• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIMBAH TAUGE PADA TARAF PEMBERIAN YANG BERBEDA

TINJAUAN PUSTAKA Domba

Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Ternak domba secara umum termasuk dalam phylum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia (hewan yang menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berteracak atau berkuku genap), family Bovidae (hewan memamah biak), genus

Ovis, spesies Ovisaries (Blakely dan Blade, 1992). Ternak domba dari Asia tersebar ke sebelah barat yaitu Mediterania, termasuk Eropa dan Afrika serta ke sebelah timur daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan Mc Leroy,1982).

Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Peternakan (2011) populasi ternak domba di Indonesia mencapai 9.514.184 ekor pada tahun 2007 dari keseluruhan populasi ternak sebanyak 1.363.847.312 ekor. Populasi ternak domba tersebut meningkat pada tahun 2008 menjadi 9.605.339 ekor dari total populasi ternak pada tahun tersebut sebanyak 1.348.828.995 ekor. Terdapat peningkatan populasi ternak domba meskipun populasi ternak secara keseluruhan mengalami penurunan. Populasi ternak domba tertinggi berada di daerah Jawa Barat yaitu 4.605.417 ekor pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 5.311.836 ekor pada tahun 2008. Adapun produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.605 ton/tahun dan merupakan produksi tertinggi di seluruh Indonesia.

Domba Ekor Gemuk

Domba Ekor Gemuk banyak dipelihara di wilayah Indonesia seperti Jawa Timur, Sulawesi, dan kepulauan Nusa Tenggara. Domba ini memiliki keistimewaan yaitu tahan terhadap iklim panas dan kering. Domba Ekor Gemuk di daerah Sulawesi lebih dikenal dengan domba Donggala. Asal-usul Domba Ekor Gemuk belum diketahui, apakah domba tersebut merupakan keturunan Domba Ekor Gemuk dari Persia (Hardjosubroto, 1994). Bentuk tubuhnya lebih besar dibandingkan dengan Domba Ekor Tipis, sehingga dikategorikan sebagai domba tipe pedaging dengan kualitas daging yang baik dan wol yang dapat dimasukan kedalam kategori untuk pembuatan karpet. Domba Ekor Gemuk di Indonesia diduga berasal dari Asia

5 Barat dan Afrika Timur melalui jalur perdagangan dan terjadinya persilangan dengan domba lokal (Devendra dan Mc Leroy, 1982).

Karakteristik Domba Ekor Gemuk yaitu badan lebih besar dibandingkan dengan domba yang lain, warna bulu putih dan rapi tetapi kasar, kepalanya yang ringan dengan bentuk muka melengkung, bentuk telinga kecil dan arahnya mendatar serta menyamping. Pejantan dari domba jenis ini biasanya tidak bertanduk atau bertanduk tetapi kecil, sedangkan betinanya tidak bertanduk. Bagian dada serasi dan kuat, bila berjalan agak lamban karena keempat kakinya menanggung berat dari bobot badan dan ekornya yang gemuk (Epstein, 1971). Menurut Devendra dan Mc Leroy (1982), panjang ekor normal domba ekor gemuk adalah 15-18 cm, bentuknya

“S” atau sigmoid, kecuali pada ujungnya yang berlemak kebanyakan menggantung bebas. Ciri dari ekornya yang gemuk tersebut digunakan sebagai tempat untuk mendeposit lemak, sehingga pada saat kekurangan pakan akibat kekeringan maka lemak yang disimpan tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme tubuhnya. Sutama (1993) menambahkan bahwa bobot badan dewasa Domba Ekor Gemuk mencapai 27,2±4,7 kg untuk betina dan untuk jantannya adalah 30,5±6,9 kg. Sifat lainnya dari domba ekor gemuk yaitu sangat prolifik dengan kemampuan beranaknya yang bervariasi antara 1-3 ekor dengan rataan 1,6 ekor yang tergantung pada induknya.

Pakan

Pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis secara garis besarnya yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan pakan adalah bahan makanan yang berupa rumput lapang, beberapa dari jenis limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diperkenalkan dan beberapa jenis leguminosa atau kacang-kacangan. Hijauan ditandai dengan kandungan serat kasarnya yang relatif tinggi pada bahan keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar yang lebih sedikit dibandingkan hijauan serta mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif lebih tinggi jumlahnya tetapi bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993).

6 Konsentrat

Menurut Crampton dan Harris (1969), konsentrat merupakan makanan yang mengandung serat kasar rendah tetapi kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna tinggi sebagai sumber utama zat makanan adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Penggunaan konsentrat yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara untuk optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik. Menurut Munier et al (2004), pemberian pakan tambahan berupa konsentrat pada domba ekor gemuk selama pengkajian memperlihatkan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pertambahan bobot badan harian dan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pada perlakuan dengan pemberian pakan tambahan mengalami peningkatan bobot badan sebesar 27,3 gram dan pada perlakuan tanpa pemberian pakan tambahan mengalami penurunan bobot badan sebesar 12 gram.

Menurut Martawidjaja (1986), rata-rata konsumsi pakan domba yang diberikan konsentrat adalah 580 gram/ekor/hari dibandingkan dengan yang tidak diberi konsentrat yaitu 371 gram/ekor/hari. Martawidjaja (1986) juga menambahkan bahwa pemberian konsentrat pada domba sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan domba tanpa penambahan konsentrat rata-rata 18 gram/ekor/hari, sedangkan dengan penambahan konsentrat adalah 71 gram/ekor/hari. Menurut Parakkasi (1999), pemberian pakan konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi.

Limbah Tauge

Limbah pertanian merupakan sisa dari hasil suatu pengolahan atau kegiatan pertanian, peternakan ataupun kegiatan lainnya yang diperoleh setelah hasil utama dari kegiatan tersebut selesai. Limbah terkadang tidak bernilai ekonomi jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Limbah dihasilkan dari alam melalui proses pertanian, peternakan, dan perikanan setelah dimanfaatkan hasil utamanya maka harus terpaksa dibuang dalam bentuk limbah (Winarno, 1981).

7 Limbah tauge adalah sisa dari produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau atau angkup tauge dan pecahan-pecahan tauge yang diperoleh pada saat pengayakan atau ketika pemisahan untuk mendapatkan tauge yang dapat dikonsumsi. Limbah tauge biasanya dibuang begitu saja di pasar atau oleh para pengrajin tauge, sehingga berpeluang untuk mencemari lingkungan.

Potensi limbah tauge dalam sehari sangat banyak dilihat dari produksi tauge yang tidak mengenal musim terutama untuk pengrajin tauge di daerah Bogor. Sebagai contoh, total produksi tauge di daerah bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge dihasilkan dari kacang hijau yang mengalami perubahan secara fisik dan kimia menjadi tauge, kemudian dilakukan pengayakan tauge di pasar sebelum dijual ke konsumen. Kacang hijau mempunyai kandungan protein yang tinggi dan susunan asam amino yang mirip dengan susunan asam amino kedelai. Salah satu kekurangan kacang hijau adalah adanya kandungan antinutrisi yang relatif tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi kandungan antinutrisinya adalah dengan memberikan perlakuan pada kacang tersebut seperti perendaman, perkecambahan, dan pemanasan (Belinda, 2009).

Kacang hijau mempunyai nilai daya cerna protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 81%, namun daya cerna protein ini dipengaruhi oleh adanya inhibitor tripsin. Aktivitas enzim tripsin dapat pula dipengaruhi oleh adanya tannin atau polifenol. Salah satu upaya untuk menginaktifkan zat-zat antigizi tersebut adalah dengan membuat kacang-kacangan tersebut berkecambah menjadi tauge (Bressani et al., 1982).

Selama proses perkecambahan, beberapa kandungan pati diubah menjadi bagian yang lebih kecil dalam bentuk gula maltosa. Karbohidrat sebagai bahan persediaan makanan dirombak oleh enzim alfa amilase dan beta amilase yang bekerja saling mengisi. Alfa amilase memecah pati menjadi dekstrin, sedangkan beta amilase memecah dekstrin menjadi maltosa. Molekul protein dipecah menjadi asam amino sehingga pada kecambah terjadi kenaikan konsentrasi asam amino yaitu lisin 24%, threonin 19%, alanin 29% dan fenilalanin 7%. Lemak dihidrolisa menjadi asam-asam lemak yang mudah dicerna. Beberapa mineral seperti Ca (kalsium) dan Fe (besi) yang biasa terikat erat dapat dilepaskan sehingga menjadi bentuk yang lebih

8 bebas. Dalam setiap 100 gram tauge mengandung energi 50 kkal, kalsium 32 mg, potasium 235 mg, besi 897 mg, fosfor 75 mg, seng 960 mg, asam folat 160 mg, vitamin C 20 mg dan vitamin B2 163 mg. Tauge mengandung nilai gizi tinggi, murah, dan mudah didapat. Adapun kandungan zat gizi tauge dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Kecambah Kacang Hijau (Tauge) dalam 100 gram Bahan yang Dapat Dimakan

Komponen Kacang hijau

Energi (kal) 23

Air 92,4

Lemak 0,2

Protein 2,9

Karbohidrat 4,1

Sumber : Hardinsyah dan Briawan 1994

Dalam bentuk tauge, kandungan vitaminnya lebih banyak daripada bentuk bijinya yaitu kacang hijau. Kadar vitamin B-nya meningkat 2,5-3 kali lipat, sedangkan vitamin C meningkat menjadi 20 mg/ 100 gram. Berdasarkan berat kering, kandungan protein taugejuga meningkat 119% dari kandungan awalnya. Hal ini terutama dikarenakan terjadinya sintesa protein selama proses germinasi kecambah (Winarno, 1981). Dalam bentuk limbah tauge dapat diketahui pula bahwa kandungan airnya adalah 63,35%, abu 7,35%, lemak 1,17%, protein 13,62%, serat kasar 49,44%, dan kandungan TDN adalah 64,65 (Rahayu et al., 2010).

Limbah tauge sering kali dianggap tidak berguna dan dapat mencemari lingkungan, namun melihat kandungan gizi yang terdapat dalam limbah tauge, maka limbah tauge tersebut kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pakan ternak diantaranya sebagai pakan ternak domba. Selain memberikan nilai ekonomis dan mengurangi pencemaran lingkungan, pemanfaatan dan pendaurulangan limbah pertanian menjadi komoditas baru dapat memberikan keuntungan lain seperti penyerapan tenaga kerja dan dihasilkannya produk baru yang berguna sehingga meningkatkan pendapatan dan keuntungan petani atau produsen.

9 Konsumsi Pakan

Konsumsi merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang kandungan zat makanan didalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1991). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan kondisi lingkungan. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal antara lain penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan tekstur pakan (Church dan Pond, 1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan ternak adalah jenis ternak, pakan dan lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Suhu udara yang tinggi dapat menyebabkan konsumsi pakan menurun, karena konsumsi air yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan.

Kebutuhan Nutrisi Domba

Zat makanan yang meliputi jumlah dan kualitasnya merupakan faktor yang dapat menentukan produktivitas ternak. Pakan merupakan faktor penting dalam penentuan kondisi maksimum yang dapat dicapai oleh seekor ternak, serta dalam pencapaian hasil yang sesuai dengan kemampuan genetik ternak (Maynard dan Loosly, 1979). Menurut Siregar (1984), pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dari usaha tersebut. Peternak di lapangan pada kenyataannya masih memberikan ransum dengan kualitas, kuantitas, dan teknik pemberian pakan yang tidak sesuai dengan persyaratan, akibatnya pertumbuhan atau produktivitas ternak yang dipelihara tidak tercapai sebagaimana mestinya.

10 Kebutuhan nutrisi setiap ternak bervariasi antara spesies ternak dan umur fisiologis ternak yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut antara lain jenis kelamin, tingkat produksi, kondisi lingkungan, dan aktifitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrisi ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak.

Energi

Energi adalah suatu komponen penting yang terdapat dalam pakan, berfungsi untuk pertumbuhan ternak (Anggorodi,1990). Energi pakan dapat didefinisikan sebagai kalori yang terkandung dalam pakan. Kalori ini dapat berasal dari senyawa-senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak (Haryanto, 1992). Energi tersebut digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan zat-zat nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja, seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya kegiatan dan produksi. Kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja (Tillman et al., 1991).

Kemampuan domba dalam memanfaatkan energi yang terkandung didalam pakan mampu mempengaruhi pertumbuhan dari ternak tersebut. Konsumsi energi yang rendah akan menyebabkan pertumbuhan lambat atau terhenti, bobot badan berkurang, fertillitasnya rendah, reproduksi gagal, produksi susu berkurang, masa laktasi pendek, kualitas wol rendah, daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang dan angka kematian tinggi (Pond et al., 1995). Rendahnya konsumsi energi tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya kandungan energi dalam pakan dan konsumsi pakan yang rendah. Kekurangan energi pada domba merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi, dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau konsumsi pakan yang berkualitas rendah.

11 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1981). Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang terdapat didalam tubuh, protein juga berfungsi sebagai bahan bakar jika karbohidrat dan lemak belum memenuhi kebutuhan energi dalam tubuh. Protein merupakan senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino. Dikenal terdapat sekitar 20 asam amino, dan 10 diantaranya yang esensial artinya diperlukan oleh ternak untuk mensintesa asam amino sendiri dalam tubuhnya (Haryanto, 1992).

Protein adalah unsur penting yang harus terkandung dalam pakan dan dibutuhkan oleh tubuh hewan secara terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (National Research Council, 1985). Protein yang dibutuhkan oleh ternak biasanya dalam bentuk protein kasar dan protein yang dapat dicerna (Gatenby, 1991). Menurut Pond et al (1995), ternak ruminansia memiliki populasi mikroba di dalam rumen untuk menghasilkan banyak asam amino dan vitamin yang dibutuhkan untuk keperluan produksi. Oleh karena itu, kualitas dari protein lebih diutamakan dibandingkan kuantitasnya dalam pakan.

Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur fisiologi, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein. Pertumbuhan seekor ternak membutuhkan protein yang tinggi dalam ransumnya, yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan energi yang lebih tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya (National Research Council, 1985).

Total Digestible Nutrient (TDN)

Total Digestible Nutrient merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah dari bahan makanan yang dapat dicerna oleh hewan dan tidak diekskresikan dalam feses. Zat-zat makanan organik yang dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BETN. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum

12 dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990). Berdasarkan National Research Council (1985), kadar total digestible nutrient bahan pakan pada umumnya berbanding terbalik dengan serat kasarnya. Semakin tinggi nilai total digestible nutrient suatu pakan maka pakan tersebut semakin baik, karena semakin banyaknya zat-zat makanan yang dapat digunakan.

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda yang dipengaruhi oleh lingkungan dan akan menghasilkan penampilan ternak seperti pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan dari proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut (Herman, 2003). Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram per hari. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan, genetik, jenis kelamin, kesehatan, dan manajemen (Gatenby, 1991). Pertumbuhan kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain genetik dan lingkungan. Faktor genetik lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa (Devendra dan Burn, 1983).

13 Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh lebih cepat daripada domba betina muda, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan lebih banyak dan penggunaan pakan lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1990). Menurut Soeparno (1992), hal ini dikarenakan adanya hormon testosteron. Sekresi testosteron yang tinggi akan menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang cepat, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan.

Pertambahan Bobot Badan

Peubah yang dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan dan kualitas bahan makanan ternak yaitu pertambahan bobot badan (PBB). Pertambahan bobot badan dapat diperoleh dari zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak serta kemampuan ternak dalam mengubah zat-zat makanan tersebut menjadi daging. Nilai suatu pakan dari seekor ternak dapat diketahui dari pertambahan bobot badan (Church dan Pond, 1988).

Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1991). Menurut Church dan Pond (1988), proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang menjadi kecil. Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak semakin baik maka akan diikuti oleh pertambahan bobot badan yang semakin tinggi.

Pertambahan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis kelamin, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana. Bobot tubuh berfungsi sebagai salah satu kriteria ukuran yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan ternak. Selain itu, bobot tubuh juga berfungsi sebagai ukuran produksi dan penentu ekonomi. Bobot tubuh seekor ternak dipengaruhi oleh bangsa ternak, jenis kelamin, umur, jenis kelahiran, dan jenis pakan (National Research Council, 1985).

14 Morfometrik Tubuh Domba

Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh memiliki kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan (Diwyanto, 1982). Mulliadi (1996) menambahkan bahwa ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, salah satunya adalah dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran umum pada seekor ternak yang dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan-perbedaan seekor ternak ataupun dapat digunakan dalam seleksi. Penentuan bobot badan masih mengalami kesulitan, hal ini dikarenakan penimbangan ternak yang masih belum praktis terutama di pedesaan (Massiara, 1986). Oleh karena itu, pengukuran bagian-bagian tubuh dapat digunakan untuk mengestimasi bobot tubuh ternak. Menurut Devendra dan McLeroy (1982) ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina yaitu dengan tinggi badan 57 cm, sedangkan pada jantan tinggi badannya mencapai 60 cm.

Efisiensi Pakan

Efisiensi dari penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari pertambahan bobot badan dibagi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin efisien atau baik dalam menghasilkan pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Efisiensi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim, dan suhu dalam kandang. Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak semakin baik maka semakin efisien dalam penggunaan pakan. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimal.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus sampai 25 Oktober 2010.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 24 ekor Domba Ekor Gemuk jantan yang berumur kurang dari satu tahun (I0). Bobot badan domba berkisar antara 9-14 kg dengan koefisien keragaman yaitu 11,24%. Domba yang digunakan berasal dari Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Domba dikelompokkan berdasarkan bobot badannya sehingga diperoleh bobot badan kecil yang berkisar antara 9-12,5 kg dan kelompok bobot badan besar berkisar antara 12,6-14,5 kg.

Pakan dan Minum

Pakan yang diberikan pada penelitian ini adalah campuran konsentrat dan limbah tauge. Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersial untuk domba yang terdapat di CV. Mitra Tani Farm, sedangkan limbah tauge yang digunakan diperoleh dari pedagang-pedagang tauge yang berada di Pasar Bogor dan sekitarnya.

Dokumen terkait