• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, ditransport masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme (Tarwoto et al., 2009). Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar dan terdapat suatu mekanisme ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, diafragma, dan unsur elastis serta kolagen paru, yang penting dalam memindahkan udara melalui bagian konduksi dan respirasi paru (Junqueira et al., 1998). Paru-paru dihubungkan dengan lingkungan luar melalui serangkaian saluran, hidung, faring, laring, trakea dan bronki. Saluran-saluran tersebut relatif kaku dan tetap terbuka dan keseluruhannya merupakan bagian konduksi dari sistem pernapasan (Tambajong, 1995).

Pada saat bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen diambil melalui hidung dan mulut pada saat bernapas, sehingga oksigen masuk melalui trakhea dan pipa bronkhial ke alveoli, dan berhubungan erat dengan darah di kapiler pulmonaris. Pembuluh darah yang disebut arteria bronkhialis membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta torasika ke paru-paru untuk mengantarkan oksigen ke dalam jaringan paru-paru itu sendiri. Kantong udara atau alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran gas dan kapiler mengititari alveoli dan darah juga bersentuhan langsung dengan udara. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses

metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dihilangkan (Pearce, 2008).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Saluran Napas 2.2.1 Anatomi Saluran Napas

Menurut Aiache & Guyot (1993), sebagai pintu masuk saluran napas adalah hidung dan mulut. Saluran napas dapat dibagi dalam dua daerah yang berbeda yaitu daerah konduksi dan daerah pertukaran. Daerah konduksi merupakan seluruh saluran udara dari rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus sampai bronchiolus terminalis, yang berperan pada transfer gas ke daerah pertukaran. Diameter bronkus akan menciut kearah distal dan selanjutnya secara berturutan terbagi atas:

- Bronkus besar yang bercabang dua yaitu segmentum ekstrapulmonari dan berdiameter lebih dari 1,5 cm.

- Bronkus distribusi, berdiameter antara 1,5-0,5 cm.

- Bronkus interlobular, berdiameter antara 5 dan 1,5 mm, yang berakhir pada bronchus sub-lobulair di pusat lobuler

Bagian konduksi mempunyai dua fungsi utama, yaitu menyediakan sarana mengalirnya udara ke dan dari paru-paru dan menyiapkan udara yang masuk. Untuk menjamin pemasokan udara secara terus menerus, maka adanya kombinasi tulang rawan, serat elastin, dan kolagen, dan otot polos memberi bagian konduksi ini sifat kaku dan keadaan fleksibel dan keregangan yang diperlukan. Tulang rawan , terutama hialin (dengan sedikit tulang rawan elastis di laring) ditemukan di tepi lamina propria. Tulang rawan ini pada umumnya menunjang dinding bagian konduksi, mencegah lumen kolaps, dan menjamin hubungan langsung udara ke paru-paru. Bagian konduksi dan pertukaran banyak mengandung serat elastin yang menjadikan struktur ini fleksibel dan memungkinkannya kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Hampir seluruh bagian konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang mengandung banyak sel goblet (Junqueira et al., 1998).

Daerah pertukaran, secara anatomis berhubungan dengan struktur acinus pulmonalis yang sebagian atau seluruh strukturnya beralveoli. Daerah pertukaran tersebut berupa kanal-kanal. Struktur tersebut bertugas melaksanakan pertukaran udara antara alveolus dan pembuluh darah (Aiache & Guyot, 1993).

Gambar2.1 Daerah Konduksi dan Daerah Pertukaran pada Saluran Napas (Sumber: Junqueira et al., 1998)

2.2.2 Fisiologi Saluran Napas 2.2.2.1 Hidung

Rongga hidung telah diketahui sebagai organ target yang penting untuk toksisitas akibat zat kimia melalui paparan inhalasi. Epitel rongga hidung terdiri dari populasi sel yang heterogen dan masing-masing memiliki karakteristik morfologi, fisiologi, dan biokimia yang khas, yang dapat menjadi faktor penting dalam menentukan kerentanan terhadap zat kimia inhalan (Widodo, 2006). Hidung menjamin proses pelembaban, penyaringan dan penghirupan udara. Lubang hidung berhubungan dengan nasofaring dan dibatasi oleh membran mukosa. Pada jalan masuk epitelnya tebal, berlapis-lapis dan mengandung kelenjar sebaseus dan bulu-bulu yang keras. Pada pusat lubang terdapat epitel yang menyerupai kanal bertumpuk, rambut getar (silia) dan sel-sel goblet (Aiache & Guyot, 1993).

Struktur yang berbeda ini sangat penting untuk pertahanan saluran napas. Bulu dan epitel rambut getar berfungsi menyaring partikel-partikel yang masuk ke dalam hidung sedangkan mukosa akan menahan partikel-partikel tersebut melalui tumbukan atau pengendapan sehingga alveolus selalu berada dalam keadaan steril. Penolakan cemaran yang dilakukan oleh gerakan hidung terjadi secara spontan dengan kecepatan 7 mm/detik atau dengan cara bersin, pembuangan ingus atau dengan penelanan, dan hal tersebut dapat diperburuk oleh adanya kongesti mukosa, misalnya akibat reaksi alergi (Aiache & Guyot, 1993).

Udara yang dihirup dipengaruhi oleh perpindahan panas dan uap air pada hidung bagian superior yang menyempit dan peranannya didukung oleh adanya pengaliran darah yang cukup. Sementara itu, pada keadaan yang kurang menguntungkan, misalnya cuaca yang dingin atau kering, terjadi dehidrasi pada saluran pernapasan (Aiache & Guyot, 1993).

2.2.2.2 Trakhea

Trakhea merupakan penyalur udara yang terletak antara laring dengan bronkhus, berbentuk buluh yang semifleksibel dan semikolaps, terdapat di bagian ventral leher, terbentang mulai laring sampai rongga dada. Secara histologi, trakhea terdiri dari beberapa lapis, yaitu lapis mukosa (epitel silindris banyak baris bersilia dan lamina propria), lapis submukosa (daerah ujung kelenjar), cincin tulang rawan, lapisan otot (Musculus transversus trachealis), dan adventisia (Dellmann & Brown, 1992 dalam Widodo 2006).

Trakhea terdiri dari 16 atau 20 cartilago hyaline yang pada permukaannya terdapat banyak sel kelenjar dan selanjutnya trachea bercabang dua menjadi bronkus kanan dan kiri (Aiache & Hermann, 1993). Percabangan dua dari ujung trachea ini disebut bronkus primer. Daerah persimpangan bronkus kanan dan kiri disebut karina, daerah ini sangat sensitif terhadap benda asing yang masuk sehingga berespons menjadi refleks batuk. Trakhea dilapisi oleh epitel mukosa yang banyak memproduksi mukus dan adventitia yang tersusun oleh jaringan konektif (Tarwoto et al., 2009).

2.2.2.3 Bronkus

Secara histologi, struktur bronkhus mirip dengan trakhea. Bronkhus dilapisi epitel silindris banyak baris, terutama terdiri dari sel-sel yang mampu bersekresi, sel bersilia dan sel basal. Secara proporsional jumlah sel bronkhus lebih sedikit dibanding trachea (Dellmann & Brown, 1992 dalam Widodo, 2006). Bronkus merupakan cabang dari trakhea yang bercabang dua ke paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang, dan lebih sempit. Bronkus primer kanan bercabang menjadi 3 bronkus sekunder (bronkus lobaris) dan bronkus kiri bercabang menjadi 2 bronkus sekunder. Selanjutnya bronkus sekunder bercabang-cabang menjadi bronkus tersier, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori sampai pada alveolus (Tarwoto et al., 2009).

2.2.2.4 Bronkiolus

Bagian distal saluran udara intrapulmonar adalah bronkiolus. Bronkiolus terdiri dari epitel (stratified columnar ephitelium), otot polos, sedikit jaringan ikat dan tidak memiliki tulang rawan (Dellmann & Brown, 1992 dalam Widodo, 2006). Bronkiolus dianggap sebagai saluran penghantar bergaris tengah 1 mm atau kurang. Bronkiolus mempunyai ciri tidak mengandung tulang rawan, kelenjar, dan kelenjar limfa. Lamina propria terutama tersusun oleh berkas otot polos serta serat-serat elastis. Epitel-epitel yang membatasi bronkiolus besar merupakan epitel silindris bersilia dengan sedikit sel goblet, pada bronkiolus kecil, sel goblet hilang dan sel bersilia merupakan sel kuboid atau silindris rendah. Diantara sel-sel itu, tersebar sejumlah sel silindris berbentuk kubah tak bersilia. Sel-sel ini disebut sel bronkiolar atau sel clara. Fungsi sel ini tidak diketahui, diduga ikut berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar. Sel-sel ini juga mengeluarkan sejumlah kecil surfaktan. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya tampak mempunyai sel-sel bersilia di sana-sini diantara sel-sel kuboid tak bersilia. Banyaknya jaringan elastis pada dinding bronkiolus dan di seluruh jaringan pernapasan, umumnya memungkinkan paru-paru mengembang pada inspirasi dan pilinan serat elastis membantu kontraksi paru saat ekspirasi (Tambajong, 1995).

2.2.2.5 Paru-paru

Pulmo (paru-paru) adalah salah satu organ yang berbentuk kantung dan merupakan kumpulan banyak rongga udara yang kecil. Fungsi utama organ ini adalah untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang digunakan di dalam tubuh dan untuk mengeluarkan karbondioksida, yang merupakan sisa pembakaran tubuh. (Akoso, 2000 dalam Anindyajati, 2007). Tiap paru-paru melekat pada jantung dan trakhea melalui radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Paru-paru sehat selalu berisi udara dan akan mengapung bila dimasukkan ke dalam air. Paru-paru dari fetus atau bayi baru lahir berwarna agak kemerahan dan lunak. Bila bayi belum bernapas maka paru-paru tidak akan mengapung di dalam air tetapi akan tenggelam. Paru-paru orang dewasa mempunyai permukaan yang berwarna lebih gelap dan sering ada bercak-bercak yang disebabkan oleh penimbunan partikel debu yang terisap (Wibowo & Paryana, 2009). Semakin berusia lanjut bercak ini menjadi hitam, karena granul dengan kandungan bahan karbon yang dihirup, tersimpan pada jaringan penyambung dekat permukaan. Biasanya, apex pulmonis dan tepi belakang paru yang kurang dapat bergerak, berwarna lebih gelap (Gunardi, 2007). Dibandingkan dengan paru-paru kiri, maka paru-paru kanan lebih besar dan lebih berat, tetapi lebih pendek karena kubah diafragma kanan letaknya lebih tinggi. Juga lebih lebar karena adanya jantung yang letaknya lebih ke kiri dalam rongga thorax (Wibowo & Paryana, 2009).

Sebuah lobulus paru terdiri atas bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratori dan alveoli. Alveoli merupakan bagian dari paru-paru, yang merupakan evaginasi (penonjolan) kecil seperti kantung, pada manusia bergaris tengah ± 200 µm, dari bronkiolus respiratori, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bagian yang paling banyak terdapat struktur paru yang menyerupai busa (struktur spons). Secara struktural, alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya, mirip sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung pertukaran oksigen dan CO2 antara udara dan darah. Struktur dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antara lingkungan eksternal dan internal. Oksigen dalam alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui membran dan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan (Junqueira et al.,1998).

Paru-paru dapat dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapulmonar, parenkim/sistem respirasi, dan pleura. Sistem penyalur udara intrapulmonar (bronchus dan bronkhiolus), menempati sekitar 6% dari paru-paru. Parenkim (sistem respirasi atau daerah pertukaran gas, terdiri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli) mencakup 85% dari seluruh paru-paru. Paru-paru dibalut oleh jaringan ikat dan sel-sel mesotel membentuk pleura viseral. Pleura, pembuluh darah, syaraf dan bronkhiolus menempati sekitar 9%-10% dari total paru-paru. Pada paru-paru yang menggembung, (parenkim menempati 85%), terdapat 70% rongga udara dan 30% merupakan jaringan tempat pertukaran gas yang mengelilingi rongga udara. Jaringan ini mencakup epitel, beberapa jaringan ikat, arteriola dan venula, serta jalinan kapiler paru-paru (Irvin, 2003).

Tempat terjadinya pertukaran gas disebut barier darah-udara (air-blood barrier), yang merupakan permukaan luas dengan jalinan kapiler di satu sisi dan udara pada sisi lain. Pertukaran gas umumnya terjadi pada kedua belah sisi septa jaringan yang memisahkan alveolus/septa interalveolaris. Saluran udara dalam parenkim diatur dalam unit asinus/unit respiratori terminalis merupakan unit fungsional dari daerah pertukaran gas (Vanwye, 1993 dalam Widodo, 2006).

2.3 Merokok dan Kesehatan

Merokok sangat disadari dapat mengganggu kesehatan. Banyak penyakit yang timbul akibat kebiasaan merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung (Tandra, 2003). Kebiasaan merokok bukan saja merugikan perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya yang menghisap asap rokok (Yapri, 2001 dalam Intania, 2006). Kini semakin banyak yang diteliti dan dilaporkan tentang pengaruh buruk rokok antara lain mengakibatkan impotensi, menurunnya daya tahan tubuh individu, mudah mengidap penyakit virus hepatitis, kanker saluran cerna, dan lain-lain (Dahuri, 2005 dalam Intania, 2006). Negara Indonesia pada saat sekarang ini akan terlihat bahwa makin banyak orang yang merokok. Pada saat ini saja Indonesia termasuk lima besar konsumen rokok di dunia (Tandra, 2003).

Irawan (2009), mendefinisikan kebiasaan merokok sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan tambahan adanya distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Dampak yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hyperthropy) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hyperplasia) sehingga terjadi penyempitan saluran napas.

Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru pada perokok akan timbul permasalahan fungsi paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi unsur utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM) termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma (Hans, 2003 dalam Irawan 2009). Penurunan fungsi paru akan mulai terlihat pada lama pernapasan yang terjadi pada 2 tahun dan seterusnya akibat debu dan kebiasaan merokok (Hermianto, 1998 dalam Irawan 2009)

Merokok juga dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah, memekatkan darah sehingga mudah menggumpal, menganggu irama jantung. Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Kandungan nikotin, gas CO, radikal bebas dan zat-zat tersebut dapat merusak lapisan endotel dalam pembuluh darah. Apabila terbentuk suatu plak dalam pembuluh darah, dapat menjadi suatu proses awal terjadinya arterosklerosis yang dapat menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskuler. Sehingga dalam diri perokok tidak hanya saja beresiko terjadi gangguan paru-paru tetapi juga beresiko terhadap gangguan jantung dan pembuluh darah, di mana hal ini akan berakibat pada penurunan kinerja jantung paru. Penurunan daya tahan jantung paru akan berakibat pada penurunan kebugaran jasmani. Daya tahan kardiorespirasi atau aerobic capacity merupakan komponen terpenting dari kebugaran jasmani. Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik, memiliki jantung yang efisien, paru-paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula, yang dapat mensuplai otot-otot

sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara terus-menerus tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan (Irawan, 2009).

2.3.1 Kandungan Tembakau

Tembakau dapat dihirup melalui rokok atau dikunyah, dan nikotin dapat keluar dari tembakau pada proses itu. Pada daun tembakau segar, nikotin terikat pada asam organik dan tetap terikat pada asam itu bila daun dikeringkan perlahan-lahan. Selain mengandung nikotin, asap rokok mengandung senyawa pirimidin, amoniak, karbon dioksida, karbon monoksida, asam organik, keton, aldehid dan tar. Semua zat tersebut bersifat mengganggu membran berlendir yang terdapat pada mulut dan saluran pernapasan. Kecuali getah tembakau yang terdapat dalam asap tembakau, pengaruh tembakau hampir seluruhnya bergantung pada kadar nikotinnya. Nikotin adalah cairan bening yang menjadi kecoklatan jika terpapar udara. Nikotin dapat masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru dan saluran pencernaan jika zat tersebut tercampur air liur dan tertelan. Nikotin yang masuk ke dalam tubuh, 5-15%nya akan keluar lagi bersama urin tanpa mengalami perubahan, sisanya diubah dalam tubuh menjadi senyawa sederhana dan mungkin sekali mengalami dekomposisi di dalam hati. Jika asap rokok dihirup dalam-dalam, jumlah nikotin yang terisap dan kemudian dikeluarkan bersama urin jumlahnya akan meningkat (Pratiwi et al., 2004).

2.3.2 Bahan Pokok dalam Asap Rokok

Asap rokok mengandung radikal bebas dalam jumlah yang tinggi. Dalam satu kali hisapan rokok saja diperkirakan terdapat sebanyak 1.014 molekul radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Yueniwati & Ali, 2004 dalam Intania, 2006). Selain mengandung radikal bebas, asap rokok juga memiliki satu atau lebih elektron bebas. Elektron bebas ini akan mencari pasangan elektronnya supaya susunan atomnya stabil, jika asap rokok ini masuk ke dalam saluran napas maka asap rokok ini akan mencari dan mengambil elektron yang berasal dari saluran napas, misalnya dari epitel bronkus, akibatnya timbul proses inflamasi. Epitel yang rusak akan mengalami proses regenerasi, namun diganti dengan jaringan ikat sehingga terjadilah proses fibrosis (Guyatt, 1970 dalam Santoso et al., 2004).

Asap rokok terdiri atas asap utama (main stream smoke) dan asap sampingan (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok tersebut, sedangkan asap sampingan adalah asap yang disebarkan ke udara bebas dan asap inilah yang akan dihirup oleh orang lain atau yang disebut sebagai perokok pasif (Tandra, 2003).

Paparan asap rokok yang dialami terus-menerus pada orang dewasa yang sehat dapat menambah resiko terkena penyakit paru-paru dan penyakit jantung sebesar 20 - 30 persen. Lingkungan asap rokok dapat memperburuk kondisi seseorang yang mengidap penyakit asma, menyebabkan bronkitis, dan pneumonia. Asap rokok juga menyebabkan iritasi mata dan saluran hidung bagi orang yang berada di sekitarnya. Pengaruh lingkungan asap tembakau dan kebiasaan ibu hamil merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada anaknya bahkan sebelum anak dilahirkan. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok selama hamil dan bayi yang hidup di lingkungan asap rokok mempunyai resiko kematian yang sama (Susanna et al., 2003). Menurut Andrews (2010), wanita yang merokok selama kehamilan dapat membuat janin perempuan mereka mengalami penurunan fertilitas dan menopause dini, dan membuat janin laki-laki mereka berisiko tinggi mengalami kelainan sperma dan kemungkinan penurunan fertilitas pada generasi mereka selanjutnya.

Asap rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia antara lain nikotin, CO, NO, HCN, NH4, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol-4, ortokresol, perilen, dan lain-lain. Selain komponen gas, terdapat pula komponen padat atau partikel yang terdiri dari nikotin dan tar (Aditama, 2001 dalam Intania, 2006). Komponen asap rokok seperti nikotin, tar, hidrokarbon dapat memicu terbentuknya radikal bebas pada berbagai sel tubuh, dan dapat menyebabkan terjadinya reaksi rantai yang dapat menyebar ke seluruh sel. Radikal bebas adalah salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh, dimana senyawa kimia ini sangat reaktif dan mengandung unpaired elektron pada orbital luarnya sehingga sebagian besar radikal bebas bersifat tidak stabil (Setijowati et al., 1998 dalam Intania, 2006).

2.3.2.1 Nikotin

Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi (Irawan, 2009). Dalam jumlah yang besar, yaitu sekitar 20-50 mg nikotin dapat menyebabkan pernapasan terhenti, sedangkan dalam jumlah kecil mempunyai pengaruh menenangkan, tetapi dapat menyebabkan radang saluran pernapasan. Nikotin menaikkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung, hingga pekerjaan jantung lebih berat. Selanjutnya, nikotin juga menyebabkan ketagihan (Pratiwi et al., 2004).

Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan sistem saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan (Irawan, 2009). Bagi orang-orang yang bukan perokok atau tidak biasa merokok, menghisap 1-2 mg nikotin saja sudah menyebabkan rasa pusing, sakit kepala, mual dan muntah, berkeringat dan terasa sakit pada daerah lambung (Pratiwi et al., 2004)

2.3.2.2 Karbon Monoksida

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berbau. Daya afinitas Hb (Haemoglobin) darah terhadap karbon monoksida lebih kuat dibandingkan dengan oksigen, akibatnya oksigen tersingkir dan tidak dapat digunakan oleh tubuh. Efek selanjutnya adalah bahwa jaringan pembuluh darah akan menyempit dan mengeras akhirnya dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah (Pratiwi et al, 2004). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi dimana-mana. Di otak, di jantung, di paru, di ginjal, di kaki, di saluran peranakan, di ari-ari pada wanita hamil.kekurangan oksigen karena CO (karbon monoksida) (Irawan, 2009). Satu rokok yang dibakar mengandung 3-6% CO (karbon monoksida). Gabungan CO dengan nikotin dapat mengakibatkan para perokok menderita penyakit penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah (Pratiwi et al., 2004).

2.3.2.3 Tar

Tar adalah zat kimia yang dianggap sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat sistem pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus (Irawan, 2009). Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin, akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran pernapasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok (Safitri, 2010). Tar merupakan komponen dalam asap rokok yang tinggal sebagai sisa sesudah nikotin dan tetesan-tetesan cairannya dihilangkan. Sebatang rokok menghasilkan 10-30 mg tar. Kadar tar yang terkandung dalam rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker (Pratiwi et al., 2004).

2.4 Rokok Elektrik

Orang beranggapan selama ini menyatakan bahwa rokok elektrik lebih sehat daripada rokok biasa ternyata anggapan ini salah. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia menjelaskan, rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok yang dibakar biasa. Kandungan propelin glikol, dieter

Dokumen terkait