• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. TUJUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BOTANI

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) termasuk pohon yang tingginya mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah sekitar 30 cm. Pohon ini ditanam sebagai pohon buah. Pohon yang berasal dari benua Amerika ini membutuhkan tempat tumbuh yang cukup lembab dan tidak dinaungi oleh pohon lain.

Klasifikasi ilmiah untuk belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) adalah : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Oxalidales

Famili :Oxalidaceae Genus : Averrhoa

Spesies : A. bilimbi L. (belimbing wuluh)

Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit dan arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru dan berwarna coklat muda. Daunnya berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata dan mempunyai panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda.

Bunga berbentuk malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar. Bunganya kecil-kecil berbentuk bintang dan warnanya ungu kemerahan. Buahnya berupa buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam dan bijinya berbentuk bulat telur serta gepeng (Arland, 2006).

B. KOMPOSISI KIMIA DAN KHASIAT BELIMBING WULUH

Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian mempunyai sifat khas seperti asam, kelat dan menetralkan (Anonim, 2006). Kandungan simplisia daun belimbing wuluh terdiri dari tanin, sulfur, asam format, peroksidase, calsium oksalat dan kalium sitrat (Forum Komunikasi Fakultas Pertanian UGM, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Winarti dan Marwati (2006), senyawa dengan limpahan tertinggi pada daun belimbing wuluh antara lain propil asetat, dietil phtalat, phytol dan asam ferulat, sedangkan senyawa minor terdiri dari asam kaprat, heksadekanoat dan etil palmitat. Komponen kimia lain yang teridentifikasi dalam daun belimbing wuluh adalah p-nitro-m-methylphenyl benzenesulfonate, acetic acid ethyl ester, acetic acid prophyl ester, butyl ethyl ether, methyl benzene dan 1,2-benzenedicarboxylilic acid diethyl ester (Cyntia, 2006).

Bagian tanaman belimbing wuluh yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian bunga, daun dan buah. Bagian buah dan bunga berkhasiat sebagai ekspektoran. Selain itu, buahnya dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional seperti, batuk, sariawan, gusi berdarah, jerawat, panu, tekanan darah tinggi (hipertensi) serta dapat memperbaiki fungsi pencernaan. Bagian daun berkhasiat sebagai antipiretik dan ekspektoran serta dapat digunakan sebagai obat rematik (Anonim, 2006).

Khasiat lain yang terdapat dalam daun belimbing wuluh adalah sebagai penurun tekanan darah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hernani, et al (2005) dengan menggunakan hewan uji kucing teranestesi diketahui bahwa penggunaan ekstrak daun belimbing wuluh pada dosis 37.5 mg/kg BB dapat menurunkan tekanan darah kucing sebesar 75.88 mmHg.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hutahaean (2003) terhadap hewan uji tikus putih galur wistar jantan, hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikan dengan ekstrak daun belimbing wuluh secara intraperitoneal dapat menurunkan tekanan darah tikus dari tekanan darah normal (hipotensif).

Dosis ekstrak yang digunakan adalah 1 ml/kg bb, 2 ml/kg bb, 4 ml/kg bb, dan

8 ml/kg bb, masing-masing dapat menurunkan tekanan arteri rata-rata sebesar 2.49 mmHg; 2.58 mmHg; 3.73 mmHg; dan 3.02 mmHg (Hutahean, 2003).

Pemanfaatan daun belimbing wuluh sebagai obat hipertensi masih terbatas dan kebanyakan yang dimanfaatkan adalah buah belimbing wuluh.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hernani, et al (2005), pemberian ekstrak daun belimbing wuluh terbukti dapat menurunkan tekanan darah hewan uji dan terbukti lebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak buahnya. Ketika ekstrak buah diinjeksikan terhadap hewan uji, daya kerja jantung meningkat dibandingkan bila menggunakan ekstrak daun.

C. TABLET EFFERVESCENT 1. Definisi

Tablet adalah sediaan obat padat takaran tunggal. Sediaan ini dicetak dengan mesin bertekanan tinggi dengan bahan serbuk kering, kristal atau granulat dan umumnya dengan penambahan bahan pembantu. Bentuk sediaan tablet terbukti sangat menguntungkan karena harganya murah.

Bentuk tablet takarannya tepat, pengemasannya mudah, tranportasi dan penyimpanannya praktis (stabilitas obatnya terjaga dalam sediaannya) (Voight,1994).

Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Dalam ilmu kedokteran campuran effervescent sangat populer. Flavored beverage effervescent adalah sediaan effervescent yang digunakan unuk membuat minuman ringan secara praktis, yaitu dengan cara mencampurkan tablet effervescent ke dalam air. Gas yang dihasilkan saat pelarutan adalah karbondioksida (CO2) sehingga dapat memberikan efek sparkle atau rasa seperti air soda (Mohrle, 1989).

Tablet effervescent merupakan tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi granul yang mengandung garam effervescent atau bahan-bahan lain yang mampu melepaskan gas ketika bercampur dengan air (Ansel, 1989). Reaksi yang terjadi pada pelarutan effervescent adalah reaksi antara senyawa asam dan senyawa karbonat untuk menghasilkan

gas CO2. CO2 yang terbentuk dapat memberikan rasa segar, sehingga rasa getir dapat tertutupi dengan adanya CO2 dan pemanis (Juniawan, 2004).

Reaksi ini dikehendaki terjadi secara spontan ketika effervescent dilarutkan ke dalam air. Garam-garam effervescent biasanya diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam tartarat daripada hanya satu macam asam saja, karena penggunaan bahan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila asam tartarat sebagai asam tunggal, granul yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal.

Asam sitrat saja akan menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi granul (Ansel, 1989). Reaksinya adalah sebagai berikut :

H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2

asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat

H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2

asam tartarat Na-bikarbonat Na-tartarat

Gambar 1. Reaksi asam-basa pada sediaan effervescent (Ansel, 1989)

Pemilihan tablet effervescent untuk sediaan karena tablet effervescent memiliki kelebihan dalam hal ketepatan dosis, stabilitas dan kepraktisannya. Keuntungan lain adalah kemungkinan penyiapan larutan dalam waktu seketika yang mengandung dosis obat yang tepat (Banker dan Anderson, 1994). Tablet effervescent lebih praktis dan mudah digunakan (Lieberman, et al, 1989).

2. Bahan Baku

Pada umumnya bahan baku tablet effervescent terdiri dari zat aktif dan bahan pembantu yang terdiri dari :

a. Sumber asam

Senyawa asam dapat diperoleh dari tiga sumber utama yaitu asam makanan, asam anhibrida dan garam asam. Asam makanan paling sering dan umum digunakan pada makanan serta secara alami terdapat pada makanan contohnya asam sitrat, asam tartarat, asam

Asam sitrat memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dan mudah diperoleh dalam bentuk granular. Alasan inilah yang menyebabkan mengapa asam sitrat lebih sering digunakan sebagai sumber asam dalam proses pembuatan tablet effervescent (Rohdiana, 2002).

b. Sumber basa

Senyawa karbonat yang paling banyak digunakan dalam formulasi effervescent adalah garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan CO2. Sumber karbonat yang yang biasa digunakan adalah natrium bikarbonat, natrium karbonat, kalium hydrogen karbonat dan kalium bikarbonat (Mohrle, 1989).

c. Bahan pengisi

Bahan pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk (penuh). Pengisi juga dapat ditambahkan karena alasan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran (Banker dan Anderson, 1994). Bahan ini juga dimaksudkan untuk mencapai bobot tablet dan volume yang diinginkan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pengisi adalah netral terhadap bahan yang berkhasiat, inert (stabil) secara farmakologi serta tidak boleh berbahaya atau tidak tercampur dengan bahan berkhasiat. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah mudah larut sehingga dapat membentuk larutan yang jernih (Banker dan Anderson, 1994).

Beberapa contoh bahan pengisi adalah laktosa, laktosa anhidrat, laktosa spray dried, mannitol, sorbitol, sukrosa (Lieberman, et al, 1990). Laktosa merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan karena tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat yang digunakan dalam bentuk hidrat atau anhidrat dan dapat larut air (Banker dan Anderson, 1994).

d. Bahan pengikat

Bahan pengikat berfungsi sebagai perekat yang mengikat komponen dalam bentuk serbuk menjadi granul sampai tablet pada

proses pengempaan (Rohdiana, 2002). Bahan pengikat juga berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen tablet sehingga produk tidak pecah ketika dikempa.

Pemakaian bahan pengikat disesuaikan dengan bahan aktif, dalam pembuatan tablet effervescent bahan pengikat yang biasa digunakan adalah PVP (Polivinil Pirolidon). Polivinil pirolidon adalah pengikat yang serbaguna dan salah satu yang paling banyak digunakan, mudah larut dalam air, alkohol dan pelarut organik lain. Polivinil pirolidon biasanya digunakan sebagai pengikat di dalam tablet effervescent dan tablet kunyah karena pembuatan dengan pengikat ini mempunyai daya simpan yang lebih lama (Mohrle, 1989).

e. Bahan pelincir

Bahan pelincir memenuhi fungsi berbeda, antara lain berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, bahan pelincir dan bahan pemisah bentuk. Bahan pengatur aliran berfungsi memperbaiki daya luncur massa yang ditabletasi, bahan pelicin berfungsi untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas dan ke ruang cetak melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dan permukaan sisi tablet, sedangkan bahan pemisah bentuk berguna untuk menghindarkan lengketnya massa tablet pada stempel dan pada dinding dalam ruang cetak (Rohdiana, 2002).

Zat pelincir yang paling banyak dipakai yaitu talk, asam stearat, garam stearat dan derivatnya. Bentuk garam yang paling banyak dipakai adalah kalsium dan magnesium stearat (Banker dan Anderson, 1994). Magnesium stearat [Mg(C18H38O2)2] merupakan salah satu zat pelincir yang digunakan dalam tablet. Antirekat (pelincir) yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi lebih bagus dan mengkilat (Lieberman, et al, 1989).

f. Pemanis

Pemberi rasa pada sediaan farmasi digunakan untuk bentuk-bentuk sediaan cair. Seluruh pengecap rasa dimulut berlokasi pada

lidah dan mengadakan respon dengan cepat terhadap sediaan yang diminum. Obat dalam bentuk cair berhubungan langsung dengan pengecap rasa. Penambahan zat pemberi rasa ke dalam sediaan obat dimaksudkan untuk menyembunyikan rasa obat yang tidak disukai.

Pemanis yang biasa digunakan adalah sakarin, sukrosa dan aspartam (Ansel, 1989). Aspartam adalah senyawa metil ester dipeptida yang memiliki daya kemanisan 120 – 280 kali lebih manis dari gula tebu (Ansel, 1989). Aspartam merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang telah mengalami test dan percobaan yang mendalam serta menyeluruh (Winarno dan Rahayu, 1994).

3. Pembuatan Tablet Effervescent

Proses pembuatan tablet effervescent diperlukan kondisi yang berbeda dengan pembuatan tablet pada tablet konvensional. Pembuatan tablet effervescent diperlukan kondisi khusus yaitu pada kelembaban relatif kurang lebih 25% (Mohrle, 1989). Pembuatan tablet effervescent dibuat memakai dua metode umum yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi kering.

a. Metode granulasi basah

Granulasi adalah suatu proses pengubahan partikel-partikel serbuk menjadi bulatan-bulatan dalam bentuk beraturan yang disebut granul. Butiran yang diperoleh memiliki daya lekat dan sifat alir yang baik. Ukuran granul biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun demikian granul dari macam-macam ukuran lubang ayakan dapat dibuat tergantung pada tujuan pemakaiannya (Ansel, 1989).

Granul yang baik memiliki bentuk dan warna yang sedapat mungkin homogen, memiliki sifat alir yang baik, memiliki distribusi ukuran partikel yang sempit dan mengandung komponen berbentuk serbuk, menunjukkan kekompakan mekanis yang memuaskan dan tidak terlalu kering serta mudah hancur di dalam air (Voight, 1994).

Metode ini adalah metode yang paling tua dan masih banyak digunakan. Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak

langsung, misalnya karena sifat kohesif, sifat kompresibilitas dan sifat aliran yang kurang baik sementara dosisnya besar serta memerlukan penambahan pewarna dalam bentuk larutan sehingga dibutuhkan bahan pengikat (Ansel, 1989).

Bahan yang akan dicetak dilembabkan dengan larutan pengikat sehingga serbuk terikat bersama dan terasa seperti tanah yang lembab.

Kemudian serbuk tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven, setelah kering ukurannya diperkecil dengan pengayakan dan siap untuk dicetak. Proses pembuatan tablet dengan metode ini meliputi beberapa tahap yaitu penimbangan, pencampuran awal, pembuatan larutan ikat, penambahan larutan ikat, pengayakan I, pengeringan, pengayakan II, pencampuran lubrikan dan pencetakan (Ansel, 1989).

b. Metode granulasi kering

Granulasi kering adalah proses granulasi tanpa menggunakan cairan dan panas. Proses granulasi kering dilakukan dengan mengkompresi bahan kering menjadi tablet. Pembuatan tablet dengan metode ini meliputi beberapa tahap yaitu penghalusan, pencampuran awal, pengempaan, granulasi, pencampuran akhir dan pengempaan menjadi tablet (Ansel, 1989).

D. HIPERTENSI

Dalam istilah kedokteran tekanan darah tinggi sering disebut dengan nama hipertensi. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah arteri melebihi batas normal dan bertahan lama (Mutschler, 1991).

Guyton dan Hall (1997) menjelaskan bahwa seseorang dinyatakan menderita hipertensi jika tekanan arteri rata-rata lebih tinggi daripada batas atas yang dianggap normal dalam keadaan istirahat, yaitu lebih tinggi dari 110 mmHg. Nilai tersebut terjadi jika tekanan sistoliknya lebih besar dari kira-kira 135 mmHg sampai 140 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar dari 90 mmHg. Sedangkan menurut WHO, pada keadaan istirahat batas normal teratas untuk tekanan sistolik adalah 160 mmHg dan tekanan diastolik adalah 95

mmHg. Dalam mengukur tekanan darah untuk menentukan derajat klasifikasi hipertensi, terdapat beberapa batasan yang digunakan yaitu:

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi

Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik Tingkat I / Ringan 140 – 159 MmHg 90 – 99 MmHg Tingkat II / Sedang 160 – 179 MmHg 100 – 109 MmHg Tingkat III / Berat 180 – 209 MmHg 110 – 119 MmHg Tingkat IV / Sangat Berat ≥ 210 MmHg ≥120 MmHg Sumber : The Joint National Committe-V, 1992

Tekanan darah adalah tekanan yang diperoleh darah untuk dapat mengalir melalui pembuluh darah. Ukuran tekanan darah dinyatakan dalam mmHg dimana Hg merupakan singkatan dari hydragyrum atau air raksa yang terdapat di dalam alat pengukur tekanan darah arteri yang disebut dengan alat Sphygmomanometer atau lebih dikenal dengan alat tensimeter (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).

Tekanan darah mempunyai dua komponen kekuatan, yang pertama kekuatan pendorong yang disebut tekanan sistolik yang mempengaruhi darah karena kontraksi otot jantung dan yang kedua kekuatan penahan yang disebut tekanan diastolik pada dinding pembuluh darah yang lebih kecil yang mengalirkan darah serta mempercepat jalannya darah pada waktu jantung berelaksasi (Tara dan Soetrisno, 2004).

Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik atau keturunan, stress, obesitas atau kegemukan serta adanya perubahan pola hidup masyarakat seperti mengkonsumsi makanan berlemak dan berkolesterol tinggi serta mengkonsumsi makanan yang mengandung garam berlebihan.

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Pada penelitian ini digunakan bahan baku daun belimbing wuluh yang dideterminasi dari Sukabumi. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol, maltodekstrin, laktosa, asam sitrat, asam tartarat, kalium bikarbonat, aspartam, PVP (Polivinil Pirolidon) dan Mg-stearat. Disamping itu digunakan pula bahan untuk analisis adalah toluene, HCl 5N, air suling, etanol 90 persen, heksan, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, H3BO3 dan HCl 0,02N.

Alat yang digunakan adalah alat pengaduk, corong, kertas saring, evaporator, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, freeze dryer, spray dryer, sudip, ayakan, oven dan alat destilat. Alat yang digunakan untuk analisis adalah cawan porselin, cawan aluminium, tanur, labu bersumbat, labu kjedahl, labu lemak, bulk density tester, flowmeter, pH-meter, jangka sorong, pnetrometer dan alat-alat gelas.

B. METODOLOGI

1. Ekstraksi daun belimbing wuluh

Daun belimbing wuluh terlebih dahulu dipisahkan dari tangkainya lalu dikeringkan dengan alat pengering (blower) selama 4 jam dengan suhu 40oC. Selanjutnya digiling halus dengan mesin penggiling dan diayak dengan ayakan 50 mesh. Bubuk yang dihasilkan dianalisa komposisi kimianya (Proksimat Analisis). Prosedur disajikan pada Lampiran 1.

Bubuk daun belimbing wuluh dimaserasi secara berulang dengan menggunakan pelarut etil alkohol 70 persen. Proses maserasi dilakukan dengan alat ekstraksi yang terbuat dari stanless steel dan dilengkapi dengan agitator. Hasil ekstraksi disaring dan pelarutnya diuapkan dengan rotavapor sampai dihasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dilakukan pengujian anti hipertensi dengan menggunakan metode berdarah (Lampiran 2). Dari ekstrak kental kemudian ditambahkan bahan pengisi

untuk dikeringkan dengan alat pengering semprot menjadi ekstrak kering.

Proses ekstraksi daun belimbing wuluh dapat dilihat pada Gambar 2.

Daun belimbing wuluh

Pengeringan (50oC, 4 jam)

Penggilingan dan penyaringan

(50 mesh)

Pelarutan dengan etanol (1:5 b/v)

Pengadukan (4 jam, 200rpm)

Penyaringan Ampas

Filtrat

Pemekatan (rotary evaporator, 50oC)

Ekstrak Kental

Pengisian (homogenizer)

Pengeringan (pengering semprot, 180oC)

Ekstrak Kering

Gambar 2. Diagram alir proses ekstraksi daun belimbing wuluh (Hernani, et al, 2005)

2. Penentuan Formulasi Tablet Effervescent

Penentuan formulasi tablet effervescent yang digunakan dalam penelitian merupakan modifikasi formulasi dari Juniawan (2004).

Modifikasi dilakukan terhadap jenis ekstrak dan jumlah asam sitrat, asam tartarat dan kalium bikarbonat (effervescent mix). Ekstrak yang digunakan berdasarkan perhitungan :

30 mg/kg BB kucing dikonversi terhadap BB manusia = 13 (Lampiran 21) 30 x 2 = 60 mg x 13 = 780 mg : 70 kg = 11 mg/kg BB manusia

Rata-rata BB manusia adalah 50 kg.

11 mg/ kg BB manusia x 50 kg = 550 mg = 0.55 g ≈ 0.5 g ekstrak

Perlakuan yang dicobakan pada penelitian ini adalah konsentrasi effervescent mix terhadap berat total tablet. Perbandingan asam sitrat : asam tartarat : kalium bikarbonat yang digunakan pada formulasi adalah 18 : 28 : 54. Ada empat taraf formulasi yang dicobakan dengan formulasi terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi tablet effervescent daun belimbing wuluh.

Bahan F1 (%) F2 (%) F3 (%) F4 (%)

Keterangan : F1 = konsentrasi effervescent mix 40%

F2 = konsentrasi effervescent mix 45%

F3 = konsentrasi effervescent mix 50%

F4 = konsentrasi effervescent mix 55%

3. Pembuatan Tablet Effervescent

Pembuatan tablet effervescent dari ekstrak daun belimbing wuluh dimulai dengan pembuatan granul terlebih dahulu sebelum dikempa.

Tablet effervescent dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode granulasi basah yang meliputi tahapan penimbangan, pencampuran

awal, penambahan larutan pengikat, pengayakan I, pengeringan, pengayakan II, pencampuran lubrikan dan pencetakan tablet. Proses pembuatan tablet effervescent dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan tablet effervescent (Said, 2005)

Pengujian yang dilakukan meliputi analisis granul dan analisis tablet effervescent. Oleh karena belum adanya standar untuk tablet effervescent, maka untuk menentukan formulasi terbaik digunakan kontrol tablet effervescent komersial. Kontrol yang digunakan adalah tablet effervescent komersial dengan merek ”A” untuk obat panas dalam (tahun 2006).

Ekstrak kering

PVP

Granul kering

Granul effervescent

Tablet effervescent

Laktosa, aspartam, kalium bikarbonat

Asam sitrat, asam tartarat Pencampuran

Pengayakan ayakan no.12

Pencetakan tablet Pengeringan (oven, 50oC, 18 jam)

Pengayakan ayakan no.14

a. Analisis granul

1) Uji Waktu Alir (Wells, 1987)

Granul seberat 25 g dituang pelan-pelan ke dalam corong pengukur lewat tepi corong. Tutup corong dibuka pelan-pelan, granul dibiarkan mengalir keluar. Waktu dicatat dengan stopwatch sampai semua granul mengalir keluar. Waktu alir dihitung dengan satuan g/dtk. Pengukuran waktu alir menggunakan flowmeter.

Waktu alir yang baik adalah kurang dari 10 g/dtk.

2) Sudut Diam (Wells, 1987)

Granul yang jatuh dari sifat alir dan diukur tinggi kerucut yang terbentuk dan panjang dari granul kemudian diukur sudut diamnya dengan rumus :

h r = jari-jari kerucut

Tabel 3. Hubungan antara sudut diam dan sifat alir Sudut Diam Sifat Alir

<25o Sangat baik

25-30o Baik

30-40o Cukup

>40o Buruk

Sumber : Wells (1987)

3) Kompresibilitas Granul(Wells, 1987)

Granul seberat 50 g dituang pelan-pelan ke dalam gelas ukur dan dicatat sebagai Vo (ml). Gelas ukur dipasang pada alat bulk density tester dan motor dihidupkan. Perubahan volum dicatat setelah pengetapan (Vt) dengan t = 10, 50 dan 100 ketukan.

Pengurangan volume granul akibat pengetapan dinyatakan dengan rumus :

(Vo - Vk)

Kompresibilitas Granul = x 100%

Vo Vo = Volume awal

Vk = Volume setelah ketukan Tabel 4. Kriteria Kompresibilitas granul

Nilai (%) Kriteria

5-15 Istimewa 12-16 Baik 18-21 Sedang 23-35 Jelek

33-38 Sangat jelek

> 40 Sangat jelek sekali Sumber : Wells (1987)

b. Analisis tablet effervescent

1) Nilai pH (Modifikasi Khairani, 2002)

Sebuah tablet dilarutkan dalam 200 ml air kemudian diambil 100 ml untuk diukur pH-nya menggunakan pH-meter.

2) Kadar Air Metode Oven (Apriyantono, et al, 1989)

Bahan sebanyak 2 g yang telah digerus dan ditimbang, dimasukkan dalam cawan porselin yang telah ditera kemudian diratakan. Cawan kemudian dimasukkan dalam oven suhu 105oC selama 3 jam, ulangi pengerjaan sampai didapat bobot tetap. Kadar air dihitung terhadap sampel.

berat awal – berat akhir

Kadar Air = x 100%

berat awal 3) Kadar Abu (Depkes, 1989)

Bahan sebanyak 2 g atau 3 g yang telah digerus dan ditimbang, dimasukkan dalam cawan porselin yang telah dipijarkan dan ditera kemudian diratakan. Zat kemudian dipijarkan perlahan-lahan sampai arang habis kemudian didinginkan dan ditimbang.

Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka ditambahkan air panas dan disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa zat dan kertas saring dipijarkan kembali dalam cawan

yang sama. Filtrat dimasukkan dalam cawan dan diuapkan kemudian dipijarkan hingga bobot tetap dan ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

berat abu (g)

Kadar Abu = x 100%

berat sampel (g) 4) Penampakan Tablet

Sebuah tablet diukur diameter dan tebalnya menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan 3 kali di tempat yang berbeda.

5) Kekerasan tablet (Kailaku, 2002)

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan pnetrometer. Sebuah tablet diletakkan di bawah jarum pnetro kemudian ditekan selama 10 detik dan dibaca hasilnya dalam skala.

6) Waktu Larut (Said, 2005)

Sebuah tablet dimasukkan dalam air dengan volume 200 ml dalam gelas piala 500 ml. Waktu melarut tablet dicatat dengan stopwatch sampai tablet hancur dan larut.

7) Warna (Colorimeter) (Febriyanti, 2003)

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan colorimeter. Pengukuran warna dilakukan dua kali di tempat yang berbeda. Hasil yang didapat adalah nilai L, a, b dan oHue. Nilai

oHue diperoleh dari rumus :

oHue = arc tg (b/a)

Tabel 5. Kriteria warna berdasarkan oHue

Warna oHue

Red purple 342-18

Yellow red 54-90

Yellow green 126-162

Green 162-198

Blue green 198-234

Blue 234-270

Blue purple 270-306

Purple 306-342

Sumber : Huntching (1999)

c. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji penerimaan dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap produk yang disajikan. Uji penerimaan yang dilakukan adalah uji hedonik dengan menggunakan 30 panelis.

Pada uji ini, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, aroma dan rasa dari sampel tablet

Pada uji ini, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, aroma dan rasa dari sampel tablet

Dokumen terkait