• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Hakikat Peran Orang Tua Dalam Keluarga a. Pengertian Orang Tua

Definisi orangtua adalah pendidik utama yang pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. (Ayuhan, 2016:75)

Orang tua adalah pusat kehidupan si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi anak dan pemikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di pemulaan hidupnya. (Daradjat dalam Skripsi Ningsih, 2014: 10).

Orangtua adalah ayah dan ibu kandung, suami istri (seorang laki-laki dan seorang perempuan) yang terikat dalam tali pernikahan, kemudian melahirkan beberapa orang anak, maka suami istri tersebut adalah orang tua bagi anak-anak mereka. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Berdasarkan pengertian yang telah di paparkan oleh para ahli, maka dapat dikatakan bahwa pengertian orang tua adalah sepasang suami istri yang terikat dalam tali pernikahan, yang dihormati oleh anak-anaknya dan bertanggung jawab atas anak-anaknya yang menerima tugas sebagai pendidik atau pembina pribadi dalam hidup anaknya.

Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan

unsur-11

unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Perlakuan orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Peran Orang Tua

Peran orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak. Orangtua merupakan perantara dalam mengenalkan, menanamkan, dan memelihara atau merawat nilai-nilai yang baik, agar nilai-nilai tersebut dapat berlangsung terus di dalam diri anak. Orangtua adalah teman bagi anak, maka orang tua harus siap bermain dengan anaknya, dan selalu siap memberi dan menerima kegembiraan dan kesulitan mereka. Orangtua adalah motivator bagi anaknya sehingga mereka harus memiliki semangat hidup dan terus memberi semangat kepada anaknya. (Bawazir dalam skripsi Rinawati, 2013: 10)..

Orang tua juga berperan dalam memelihara dan membina fitrah anak atau keluarga agar menjadi seperti dasar diciptakannya, yaitu semata-mata berbakti kepada Allah SWT. Semua perbuatan hanya ditujukan untuk mendapat ridha-Nya. Membina moral anak atau keluarga sesuai dengan sifat asasi yang penting seperti berilmu, takwa, ikhlas, penyantun, bertanggung

12

jawab, dan sabar. Melatih kemandirian anak atau keluarga agar siap dan mampu melakukan peran sebagai pemimpin di masa yang akan datang.

Ki Hajar Dewantara menyebutkan peran orang tua tidak tergantikan dalam mendidik anak. Menurut Ki Hajar Dewantara, terdapat tiga proses pendidikan dalam keluarga. Pertama, pendidikan dari orang tua. Orang tua berperan sebagai penuntun, pengajar, dan pemberi contoh.Kedua, saling mendidik antar anggota keluarga.Anak belajar dari dari orangtua dan saudaranya, serta sebaiknya, orang tua belajar dari anak. Ketiga, mendidik diri sendiri. Anak mendidik dirinya sendiri sebagai anggota keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab. (Setiawan, 2015: 183-184).

c. Pengertian Peran

Definisi peran adalah proses dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. (Soekanto, 2009:212-213)

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. (Barbara dalam Fadly, 2008:12).

13

Kata peran diartikan sebagai pemain sandiwara (film), tukang lawak, atau perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan, peranan berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu, yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.

Peranan yang melekat pada diri seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Peranan mencakup tiga hal sebagaimana diungkap Soejono Soekanto dalam skripsi Sawitri Rinawati, (2013: 11), antara lain :

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

14

3) Peranan juga dapat dikatakan sebgai pelaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan, dapat dikatakan bahwa peranan adalah suatu fungsi dari seorang individu yang menyesuaikan dirinya sesuai dengan lingkungan sekitar. Melalui norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga mampu membimbing seorang individu dalam bersosialisasi di lingkungan sekitar, sesuai dengan apa yang dapat ia lakukan dan berikan untuk masyarakat dalam organisasi.

d. Tugas dan Kewajiban Orang Tua

Orang tua memiliki tanggung jawab dalam mendidik, mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak.

Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena, orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya anak dengan alam, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.

Menurut Ronosulistyo, (2008: 69-71) sejumlah hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam pengasuhan anak, antara lain:

15

1) Memantau lingkungan sekitar tempat anak berinteraksi atau bersosialisasi. Tidak jarang, lingkungan sekitar rumah kita tidak kondusif. Misalnya saja di tempat itu banyak anak muda yang sering nongkrong dan berbincang-bincang dengan bahasa yang tidak pantas untuk diucapkan dan tidak enak didengar. Ketika menghadapi situasi ini, orang tua dapat memantau kapan waktu yang tepat bagi anak untuk bermain keluar dan kapan mereka harus tetap berada di dalam rumah.

2) Mendampingi anak ketika menonton televisi

Tak dapat dipungkiri bahwa media masa memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak. Banyak tayangan di media masa memiliki saham yang sangat besar bagi terbentuknya sikap mental yang negative pada anak-anak. Salah satu contohnya adalah sinetron yang kebanyakan memperlihatkan adegan percintaan. Bahkan, adegan film kartun pun banyak yang tidak sesuai untuk anak balita.

3) Memberikan respon yang baik dan jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anak.

4) Memahami kondisi emosi anak pada fase-fase tumbuh kembangnya. Hal-hal yang disebutkan di atas tidaklah mungkin dapat dilakukan dengan baik, bila pengasuhan bukan dilakukan oleh orang tua. Orang tua mungkin saja sangat menyadari bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sang anak. Namun, ketika orang tua jarang

16

berada di rumah, ia tidak akan mengetahui kondisi lingkungan tempat anaknya berinteraksi dan bersosialisai. Sehingga orang tua tidak mengetahui secara detail apakah lingkungan di sekitar rumah kondusif atau tidak bagi perkembangan anaknya.

Orang tua pun bisa menjadi sangat paham akan bahaya yang ditimbulkan oleh banyaknya tayangan di televisi. Namun, orang tua tidak bisa menjamin anaknya tidak akan menonton acara-acara yang tidak pantas ditonton, bila pengasuhan diserahkan sepenuhnya pada baby

sitter atau pembantu. Tak ada jaminan baby sitter atau pembantu akan

melaksanakan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh orang tua.

Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing setiap orangtua, karena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Disamping itu juga orang tua harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang.Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan kecenderungan masing-masing adalah karunia yang sangat

17

berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan dunia.Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 46.

ريَخ ُت ٰحِلّٰصلا ُتٰيِقٰبلا َو ۖ اينُّدلا ِة ٰويَحلا ُةَنيز َنونَبلا َو ُلاملا َدنِع

ًلَمَأ ريَخ َو اًباوَث َكِِّبَر

:فهكلا﴿

٤٦

Artinya :“Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S Al-Kahfi)

Berdasarkan ayat di atas, maka dapat diambil dua pengertian.

Pertama, mencintai harta dan anak merupakan fitrah manusia, karena

keduanya adalah perhiasan dunia yang dianugerahkan Sang Pencipta.

Kedua, hanya harta dan anak yang shaleh yang dapat dipetik

manfaatnya.Anak harus dididik menjadi anak yang shaleh yang bermanfaat bagi sesamanya.

Untuk itulah, orang tua seharusnya dapat mendidik dan membimbing anak-anaknya sesuai dengan ajaran agama. Yang mana, dalam hal ini kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anaknya tidak hanya sebatas mengetahui pendidikan umum atau dunia saja, melainkan juga pendidikan agama pun harus diberikan kepada anak sejak dini. Hal ini dilakukan, agar anak kelak menjadi pribadi yang baik yang bertanggung jawab, memiliki sikap atau akhlak yang baik terhadap sesama manusia, dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk

18

dalam kehidupan sesuai dengan ajaran agama sehingga dapat menghindari perilaku yang menyimpang dari ajaran agama.

e. Fungsi Orang Tua 1) Fungsi Orang tua

a) Sebagai Pendidik; salah satu fungsi yang harus dijalankan dalam mewujudkan anak yang shaleh adalah fungsi edukatif. Fungsi edukatif adalah fungsi orang tua yang berkaitan dengan pendidikan. Orang tua atau ibu dan bapak merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam pendidikan anaknya. Fungsi orang tua terpokok dalam memelihara, menjaga, dan mendidik anak-anak kearah nilai-nilai ajaran islam. (Ayuhan, 2016: 76) b) Sebagai Teman; orang tua harus membuka diri dan bersahabat

dengan anak atau keluarga lainnya di rumah. Sehingga dapat menjadi tempat keluarga untuk mencurahkan perasaan hatinya. Selain itu, orang tua harus mampu bersenang-senang serta bermain bersama mereka tanpa ada perasaan terpaksa.

c) Sebagai Motivator; orang tua harus mampu membangkitkan semangat anak dan keluarga untuk mengenal lebih diri sendiri dan mengambil suatu kesempatan yang terbuka bagi keluarga, baik kesempatan yang ada saat ini, maupun yang akan datang, dan memotivasi anak atau keluarga untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapinya.

19

d) Sebagai Manajer; orang tua harus mampu mengelola kehidupan rumah tangganya secara terorganisir. Secara tidak langsung, orang tua terlibat aktif dalam mengelola keuangan, aktivitas, waktu, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak dan keluarganya. Pengelolaan ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya aktivitas anak atau keluarga sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa orang tua memiliki beberapa fungsi dalam hal mengatur segala kehidupan yang menyangkut tentang anaknya. Mulai dari memelihara, menajaga dan mendidik anaknya dengan baik, tidak hanya diajarkan atau dituntun kearah yang umum saja, tetapi juga orang tua haruslah menuntun dan mendidik anak – anaknya ke arah nilai-nilai ajaran agama Islam, agar tetap sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam, serta melekat pada diri anak tentang pemahaman mengenai agama Islam. Orang tua juga harus mencoba untuk bersikap terbuka dan bersahabat terhadap anak-anaknya. Mau mendengarkan segala kisah dan keluh kesah dari sang anak, sehingga anak merasa nyaman dan senang terhadap orang tua dan dengan sendirinya anak pun akan mulai terbuka terhadap orang tua, anak tidak akan menutupi atau merasa takut jika ingin bercerita terhadap orang tua.

Selain itu, orang tua juga harus selalu memotivasi anak untuk selalu bersemangat dalam menjalani kehidupan saat ini.Mengajarkan untuk selalu bersyukur merupakan salah satu hal penting yang harus

20

diajarkan orang tua terhadap anak nya. Orang tua juga harus mampu mengelola kehidupan rumah tangganya secara terorganisir.Seperti dalam mengatur keuangan, aktivitas, waktu serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak dan keluarganya, agar anak mau mengikuti aturan dan tetap berada dalam pengawasan orang tua.

2. Hakikat Pendidikan Seks dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan seks merupakan bentuk pemberian pengalaman yang benar kepada anak agar dapat membantunya dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupannya di masa depan sebagai hasil dari pemberian pengalaman kepada si anak, dan anak akan memperoleh sikap mental yang baik terhadap masalah seks dan masalah keturunan. (el-Qusy dalam Aziz, 2015: 131),

Pendidikan seks merupakan upaya konkret memberi pemahaman kepada setiap anak terkait pengetahuan tentang seks dan diridhoi Allah SWT, sehingga akan tertanam akhlak yang mulia dalam setiap sisi kehidupan seperti : akhlak atau etika pergaulan seorang pria dan wanita, akhlak menjaga aurat, akhlak menjaga pembicaraan dari ucapan pornografi, serta akhlak menjaga pandangan dari panah syahwat dan sebagainya.(Aziz, 2015; 132).

Pendidikan seks (sex education) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia, meliputi proses terjadinya pembuahan,

21

kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan secara jelas dan benar. (Winardi, 2015; 19).

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan oleh para ahli, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan seks adalah upaya menanamkan pemahaman kepada setiap anak mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksualitas agar tercipta sikap yang positif dalam diri anak terhadap seks. Sehingga, anak bisa menjadi lebih paham dan mengerti mana yang baik dan tidak baik dilakukan mengenai seputar seks, serta memiliki akhlak yang mulia dalam setiap sisi kehidupannya.

b. Tujuan Pendidikan Seks Dalam Keluarga

Secara umum tujuan pendidikan seks dalam keluarga dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan pendidikan seks di sekolah ataupun masyarakat, yakni menanggulangi, mengurangi hingga memberantas perilaku seks bebas khususnya bagi anak usia remaja maupun dewasa. Hal ini selain tampak bersifat lebih menonjolkan aspek teoritis juga di dasarkan bahwa perilaku seks bebas selain bertentangan dengan norma hukum dan agama serta kesehatan hingga mengakibatkan terjangkitnya penyakit kelamin menjadi semakin meningkat.

Berbeda dengan institusi keluarga, pendidikan seks lebih di tujukan pada upaya penanaman akhlak bagi setiap anggota keluarga dengan didasari keimanan kepada Tuhan YME. Melalui pendekatan akhlak ini, setiap anggota keluarga akan senantiasa bersikap menjunjung tinggi aturan yang ada sebagai implementasi dari keyakinannya yang muncul dari dalam hati

22

sanubari. Bukan didasarkan pada unsur paksaan ataupun hukuman, namun lebih melekat pada unsur kesadaran untuk menjadi manusia yang bertaqwa.

Selain itu, pendidikan seks dalam keluarga bertujuan untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja, menumbuhkan hingga memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas, fungsi-fungsi

seksualnya, serta masalah-masalah seksualitas, dan memberikan

pemahaman kepada anggota keluarga akan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah seksualitas. (Safita, 2013; 36).

Menurut Ronosulystyo, (2008: 64), pemberian pendidikan seks sejak dini kepada anak juga bertujuan untuk :

1) Menciptakan kesadaran pada anak tentang peranannya dalam pergaulan bermasyarakat menurut jenis kelaminnya.

2) Mempersiapkan mental anak yang secara bertahap menuju pada kematangan seksual (pubertas).

3) Kesehatan reproduksi akan terjaga dengan baik karena anak memiliki pengetahuan yang memadai tentang seks.

4) Tumbuhnya pemahaman terhadap resiko seksual yang dapat terjadi bila melakukan pelanggaran terhadap tata aturan agama.

c. Materi Pendidikan Seks Dalam Keluarga

Materi pendidikan seks dalam keluarga pada hakikatnya sangat beragam dan disesuaikan dengan tingkat kematangan secara psikologi maupun usia. Akan tetapi menjadi perihal yang amat penting bagi setiap orang tua adalah mengubah cara berpikir terhadap seluruh anggota atas

23

konsep pendidikan seks yang dianggap hanya sebatas membahas hubungan seks antara laki-laki dengan perempuan semata. Padahal substansi pendidikan seks pada hakikatnya mencakup unsur anatomi, fisiologi organ tubuh antara hubungan manusia yakni laki-laki dan perempuan. (Aziz, 2015: 135).

Hal yang juga termasuk dalam pendidikan seks adalah menanamkan

pemahaman kesehatan reproduksi.Upaya memahamkan kesehatan

reproduksi pada anak dapat dimulai dengan mengajarkan dan mencontohkan kebersihan.misalnya saja membiasakan anak membuang air kecil atau air besar di toilet.Kemudian, dengan bahasa yang mudah dipahami anak, secara bertahap orang tua dapat memberikan pendidikan tentang moralitas yang berhubungan dengan seksualitas, misalnya saja dengan membiasakan anak selalu memakai handuk bila keluar dari kamar mandi atau mengenakan pakaian di kamar mandi. (Ronosulistyo, 2008: 61)

Selanjutnya, untuk aspek usia anak, materi pendidikan seks dapat diklasifikasikan menjadi: pertama, materi pendidikan seks untuk anak usia dini yaitu sekitar (0 – 7 tahun), kedua, materi pendidikan seks untuk kanak-kanak atau masa sekolah dasar yaitu usia 7 – 14 tahun, ketiga, materi pendidikan seks usia remaja, yaitu usia 14 – 21 tahun dan yang keempat, usia dewasa, sebagai tahap pematangan dan penyempurnaan dari masa-masa sebelumnya. (Madani, 2014: 67-68)

Pendidikan seks bagi anak usia dini (0-7 tahun) dalam keluarga pada substansinya berfungsi sebagai pendekatan praktis mengantisipasi

24

penyimpangan seks anak. Sesuai dengan tingkat pemahaman dan kondisi psikologis anak, maka pendidikan seks hendaknya diberikan oleh setiap orang tua dengan memahami rasa ingin tahu anak, memberikan penjelasan sesuai dengan kognitif, memberikan tanggapan dengan jujur dan bersikap proporsional (Agus, 2007; 5-6).

Roqib, (2009: 221), adapun materi pendidikan seks anak usia dini yang dapat disampaikan dalam keluarga setidaknya mencakup :

1) Perbedaan anatomi dan fisiologi antara laki-laki dan perempuan serta akibat hukum dan sosialnya;

2) Khitan bagi laki-laki dan perempuan;

3) Sikap maskulinitas (rujulah)dan feminitas (unutsah); 4) Status orang (mahram) dalam keluarga;

5) Aurat, merawat tubuh, berhias, dan berpakaian; 6) Pergaulan sesama jenis dan antar jenis kelamin; 7) Tidur dan bercengkrama dalam keluarga;

8) Seputar kesehatan reproduksi seperti kehamilan, kelahiran, dan menyusui;

9) Problematika seksual (seperti kekerasan seksual).

Selanjutnya pendidikan seks bagi anak usia dini dapat dilakukan secara sederhana dan mudah, tanpa harus menjelaskan secara teoritis tapi praktis. Misalnya orang tua mulai memperkenalkan kepada anak organ-organ seks milikinya secara singkat.Saat memandikan anak, orang tua sebaiknya

25

memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut dan jangan lupa penis dan vagina.

Selanjutnya orang tua berusaha memperkenalkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika anak memiliki adik yang berlawanan jenis. Selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka anak harus berteriak keras-keras dan melapor kepada orang tuanya (Anik, 2014; 10).

Sedangkan materi pendidikan seks pada periode kanak-kanak periode kedua (7-14 tahun) berupa:

1) Pembiasaan diri untuk menutup aurat yakni mencakup bagian tubuh yang diwajibkan menutupinya, dan tidak boleh dilihat oleh orang lain

2) Mendidik keimanan kepada anak 3) Memisahkan tempat tidur anak

4) Mendidik menjaga kebersihan seks (sex hygiene)

5) Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminilitas pada anak perempuan. (Akbar, dalam Aziz, 2015: 175). Adapun pendidikan seks pada usia 10-14 tahun materi pendidikan seks lebih bersifat sebagai upaya menjauhkan anak dari rangsangan seksual. Sebab diusia ini anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta hawa nafsunya sudah bisa terpengaruh ketika melihat sesuatu yang merangsang (Abdullah, 2011; 19-51).

26

Sedangkan usia remaja, sekitar usia 14-21 tahun, materi pendidikan seks dalam keluarga dapat berupa: mendidik remaja agar tidak mendekati zina, mendidik anak agar tidak berkhalwat (berdua-duaan ditempat sepi), mendidik agar selalu menjaga pandangan mata, mendidik untuk menutup aurat, mendidik agar tidak ber-tabarruj (pamer atas kecantikan, perhiasan, ucapan, dan sebagainya). (Akbar dalam Aziz, 2015: 177).

d. Kaidah-kaidah Preventif dalam Pendidikan Seksual Bagi Anak

Menurut Madani, (2014: 176), kaidah-kaidah preventif dalam pendidikan seksual bagi anak mencakup:

1) Pendidikan seks dan fikih pada anak 2) Tempat tinggal yang layak

3) Mengawasi Kematangan Seksual Dini

4) Mengajarkan Kehalalan dan Keharaman dalam Program-program Media Informasi

5) Pernikahan di Usia Dini

Sejak mulai dapat berpikir dan mampu membedakan antara yang baik dan buruk, anak perlu diberi pengetahuan-pengetahuan tentang seks yang sesuai dengan usianya dan diajari hukum-hukum fikih sedikit demi sedikit, terutama etika-etika pendidikan yang dibutuhkannya, seperti dilatih bagaimana cara istinja, bagaimana cara menyucikan pakaian dari najis ketika hendak sholat atau melakukan kegiatan lainnya.

27

Selain itu, rumah yang luas dan sesuai pun merupakan tempat yang

Dokumen terkait