang harus diidentifikasi adalah proses bottleneck effect dimana akan membatasi arus produksi. Bottleneck adalah proses pembatas dimana dikaitkan dengan tiap peralatan atau sumberdaya seperti permintaan bermacam kebutuhan, tenaga kerja, bahan baku dan sumberdaya lainnya (Athimulam et al. 2006).

Panen

Panen merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memisahkan suatu produk yang berasal dari organism hidup dari media tumbuhnya. Pemanen dapat dilakukan dengan tangan(manual) maupun dengan bantuan alat atau mesin pemanenan(mekanis).

Praktek-praktek pemanenan hendaknya menghindari kerusakan terhadap produk. Penggalian, pemetikan dalam pemanenan serta penanganan yang hati-hati akan membantu mengurangi susut. Untuk beberapa produk, daerah pemisahan alami yang ada pada titik penyatuan antara tangkai buah dan cabang terbentuk saat buah telah matang. Pemanen sebaiknya memegang produk dengan erat tapi lembut dan menariknya ke atas. Memakai sarung tangan kapas, kuku-kuku yang dipotong pendek, dan melepaskan perhiasan seperti cincin dan gelang bisa membantu mengurangi kerusakan mekanis selama panen. Pendinginan sayuran daun menggunakan air dingin pada saat panen akan membantu mempertahankan mutu dan mencegah pelayuan.

15

Gambar 1. Diagram alir penanganan pasca panen sayuran.

Pengumpulan

Setelah panen dilakukan maka selanjutnya produk hasil panen dikumpulkan pada satu atau beberapa titik pengumpulan guna memudahkan dalam usaha penanganan selanjutnya.

Sortasi

Sortasi biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani.

PANEN PENGUMPULAN SORTASI PEMBERSIHAN/PENCUCIAN GRADING PENGEMASAN PENYIMPANAN/PENDINGINAN PENGIRIMAN/TRANPORTASI

16

Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan.

Pembersihan/pencucian

Kebanyakan buah dan sayuran membutuhkan pembersihan untuk menghilangkan kotoran seperti debu, insekta atau residu penyemprotan yang dilakukan sebelum panen. Pembersihan dapat dilakukan dengan sikat atau melakukan pada semprotan udara. Namun lebih umum digunakan dengan penyemprotan air atau mencelupkan ke dalam air. Bila kotoran agak sulit dihilangkan maka dapat ditambahkan deterjen. Sementara pencucian yang dilakukan sudah efektif menghilangkan kotoran, maka disinfektan dapat ditambahkan untuk mengendalikan bakteri dan beberapa jamur pembusuk. Klorin adalah bahan kimia yang umum ditambahkan untuk pengendalian mikroorganisme tersebut. Namun klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral. Perlakuan klorin dengan konsentrasi 100-150 ppm dapat membantu mengendalikan patogen selama operasi lebih lanjut.

Grading

Buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan adalah kelompok produk yang non-homogenous. Mereka bervariasi a) antar group, b) antar individu dalam kelompok dan c) antar daerah produksi.

Perbedaan timbul karena perbedaan kondisi lingkungan, praktik budidaya dan perbedaan varietas. Sebagai akibatnya, setiap operasi grading harus menangani variasi dalam total volume produk, ukuran individu produk, kondisi produk (kematangan dan tingkat kerusakan mekanis) dan keringkihan dari produk. Beberapa faktor lainnya juga berpengaruh terhadap mutu sebelum produk degrading, meliputi:

 Stadia kematangan saat pemanenan

 Metode untuk mentransfer produk dari lapangan ke tempat grading

 Metode panen

 Waktu yang dibutuhkan antara panen dan grading.

Grading memberikan manfaat untuk keseluruhan industri, dari petani, pedagang besar dan pengecer karena :

17

 Ukurannya seragam untuk dijual

 Kematangan seragam

 Didapatkan produk yang tidak lecet atau tidak rusak

 Tercapai keuntungan lebih baik karena keseragaman produk

 Menghemat biaya dalam transport dan pemasarannya karena bahan-bahan rusak di sisihkan.

Alat grading dapat saja yang canggih dan mahal tetapi membutuhkan biaya yang mahal. Pada sisi lain, sistem grading sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual. Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:

 Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi.

 Menyisihkan produk yang tidak diinginkan. Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya.

 Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat.

Pengemasan

Dalam keseluruhan sistem penanganan pascapanen, pengemasan dapat sebagai alat bantu maupun sebagai penghambat untuk mencapai masa simpan mutu yang maksimum. Pengemas membutuhkan ventilasi namun harus cukup kuat untuk mencegah kerusakan karena beban. Kemasan atau kontainer hendaknya tidak diisi terlalu sedikit atau terlalu ketat untuk mendapatkan hasil yang baik. Produk dikemas terlalu longgar dapat menggetarkan unit produk lainnya yang mengakibatkan memar, sementara kalau dikemas berlebihan berakibat pada memar karena tekanan.

Menurut Syarief, ada 6 fungsi utama kemasan yang seharusnya dipenuhi oleh suatu bahan pengemas, yaitu:

18

1. Menjaga produk bahan pangan atau hasil pertanian agar tetap bersih dan terlindung dari kotoran dan kontaminasi.

2. Melindungi makanan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran.

3. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup, dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi. 4. Mempunyai fungsi yang baik efisien dan ekonomis, aman untuk lingkungan. 5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar

yang ada, mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak.

6. Menampilkan identifikasi, informasi, daya tarik dan penampilan yang jelas sehingga dapat membantu promosi atau penjualan.

Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal, antara lain: berdasarkan frekuensi pemakaian, struktur sistem kemasan, sifat kekakuan bahan pengemas, sifat perlindungan terhadap lingkungan, tingkat kesiapan pakai dan sifat edible.

Berdasarkan frekuensi pemakaiannya kemasan dapat dikelompokkan menjadi:

a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah satu kali pakai. Contohnya: bungkus plastik untuk es, bungkus permen dari kertas, bungkus yang berasal dari daun-daunan, kaleng hermetis, karton dus.

b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), seperti beberapa jenis botol minuman (limun, bir), botol kecap. Wadah-wadah ini umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan tetapi dikembalikan lagi pada agen penjual untuk kemudian dimanfaatkan ulang oleh pabrik.

c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposible). Setelah dipakai, wadah-wadah tersebut biasanya digunakan untuk kepentingan lain di rumah konsumen, seperti beberapa jenis botol, wadah dari kaleng (susu, makanan bayi, dan lain-lain).

Sedangkan berdasarkan struktur sistem kemasannya, yaitu berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan pengemas di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas:

19

a. Kemasan primer, yaitu apabila bahan pengemas langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan (kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe, dan lain-lain).

b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lainnya, seperti halnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk wadah buah-buahan yang sudah

Dokumen terkait