• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus) Sejalan dengan perkembangan usaha budidaya laut (pembesaran) dalam keramba jaring apung, jaring tancap dan tambak, secara langsung kebutuhan akan benih juga semakin meningkat. Pengumpulan benih dari alam tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pembesaran, karena sangat dipengaruhi oleh musim, lokasi dan kondisi alam yang kurang menguntungkan disamping kelangsungan hidup larva sampai ukuran benih masih sangat rendah. Kerapu macan merupakan salah satu jenis kerapu yang potential untuk dibudidayakan serta memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi terutama di pasar Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan bahkan Indonesia (Mayumar, 1993).

Ikan kerapu cantang merupakan hasil silangan atau hibridasi. Ikan kerapu cantang adalah hasil dari penelitian BPBAP Situbondo dan merupakan perkawinan dari ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) betina dan ikan Kerapu Kertang (Epinephelus lanceoulatus) jantan. Tingkat pertumbuhan benihnya bahkan bisa mencapai 2 kali lipat pertumbuhan kerapu macan sendiri (Wibowo, 2010).

Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x E. lanceolatus) mempunyai ciri-ciri morfologi; bentuk tubuh compres dan relative membulat dengan ukuran lebar kepala sedikit atau hampir sama dengan lebar badannya, warna kulit coklat kehitaman dengan 5 gari hitam melintang di bagian tubuhnya, semua sirip (pectoral, anal, ventral, dorsal dan caudal) bercorak seperti ikan Kerapu Kertang dengan dasar berwarna kuning dilengkapi dengan bintik-bintik hitam, bintik-bintik hitam juga banyak tersebar di kepala dan didekat sirip

Universitas Sumatera Utara

pectoral dengan jumlah yang berlainan pada setiap individu, sirip punggung semakin melebar ke arah belakang, sirip punggung menyatu dan terdiri atas 11 jari-jari keras dan 15 jari-jari lunak, sirip pectoral terdiri atas 17 jari-jari lunak, sirip ventral terdiri dari 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak, sirip anal terdiri dari 2 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak, sedangkan sirip caudal terdiri atas 13 jari-jari lunak, bentuk ekor rounded, bentuk mulut lebar (Yoga, 2019).

Sumber : (Dokumentasi penelitian)

Gambar 2. Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus fuscoguttatus x E. lanceolatus) Menurut Rizkya (2012), Klasifikasi ikan kerapu cantang adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus

11

Ikan kerapu memiliki habitat di dasar perairan laut tropis dan subtropis.

Pada umumnya kerapu bersifat soliter, tetapi saat akan memijah ikan bergerombol. Telur dan larva bersifat pelagis sedangkan ikan kerapu dari muda hingga dewasa bersifat demersal. Larva kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari. Sebaliknya pada malam hari lebih banyak ditemukan di permukaan air. Penyebaran vertikal tersebut sesuai dengan sifat ikan kerapu sebagai organisme yang pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang sedangkan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan (Mariskha dan Abdulgani, 2012).

Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang hidup di perairan dalam maupun payau yang bersalinitas 20-35 ppt. Suhu optimum untuk pertumbuhan kerapu macan adalah 27-29°C. Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat organisme akuatik, karena itu setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran suhu maksimum dan minimum.

Kisaran pH untuk budidaya laut adalah 7,5 – 8,5 (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya 2011). pH yng tepat akan menentukan keberlangsungan hidup dan perkembangan ikan kerapu yang akan di budidayakan (Hastari et al., 2017).

Parasit Ikan

Salah satu hal yang menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan adalah pengendalian hama dan penyakit. Penyakit ikan umumnya terjadi akibat adanya infeksi parasit yang menyebabkan bagian tubuh ikan terluka, sehingga dengan demikian penyakit lain seperti jamur, bakteri, dan virus akan lebih mudah terpapar pada ikan yang sudah terinfeksi oleh parasit. Selain itu, infeksi parasit juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia apabila mengkonsumsi ikan-ikan yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung parasit. Oleh karena itu status kesehatan ikan disuatu kawasan, daerah merupakan informasi yang sangat diperlukan dalam suatu sistem pengendalian penyakit dan pengembangan budidaya (Maulana et al., 2017).

Penyakit terjadi akibat adanya interaksi antara inang (ikan), bahan patogen dan lingkungan. Kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan stres dan penurunan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit. Salah satu masalah yang sering menghambat budidaya ikan ini adalah munculnya penyakit, antara lain disebabkan oleh parasit ikan. Penyakit merupakan salah satu faktor kendala dalam kegiatan budidaya yang dikarenakan oleh ketidakseimbangan interaksi antara faktor lingkungan, inang, dan agen penyakit. Faktor lingkungan dalam hal ini dapat berperan sebagai pemicu terjadinya stres bagi inang akibat perubahan fisik, kimia, dan biologis lingkungan tersebut sehingga daya tahan tubuh menurun dan menjadi rentan terhadap serangan penyakit (Wiyatno et al., 2012).

Parasit adalah organisme yang memanfaatkan organisme lain yang berbeda jenis untuk tempat berlindung dan mendapatkan makanan. Serangan parasit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara faktor lingkungan, kondisi ikan, dan organisme parasit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres pada ikan sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh organisme parasit. Parasit yang menyerang ikan terdiri dari ektoparasit yaitu parasit yang menginfeksi organ luar ikan (kepala, kulit, dan insang), dan endoparasit yaitu parasit yang menginfeksi organ dalam. Selain itu parasit dapat bersifat spesifik yaitu menyerang jenis-jenis ikan tertentu atau menyerang ikan pada umur dan ukuran tertentu (Ode, 2014).

13

Organ yang paling rentan terserang parasit adalah insang. Hal ini disebabkan karena insang merupakan organ pernapasan yang langsung bersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring partikel-partikel pakan dan mengikat oksigen. Letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan serta menjadi tempat yang tepat bagi berlangsungnya infeksi oleh organisme patogen penyebab penyakit seperti parasit (Wahyuni et al., 2017).

Menurut Usman (2007), Faktor non biotik yang dapat merugikan ikan, sering juga disebut sebagai faktor non parasiter, terdiri beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor lingkungan; Diantara faktor lingkungan yang dapat merugikan kesehatan ikan ialah pH air yang terlalu tinggi atau rendah, kandungan oksigen yang rendah, temperatur yang berubah secara tiba-tiba, adanya gas beracun serta kandungan racun yang berada di dalam air yang berasal dari pestisida, pupuk, limbah pabrik, limbah rumah tangga dan lain-lain.

b. Pakan. Penyakit dapat timbul karena kualitas pakan yang diberikan tidak baik.

Gizi rendah, kurang vitamin, busuk atau telalu lama disimpan serta pemberian pakan yang tidak tepat.

c. Turunan. Penyakit turunan atau genetis dapat berupa bentuk tubuh yang tidak normal dan pertumbuhan yang lambat.

Parasit yang biasanya menyerang ikan kerapu adalah Benedenia epinepheli, Caligus epinepheli, Ergasilus, Diplectanum grouperi, Dactylogyrus, Neobenedenia girellae, Haliotrema epinepheli, Pseudorhabdosynochus seabasi,

Universitas Sumatera Utara

dan Trichodina. Parasit yang berbahaya terhadap ikan kerapu terutama adalah parasit insang (Haliotrerna, Diplectanum, Pseudorhabdosynochus). C. irritans, Benedenia dan Neobenedenia bila terdapat dalam jumlah banyak dan menyerang mata juga dapat menimbulkan kebutaan dan akhirnya kematian pada ikan kerapu (Wiyatno et al., 2012).

Caligus sp.

Parasit dari kelas Crustacea yang sering menyerang terdiri dari golongan isopod yaitu jenis Rhexanella sp. dan golongan copepod yaitu Caligus sp. dan Lepeophtheirus sp. Lepeophtheirus dan caligus sepintas lalu di bawah mikroskop sangat sulit dibedakan, dengan seksama dapat dibedakan dari adanya dua alat penempel (lunulus pada Caligus, sedangkan pada Lepeophtheirus tidak ada.

Penanggulangan pada Lepeophtheirus dengan perendaman kedalam air tawar 2- 5 menit; sedangkan pada Caligus dengan perendaman ke dalam 100 ppm larutan H2O2 selama 1-2 jam (Slamet et al., 2008).

Sumber : (Arianty, 2010)

Gambar 3. Caligus sp.

Jenis ini termasuk dalam Phylum Arthropoda, Class Crustacea, Subclass Copepoda, Ordo Siphonostomatoida, Family Caligidae, dan Genus Caligus. Jenis ini berada pada inang berupa ikan air laut, terutama menyerang kulit dan operkulum. Ciri-ciri bentuknya antara lain caligus betina seluruh tubuhnya

15

ditutupi cangkang dorsal. Cephalotoraxnya panjang, posteriornya lembut. Bagian lateralnya dilengkapai marginal membrane. Bagian posterior ada thorax zone.

Keempat kaki terletak lebih dekat posterior dari pada cephalotorax, bentuk pendek, tubuh lebar antara 1-9 mm. Siklus hidupnya diawali dari telur, kemudian nauplius berenang bebas, nauplius II sebelum molting menjadi larva yang menginfeksi (copepodit) (Hardi, 2015).

Brooklynella hostilis

Brooklynella hostilis merupakan parasit kulit dan insang, meskipun pada tahap awal infestasi ditemukan pada insang. Tanda klinis meliputi gangguan pernapasan, hipersekresi lendir, deskuamasi, perdarahan dan hipertrofi insang.

Wabah Brooklynella hostilis berkorelasi dengan tekanan lingkungan akibat trauma, konsentrasi amonia yang tinggi, suhu yang tinggi, kepadatan berlebih, dll.

Pemberantasan parasit dilakukan dengan menggunakan air tawar, rendaman formalin atau perendaman dalam waktu lama dalam campuran formalin 25 mg / l dan perunggu hijau (0,10 mg/l). Kemoterapi dengan ion tembaga pada konsentrasi 0,15-0,20 mg / l tidak efektif untuk pemberantasan parasit (Landsberg, 2013).

Sumber : (Gusriyanti et al., 2016)

Gambar 4. Brooklynella hostilis

Universitas Sumatera Utara

Brooklynella hostilis adalah disteriid ciliata patogen pada ikan laut tropis.

Beberapa laporan telah mendokumentasikan Brooklynella sebagai penyakit signifikan yang menyebabkan organisme ikan laut di penangkaran. Pertama kali dijelaskan pada tahun 1970 dari wabah sporadis di Akuarium New York, ciliate telah menyebabkan banyak kematian di akuarium umum, importir komersial, dan di toko ritel. Brooklynella terlibat sebagai agen penyebab kematian ikan tropis di Akuarium Steinhart, San Francisco dari 1977-73. Ciliata telah dikonfirmasi dari tiga spesies ikan anemon: Premnas biaculeatus (ikan anemon pipi tulang belakang), Amphiprion ephippum (ikan anemon ikan pelana merah), dan Amghiprion percula (ikan anemon badut). Dalam kejadian terpisah, Brooklynella dikonfirmasi dari pengiriman Hippocampus kuda (kuda laut Pasifik) yang berasal dari Filipina (Blasiola, 2009).

Zeylanicobdella sp.

Zeylanicobdella sp. lintah laut (cacing lintah) merupakan jenis lintah laut yang termasuk dalam Filum Annelida. Cacing lintah ini memiliki dua cakram penghisap (sucker) pada bagian anterior dan posterior Zeylanicobdella sp. Bagian tubuh Zeylanicobdella sp. muda berwarna coklat tua, sedangkan saat stadia dewasa pada dorsal berwarna coklat tua dan ventral berwarna hitam pekat.

Terdapat garis yang berwarna lebih terang pada dorsal tubuh Zeylanicobdella sp.

Telur Zeylanicobdella sp. berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0.51 mm dan berwarna coklat tua (Ravi et al., 2017).

17

Sumber : (Mahasri et al., 2019)

Gambar 5. Zeylanicobdella sp.

Zeylanicobdella sp. cacing ini menyerang pada permukaan tubuh, mata, mulut, rongga pernafasan dan sirip paling banyak ditemukan pada sirip dorsal, ventral dan pectoral. Ikan Kerapu yang terserang akan berwarna pucat, terdapat luka dan pendarahan pada daerah yang terserang. Apabila menyerang pada sirip dan ekor maka sirip dan ekor tersebut dan geripis atau robek. Cacing lintah ini berukuran panjang berkisar antara 9.0-25 mm, ukuran diameter oral sucker mencapai 1.0 mm dan berbentuk oval, serta terdapat sepasang mata yang tampak pada dorsal di oral sucker. Diameter caudal sucker spesies ini lebih lebar dibanding oral sucker yaitu berkisar 1,8 mm (Nagasawa dan Uyeno, 2009).

Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp. Opisthaptor mempunyai 14 kait tepi, dimana dua diantaranya terletak jauh dibagian tepi dan di dekat jangkar. Ujung jangkar yang runcing mengarah ke punggung. Jenis ini mempunyai 1-2 palang penghubung.

Titik mata terdiri atas 2 pasang dan mempunyai 4 lekukan di bagian kepala. Jenis

Universitas Sumatera Utara

tersebut merupakan salah satu dari genus monogenea terbesar, mempunyai inang yang terbatas. Cacing dari jenis ini ditemukan hampir pada semua ikan air tawar dan kadang-kadang ikan air laut seperti pada C. idellus, lele, ikan mas, tambakan, gurami, patin, sepat air, sepat rawa, mas koki (Hardi 2015).

Sumber : (Nofyan et al., 2015).

Gambar 6. Dactylogyrus sp.

Ikan yang terinfeksi parasit ini biasanya ikan berenang di permukaan agar mudah mendapatkan oksigen, terjadi kekurusan dan respirasi meningkat serta sesak nafas. Filamen insang menonjol keluar dari tutup insangnya atau terjadi peregangan penutup insang sehingga terjadi kerusakan berat pada insang.

Mulokosa insang berwarna gelap dan menutup insang (Wiguna et al., 2016).

Prevalensi

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempo waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah

19

kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu priode waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmreck, 2001).

Semakin besar ukuran atau berat inang maka semakin tinggi pula terinfeksi oleh parasit tertentu. lebih besar dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun telah terjadi saling adaptasi maka inang menjadi toleran terhadap parasitnya. Semakin lama pemeliharaan intensitas dan prevalensi ektoparasit yang menyerang ikan cenderung lebih meningkat (Riko et al., 2012).

Prevalensi dan Intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ukuran inang. Pada beberapa spesies ikan, semakin besar ukuran atau berat inang, semakin tinggi infeksi oleh parasit tertentu. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi maka inang menjadi toleran terhadap parasitnya. Organ yang paling rentan terserang parasit adalah insang. Hal inidisebabkan karena insang merupakan organ pernapasan yang langsungbersentuhan dengan lingkungan sekitarnya yang menyaring bahan-bahan yang terlarut, menyaring partikel-partikel pakan dan mengikat oksigen (Wahyuni et al., 2017).

Tingginya nilai prevalensi ektoparasit pada setiap lokasi pengambilan sampel ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Pencemaran lingkungan perairan akan mengakibatkan perubahan kualitas air dan meningkanya jumlah patogen seperti ektoparasit. Kondisi tersebut akan membuat ikan menjadi stres sehingga terjadinya hubungan yang tidak seimbang antara ikan, lingkungan,

Universitas Sumatera Utara

dan patogen (ektoparasit) dan hal ini akan menyebabkan mudahnya ikan terinfeksi oleh ektoparasit. Faktor internal yang mempengaruhi tingginya nilai prevalensi ektoparasit yaitu nutrisi yang kurang. Parasit dapat menyerang ikan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung dapat terjadi dengan adanya kontak langsung antara ikan yang sehat denganikan yang terinfeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat terjadi apabila kekebalan tubuh ikan mulai menurun akibat stress sehingga parasit dengan mudah dapat menyerang ikan tersebut (Yuli et al., 2017).

Kualitas Air

Kondisi kualitas air mempunyai peran yang sangat penting bagi keberhasilan budidaya ikan kerapu. Air berfungsi sebagai media hidup bagi ikan baik sebagai media internal maupun eksternal. Sebagai media eksternal, air berfungsi sebagai habitat hidup ikan. Air sebagai habitat hidup ikan kerapu yang dibudidayakan, harus dalam kondisi yang optimal baik dari aspek jumlah (kuantitas) maupun aspek mutu (kualitas). Untuk itu, pemantauan dan pengelolaan kualitas air sangat diperlukan dalam budidaya ikan. Sasaran pemantauan dan pengelolaan kualitas air adalah untuk menjaga agar kualitas air senantiasa memenuhi syarat bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan budidaya (Eshmat dan Manan, 2013).

Salah satu faktor yang berperan menentukan keberhasilah budidaya ikan adalah pengelolaan kualitas air, karena ikan merupakan hewan air yang segala kehidupan, kesehatan dan pertumbuhannya tergantung pada kualitas air sebagai media hidupnya . Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai setiap faktor fisik, kimiawi dan biologi yang mempengaruhi penggunaan air. Untuk keperluan

21

budidaya kualitas air secara umum dapat diartikan sebagai setiap peubah (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, kembang biak, pertumbuhan atau produksi. Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan ikan penting dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi sebagai akibat perubahan salah satu parameter kualitas air (Suwoyo, 2011).

Suhu

Suhu air sangat berpengaruh langsung terhadap kehidupan ikan melalui laju metabolismenya dan juga berpengaruh terhadap daya larut gas-gas termasuk O2 serta berbagai reaksi kimia lainnya dalam air. Semakin tinggi suhu air, semakin besar konsumsi akan O2. Semakin tinggi suhu semakin kecil kelarutan oksigen dalam air, sedangkan kebutuhan oksigen bagi ikan semakin besar yang tingkat metabolisme semakin tinggi . Kenaikkan suhu akan mengurangi daya larut oksigen dalam air dan mempercepat reaksi kimia sebesar 2 kali (Gusman, 2016).

Upaya untuk mengatasi suhu tinggi adalah dilakukan penggantian air yang lebih sering atau penggantian air secara sirkulasi dan atau penggunaan kincir air.

Selain itu dapat juga dilakukan dengan cara pendalaman caren pada saat persiapan tanah dasar tambak sebagai antisipasi agar air lebih dalam, sehingga tidak terjadi stratifikasi suhu (Langkosono, 2014).

Suhu air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, pertumbuhan, morfologi, reproduksi, tingkah laku, dan metabolisme ikan. Disamping itu suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas, kecepatan reaksi unsur dan senyawa yang terkandung dalam air. kualitas perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan kerapu, seperti suhu berkisar antara 24 - 31ºC, salinitas antara 30-33 ppt, oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH berkisar antara 7,8 - 8,0. Pertumbuhan dan

Universitas Sumatera Utara

kelangsungan hidup Ikan Kerapu harus dipertahankan pada suhu 25 – 32 ºC, salinitas 20 - 32 ppt, pH 7,5 - 8,3, oksigen 4 - 8 ppm, nitrit 0 - 0,05 ppm dan amonia < 0,02 ppm. Kenaikan suhu akan mengakibatkan penurunan jumlah oksigen terlarut di dalam air, dan akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia, dan dapat menyebabkan ikan dan biota air lainnya mengalami kematian apabila suhu melampaui batas suhu tertentu (32oC) (Gusman, 2016).

Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat diperairan.

Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil (‰) Kisaran salinitas yang ideal untuk benih ikan kerapu yaitu 28 – 35 ppt (Suwoyo, 2011).

Salinitas air yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan kerapu dapat menggangu kesehatan dan pertumbuhan ikan. Salinitas memiliki pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup larva ikan kerapu. Perubahan salinitas lebih dari 10 ppt dapat menyebabkan stress lingkungan terhadap biota laut. Untuk pendederan kerapu macam disarankan menggunakan kadar garam 20 ppt.

Sedangkan kisaran kadar garam 35 – 40 ppt masih dapat memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu di bak terkontrol. Sedangkan kadar garam terbaik pada pengggelondongan ikan kerapu di petak tanah yaitu 15 – 33 ppt. Salinitas 27 – 34 ppt masih memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik pada ikan kerapu di bak terkontrol (Eshmat dan Manan, 2013).

23

Derajat Keasaman (pH)

Perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Tanah yang mengandung pirite menyebabkan pH air asam antara pH 3 – 4. Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan ikan air laut.

Suatu perairan yang ber- pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan kerapu akan sangat baik bila dipelihara pada air laut dengan pH 8,0 – 8,2. Ikan kerapu dapat mentolerir kisaran pH air antara 6,5 – 9,0. Sedangkan menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2003) menyatakan bahwa kualitas air yang ideal untuk benih antara 7,8 – 8,3 (Suwoyo, 2011).

pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat menyebabkan kematian missal pada ikan. pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lender sedangkan pH tinggi dapat menyebabkan ikan stress. Sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH (Noga, 2000).

Dissolved Oxygen (DO)

Ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen.

Kekurangan oksigen dalam air dapat mengganggu kehidupan biota air, termasuk pertumbuhannya. Upaya untuk mengontrol kadar oksigen yang masuk ke dalam perairan dapat dilakukan dengan pembuatan kincir pada kolam budidaya, atau

Universitas Sumatera Utara

dengan mengalirkan air pada kolam. Kincir tersebut bertujuan untuk memperbanyak bidang kontak udara yang masuk dalam air dengan cara memecah udara, sehingga udara menjadi butiran kecil- kecil, atau bisa juga dengan mengalirkan air dengan cara membuat tiruan air terjun yang bertujuan untuk memperpanjang bidang gesek antar udara dengan air (Pramleonita et al., 2018).

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme. Sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung dipermukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasu garam (Sembiring, 2008).

Kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi pertumbuhan benih ikan macan > 5 ppm. Fluktuasi harian oksigen terlarut akan sangat berbahaya bagi kehidupan ikan karapu apabila mencapai batas toleransi dan berlangsung dalam waktu lama. Fluktuasi oksigen terlarut harian yang berkisar 3,4 – 6,5 belum mencapai konsentrasi kritis bagi kehidupan ikan kerapu (Suwoyo, 2011).

Nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi ntrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob (Effendi, 2003).

25

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan

Dokumen terkait