• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Game Online

2.1.1 Definisi Game Online

Adam & Rollings (2007) mendefinisikan game online sebagai permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, di mana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan internet. Game online adalah jenis permainan computer yang memanfaatkan jaringan (LAN atau internet) sebagai medianya. Sedangkan menurut Young (2010) game online adalah permainan dengan jaringan, dimana interaksi antara satu orang dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan, melaksanakan misi, dan meraih nilai tertinggi dalam dunia virtual.

Jadi, yang dimaksud dengan game online adalah sebuah permainan yang dimainkan dengan sambungan internet melalui jaringan computer (computer network). Bisa menggunakan PC (personal computer), atau konsol game biasa, dan biasanya dimainkan oleh banyak pemain dalam waktu yang bersamaan dimana antar pemain bisa saling tidak mengenal.

2.1.2 Sejarah & Perkembangan Game Online

Perkembangan game online sendiri tidak lepas juga dari perkembangan teknologi komputer dan jaringan komputer itu sendiri. Meledaknya game online

sendiri merupakan dari pesatnya jaringan komputer yang dahulunya berskala kecil (small local network) sampai menjadi internet dan terus berkembang sampai sekarang. Pada saat muncul pertama kali tahun 1960, komputer hanya bisa dipakai

untuk 2 orang saja untuk bermain game. Lalu munculah komputer dengan kemampuan time-sharing sehingga pemain yang bisa memainkan game tersebut bisa lebih banyak dan tidak harus berada di suatu ruangan yang sama (Multipleyer Games) (Yuniarsa, 2010).

Pada tahun 1970 ketika muncul jaringan komputer berbasis paket (packet basic computer networking), jaringan komputer tidak hanya sebatas LAN saja tetapi sudah mencakup WAN dan menjadi Internet. Game online pertama kali muncul kebanyakan adalah game-game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk kepentingan militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan,

game-game ini kemudian menginspirasi game-game yang lain muncul dan berkembang. Pada tahun 2001 adalah puncak dari demam dotcom, sehingga penyebaran informasi mengenai game online semakin cepat (Yuniarsa, 2010). 2.1.3 Perkembangan Game Online di Indonesia

Di Indonesia game online muncul pada tahun 2001, yang dimulai dengan masuknya Nexia Online. Game online yang beredar di Indonesia sendiri cukup beragam, mulai dari yang bergenre action, sport, maupun RPG (role-paling game). Tercatat lebih dari 20 judul game online yang beredar di Indonesia. Ini menandakan berapa besarnya antusias para game di Indonesia dan juga besarnya pasar- pasar games di Indonesia (Saputra, 2009).

2.1.4 Tipe-Tipe Game Online

1. First person shooter (FPS), sesuai dengan judulnya game ini mengambil pandangan orang pertama pada gamenya sehingga seolah-olah kita sendiri yang berada dalam game tersebut, kebanyakan game ini mengambil setting

8

peperangan dengan senjata-senjata militer di Indonesia game jenis ini sering disebut game tembak-tembakan.

2. Real-time strategy, merupakan game yang permainannya menekankan kepada kehebatan strategi permainnya, biasanya pemain memainkan tidak hanya 1 karakter saja akan tetapi banyak karakter.

3. Cross-platform online, merupakan game yang dapat dimainkan secara

online dengan hardware yang berbeda misalnya saja need for speed undercover dapat dimainkan secara online dari PC maupun Xbox konektivitas ke internet sehingga dapat bermain secara online.

4. Browser games, merupakan game yang dimainkan pada browser seperti

Firefox, Opera, IE. Syarat dimana sebuah browser dapat dimainkan game

ini adalah browser sudah mendukung javascript, php, maupun flash.

5. Massive multiplayer online game

Adalah game dimana pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata (Chen & Chang, 2008).

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Bermain Game Online

1. Faktor Internal

a. Adanya keberagaman pilihan b. Stress atau depresi

c. Kurang kegiatan 2. Faktor Eksternal

a. Adanya tawaran kebebasan

b. Kurang perhatian dari orang-orang terdekat c. Lingkungan (Prasetiawan, 2011).

2.1.6 Durasi Waktu Bermain Game Online

Menurut Calvert, dkk. (2009) menjelaskan bahwa intensitas penggunaan permainan game online atau jejaring social dalam kurun waktu lebih 4hari/minggu dan durasi bermain lebih dari 4jam/hari menimbulkan ketergantungan.

Sedangkan menurut Horrigan (2000) dalam Achmad (2010), terdapat dua hal mendasar yang harus diamati untuk mengetahui intensitas penggunaan game online seseorang, yakni frekuensi yang sering digunakan dan lama menggunakan tiap kali mengakses game online yang dilakukan oleh pengguna. The Graphic, Visualization & Usability Center, the Georgia Institute of Technology

menggolongkan pengguna game menjadi tiga kategori dengan berdasarkan intensitas penggunaan yang digunakan:

1. Heavy Users (lebih dari 40 jam per bulan) 2. Medium Users (antara 10-40 jam per bulan) 3. Light Users (kurang dari 10 jam per bulan)

Sedangkan Piyeke (2014). Mengatakan durasi waktu bermain game online

yaitu:

1. Kurang dari 3jam : Normal 2. Lebih dari 3jam : Tidak Normal

2.1.7 Dampak Negatif & Positif Game Terhadap Perkembangan

Remaja zaman sekarang tidak asing lagi dengan gadget dan teknologi. Prensky, pakar pendidikan lulusan Universitas Harvard dan Yale dari Amerika, yang juga penulis buku Digital Game-Based Learning, menyebut anak-anak berusia 14 tahun kebawah sebagai digital natives (penduduk asli) yang menghuni

10

dunia digital ini, computer PC, computer tablet, play station, sampai beraneka jenis smartphone yang dimiliki. Menurut penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics yang antara lain dilakukan di Seattle Children’s Research Institute (2011), IOWA Stase University (2010), dan Stanford University School of Medicine (2009), kebanyakan bermain game bisa menggangu proses tumbuh kembang sosial remaja.

1. Dampak Negatif Game Online

a. Masalah Sosialisasi

Banyak remaja yang menghabiskan waktu untuk bermain dengan mesin (bukan manusia), anak bisa merasa canggung dan kurang nyaman jika ada kesempatan untuk bergaul dengan temannya.

b. Masalah Komunikasi

Kegiatan berkomunikasi bukan sebatas berbicara dan mendengarkan kalimat yang terucap, tetapi juga membaca ekspresi lawan bicara. Anak yang kurang bersosialisasi biasanya kesulitan melakukan hal ini.

c. Mengikis Empati

Seringkali anak menyukai jenis game yang melibatkan kekerasan seperti perang-perangan, martial art dan sebagainya. Efek samping dari memainkan jenis game ini adalah terpicunya agresivitas anak dan terkikisnya empati remaja terhadap orang lain.

d. Gangguan Motorik

Tubuh yang kurang aktif bergerak akan mengurangi kesempatan anak untuk melatih kemampuan motorik. Resikonya, anak bisa terserang obesitas dan pertumbuhan tinggi badan yang tidak maksimal.

e. Gangguan Kesehatan

Menatap layar game online secara konstan dalam waktu yang lama bisa mencetus serangan sakit kepala, nyeri leher, nyeri punggung, gangguan tidur dan gangguan penglihatan menurut (Adam, 2012).

2. Dampak Positif Game Online

a. Game online dapat berfungsi sebagai wadah bersosialisasi anak dengan pemain lain. Bahkan dengan pemain yang berasal dari negara yang berbeda. Hal ini juga dapat melatih anak dalam mempelajari bahasa asing.

b. Game online dapat menambah wawasan anak, terutama dalam hal menyusun strategi. Beberapa game juga ada yang memberikan quiz

tentang pengetahuan umum yang dapat memperkaya wawasan anak. c. Game online juga dapat berfungsi sebagai media hiburan bagi anak. d. Game online juga dapat melatih anak bekerja sama dengan teman atau

kelompok (Adam, 2012).

2.1.8 Gejala & Ciri-Ciri Anak Kecanduan Game Online

Menurut para dokter yang meneliti kecanduan game online, alasan seseorang bisa ketagihan bermain game adalah karena game tersebut sengaja dirancang agar pemainnya semakin sering bermain game. Komputer dan game

adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan remaja masa kini. Bagi kebanyakan anak remaja, bermain game dicomputer, konsol atau perangkat gangguan adalah salah satu kegiatan rutin yang mereka lakukan setiap hari. Sebenarnya tidak masalah selama masih dalam batas wajar, tetapi bagaimana juga mereka hidup dan berkembang di zaman serba teknologi (Adam, 2012).

12

1. Gejala Kecanduan Game Online

a. Anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain game pada jam-jam sekolah.

b. Nilai anak di sekolah terjadi penurunan. c. Tertidur di dalam kelas sekolah.

d. Lebih memilih bermain game daripada bermain dengan teman. e. Menjauhkan diri dari kelompok sosial (klub atau kegiatan sekolah). f. Berbohong soal lama waktu yang sudah dihabiskan untuk bermain

game.

g. Sering melalaikan tugas.

h. Merasa cemas dan mudah marah jika tidak bermain game.

Sementara gejala-gejala fisik yang menimpa seseorang yang kecanduan

game antara lain:

a. Carpal tunnel syndrome (gangguan dipergelangan tangan karena saraf tertekan, misalnya jari-jari tangan menjadi kaku).

b. Mengalami gangguan tidur. c. Mata kering.

d. Sakit kepala.

e. Sakit punggung atau nyeri punggung. f. Malas makan/ makan tidak teratur.

g. Mengabaikan kebersihan pribadi (misal: malas mandi) (Adam, 2012). 2. Ciri-Ciri Anak Kecanduan Game Online

a. Dalam sehari hanya bermain satu game saja dengan waktu lebih dari 3 jam bahkan bisa seharian penuh.

b. Rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk main game tersebut dan membeli voucher-voucher game tersebut hanya untuk mengupgrade item dan karakter yang dimiliki.

c. Lebih dari 1 bulan masih tetap bermain game yang sama dengan intensitas bermain setiap hari.

d. Marah jika dilarang atau terhalang untuk main game tersebut.

e. Punya banyak teman dari game tersebut dan bahkan sampai masuk ke komunitas game tersebut.

f. Sangat antusias jika ditanyakan mengenai game.

g. Jika bermain game online di warnet, maka waktu lebih sering dihabiskan diwarnet untuk bermain game online daripada melakukan kegiatan lainnya.

h. Mulai menganggap diri sendiri adalah karakter game tersebut.

i. Bahkan mengatur waktu tersendiri khusus untuk bermain game online.

j. Isi dompet lebih banyak vouchergame online bekas pakai atau bahkan

voucher-voucher baru.

k. Lebih mendahulukan menyisihkan biaya untuk ke warnet dan main

game online daripada biaya untuk kebutuhan lainya yang mungkin lebih penting dari main game di warnet (Adam, 2012).

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Sedangkan menurut IASP (Intenational Association for Study of Pain), (1979)

14

dalam April (2011) nyeri adalah emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Curton (1983) dalam Prasetyo (2010), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.

Melzack dan Wall (1988) dalam Judha, dkk (2012) mengatakan bahwa nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi, perhatian dan variabel-variabel psikologis lain, yang menggangu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang yang menghentikan rasa tersebut dan Tournaire & Theau-Yonnaeau (2007) dalam Judha dkk. (2012), mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, baik sensori maupun emosional yang berhubungan dengan risiko atau aktualinya kerusakan jaringan tubuh.

Dalam Fundamental Keperawatan (Potter & Perry, 2006) terdapat beberapa pendapat tentang definisi nyeri, diantaranya:

1. Menurut Caffery (1980) nyeri adalah sesuatu yang dilakukan seseorang tentang nyeri, dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan ia merasakan nyeri.

2. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri.

2.2.2Klasifikasi Nyeri

1. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi a. Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai ke berat), dan berlangsung dalam waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013). Nyeri akut memiliki durasi singkat kurang dari 6 bulan dan akan menghilang tanpa pengobatan setelah lokasi yang rusak pulih kembali (Prasetyo, 2010). b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri konstan yang intermiten, nyeri yang menetap sepanjang periode waktu. Nyeri kronis berlangsung lama dengan intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Caffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005).

2. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal a. Nyeri Nosiseptik

Nyeri Nosiseptik merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas atau sensitivitas nosiseptor perifer yang merupakan reseptor khusus yang mengantarkan stimulus naxious. Nyeri nosiseptik dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi, jaringan ikat dan lain-lain Hal ini dapat terjadi pada nyeri post operatif dan nyeri kanker. Dilihat dari sifatnya maka merupakan nyeri akut yang mengenai daerah perifer dan letaknya lebih terlokalisasi (Andarmoyo, 2013).

16

b. Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Nyeri neuropatik lebih sulit untuk diobati. Pasien akan mengalami nyeri seperti terbakar, shooting, shock like, tingling, hypergesia atau allodynia. Nyeri Neuropatik dari sifat nyerinya merupakan nyeri kronis (Andarmoyo, 2013).

3. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi a. Superficial/Kutaneus

Nyeri Superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi (Andarmoyo, 2013).

b. Viseral Dalam

Nyeri viseral dalam adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superficial. Contohnya seperti rasa pukul (crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung (Andarmoyo, 2013).

c. Nyeri Alih

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis

sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri dapat terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada infark miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan (Andarmoyo, 2013).

d. Radiasi

Nyeri radiasi merupakan nyeri sensori yang meluas dari tempat awal cedera kebagian tubuh yang lain. Karakteristik nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau kesepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik (Andarmoyo, 2013). 2.2.3 Respon Fisiologis & Perilaku Terhadap Nyeri

1. Respon Fisiologis

Respon atau perubahan fisiologis dianggap sebagai indicator nyeri yang lebih akurat dibandingkan laporan variabel pasien. Smeltzer & Bare (2002) dalam Andarmoyo (2013), mengungkapkan bahwa respon fisiologik harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu. Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu. Pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan hipotalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada

18

cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ dalam/ visceral maka sistem saraf otonom, akan menghasilkan suatu aksi. Tabel berikut ini menunjukkan respon fisiologis terhadap nyeri. Tabel 2.1 Respon Fisiologis Terhadap Nyeri

Respon Penyebab atau Efek

Dilatasi saluran bronkheolus dan peningkatan frekuensi pernafasan

Menyebabkan peningkatan asupan oksigen

Peningkatanm frekuensi denyut jantung Menyebabkan peningkatan transport oksigen Vasokonstriksi perifer (pucat,

peningkatan TD

Meningkatkan TD disertai perpindahan suplay darah dari perifer dan viseral ke otot skeletal dan otak

Peningkatan kadar gula darah Menghasilkan energi tambahan

Diaphoresis Mengontrol temperatu tubuh selama stress Peningkatan ketegangan otot Mempersiapkan otot untuk melakukan aksi Dilatasi pupil Memungkinkan penglihatan yang lebih baik Penurunan motilitas saluran cerna Membebaskan energy untuk melakukan

aktivitas dengan cepat

Pucat Menyebabkan suplay darah berpindah dari

perifer

Ketegangan otot Akibat keletihan

Penurunan denyut jantung dan Tekanan Darah

Akibat stimulasi vagal

Mual dan muntah Mengembangkan fungsi saluran cerna Kelelahan dan kelemahan Pengeluaran energi fisik

2. Respon Perilaku

Respon perilaku yang ditunjukkan oleh pasien sangat beragam. Respon perilaku nyeri dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Respon Perilaku Terhadap Nyeri

Respon perilaku nyeri pada klien Vokalisasi

Ekspresi Wajah Gerakan tubuh

Interaksi sosial

Menangis, mengaduh, mendengkur, sesak nafas. meringis, menggigit bibir, menggeletukkan gigi. Imobilisasi, aktivitas melangkah yang tanggal ketika berlari atau berjalan, gerakan melindungi bagian tubuh, ketegangan otot, gelisah.

Menghindari percakapan, fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial.

Sumber: Potter & Perry, 2006.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Caffery dan Pasero (1999) dalam Prasetyo (2010) menyatakan bahwa hanya klien yang paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu dikatakan klien sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap nyeri antara lain:

1. Jenis Kelamin

Secara umum pria dan wanita berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri (Gil, 1990 dalam Potter & Perry, 2006). Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin dalam memaknai nyeri (misal: menganggap bahwa seorang laki-laki harus berani dan tidak boleh

20

menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama) (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

2. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

3. Kebudayaan

Keyakinan dan kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Budaya dan etnis berpengaruh pada bagaimana seseorang merespon terhadap nyeri. Sejak dini pada masa anak-anak, individu belajar dari sekitar mereka respons nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima. Sebagai contoh: anak dapat belajar bahwa cedera akibat olahraga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cedera akibat kecelakaan motor. Sementara lainya mengajarkan anak stimuli apa yang dipikirkan akan menimbulkan nyeri dan respons perilaku apa yang diterima (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Prasetyo, 2010).

4. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya, seoranng wanita yang sedang bersalin akan mempersiapkan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri akan dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

5. Perhatian

Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Gill, 1990 dalam Potter & Perry, 2006 dalam buku Prasetyo, 2010).

6. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan sesuatu perasaan ansietas. Paice (1991) dikutip dari Potter & Perry (2006), melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas. Sistem limbic

dapat memprotes reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri (Prasetyo, 2010).

22

7. Keletihan

Keletihan/ kelemahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri sering kali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

8. Pengalaman Sebelumnya

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensori nyeri akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Apabila seseorang klien tidak pernah merasakan nyeri, persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005 dalam Prasetyo, 2010).

9. Gaya Koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

10.Dukungan Keluarga & Sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan menimilkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, sering kali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam Prasetyo, 2010).

2.2.5 Faktor Penyebab Nyeri 1. Kurang Bergerak

Penggunaan alat teknologi seperti laptop, smartphone, game dan lainnya. Hal ini menyebabkan kurang aktif berkegiatan dan bergerak.

2. Duduk Terlalu Lama

Terlalu lama duduk dengan posisi yang salah akan menyebabkan keregangan otot-otot dan keregangan tulang belakang. Posisi tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan abnormal dari jaringan, sehingga menyebabkan rasa sakit.

3. Terlalu Banyak Bergerak

Dokumen terkait