• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Alur penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Organ Hati

Hati merupakan organ dalam terbesar serta bagian tubuh manusia terbesar kedua setelah kulit. Unit struktural utama hati adalah sel-sel hati (sel hepatosit). Sel-sel ini berkelompok dalam lempeng-lempeng yang saling berhubungan sedemikian rupa (Junqueira dan Carnaero 1995). Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid yang merupakan cabang dari vena porta dan arteria hepatika (Price dan Wilson 1995). Sinusoid vena dibatasi oleh dua jenis sel yaitu sel endotel dan sel kupffter besar yang merupakan sel retikuloendotel yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing dalam darah (Guyton 1983). Diantara sel hati dan sel endotel terdapat celah sempit yang dinamakan celah disse (Guyton 1983).

Hati terletak di rongga perut dibawah diafragma (membran maskular yang memisahkan dada dan perut) pada sisi kanan atas perut (Gambar 1). Sekitar 60% hati tersusun atas sel hati (hepatosit) dan tiap sel tersebut memiliki waktu paruh kurang lebih 150 hari. Dua pertiga penyusun organ hati adalah parenkim, yang mengandung hepatosit dan sisanya adalah sistem kelenjar empedu. Hati menerima suplai darah melewati arteri hepatik dan vena portal yang keduanya menstransport nutrisi dari usus. Sel-sel hepatik secara langsung berhubungan dengan 25% total darah yang mengalir dalam tubuh. Kerusakan yang terjadi pada

sel-sel tersebut atau intervensinya dengan sistem vaskular hepatik dapat menimbulkan dampak serius dalam jangka panjang. Dampak tersebut tidak hanya mempengaruhi organ hati tetapi juga organ lain dan sistem pada tubuh lainnya (Runnells et al 1965).

Struktur sel hati tidak berbeda dengan struktur sel tubuh yang lain (Lehninger 1993). Membran sel yang juga disebut membran plasma bersifat selektif permeabel. Membran ini mengangkut nutrien dan garam yang dibutuhkan ke dalam sel. Susunan molekuler membran plasma sel hati sama seperti semua sel pada umumnya yaitu lipid yang mengandung protein.

Di dalam membran terdapat sitosol yang berisi organel dan komponen granula sitoplasma. Sitoplasma mempunyai cairan yang kompleks dan konsistensinya hampir seperti gel. Sitosol mengandung berbagai enzim dalam bentuk terlarut dan protein yang mengikat, menyimpan atau mengangkut zat makanan, mineral dan oksigen. Sitosol hati juga mengandung berbagai ion mineral seperti K+, Mg2+, Ca2+, Cl-, HCO3-, dan HPO42- (Lehninger 1993).

Hati terdiri atas beberapa lobus dan masing-masing dilapisisi oleh peritoneum para viseralis dengan sel-sel misotel melekat pada kapsula tipis. Pembuluh darah yang mensuplai hati adalah vena porta dan arteri hepatik. Aliran darah dari vena porta mengandung sedikit oksigen dan berbagai zat racun dari usus, sel darah, limpa, dan sekresi pankreas. Sedangkan arteri hepatik mengalirkan darah yang kaya akan oksigen. Cabang-cabang kedua pembuluh darah mengikuti jaringan interlobularis di daerah portal (Dellman & Brown 1992).

Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta dan dari aorta melalui vena hepatika. Vena porta membawa darah penuh makanan yang diserap dari usus dan organ tertentu, sedangkan arteria hepatika memberi darah pada sel-sel hati dengan darah bersih yang membawa oksigen. Cabang-cabang dari kedua pembuluh darah tersebut mengikuti jaringan ikat interlobularis di daerah portal (Dellmann & Brawn 1992).

Organ hati merupakan organ yang kompleks yang berfungsi sebagai sentral dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Giannini et al. 2005). Fungsi-fungsi hati antara lain adalah sekresi empedu, metabolisme dari makromolekul, metabolisme besi (Fe), detoksikasi,

metabolisme dan penyimpanan vitamin, serta penyimpanan darah, bersama dengan vena porta dan limpa berfungsi sebagai reservoir darah (Runnells et al. 1965).

Hati juga memproduksi dan mensekresikan empedu yang dibutuhkan dalam pencernaan makanan. Cairan empedu mengalir secara langsung ke usus dua belas jari dan beberapa di antaranya disimpan di dalam kantong empedu (Koolman & Rohm 2001). Organ terbesar tubuh ini merupakan tempat utama metabolisme alkohol, parasetamol, serta senyawa-senyawa beracun lain yang akan menghasilkan metabolit asetaldehid yang sangat toksik. Hal inilah yang menjadikan hati sangat rentan dan berakibat fatal jika rusak oleh senyawa metabolit yang dihasilkannya (Brick 2004).

Kerusakan pada sel hati akan lebih mudah dipahami melalui gambaran hisopatologi hati. Histopatologi merupakan tinjauan terhadap organ hati secara mikroskopik yang meliputi pengamatan terhadap perubahan sel-sel dan jaringan di dalamnya. Beberapa jenis perubahan mikroskopik yang terjadi dapat dilihat dari perubahan pada inti, sitoplasma, maupun sel secara keseluruhan (tepi sel, perbedaan intensitas warna, serta batas antar sel) (Hodgson & Levi 2000).

Ada beberapa macam kerusakan sel hati. Diantaranya adalah oedema, dilatasi, degenerasi berbutir, dan nekrosis. Oedema atau pembengkakan dapat terjadi karena gangguan metabolisme yang menyebabkan kegagalan hati dalam menyusun asam amino menjadi protein. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan osmotik. Rendahnya tekanan osmotik di luar sel menyebabkan cairan masuk ke dalam sel (Hastuti 2008).

Dilatasi adalah keadaan saat sel membelah secara radial. Akibatnya sel membentang ke arah tangensial. Degenerasi berbutir dapat ditandai dengan adanya butiran-butiran di sitoplasma. Degenerasi berbutir merupakan indikasi awal terjadinya nekrosis tetapi dapat pula muncul secara bersamaan. Butiran dalam sitoplasma dapat terjadi karena masuknya lemak ke dalam sel sehingga mendesak inti sel. Nekrosis merupakan proses kematian sel pada suatu organisme hidup. Nekrosis terjadi akibat adanya reaksi sel terhadap zat tertentu seperti bahan kimia toksik. Nekrosis dapat ditandai dengan hilangnya inti sel (Hastuti 2008).

Nekrosis memiliki beberapa ragam berdasarkan perubahan strukturalnya. Piknosis ditandai dengan inti sel yang mengkerut serta sitoplasma yang menyusut. Kariolisis adalah nekrosis yang ditandai dengan inti yang terfragmentasi. Matinya sel diikuti oleh perubahan morfologi seperti oedema pada sitoplasma, dilatasi pada retikulum endoplasma, disagregasi polisom, hilangnya mitokondria karena krista terdisrupsi, hilangnya inti dan beberapa organel lain dan akumulasi trigliserida (Hodgson & Levi 2000).

Gambar 1 Organ hati dan komponen komponennya (Anonim 2010).

Undur-undur Darat (Myrmelon sp.) Undur-undur darat merupakan insekta yang tersebar luas di seluruh dunia. Insekta ini biasa hidup di lingkungan yang kering dan berpasir. Ukuran rumah undur-undur berkisar antara 2-15 cm. Undur-undur termasuk ke dalam hewan omnivora. Larvanya memakan semut dan insekta lainnya sementara pada saat dewasa ia memakan tepung sari dan madu. Secara taksonomi undur-undur termasuk Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Neuroptera, Sub Family Myrmeleontoidea, Famili myrmeleontidae, dan Genus Myrmeleon (Botz et al 2003).

Larva undur-undur darat hidup di pasir dengan membentuk jebakan lubang pasir dengan kedalaman sekitar 2-3 inci dari permukaan (Gambar 2). Larva ini dapat menangkap dan membunuh berbagai macam insekta dan bahkan mampu membunuh laba- laba berukuran kecil. Sisa makanan yang berupa bangkai kering akan dijentikan ke luar lubang pasir dan kemudian larva siap menyusun kembali jebakan lubang pasirnya.

Senyawa yang terkandung dalam undur-undur darat adalah sulfonilurea. Senyawa ini terdiri dari dua bentuk turunan. Turunan pertama yaitu asetoheksamida, klorpropamida, tolbutamida, dan tolazamida. Sedangkan turunan yang ke dua adalah glipizida, glikazida, gliburida, dan glikuidon. Turunan pertama senyawa ini memiliki potensi sebagai obat kolestasis sedangkan turunan keduanya tidak (Chounta 2003).

Pemeliharaan undur-undur cukup mudah dan praktis. Undur-undur cukup diletakkan pada kotak yang berisi pasir lembut dan kering. Setelah seminggu kemudian undur-undur akan mengeluarkan telurnya di sarangnya yang mirip dengan kawah gunung. Undur-undur hanya membutuhkan serangga kecil seperti semut atau telur semut herang. Setiap pagi kotak yang berisi undur-undur tersebut dijemur selama 2 jam agar tidak lembab (Wahid 2008).

(a)

(b)

Gambar 2 Rumah Undur-undur (Myrmelon sp.)(a) dan Undur-undur perbesaran 100x(b).

Karakteristik dan Data Biologis Tikus Hewan percobaan atau sering disebut sebagai hewan laboratorium adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu yang dipelihara secara intensif di laboratorium. Hewan percobaan digunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian. Tikus merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam percobaan. Hewan coba yang digunakan dalam percobaan ini adalah galur Sprague- Dawley (Gambar 3).

Tikus adalah hewan pengerat yang mudah berkembang biak dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Tikus yang baru lahir biasanya memiliki berat badan 5-6 gram dan memiliki kecepatan tumbuh sebesar 5 gram/hari. Umumnya berat badan tikus dewasa rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galurnya. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 gram dan tikus betina jarang lebih dari 350 gram. Galur Sprague-Dawley paling besar hampir sebesar tikus liar (Mangkoewdjojo & Smith 1988).

Menurut Mangkoewdjojo & Smith (1988) tikus berbeda dengan hewan percobaan lain, tikus tidak dapat muntah karena struktur anatominya yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kantung empedu.

Gambar 3 Tikus Sprague-Dawley.

Parasetamol sebagai Stimulan Kerusakan Hati

Hati sebagai salah satu organ yang fungsinya adalah untuk detoksifikasi memiliki enzim-enzim yang berfungsi dalam metabolisme zat asing (xenobiotik). Enzim- enzim tersebut terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu sitokrom P450 dan monooksigenase yang mengandung flavin (FMO). Keduanya lebih banyak berada di hati dan berperan dalam reaksi fase I (oksidasi xenobiotik) (Gonzales 2001).

Kata parasetamol diambil dari kata para asetil amino fenol yang merupakan nama senyawa ini secara tata nama kimia.

Penghilang rasa sakit ini ditemukan secara tidak sengaja saat senyawa yang mirip parasetamol (asetanilida) digunakan sebagai resep obat sekitar 100 tahun lalu. Karena asetanilida bersifat toksik, maka para kimiawan memodifikasi struktur asetanilida sehingga menjadi senyawa yang tidak membahayakan tubuh tetapi masih memiliki kemampuan analgesik.

Parasetamol merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan jumlah produksinya setiap tahun besar. Materi awal dari sintesis parasetamol ialah senyawa fenol, yang kemudian dinitrasi untuk memberikan bentuk orto dan para nitro-toluena. Bentuk orto-nitrotoluena dipisahkan secara destilasi dan grup para-nitrotoluena direduksi menjadi paraamino. Grup para-amino inilah yang diasetilasi menjadi parasetamol.

Parasetamol atau asetaminofen (APAP) dikenal sebagai senyawa antipiretik dan analgesik (Gupta et al. 2004). Parasetamol tergolong obat antiinflamasi nonsteroid atau non steroid antiinflamation

drugs (NSAID). Parasetamol dalam tubuh

akan mengalami biotransformasi di hati menjadi zat yang tidak berbahaya dan dapat dikeluarkan dari tubuh. Seperti yang terlihat pada Gambar 4 biotransformasi parasetamol salah satunya menggunakan reaksi fase II yaitu membentuk senyawa glukoronida dan sulfat yang larut air dan tidak beracun (Moore et al. 1985).

Parasetamol yang dikonsumsi berlebihan dapat menstimulasi sitokrom P450 dan memicu radikal bebas. Parasetamol tersebut akan mengalami hidroksilasi monooksigenase menjadi radikal bebas (Gambar 4). Radikal bebas tersebut berupa metabolit reaktif n-asetil-p- benzoquinonimin (NAPQI). Produksi NAPQI yang terlalu besar tidak dapat dinetralisir oleh glutation. Radikal bebas ini akan mengoksidasi makromolekul seperti lemak dan gugus tiol pada protein serta menganggu homeostasis kalsium akibat menurunnya GSH (Murugesh et al. 2005).

Parasetamol merupakan obat yang berpotensi pemakaiannya tanpa memakai resep karena aman dalam dosis standar (500- 1000 mg per enam jam) sehingga sering digunakan secara sendiri tanpa konsultasi dokter. Pemakaian parasetamol yang terus- menerus atau dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan hati. Jalur metabolik parasetamol dalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Metabolisme parasetamol dalam tubuh (Chemani 2010).

Enzim Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat Amino Transferase (AST)

Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator yaitu senyawa yang meningkatkan kecepatan reaksi kimia (Marks et al. 1996). Sering kali tes laboratorium melibatkan enzim untuk mengetahui kesehatan sesorang. Hal ini dikarenakan bila suatu jaringan rusak, sel-sel mati dan enzim-enzim akan dilepas ke dalam darah. Demikian pula untuk mengetahui kondisi hati seseorang, kadar enzim di dalam darah diukur dan di tes. Enzim aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) merupakan enzim-enzim yang sering digunakan untuk mendeteksi kerusakan hati. Enzim ALT disebut juga GPT lebih spesifik untuk hati karena proporsinya paling banyak pada organ ini daripada organ tubuh lainnya (Edem & Akpanabiatu 2006). Kedua enzim ini sesuai golongannya, merupakan enzim yang berperan penting dalam metabolisme asam amino.

Alanin aminotransferase pada sitosol hati mentransfer gugus amino dari alanin ke

α-ketoglutarat membentuk piruvat dan glutamat, sedangkan aspartat aminotransferase pada matriks mitokondria hati mentransfer gugus amino dari aspartat ke α-ketoglutarat membentuk oksaloasetat dan glutamat. Reaksi umum transaminasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Glutamat yang dibentuk dari alanin dan aspartat oleh enzim transaminase merupakan asam amino yang berperan penting dalam pembuangan gugus amino dalam katabolisme asam amino (Boyer 2002). Kadar AST dan ALT pada serum darah tikus yang normal adalah berkisar antara 19,3-68,9 U/L dan 29,8-77,0 U/L

(Pilichos et al. 2004). Menurut Girindra (1989) kadar AST dan ALT pada tikus normal masing-masing sebesar 45,7-80,8 u/Ldan 17-30,2 U/L.

Gambar 5 Reaksi transaminasi secara umum (Santoso 2000).

Dokumen terkait