• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zodia

Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Papua. Oleh penduduk setempat tanaman ini biasa digunakan untuk menghalau serangga, khususnya nyamuk apabila hendak pergi kehutan, yaitu dengan cara menggosokkan daunnya ke kulit. Selain itu, tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75cm), dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman. Oleh sebab itu tanaman ini, sering ditanam di pekarangan atau di pot untuk menghalau nyamuk. Aroma yang dikeluarkan oleh tanaman zodia cukup wangi.

Gambar 1 Zodia

Oleh masyarakat Jayawijaya dan masyarakat Indonesia umumnya, tanaman ini disebut zodia. Masyarakat Biak Numfor menyebutnya sirih hutan. Berikut klasifikasi tanaman zodia:

Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dikotiledonae

Ordo : Rutales Famili : Rutaceae Genus : Evodia

Tanaman termasuk dalam golongan perdu . Panjang daun tanaman dewasa 20-30 cm. Tanaman tumbuh baik di ketinggian 400-1000 m dpl.

Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Linalool merupakan kandungan utama minyak atsiri dalam tanaman pengusir nyamuk zodia (Kardinan, 2007). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan α-pinene (13,26%). Selain itu minyak atsiri zodia juga mengandung evodiamin dan rutaecarpin yang juga berfu.ngsi sebagai antinyamuk.

Rebusan kulit batang zodia bermanfaat sebagai pereda demam malaria. Rebusan daun dipakai sebagai tonik penambah stamina tubuh

http://www.proseanet.org/prohati4/printer.php?photoid=15.

Gambar 2 Rutaecarpine

Dalam Wu, et al. (1995) tumbuhan yang masuk dalam golongan Evodia terbagi dalam tiga genera, yaitu Tetradium, Evodia s.s. dan Melicope. Klasifikasi ini didasarkan pada senyawa-senyawa kimia yang diisolasi dari tumbuhan tersebut. Jenis evodia yang berbeda mengandung beberapa jenis senyawa yang berbeda pula. Wu et al. berhasil mengisolasi enam jenis alkaloid dari batang kayu

Taiwan), yaitu bocconoline, norcherithrine, 6-acetonyl dihydrocelerythrine, arnottianamide dan decarine. Selain itu ditemukan juga senyawa-senyawa berikut: dictanine, γ-fagarine, robustine, skimmianine; rutaecarpine, hortiacine quinolone; sitosteryl glucoside, atractylenolide, lupeol, (-)matariesinol, umbeliferone, p -hydroxybenzaldehide, vanilin, metylvanillate, metylparaben, methylsyringate, syringaldehide, methyl-p-hydroxycinnamate, trans-4’-hydroxy-3’methoxycinnamaldehyde, 3,4,5-trimethoxybenzyl alcohol, 2’-hydroxy-4’-methoxyacetophenone, p-hydroxybenzoic acid, ω-hydroxypropioguaicone, evofolin-C, hortiamide, limonin, evodol, 12αhydroxyevodol, 6β -acetoxy-5-epilimonin, rutaevine, graucin, cis-N-p-coumaroyltyramine, trans-N-p-coumaroyltyramine, cis-N-feruloyltyramine dan trans-N-feruloyltyramine serta senyawa anorganik KNO3. Evodia lepta dari Hainan, Cina, mengandung leptonol, metylleptol A, alloevodione, 7,4-dihydroxy-3,5,3’-trimethoxyflavone, 3,7-dimethylcaemferol dan clovandiol (Li & Zhu, 1998).

Tiga belas jenis Evodia juga tersebar di Madagaskar. Satu senyawa baru diidentifikasi dari Evodia fatraina oleh Ravelomanantsoa et al.(1995) yaitu furoquinoline. Senyawa tersebut diisolasi dari bagian akar dan ranting Evodia.

Tang et al. (1996) menemukan lima jenis alkaloid baru golongan quinolon dari bagian buah Evodia rutaecarpa, yang merupakan obat tradisional Cina. Oleh masyarakat setempat, digunakan untuk terapi sakit kepala, sakit perut, disentri, pendarahan setelah melahirkan, nyeri tulang, migrain dan rasa mual. Selain quinolon, telah dilaporkan adanya senyawa-senyawa alkaloid golongan lainnya yaitu indol dan limonoid. Dari ekstrak metanol buah kering ditemukan senyawa 1-,etil-2-nonil-4-quinolon, 1-metil-2-undesil-4-quinolon, 1-metil-2-dodesil-4-quinolon, 2-tridesil-4-1-metil-2-dodesil-4-quinolon, dihidroevocarpine, 1-metil-2-pentadesil-4-quinolon, 1-metil-2-[(Z)-5-undekenil]-4(1H)-quinolon dan 1-metil-2-[(Z)-6-undekenil]-4(1H)-quinolon. Selain itu terdapat 1-metil-2-[(Z)-7-tridekenil]-4(1H)-quinolon, evocarpine, 1-metil-2-[(Z)-9-pentadekenil]-4(1H)-quinolon. Ditemukan sejumlah kecil senyawa 1-metil-2-dodesil-4(1H)-quinolon. Terdapat juga komponen dalam bentuk minyak: campuran [(Z)-5-undekenil]-4(1H)-quinolon dan [(Z)-6-undekenil]-4(1H)-[(Z)-5-undekenil]-4(1H)-quinolon, campuran

1-metil-2-[(Z)-7-tridekenil-4(1H)-quinolon dan evocarpine serta campuran 1-metil-2-[(Z)-9-entadekenil-4(1H)-quinolon dan 1-metil-2-[(Z)-10-pentadekenil]-4(1H)-quinolon.

Gambar 3 Alkaloid quinolon dari Evodia Rutaecarpa (Tang et al. (1996)

Antibakteri

Komponen antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang atau membunuh bakteri atau kapang (Fardiaz, 1992). Antimikroba meliputi antibakteri, antiprotozoa, antifungi, dan antivirus. Antibakteri termasuk dalam antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack et al., 1990).

Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu antibakteri yang memiliki aktifitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan aktivitas bakterisidal (membunuh bakteri).Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikan. Pada kadar yang tinggi,

R2 O R1 N R1 R2 1 Me 2 Me 3 Me 4 H 5 Me 6 Me 7a Me 7b Me 8a Me 8b Me 9a Me 9b Me

antibakteri bakteriostatik juga dapat bertindak sebagai bakterisida (Schunack et al.1990).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi aktivitas penghambatan atau pembunuhan bakteri oleh suatu zat (Pelzcar & Chan, 1986). Faktor-faktor tersebut adalah konsentrasi zat, jumlah mikroorganisme, suhu, spesies mikroorganisme, adanya bahan organik dan pH.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam uji antibakteri secara in vitro. Secara garis besar, uji dikelompokkan atas tes difusi dan tes dalam media cair (Edward, 1980). Masing-masing metode meiliki kekurangan dan kelebihan. Ada tiga teknik uji yang termasuk dalam kelompok tes difusi, yaitu

disc technique, ditch technique dan hole atau well technique. Tes dalam media cair biasanya digunakan untuk menentukan nilai minimum inhibitory cancentration (MIC).

Metode disc dffusion adalah metode paling sederhana yang secara rutin digunakan dalam uji sensitivitas. Metode ini direkomendasikan oleh komite WHO dan Asosiasi Patologis Klinis. Dalam metode ini paper disc yang mengandung sejumlah tertentu zat antibakteri ditempatkan pada permukaan media agar yang sudah diinokulasi dengan bakteri uji.

Ditch technique saat ini sudah jarang digunakan. Dalam metode tersebut, dilakukan pengambilan sebagian agar pada salah satu sisi petri untuk diganti dengan agar yang mengandung antibiotik atau zat uji.

Dalam well technique, media agar padat dilubangi menggunakan cork-borer kemudian diisi dengan sejumlah antibiotik atau larutan obat. Teknik ini memiliki kelebihan yaitu bahwa konsentrasi antibiotik atau obat yang digunakan dapat berbeda-beda serta dapat dibuat lubang dengan ukuran besar sehingga uji lebih kuantitatif.

Uji menggunakan media cair adalah metode paling sederhana untuk menentukan nilai MIC (Edward, 1980). Menurut Edberg (1986), MIC merupakan konsentrasi terendah yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme makroskopik. Pertumbuhan mikroorganisme makroskopik dapat dilihat dalam batas 106 sampai 107 mikroba/ml. Jumlah bakteri pada kontrol dapat mencapai 109 sampai 1010 mikroorganisme/ml.

Komponen Antibakteri Tanaman

Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tanaman diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak pangan. Zat aktif tersebut dapat berasal dari bagian tanaman, seperti biji, buah, rimpang, batang, daun, dan umbi.

Komponen antibakteri maupun antifungi dapat ditemukan pada minyak atsiri suatu tanaman. Efek antimikroba minyak atsiri telah banyak didokumentasikan dan digunakan dalam pengobatan berbasis herbal di beberapa negara (Schilcher, 1998; Cowan, 1999; Schilcher, 2002; Longbottom et al. 2004; Sonboli et al. 2005) diacu dalam Mahboobi et al. (2006). Dalam penelitiannya, Mahboobi (2006) mempelajari efek sinergis dari minyak atsiri tembakau, lavender dan geranium. Kerja sinergi beberapa minyak atsiri tersebut menghasilkan hambatan kuat terhadap P. aeroginosa. Minyak atsiri lengkuas (Alpinia galanga) juga mampu menghambat pertumbuhan B. subtilis dan S. aureus serta jamur

Neurospora sp. dan Penicillium sp.

Harborne (1987) menyebutkan bahwa zat bioaktif yang terdapat pada minyak atsiri digolongkan dalam golongan terpenoid. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari minyak atsiri yang mudah menguap, yaitu monoterpena dan sesquiterpena (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30, serta pigmen karotenoid (C40). Beberapa komponen minyak atsiri yang memiliki aktivitas antibakteri ditampilkan dalam tabel berikut ini:

Minyak atsiri terdapat di dalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun dan dapat dipisahkan menggunakan metode destilasi. Teknik destilasi terdiri dari tiga cara yaitu; destilasi air, dimana bahan ditempatkan bersama air kemudian dipanaskan; destilasi uap dan air, yaitu bahan hanya berhubungan dengan uap tetapi tidak dengan air panas dan uap dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas; dan destilasi uap, dimana bahan yang didetilasi berhubungan dengan uap jenuh atau lewat jenuh pada tekanan lebih dari satu atmosfer (Heath dan Reineiccus, 1987).

Tabel 1 Komponen utama beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aktivitas antibakteri Nama umum minyak atsiri Nama Latin tumbuhan asal Komponen utama Komposisi (%) Cilantro Coriandrum sativum Linalool E-2-dekanal 26% 20% Coriander Caoriandrum sativum (biji) Linalool E-2-dekanal 70% - Cinnamon Cinnamonum zeylandicum Trans-sinamaldehid 65%

Oregano Origano vulgare Carvakrol Timol γ-Terpinene p-cimene Trace- 80% Trace-64% 2-52% Trace-52% Rosemary074 Rosmarinus officinalis α-pinene Bornilasetat Kampor 1,8-sineol 2 – 25% 0-17% 2-14% 3-89% Sage Salvia officinalis

L. Kampor α-pinene β-pinene 1,8-sineol α-tujone 6-15% 4-5% 2-10% 6-145 20-42% Clove Syzygium aromaticum Eugenol Eugenilasetat 75-85% 8-15% Thyme Thymus vulgaris Timol

Karvakrol γ-Terpinene p-cimene 10-64% 2-11% 2-31% 10-56% Sumber: Burt (2004)

Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, bersifat uniseluler dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel bakteri memiliki bentuk yang khas, seperti bola, batang, atau spiral. Umumnya bakteri berdiameter antara 0.5 – 1.0 μm (Pelczar & Chan, 1986).

Struktur utama yang ada di bagian luar sel bakteri adalah flagella, pili, dan kapsul. Flagela berbentuk seperti rambut tipis yang berfungsi sebagai alat gerak. Pilus atau pili adalah sebuah bentuk filamen yang lebih kecil, lebih banyak flagela. Kapsul adalah lapisan lendir yang menyelubungi dinding sel bakteri dan merupakan pelindung sel serta berfungsi sebagai makanan cadangan. Bakteri dapat hidup berpasangan, bergerombol, membentuk rantai atau filamen.

Bakteri melakukan reproduksi melalui pembelahan biner sederhana atau membentuk sel khusus yang disebut spora. Selang waktu khusus yang dibutuhkan bakteri untuk membelah diri agar populasinya menjadi dua kali lipat disebut waktu generasi (Pelczar dan Chan, 1988). Berdasarkan komposisi dinding sel bakteri, bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif.

Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel yang tebal (15-80 μm) dan berlapis tunggal dengan komposisi dinding sel terdiri atas lipid peptidoglikan dan asam teikoat. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif antara 1-4%. Dinding sel terdiri dari lapisan tunggal peptidoglikan yang mencapai lebih dari 50% berat kering sel bakteri. Asam teikoat sebagai bagian utama dinding sel yang hanya terdapat pada bakteri Gram positif adalah polimer linear yang diturunkan baik dari gliserol fosfat maupun dari ribitol fosfat. Bakteri Gram positif rentan terhadap gangguan fisik (Pelczar dan Chan, 1986; Cummins, 1990; Williams et al. 1996).

Bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel berlapis tiga dengan ketebalan 10-15 nm. Komposisi dinding sel terdiri atas lipid dan peptidoglikan yang berada dalam lapisan sebelah dalam dengan jumlah sekitar 10% berat kering. Kandungan lipid pada bakteri Gram negatif cukup tinggi, yaitu 11-22%. Bakteri ini umumnya kurang rentan terhadap penisilin dan gangguan fisik. Selain itu, dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis daripada bakteri Gram positif.

Pengaruh zat antibakteri terhadap sel bakteri

Senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri bahkan membunuhnya. Menutur menurut Pelczar dan Chan (1986) hal tersebut disebabkan oleh:

1.Kerusakan struktur dinding sel

Unit dasar dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan yang secara mekanis memberikan ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma. Peptidoglikan tersebut terdiri dari turunan gula, yaitu asam N-asetilglukosamin dan N-asetilmuramat serta asam amino L-alanin, alanin, D-glutamat, dan lisin. Struktur dinding sel bakteri Gram positif mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat yang bermuatan negatif. Ada bakteri Gram negatif, selain peptidoglikan 5-10%, terkandung juga protein, lipoprotein dan lipopolisakarida. Perbedaan utama kedua Gram tersebut terletak pada lapisan membran luar, yang meliputi lipopolisakarida (Madigan et al. 2003). Kehadiran membran ini menyebabkan bakteri kaya akan lipid (11-22%). Membran tersebut tidak hanya terdiri dari fosfolipida saja seperti pada membran plasma tetapi mengandung juga lipid lainnya, seperti polisakarida dan protein. Lipid dan polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur yang khas yang disebut lipopolisakarida. Lipopolisakarida terikat satu sama lain dengan kation divalen Ca2+ dan Mg2+ (Murray, 1998).

Membran luar bakteri Gram negatif mempunyai peranan sebagai barrier masuknya senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan oleh sel, diantaranya bakteriosin, enzim dan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik (Alakomi et al.

2000). Dalam upaya untuk mencapai sasaran, senyawa antimikroba dapat menembus lipopolisakarida dinding sel. Molekul-molekul yang bersifat hidrofilik lebih mudah melewati lapisan lipopolisakarida dibandingkan dengan yang bersifat hidrofobik. Bakteri Gram positif mempunyai sisi hidrofilik, yaitu karboksil, asam amino, dan hidroksil. Asam-asam organik dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif dengan mengkelat kation Ca2+ dan Mg2+ (Stratford, 2000).

Mekanisme kerusakan dinding sel dapat disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilik yang terdapat pada dinding sel atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya

akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk terdisosiasi. Gugus hidrofobik pada senyawa antibakteri dapat mengikat daerah hidrofobik membran serta melarut baik ada fase lipid membran bakteri.

Umumnya senyawa antimikroba dapat menghambat sintesis peptidoglikan karena kemampuan dari senyawa tersebut dalam menghambat enzim-enzim yang berperan dalam pembentukan peptidoglikan seperti karboksipeptidase, endopeptidase dan transpeptidase. Jika aktifitas enzim-enzim tersebut dihambat oleh senyawa antibakteri maka sifat enzim autolitik sebagai reseptor hilang dan enzim tidak mampu mengendalikan aktifitasnya sehingga dinding sel akan mengalami degradasi.

2. Perubahan permeabilitas membran sitoplasma.

Sel bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel, yang melindungi sitoplasma baik osmotik maupun mekanik. Setiap zat yang dapat merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka.

3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi irreversibel komponen-komponen selular yang vital ini.

4. Penghambatan kerja enzim di dalam sel sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

Senyawa antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme dengan cara mengganggu aktifitas enzim-enzim metabolik. Beberapa senyawa antibakteri yang dapat menginaktifasi enzim adalah asam benzoat, asam lemak, sulfit dan nitrit. Nitrit dapat menghambat sistem enzim fosfat dehidrogenase sehingga mengakibatkan reduksi ATP dan ekskresi piruvat dalam bakteri S. aureus. Asam benzoat dapat menghambat aktifitas α-ketoglutarat

dehidrogenase dan suksinat dehidrogenase. Hal ini akan menghambat konversi α -ketoglutarat menjadi suksinil-KoA dan suksinat menjadi fumarat.

5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein

Kim et al. (1995) menyatakan bahwa senyawa antimikroba dapat merusak sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri dan menghambat kerja enzim entraseluler. Sistem enzim yang terpengaruh akan mengakibatkan gangguan pada produksi energi penyusun sel dan sintesis komponen secara struktural.

Branen dan Davidson (1993) menyatakan adanya mekanisme antimikroba yang mendestruksi atau menginaktivasi fungsi dari materi genetik. Sintesis protein merupakan hasil akhir dari proses transkripsi dan translasi. Dalam Kim et al.

(1995) dijelaskan bahwa suatu senyawa yang bersifat antimikroba dapat mengganggu pembentukan asam nukleat sehingga transfer informasi genetik akan terganngu. Hal ini disebabkan senyawa antimikroba menghambat aktifitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase yang selanjutnya dapat menginaktifasi atau merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan.

Kerja antibakteri dipengaruhi oleh lingkungannya, antara lain konsentrasi zat antibakteri, spesies antibakteri, pH, dan lingkungannya. Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif berlapis tunggal yang relatif sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan sasarannya untuk bekerja. Bakteri gram negatif lebih resisten karena struktur dinding sel bakteri Gram negatif relatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan dalam peptidoglikan (Pelczar dan Chan, 1986).

Isolasi Senyawa Aktif

Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Teknik ekstraksi didasarkan pada kenyataan bahwa jika suatu zat dapat larut dalam dua fase yang tidak tercampur maka zat itu dapat dialihkan dari saru fase ke fase lainnya dengan mengocoknya

bersama-sama. Zat terlarut yang diekstraksi dapat berada dalam medium padat maupun cair. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat bersifat larut dalam air seperti alkohol atau yang tidak larut air seperti heksana dan kloroform. Pemilihan pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang dilarutkan karena setiap zat memiliki kelarutan yang berbeda-beda (Achmadi, 1992).

Dalam memilih pelarut yang dipakai harus diperhatikan sifat metabolit yang akan diekstrak. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran dan gugus polar pada senyawa yang akan diekstrak. Dengan mengetahui sifat metabolit yang akan diekstraksi dapat dipilih pelarut yang sesuai berdasarkan kepolaran. Senyawa polar akan lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar. Derajat kepolaran bergantung pada tetapan dielektrik. Makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut.

Tabel 2 Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya

Pelarut Titik didih (0C) Tetapan dielektrik Air Asam formiat Asetonitril Metanol Etanol Aseton Metil klorida Asam asetat Etil asetat Dietil eter Heksan Benzen 100 100 81 68 78 56 40 118 78 35 69 80 80 58 36.6 33 24.3 20.7 9.08 6.15 6.02 4.34 2.02 2.28

KLT adalah metode yang sederhana dan murah untuk mendeteksi unsur-unsur dalam tumbuhan (Hostettman, 1998). Metode tersebut mudah dalam pengoprasian, keterulangan baik, dan hanya memerlukan sedikit perlengkapan.

Dokumen terkait