• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ORANG TUA DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS DINI KEPADA ANAK USIA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN ORANG TUA DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS DINI KEPADA ANAK USIA TAHUN"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ORANG TUA DALAM MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS

DINI KEPADA ANAK USIA 10 – 11 TAHUN

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Nama : LailaSyakinah

NIM : 2014820169

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018

(2)

i UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Skripsi September 2018

Laila Syakinah (2014820169)

Peran Orang Tua dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Dini Kepada Anak Usia 10 – 11 Tahun

Xvii, 116 halaman,5 gambar, 3 tabel, 10lampiran ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini, yang saat ini tidak hanya mengancam para remaja namun juga anak di bawah umur. Bahkan tidak jarang yang menjadi pelaku dari eksploitasi seks anak di bawah umur ini adalah orang-orang terdekat bahkan keluarga korban sendiri. Meningkatnya kasus kekerasan pun menjadi bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orang tuanyadan karena masih banyak orang tua yang tidak berperan aktif dalam memberikan pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks akan diperoleh anak seiring berjalannya usia ketika ia sudah dewasa nanti. Mereka lebih menyerahkan masalah pendidikan seks ini kepada pihak sekolah sebagai sumber ilmu bagi anaknya. Tujuan penelitian ini agar orang tua bisa mengajarkan dan mendidik anak-anaknya mengenai pendidikan seks sejak usia dini, dan selalu mendampingi dan memperhatikan perilaku anak-anaknya. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif yang menghasilkan data deskrriptif berupa tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran orang tua dalam mengenalkan pendidikan seks sejak dini sangatlah penting dan sudah cukup baik dilakukan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pihak-pihak terkait yang dapat memanfaatkan seperti orang tua, masyarakat, anak dan peneliti selanjutnya.

Kata kunci : Orang Tua, Pendidikan Seks, Anak

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Bismillahirahmannirahim,

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua dan

keluarga saya

Untuk Bapak, ema, kakak-kakak, Adik dan

keponakan-keponakan saya

Dosen pembimbing saya

Sahabat-sahabat saya

Terima kasih untuk kalian semua, karena motivasi dan dorongan

kalian

Saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

(6)

v

MOTTO

“Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah

adalah benar”

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Waraohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta kepada ummatnya yang selalu melaksanakan ajaranya.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu penulis ingin menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini sudah seharusnya peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Iswan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Univeristas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di fakultas ini.

2. Bapak Azmi Al Bahij, M.Si selaku ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah mendorong dan mengarahkan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.

3. Bapak Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang selalu bijaksana dalam membimbing penulis, dengan sabar dan penuh keikhlasan dalam memberikan pengarahan, dorongan, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku, Ayahanda tercinta Alm. H. M. Amin dan Ibunda tercinta Maisyaroh yang tiada henti memberikan motivasi, selalu mendoakan, serta selalu memberi dukungan moral dan material kepada penulis.

(8)

vii

5. Kakak-kakakku, adik dan juga keponakan-keponakan ku tercinta, yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam melanjutkan studi di Universitas ini serta penyelesaian studi dengan tepat waktu.

6. Kesayangan ku Dewi, Hinda, Kina, Sekar dan Reni yang selalu menemani penulis dari SMK serta memberikan dukungan dan do’a hingga saat ini.

7. Teman – teman KKN PPM Melehoy Dania, Dara, Fahri, Isti, Iwan Lidya, Rizka dan Zakiya.

8. Sahabat-sahabat tercinta Adel, Dewi, Dwi, Laras, Ni’mah, Mila dan Ka Tya. 9. Teman-teman DSD angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan namanya satu

persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis.

Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Jakarta, Juni 2018

(9)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

FAKTA INTEGRITAS ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... vi

PERSEMBAHAN ...vii MOTTO ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi DAFTAR TABEL...xiv DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

(10)

ix

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Hakikat Peran Orang Tua dalam keluarga ... 12

a. Pengertian Orang Tua ... 12

b. Peran Orang Tua ... 13

c. Pengertian Peran ... 15

d. Tugas dan Kewajiban Orang Tua ... 17

e. Fungsi Orang Tua ... 21

2. Hakikat Pendidikan Seks Dalam Keluarga ... 24

a. Pengertian Pendidikan Seks ... 24

b. Tujuan Pendidikan Seks dalam Keluarga ... 25

c. Materi Pendidikan Seks dalam Keluarga ... 27

d. Kaidah-kaidah Preventif dalam Pendidikan Seksual Bagi Anak ... 31

B. Kerangka Berpikir ... 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 36

C. Desain Penelitian ... 37

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Prosedur Pengumpulan Data ... 40

a. Observasi ... 40

b. Wawancara ... 41

c. Dokumentasi ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 43

1. Proses Analisis Data ... 45

a. Reduksi Data ... 45

(11)

x

c. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data ... 46

2. Triangulasi ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Deskripsi Data ... 51

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 51

2. Visi dan Misi ... 52

B. Hasil Analisis Data ... 52

1. Hasil Observasi ... 52

2. Hasil Data Wawancara ... 56

3. Hasil Analisis Data ... 106

C. Inpterpretasi Hasil Penelitian ... 111

BAB V. PENUTUP ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ………. 32 Tabel 3.3 Kisi – kisi Instrument ………...……… 39 Tabel 4.1 Data-data orang tua yang di wawancara ………. 54

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.2 Alur Analisis Data Fenomenologi………. 38

Gambar 3.4 Komponen Analisi Data ………. 47

Gambar 3.5 Triangualasi Teknik Pengumpulan Data.…………. 49

Gambar 3.6 Triangualasi Sumber Pengumpulan Data..……….. 49

(14)

xiii

DAFTAR BAGAN

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”, itulah sebuah pepatah yang mengartikan bahwa orang tua akan menurunkan sifat dan sikapnya terhadap anaknya. Namun, selain faktor genetik (orang tua), lingkungan juga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seorang anak, baik lingkungan keluarga, tetangga, maupun sekolahnya. Menurut Ir. Jarot Wijanarko dalam Ardiyanto, (2010: 20) inti dari pendidikan anak ada empat hal utama, yaitu ajaran, hukuman, imbalan dan keteladanan.

Awal dari pendidikan adalah menyampaikan ajaran dan membentuk perilaku yang secara praktis dilakukan dengan membuat peraturan. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak merupakan sebuah organisasi yang terkecil di dunia. Keluarga sebaiknya membuat sebuah aturan yang ditetapkan dan disepakati bersama antara ayah, ibu, dan anak-anak. Tanpa adanya aturan, anak akan cenderung liar, semaunya sendiri dan tidak terarah.

Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.Karena, dari orangtua lah anak-anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan non formal terdapat dalam keluarga. Oleh karena itulah peran orangtua dalam pembentukan anak shaleh menjadi penentu dalam terwujudnya kesuksesan anak shaleh melalui sikap dan perilaku baik dan sesuai dengan yang diajarkan dalam agama yang di perlihatkan dan diajarkan oleh orang tua kepada anaknya.

(16)

2

Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam para remaja yang rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Eksploitasi seks pada anak dibawah umur nyatanya juga sering terjadi oleh orang-orang terdekat yang bahkan dilakukan oleh keluarga korban sendiri. Meningkatnya kasus kekerasan merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orangtuanya.

Pendidikan seks seharusnya menjadi bentuk kepedulian orangtua terhadap masa depan anak dalam menjaga apa yang telah menjadi kehormatannya, terlebih bagi seorang perempuan. Pendidikan seks sudah seharusnya dikenalkan sejak dini pada si kecil baik melalui formal ataupun informal. Winardi, (2015: 19) Asosiasi Keluarga Berencana di Inggris mengungkapkan mulai usia empat tahun anak sebaiknya diberi pendidikan seks. Ini dimaksudkan untuk menekan angka aborsi dan infeksi penyakit menular seksual di antara para remaja.

Orangtua sangat bertanggung jawab dalam pemberian pendidikan seks kepada anak sejak dini. Hal itu dikarenakan, orangtua memiliki waktu yang lebih banyak bersama dengan anaknya. Oleh karena itu, mereka memiliki banyak kesempatan untuk mengetahui berbagai perkembangan anaknya. Orangtua juga bisa melihat perkembangan seks anak-anaknya, serta dapat mengetahui tingkat kematangan atau kedewasaan anaknya dengan lebih baik jika dibandingkan dengan orang lain.

(17)

3

Membekali anak dengan pengetahuan yang luas mengenai tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan orang lain terhadap dirinya, merupakan salah satu langkah preventiv dalam pemberian pendidikan seks kepada anak sejak dini. Hal ini dilakukan untuk bekal anak dalam bergaul dan bermain dengan teman sebaya ataupun dengan orang yang lebih tua darinya. Selain itu, orangtua juga harus memberikan rasa aman,cinta dan kasih sayang kepada anak sehingga anak merasa senang dan termotivasi dengan perhatian yang diberikan oleh orangtua nya. Dengan begitu, anak akan lebih terbuka kepada orangtuanya dan selalu bercerita tentang pengalamannya.

Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. Tetapi yang terjadi di lapangan justru orang tua bersikap acuh tak acuh dan tidak berperan aktif untuk memberikan pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks akan diperoleh anak seiring berjalannya usia ketika ia sudah dewasa nanti. Mereka lebih menyerahkan masalah pendidikan seks ini kepada pihak sekolah sebagai sumber ilmu bagi anaknya. Padahal dalam sekolah sendiri pun pendidikan seks belum diterapkan secara khusus dan maksimal di dalam kurikulum sekolah.

Angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di Kota Depok, Jawa Barat, dari tahun 2013 hingga 2016 cenderung.Sementara di 2017, hingga saat ini dalam catatan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Depok diketahui ada 167 kasus.Tahun 2016, ada sekitar 280 laporan polisi, untuk masalah anak

(18)

4

sendiri ada 156 kasus. Sebelumnya, pada 2015 jumlah kekerasan, pelecahan pada anak dan perempuan mencapai 265 kasus. Sedangkan pada 2014 sekitar 244 kasus, kemudian pada 2013 ada 171 kasus. Pada tahun 2017 hingga bulan Agustus, dari 167 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan, 75 kasus diantaranya adalah kasus yang menimpa anak-anak dan sisanya sebanyak 92 kasus kekerasan dalam rumah tangga dan perzinaan. Kepala Tim Satuan Tugas Srikandi Polresta Depok, Ipda Nurul Kamila Wati, mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun-tahun sebelumnya meningkat.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 112 kasus pelanggaran terhadap anak dalam tempo lima bulan. Dari perhitungan sejak Januari hingga Mei 2018, di wilayah Jabodetabek, khususnya Depok menduduki peringkat empat sebagai kota dengan jumlah pelanggaran terhadap anak tertinggi. 52 persen dari jumlah 112 itu merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang 84 persen pelakunya merupakan usia 15 hingga 17 tahun. Sementara 48 persen lainnya merupakan kasus begal, termasuk kasus penjarahan toko oleh anak-anak usia belasan. Dari data itu, Sirait menyatakan ada kenaikan sebanyak 28 persen kasus pelanggaran terhadap anak bila dibandingkan dengan tahun lalu. Jumlah ini dapat lebih tinggi mengingat tidak seluruh kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan kepada Komnas PA.

Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa sikap, moral, atau etika remaja di Indonesia sudah mengalami penurunan, akibat dari pergaulan bebas yang dilakukan oleh remaja di Indonesia. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan

(19)

5

bagi Negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai moral sehubungan seks. Pergaulan bebas, dan pengaruh globalisasi menjadi penyebab meningkatnya seks bebas yang dilakukan oleh remaja, dan banyaknya tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dibawah umur.

Meskipun problematika seksual merupakan salah satu isu global, akan tetapi solusi pencegahannya dapat mulai dilakukan dalam ruang lingkup kecil yakni pemberian pendidikan seks dalam keluarga. Sebab keluarga selain menjadi lembaga pendidikan pertama, juga menjadi area ikatan batin antara orangtua khususnya ibu dengan anak-anaknya. Dengan demikian pendidikan seks dalam keluarga menjadi hal utama yang harus dilakukan oleh para orangtua.

Alasan lain kenapa pendidikan seks harus diberikan kepada anak sejak dini oleh orangtua adalah karena, secara alamiah anak akan mengeksplorasi tubuhnya dan membandingkannya dengan orang lain. Pada usia dua tahun, anak cukup aktif memperhatikan badannya dan orang-orang yang berada disekitarnya. Oleh karena itu, ia mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat khusus. Ia mulai memperhatikan persamaan dan perbedaan yang dapat dilihatnya secara konkret, yaitu jasmani.Ia melihat, dalam beberapa hal, ibunya berbeda dengan ayah, juga anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Secara naluri, ia ingin mengetahui mengapa terdapat perbedaan-perbedan tersebut. (Ronosulystio, 2008:60).

Pendidikan keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama memiliki peran penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang shaleh. Terutama

(20)

6

dalam hal ini agar terhindar dari berbagai penyimpangan seksual. Sejumlah keterangan baik dari Al-Qur’an maupun as-sunnah menegaskan akan pentingnya pendidikan dalam keluarga.

ةَكِئ َلََم اَهْيَلَع ُة َراَج ِحْلا َو ُساَّنلا اَهُدوُق َو ا ًراَن ْمُكيِلْهَأ َو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

َنوُصْعَي َلَ داَدِش ظ َلَِغ

َنو ُرَم ْؤُي اَم َنوُلَعْفَي َو ْمُه َرَمَأ اَم َ َّاللَّ

Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. ( Q.S At-Tahrim [66]: 6)

Ayat ini memberikan peringatan kepada kita agar senantiasa menjaga keluarga (istri dan anak) agar tidak terjerumus ke dalam jurang kehancuran, yaitu masuk ke dalam api neraka kelak diakhirat. Upaya menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka ini adalah dengan jalan mendidik keluarga agar dapat selalu taat dan patuh terhadap Allah, yaitu dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larang-perintah-Nya.

Pendidikan yang baik dan sesuai dengan tuntunan moralitas Islam dalam sebuah keluarga, akan menghasilkan anak-anak serta generasi yang shaleh. Sebaliknya, pendidikan keluarga yang tidak mengindahkan norma-norma moralitas Islam, akan menciptakan generasi-generasi yang liar, brutal dan rusak (Junaedi, 2016: 107). Adapun berkaitan dengan pendidikan seks dalam

(21)

7

keluarga, Islam sudah memberikan acuan dan prinsip-prinsip dasar sebagai pegangan kehidupan seorang anak ketika dewasa.

Dalam hal ini, wilayah RT. 002 yang akan menjadi tempat penelitian peneliti masih kurang perhatian dari orangtua dan masyarakatnya dalam memberikan pendidikan seks kepada anak sejak dini. Masih terlihat banyak orangtua yang belum mendidik anaknya mengenai pendidikan seks sejak usia dini. Karena, saat peneliti melihat dan mengobservasi tempat tersebut, terlihat orangtua hanya membiarkan anak bermain gadget sendiri tanpa adanya pengawasan, padahal jika diperhatikan lebih jauh lahi bisa saja melalui gadget tersebut anak-anak melihat atau bahkan bermain game yang ada unsur seks nya. Karena, saat ini bukan hanya di video atau youtube saja yang ada unsur seks melainkan dalam beberapa game pun terdapat unsur seks nya seperti adanya tokoh perempuan yang hanya memakai pakaian yang kurang pantas untuk dilihat oleh anak-anak. Orang tua juga kurang memperhatikan anak-anak dalam hal bermain, dengan siapakah dan bermain apakah anak-anak tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dengan ini peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Peran Orang Tua dalam Mengenalkan Seks Dini Kepada Anak Usia 10 – 11 Tahun”, di lingkungan masyarakat tepatnya di alamat Jalan Raya Meruyung, Parung Bingung, RT. 002, RW. 004, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Depok.

(22)

8 B. Fokus Masalah

Banyaknya tindakan kekerasan seksual yang terjadi pada anak dibawah umur, dan adanya seks bebas yang terjadi di kalangan remaja Indonesia, merupakan akibat dari tidak adanya pendidikan seks sejak dini yang di alami oleh anak-anak dan remaja di Indonesia saat ini. Untuk itu, perlu adanya pembenahan yang dilakukan oleh semua kalangan, mulai dari pemerintah, orang tua, guru, dan masyarakat dalam memberikan pendidikan seks yang baik kepada anak-anak sejak usia dini. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Peran Orang Tua dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Dini Kepada Anak Usia 10 – 11 Tahun di daerah Kp. Parung Bingung, RT.002 RW.004, Kel. Rangkapan Jaya Baru, Kec. Pancoran Mas, Kota Depok”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan, maka rumusan masalah yang dapat di ambil adalah “Bagaimana cara orang tua mengajarkan dan mendidik anak-anaknya mengenai pendidikan seks sejak usia 10 – 11 tahun ?”

D. Tujuan Penelitian

Agar orang tua bisa mengajarkan dan mendidik anak-anaknya mengenai pendidikan seks sejak usia dini, dan selalu mendampingi dan memperhatikan prilaku anak-anaknya.

(23)

9 E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Anak

Anak dapat mengetahui pendidikan seks yang baik dan benar sesuai dengan perkembangan usianya, sehingga ia dapat menghindari penyimpangan seks pra nikah.

2. Bagi Orangtua

Orangtua dapat lebih memahami dan mengerti mengenai pentingnya pendidikan seks untuk anak-anak mereka. Sehingga, orang tua merasa tidak tabu dalam membicarakan seks kepada anak-anaknya, dan membuat hubungan antara orangtua dan anak menjadi lebih harmonis.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat lebih mengawasi dan mengontrol kembali setiap perilaku anak – anak di lingkungan sekitar, untuk mencegah tindakan pelecehan seksual yang dialami oleh anak.

4. Bagi Peneliti

Peneliti dapat melihat dan mengetahui seberapa jauh pendidikan seks yang telah diberikan oleh orangtua untuk anak-anaknya. Selain itu, peneliti pun dapat mengetahui bagaimana caranya mendidik anakdalam memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anak.

5. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan profesionalismenya dalam melakukan penelitian selanjutnya.

(24)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Peran Orang Tua Dalam Keluarga a. Pengertian Orang Tua

Definisi orangtua adalah pendidik utama yang pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. (Ayuhan, 2016:75)

Orang tua adalah pusat kehidupan si anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaksi anak dan pemikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di pemulaan hidupnya. (Daradjat dalam Skripsi Ningsih, 2014: 10).

Orangtua adalah ayah dan ibu kandung, suami istri (seorang laki-laki dan seorang perempuan) yang terikat dalam tali pernikahan, kemudian melahirkan beberapa orang anak, maka suami istri tersebut adalah orang tua bagi anak-anak mereka. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Berdasarkan pengertian yang telah di paparkan oleh para ahli, maka dapat dikatakan bahwa pengertian orang tua adalah sepasang suami istri yang terikat dalam tali pernikahan, yang dihormati oleh anak-anaknya dan bertanggung jawab atas anak-anaknya yang menerima tugas sebagai pendidik atau pembina pribadi dalam hidup anaknya.

Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan

(25)

unsur-11

unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Perlakuan orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Peran Orang Tua

Peran orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak. Orangtua merupakan perantara dalam mengenalkan, menanamkan, dan memelihara atau merawat nilai-nilai yang baik, agar nilai-nilai tersebut dapat berlangsung terus di dalam diri anak. Orangtua adalah teman bagi anak, maka orang tua harus siap bermain dengan anaknya, dan selalu siap memberi dan menerima kegembiraan dan kesulitan mereka. Orangtua adalah motivator bagi anaknya sehingga mereka harus memiliki semangat hidup dan terus memberi semangat kepada anaknya. (Bawazir dalam skripsi Rinawati, 2013: 10)..

Orang tua juga berperan dalam memelihara dan membina fitrah anak atau keluarga agar menjadi seperti dasar diciptakannya, yaitu semata-mata berbakti kepada Allah SWT. Semua perbuatan hanya ditujukan untuk mendapat ridha-Nya. Membina moral anak atau keluarga sesuai dengan sifat asasi yang penting seperti berilmu, takwa, ikhlas, penyantun, bertanggung

(26)

12

jawab, dan sabar. Melatih kemandirian anak atau keluarga agar siap dan mampu melakukan peran sebagai pemimpin di masa yang akan datang.

Ki Hajar Dewantara menyebutkan peran orang tua tidak tergantikan dalam mendidik anak. Menurut Ki Hajar Dewantara, terdapat tiga proses pendidikan dalam keluarga. Pertama, pendidikan dari orang tua. Orang tua berperan sebagai penuntun, pengajar, dan pemberi contoh.Kedua, saling mendidik antar anggota keluarga.Anak belajar dari dari orangtua dan saudaranya, serta sebaiknya, orang tua belajar dari anak. Ketiga, mendidik diri sendiri. Anak mendidik dirinya sendiri sebagai anggota keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab. (Setiawan, 2015: 183-184).

c. Pengertian Peran

Definisi peran adalah proses dinamis kedudukan (status). Apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. (Soekanto, 2009:212-213)

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. (Barbara dalam Fadly, 2008:12).

(27)

13

Kata peran diartikan sebagai pemain sandiwara (film), tukang lawak, atau perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan, peranan berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu, yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.

Peranan yang melekat pada diri seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Peranan mencakup tiga hal sebagaimana diungkap Soejono Soekanto dalam skripsi Sawitri Rinawati, (2013: 11), antara lain :

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

(28)

14

3) Peranan juga dapat dikatakan sebgai pelaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan, dapat dikatakan bahwa peranan adalah suatu fungsi dari seorang individu yang menyesuaikan dirinya sesuai dengan lingkungan sekitar. Melalui norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga mampu membimbing seorang individu dalam bersosialisasi di lingkungan sekitar, sesuai dengan apa yang dapat ia lakukan dan berikan untuk masyarakat dalam organisasi.

d. Tugas dan Kewajiban Orang Tua

Orang tua memiliki tanggung jawab dalam mendidik, mengasuh, dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orang tua membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua juga telah memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak.

Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dari orang tuanya. Karena, orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab berkenalnya anak dengan alam, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu.

Menurut Ronosulistyo, (2008: 69-71) sejumlah hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam pengasuhan anak, antara lain:

(29)

15

1) Memantau lingkungan sekitar tempat anak berinteraksi atau bersosialisasi. Tidak jarang, lingkungan sekitar rumah kita tidak kondusif. Misalnya saja di tempat itu banyak anak muda yang sering nongkrong dan berbincang-bincang dengan bahasa yang tidak pantas untuk diucapkan dan tidak enak didengar. Ketika menghadapi situasi ini, orang tua dapat memantau kapan waktu yang tepat bagi anak untuk bermain keluar dan kapan mereka harus tetap berada di dalam rumah.

2) Mendampingi anak ketika menonton televisi

Tak dapat dipungkiri bahwa media masa memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak. Banyak tayangan di media masa memiliki saham yang sangat besar bagi terbentuknya sikap mental yang negative pada anak-anak. Salah satu contohnya adalah sinetron yang kebanyakan memperlihatkan adegan percintaan. Bahkan, adegan film kartun pun banyak yang tidak sesuai untuk anak balita.

3) Memberikan respon yang baik dan jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anak.

4) Memahami kondisi emosi anak pada fase-fase tumbuh kembangnya. Hal-hal yang disebutkan di atas tidaklah mungkin dapat dilakukan dengan baik, bila pengasuhan bukan dilakukan oleh orang tua. Orang tua mungkin saja sangat menyadari bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sang anak. Namun, ketika orang tua jarang

(30)

16

berada di rumah, ia tidak akan mengetahui kondisi lingkungan tempat anaknya berinteraksi dan bersosialisai. Sehingga orang tua tidak mengetahui secara detail apakah lingkungan di sekitar rumah kondusif atau tidak bagi perkembangan anaknya.

Orang tua pun bisa menjadi sangat paham akan bahaya yang ditimbulkan oleh banyaknya tayangan di televisi. Namun, orang tua tidak bisa menjamin anaknya tidak akan menonton acara-acara yang tidak pantas ditonton, bila pengasuhan diserahkan sepenuhnya pada baby

sitter atau pembantu. Tak ada jaminan baby sitter atau pembantu akan

melaksanakan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh orang tua.

Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing setiap orangtua, karena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Disamping itu juga orang tua harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang.Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan kecenderungan masing-masing adalah karunia yang sangat

(31)

17

berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan dunia.Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 46.

ريَخ ُت ٰحِلّٰصلا ُتٰيِقٰبلا َو ۖ اينُّدلا ِة ٰويَحلا ُةَنيز َنونَبلا َو ُلاملا َدنِع

ًلَمَأ ريَخ َو اًباوَث َكِِّبَر

:فهكلا﴿

٤٦

Artinya :“Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Q.S Al-Kahfi)

Berdasarkan ayat di atas, maka dapat diambil dua pengertian.

Pertama, mencintai harta dan anak merupakan fitrah manusia, karena

keduanya adalah perhiasan dunia yang dianugerahkan Sang Pencipta.

Kedua, hanya harta dan anak yang shaleh yang dapat dipetik

manfaatnya.Anak harus dididik menjadi anak yang shaleh yang bermanfaat bagi sesamanya.

Untuk itulah, orang tua seharusnya dapat mendidik dan membimbing anak-anaknya sesuai dengan ajaran agama. Yang mana, dalam hal ini kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anaknya tidak hanya sebatas mengetahui pendidikan umum atau dunia saja, melainkan juga pendidikan agama pun harus diberikan kepada anak sejak dini. Hal ini dilakukan, agar anak kelak menjadi pribadi yang baik yang bertanggung jawab, memiliki sikap atau akhlak yang baik terhadap sesama manusia, dan dapat membedakan mana yang baik dan buruk

(32)

18

dalam kehidupan sesuai dengan ajaran agama sehingga dapat menghindari perilaku yang menyimpang dari ajaran agama.

e. Fungsi Orang Tua 1) Fungsi Orang tua

a) Sebagai Pendidik; salah satu fungsi yang harus dijalankan dalam mewujudkan anak yang shaleh adalah fungsi edukatif. Fungsi edukatif adalah fungsi orang tua yang berkaitan dengan pendidikan. Orang tua atau ibu dan bapak merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam pendidikan anaknya. Fungsi orang tua terpokok dalam memelihara, menjaga, dan mendidik anak-anak kearah nilai-nilai ajaran islam. (Ayuhan, 2016: 76) b) Sebagai Teman; orang tua harus membuka diri dan bersahabat

dengan anak atau keluarga lainnya di rumah. Sehingga dapat menjadi tempat keluarga untuk mencurahkan perasaan hatinya. Selain itu, orang tua harus mampu bersenang-senang serta bermain bersama mereka tanpa ada perasaan terpaksa.

c) Sebagai Motivator; orang tua harus mampu membangkitkan semangat anak dan keluarga untuk mengenal lebih diri sendiri dan mengambil suatu kesempatan yang terbuka bagi keluarga, baik kesempatan yang ada saat ini, maupun yang akan datang, dan memotivasi anak atau keluarga untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapinya.

(33)

19

d) Sebagai Manajer; orang tua harus mampu mengelola kehidupan rumah tangganya secara terorganisir. Secara tidak langsung, orang tua terlibat aktif dalam mengelola keuangan, aktivitas, waktu, serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak dan keluarganya. Pengelolaan ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya aktivitas anak atau keluarga sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa orang tua memiliki beberapa fungsi dalam hal mengatur segala kehidupan yang menyangkut tentang anaknya. Mulai dari memelihara, menajaga dan mendidik anaknya dengan baik, tidak hanya diajarkan atau dituntun kearah yang umum saja, tetapi juga orang tua haruslah menuntun dan mendidik anak – anaknya ke arah nilai-nilai ajaran agama Islam, agar tetap sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam, serta melekat pada diri anak tentang pemahaman mengenai agama Islam. Orang tua juga harus mencoba untuk bersikap terbuka dan bersahabat terhadap anak-anaknya. Mau mendengarkan segala kisah dan keluh kesah dari sang anak, sehingga anak merasa nyaman dan senang terhadap orang tua dan dengan sendirinya anak pun akan mulai terbuka terhadap orang tua, anak tidak akan menutupi atau merasa takut jika ingin bercerita terhadap orang tua.

Selain itu, orang tua juga harus selalu memotivasi anak untuk selalu bersemangat dalam menjalani kehidupan saat ini.Mengajarkan untuk selalu bersyukur merupakan salah satu hal penting yang harus

(34)

20

diajarkan orang tua terhadap anak nya. Orang tua juga harus mampu mengelola kehidupan rumah tangganya secara terorganisir.Seperti dalam mengatur keuangan, aktivitas, waktu serta sarana dan prasarana yang dibutuhkan anak dan keluarganya, agar anak mau mengikuti aturan dan tetap berada dalam pengawasan orang tua.

2. Hakikat Pendidikan Seks dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan seks merupakan bentuk pemberian pengalaman yang benar kepada anak agar dapat membantunya dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupannya di masa depan sebagai hasil dari pemberian pengalaman kepada si anak, dan anak akan memperoleh sikap mental yang baik terhadap masalah seks dan masalah keturunan. (el-Qusy dalam Aziz, 2015: 131),

Pendidikan seks merupakan upaya konkret memberi pemahaman kepada setiap anak terkait pengetahuan tentang seks dan diridhoi Allah SWT, sehingga akan tertanam akhlak yang mulia dalam setiap sisi kehidupan seperti : akhlak atau etika pergaulan seorang pria dan wanita, akhlak menjaga aurat, akhlak menjaga pembicaraan dari ucapan pornografi, serta akhlak menjaga pandangan dari panah syahwat dan sebagainya.(Aziz, 2015; 132).

Pendidikan seks (sex education) adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia, meliputi proses terjadinya pembuahan,

(35)

21

kehamilan, sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan secara jelas dan benar. (Winardi, 2015; 19).

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan oleh para ahli, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan seks adalah upaya menanamkan pemahaman kepada setiap anak mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah seksualitas agar tercipta sikap yang positif dalam diri anak terhadap seks. Sehingga, anak bisa menjadi lebih paham dan mengerti mana yang baik dan tidak baik dilakukan mengenai seputar seks, serta memiliki akhlak yang mulia dalam setiap sisi kehidupannya.

b. Tujuan Pendidikan Seks Dalam Keluarga

Secara umum tujuan pendidikan seks dalam keluarga dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan pendidikan seks di sekolah ataupun masyarakat, yakni menanggulangi, mengurangi hingga memberantas perilaku seks bebas khususnya bagi anak usia remaja maupun dewasa. Hal ini selain tampak bersifat lebih menonjolkan aspek teoritis juga di dasarkan bahwa perilaku seks bebas selain bertentangan dengan norma hukum dan agama serta kesehatan hingga mengakibatkan terjangkitnya penyakit kelamin menjadi semakin meningkat.

Berbeda dengan institusi keluarga, pendidikan seks lebih di tujukan pada upaya penanaman akhlak bagi setiap anggota keluarga dengan didasari keimanan kepada Tuhan YME. Melalui pendekatan akhlak ini, setiap anggota keluarga akan senantiasa bersikap menjunjung tinggi aturan yang ada sebagai implementasi dari keyakinannya yang muncul dari dalam hati

(36)

22

sanubari. Bukan didasarkan pada unsur paksaan ataupun hukuman, namun lebih melekat pada unsur kesadaran untuk menjadi manusia yang bertaqwa.

Selain itu, pendidikan seks dalam keluarga bertujuan untuk mengetahui informasi seksual bagi remaja, menumbuhkan hingga memiliki kesadaran akan pentingnya memahami masalah seksualitas, fungsi-fungsi

seksualnya, serta masalah-masalah seksualitas, dan memberikan

pemahaman kepada anggota keluarga akan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah seksualitas. (Safita, 2013; 36).

Menurut Ronosulystyo, (2008: 64), pemberian pendidikan seks sejak dini kepada anak juga bertujuan untuk :

1) Menciptakan kesadaran pada anak tentang peranannya dalam pergaulan bermasyarakat menurut jenis kelaminnya.

2) Mempersiapkan mental anak yang secara bertahap menuju pada kematangan seksual (pubertas).

3) Kesehatan reproduksi akan terjaga dengan baik karena anak memiliki pengetahuan yang memadai tentang seks.

4) Tumbuhnya pemahaman terhadap resiko seksual yang dapat terjadi bila melakukan pelanggaran terhadap tata aturan agama.

c. Materi Pendidikan Seks Dalam Keluarga

Materi pendidikan seks dalam keluarga pada hakikatnya sangat beragam dan disesuaikan dengan tingkat kematangan secara psikologi maupun usia. Akan tetapi menjadi perihal yang amat penting bagi setiap orang tua adalah mengubah cara berpikir terhadap seluruh anggota atas

(37)

23

konsep pendidikan seks yang dianggap hanya sebatas membahas hubungan seks antara laki-laki dengan perempuan semata. Padahal substansi pendidikan seks pada hakikatnya mencakup unsur anatomi, fisiologi organ tubuh antara hubungan manusia yakni laki-laki dan perempuan. (Aziz, 2015: 135).

Hal yang juga termasuk dalam pendidikan seks adalah menanamkan

pemahaman kesehatan reproduksi.Upaya memahamkan kesehatan

reproduksi pada anak dapat dimulai dengan mengajarkan dan mencontohkan kebersihan.misalnya saja membiasakan anak membuang air kecil atau air besar di toilet.Kemudian, dengan bahasa yang mudah dipahami anak, secara bertahap orang tua dapat memberikan pendidikan tentang moralitas yang berhubungan dengan seksualitas, misalnya saja dengan membiasakan anak selalu memakai handuk bila keluar dari kamar mandi atau mengenakan pakaian di kamar mandi. (Ronosulistyo, 2008: 61)

Selanjutnya, untuk aspek usia anak, materi pendidikan seks dapat diklasifikasikan menjadi: pertama, materi pendidikan seks untuk anak usia dini yaitu sekitar (0 – 7 tahun), kedua, materi pendidikan seks untuk kanak-kanak atau masa sekolah dasar yaitu usia 7 – 14 tahun, ketiga, materi pendidikan seks usia remaja, yaitu usia 14 – 21 tahun dan yang keempat, usia dewasa, sebagai tahap pematangan dan penyempurnaan dari masa-masa sebelumnya. (Madani, 2014: 67-68)

Pendidikan seks bagi anak usia dini (0-7 tahun) dalam keluarga pada substansinya berfungsi sebagai pendekatan praktis mengantisipasi

(38)

24

penyimpangan seks anak. Sesuai dengan tingkat pemahaman dan kondisi psikologis anak, maka pendidikan seks hendaknya diberikan oleh setiap orang tua dengan memahami rasa ingin tahu anak, memberikan penjelasan sesuai dengan kognitif, memberikan tanggapan dengan jujur dan bersikap proporsional (Agus, 2007; 5-6).

Roqib, (2009: 221), adapun materi pendidikan seks anak usia dini yang dapat disampaikan dalam keluarga setidaknya mencakup :

1) Perbedaan anatomi dan fisiologi antara laki-laki dan perempuan serta akibat hukum dan sosialnya;

2) Khitan bagi laki-laki dan perempuan;

3) Sikap maskulinitas (rujulah)dan feminitas (unutsah); 4) Status orang (mahram) dalam keluarga;

5) Aurat, merawat tubuh, berhias, dan berpakaian; 6) Pergaulan sesama jenis dan antar jenis kelamin; 7) Tidur dan bercengkrama dalam keluarga;

8) Seputar kesehatan reproduksi seperti kehamilan, kelahiran, dan menyusui;

9) Problematika seksual (seperti kekerasan seksual).

Selanjutnya pendidikan seks bagi anak usia dini dapat dilakukan secara sederhana dan mudah, tanpa harus menjelaskan secara teoritis tapi praktis. Misalnya orang tua mulai memperkenalkan kepada anak organ-organ seks milikinya secara singkat.Saat memandikan anak, orang tua sebaiknya

(39)

25

memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut dan jangan lupa penis dan vagina.

Selanjutnya orang tua berusaha memperkenalkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika anak memiliki adik yang berlawanan jenis. Selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka anak harus berteriak keras-keras dan melapor kepada orang tuanya (Anik, 2014; 10).

Sedangkan materi pendidikan seks pada periode kanak-kanak periode kedua (7-14 tahun) berupa:

1) Pembiasaan diri untuk menutup aurat yakni mencakup bagian tubuh yang diwajibkan menutupinya, dan tidak boleh dilihat oleh orang lain

2) Mendidik keimanan kepada anak 3) Memisahkan tempat tidur anak

4) Mendidik menjaga kebersihan seks (sex hygiene)

5) Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminilitas pada anak perempuan. (Akbar, dalam Aziz, 2015: 175). Adapun pendidikan seks pada usia 10-14 tahun materi pendidikan seks lebih bersifat sebagai upaya menjauhkan anak dari rangsangan seksual. Sebab diusia ini anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta hawa nafsunya sudah bisa terpengaruh ketika melihat sesuatu yang merangsang (Abdullah, 2011; 19-51).

(40)

26

Sedangkan usia remaja, sekitar usia 14-21 tahun, materi pendidikan seks dalam keluarga dapat berupa: mendidik remaja agar tidak mendekati zina, mendidik anak agar tidak berkhalwat (berdua-duaan ditempat sepi), mendidik agar selalu menjaga pandangan mata, mendidik untuk menutup aurat, mendidik agar tidak ber-tabarruj (pamer atas kecantikan, perhiasan, ucapan, dan sebagainya). (Akbar dalam Aziz, 2015: 177).

d. Kaidah-kaidah Preventif dalam Pendidikan Seksual Bagi Anak

Menurut Madani, (2014: 176), kaidah-kaidah preventif dalam pendidikan seksual bagi anak mencakup:

1) Pendidikan seks dan fikih pada anak 2) Tempat tinggal yang layak

3) Mengawasi Kematangan Seksual Dini

4) Mengajarkan Kehalalan dan Keharaman dalam Program-program Media Informasi

5) Pernikahan di Usia Dini

Sejak mulai dapat berpikir dan mampu membedakan antara yang baik dan buruk, anak perlu diberi pengetahuan-pengetahuan tentang seks yang sesuai dengan usianya dan diajari hukum-hukum fikih sedikit demi sedikit, terutama etika-etika pendidikan yang dibutuhkannya, seperti dilatih bagaimana cara istinja, bagaimana cara menyucikan pakaian dari najis ketika hendak sholat atau melakukan kegiatan lainnya.

(41)

27

Selain itu, rumah yang luas dan sesuai pun merupakan tempat yang tepat bagi pendidikan anak-anak, termasuk pendidikan seksual. Tanpa rumah yang luas, kemampuan orangtua dalam memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anak akan terhalang dan tidak sesuai dengan syariat islam.

Orangtua pun harus mengawasi anak-anaknya dalam hal

perkembangan seksual anak. Pengawasan yang dimaksud adalah pemahaman terhadap kasus kematangan seksual dini dan faktor-faktor yang

menyebabkannya serta mengenali perubahan-perubahan yang

menyertainya. Dalam hal ini, orangtua dintuntut untuk segera melakukan persiapan seksual bagi anak laki-laki dan anak perempuan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin muncul akibat terjadinya kematangan seksual secara dini.

Islam pun sudah memberikan acuan dan prinsip-prinsip dasar dalam pendidikan seks kepada anak sejak dini. Beberapa prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut: memisahkan tempat tidur anak; meminta izin ketika memasuki kamar orangtua; perintah menutup aurat ketika anak sudah balig; dan mengajarkan adab memandang lawan jenis. (Junaedi, 2016: 108)

(42)

28 B. Kerangka Berpikir

Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pengenalan pendidikan seks kepada anak.Hal itu dikarenakan, orang tua memiliki waktu yang lebih banyak untuk bersama anak. Oleh karena itu, orang tua memiliki banyak kesempatan untuk mengenalkan pendidikan seks kepada anaknya secara bertahap. Pendidikan seks ialah pemahaman mengenai pengenalan seputar seks yang seharusnya diberikan kepada anak sejak usia dini.

Pengenalan seks pun harus diberikan sesuai dengan usia perkembangan anak, agar anak bisa lebih mengenal dan memahami mengenai masalah seks secara bertahap sesuai dengan perkembangan usianya. Pengenalan pendidikan seks yang diberikan oleh orang tua sejak usia dini bertujuan untuk menanggulangi, mengurangi hingga memberantas perilaku seks bebas khususnya bagi anak usia remaja maupun dewasa. Selain itu, pendidikan seks juga sangat diperlukan untuk mengantisipasi, mengetahui dan mencegah anak untuk terjerumus kedalam pergaulan seks bebas dan mampu menghindari dampak negative lainnya.

(43)

29 Gambar 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

Observasi, Wawancara dan

Dokumentasi Orang Tua

Pendidikan seks

anak usia dini

Perilaku anak

Mencegah terjadinya

penyimpangan seks pada anak

(44)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Raya Meruyung, Parung Bingung, RT 002 RW 004, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan terhitung mulai dari bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Mei 2018 di RT.002, RW.004, Depok.

Tabel 3.1

Jadwal Waktu Penelitian

No Jenis Kegiatan

Bulan

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1 Pengajuan Proposal

2 Konsultasi Pembimbing

3 Penyusunan Instrumen

4 Uji Coba Instrumen

5 Pengumpulan Data

6 Analisis Data

7 Penyusunan Laporan

(45)

31

Peneliti menggunakan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa tertulis atau lisan dari orang-orang atau subjek yang diamati dan diwawancarai.

Pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristiwanya. (Kirk dan Miller dalam Margono, 2010: 36)

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material, dengan penekanan kuat pada deskripsi secara menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.(Fraenkel dan Wallen dalam Suharsaputra (2014; 181).

Berdasarkan paparan yang telah disampaikan sebelumnya dapat dikatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang prosesnya melalui sebuah kegiatan penelitian melalui pengamatan dan wawancara tatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian secara menyeluruh,serta tidak menggunakan bentuk angka dan disajikan dalam bentuk dokumentasi, video, gambar dan foto.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dilakukan pada kondisi yang alamiah.Dalam penelitian kualititatif, yang menjadi instrument

(46)

32

utamanya adalah peneliti sendiri.Namun, selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrument penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Sehingga, penelitian ini dilakukan dengan apa adanya sesuai dengan yang dilakukan oleh peneliti tanpa adanya manipulasi data.

Metode kualitatif merupakan fokus perhatian dengan pendekatan

interpretative, semiotic, dan hermeneutic.Cakupan metode kualitatif yakni

sebagai kumpulan data empiris, hasil wawancara teks-teks hasil pengamatan, dan visual yang menggambarkan makna keseharian. (Fashri (2007: 9).

1. Fenomenologi

Penelitian fenomologi berorientasi untuk memahami, menggali, dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu.Ini biasa disebut dengan penelitian kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial yang alamiah (nature), digunakan sebagai sumber data, pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan (empiris).

3.2 Gambar Analisis Data Fenomenologi

Menggorganisir data Membaca data secara keseluruhan Mengumpulkan dan menulis gambaran pengalaman bisa terjadi Menemukan dan mengelompokkan data

(47)

33 2. Studi Kasus

Menurut Yin dalam Mukhtar (2013; 35) Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu sosial.Metode penelitian ini sangat cocok digunakan manakala seseorang peneliti ingin mengungkap sesuatu dengan bertolak pada pertanyaan “how atau why”.Dilihat dari sudut kegunaan, studi kasus dapat dipakai untuk penelitian kebijakan, ilmu politik, dan administrasi umum, pendidikan, psikologi, dan sosiologi, studi organisasi dan manajemen, lingkungan agama dan sebagainya.

3. Deskriptif

Penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada suatu saat tertentu. (Muhktar, 2013: 10)

Dari desain penelitian diatas, peneliti memilih desain penelitian fenomenologi dikarenakan penelitian ini merupakan upaya mengungkapkan fenomena yang terjadi berdasarkan pengalaman yang dialami pada beberapa individu atau informan.Tujuan menggunakan desain penelitian fenomenalogi

Mengembangkan uraian keseluruhan fenomena Penjelasan secara naratif mengenai esensi dan fenomena yang terjadi Membuat laporan pengalaman setiap partisipan

(48)

34

adalah agar peneliti dapat menggambarkan realita empiris dibalik fenomena yang terjadi terkait dengan Peran Orang Tua Dalam Mengenalkan Pendidikan Seks Dini Kepada Anak Usia 10 – 11 Tahun di wilayah Parung Bingung RT 002, RW 004.

D. Subjek penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti yang didapatkan dari informan ditambah dengan dokumentasi yang dilakukan selama penelitian berlangsung yang digunakan sebagai tambahan.Subjeknya adalah orang-orang yang menjadi informan yang dapat memberikan data yang sesuai dengan masalah yang diteliti.Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah orang tua atau masyarakat di lingkungan Kp. Parung Bingung RT. 002, RW. 004, Depok, Orang tua atau masyarakat setempat.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. (Sugiyono, 2015: 193). Selanjutnya pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.Pengamatan

(49)

35

dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki. (Margono, 2010: 158-159)

“Through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.(Marshall dalam Sugiyono, 2015: 310). Untuk itulah, peneliti melakukan kegiatan observasi dalam proses pengumpulan data, agar peneliti dapat lebih memahami dan mengetahui lebih dalam mengenai perilaku yang dilakukan oleh objek yang diteliti sesuai dengan pengamatan yang dilakukan saat penelitian.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah cara untuk mengumpulkan data yang meliputi perasaan, pengalaman, apa yang diingat, dorongan dan alasan bertingkah laku dari individu. (Allport dalam Santosa, 2010: 27)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara secara mendalam (in-depth interview), dan dokumentasi.Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. (Stainback dalam Sugiyono, 2015: 318)

Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai pedoman dalam wawancara, maka peneliti pun perlu menyiapkan

(50)

36

alat perekam suara (voice recorder) dan beberapa alat tulis bila diperlukan untuk pencatatan.

Gambar 3.3

Tabel Kisi-kisi Pedoman Wawancara OrangTua

No Aspek Indikator Nomor Soal

1. Peran Orang

Tua

Tugas orang tua terhadap anak 1

Kewajiban orang tua terhadap anak

2

Peran orang tua dalam keluarga 5 dan 6

Fungsi orang tua dalam mendidik anak

3, 4 dan 8

Fungsi orang tua sebagai motivator

7

2. Pendidikan

Seks

Pendidikan seks 9, 10 dan 11

Materi pendidikan seks 12, 13 dan 14

Tujuan pendidikan seks 15, 16, 17 dan 18

(51)

37 dalam pendidikan seks

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film yang digunakan sebagai sumber data yang bisa dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.(Guba dan Lincoln, dalam Moelong (2009: 216).Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2015: 329)

Metode ini digunakan untuk memperoleh bukti foto (gambar) atau rekaman suara saat kegiatan penelitian berlangsung di RT. 002, RW.004, Parung Bingung, Kel. Rangkapan Jaya Baru, Kec. Pancoran Mas, Depok.

F. Teknik Analisis Data dan Triangulasi 1. Analisis Data

Setelah data terkumpul sampai semua informasi yang dibutuhkan mengenai penelitian ini sudah terpenuhi, maka langkah selanjutnya adalah menganalisisnya. Analisis data merupakan hal penting untuk mengetahui apakah proses implementasi sebuah program berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

(52)

38

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang lebih penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono, 2015: 335)

Teknik analisis data pada penelitian ini, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, serta setelah selesai pengumpulan data

dalam waktu tertentu. Pada saat melaksanakaan wawancara

(indepthinterview) analisis terhadap jawaban dari informan yang diwawancarai, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban dari informan yang kurang memuaskan maka peneliti akan melanjutkan atau mengajukan pertanyaan lagi sampai diperoleh data yang lebih jelas dan mendalam dan dianggap kredibel (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2015: 337).

Tahapan analisis data kualitatif yang dikutip Moleong (2007: 248) yaitu sebagai berikut :

a. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang adalam data.

b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.

(53)

39 d. Koding yang telah dilakukan.

Tujuan analisis data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dan diinterpretasikan.Data yang terkumpul dari lapangan dianalisis dengan metode deskripsi kualitatif yaitu dengan menginterprestasikan data-data yang telah diperoleh ke dalam bentuk kalimat-kalimat dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana Sugiyono (2015: 338) data kualitatif analisisnya menggunakan reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi.

Proses analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu : 1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang

tinggi(Sugiyono, 2015: 339). Mereduksi berarti merangkum, dan membuat fokus data untuk menentukan aspek-aspek penting atau membuang hal-hal yang tidak perlu dan mengatur data sedemikian rupa sehingga memberikan gambaran jelas dan mempermudah dalam pengumpulan data dan menarik kesimpulan akhir..Dalam hal ini, Peneliti memilih hal-hal yang didapat dari hasil pengamatan terhadap objek yang diteliti yaitu informan yang benar-benar paham berkaitan dengan peran orang tua dalam memperkenalkan seks kepada anak sejak usia 10 – 11 Tahun di wilayah RT 002, RW 004, Parung BIngung, Depok.

(54)

40

Setelah mendapat data dan informasi hasil pengamatan, maka peneliti menyajikan data yang sudah didapatkan mengenai hasil pengamatan, yaitu berupa hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.Maka, data-data yang telah terkumpul tersebut selanjutnya diuraikan dan diceritakan dengan menggunakan kata-kata.Peneliti melakukan penyajian data dengan menguraikan segala sesuatu yang terjadi dalam penelitian peran orang tua dalam memperkenalkan seks kepada anak sejak usia 10 – 11 tahun di wilayah RT 002, RW 004, Parung Bingung, Depok.

3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi Data

Pada pengambilan keputusan peneliti mendalami makna yang diperoleh dari data atau informasi yang diperlukan kedalam suatu kesimpulan dalam proses. Sedangkan verifikasi data, peneliti mengumpulkan data baru yang memungkinkan untuk melengkapi data yang ada tentang peran orang tua dalam memperkenalkan seks kepada anak sejak dini di wilayah RT. 002, RW. 004, Parung Bingung, Depok.

Gambar 3.4 Penyajian data Pengumpulan data Reduksi data Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Data

(55)

41

Komponen Analisis Data (sumber; Miles dan Huberman, 1992) 2. Triangulasi

Triangulasi bisa dimaknai sebagai suatu teknik yang menggunakan dua atau lebih metode pengumpulan data dalam penelitian terhadap beberapa aspek dari perilaku manusia. (Cohen dan Manion dalam Prastowo, 2010: 289).

Triangulasi dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan istilah cek dan ricek yaitu pengecekan data menggunakan beragam sumber, teknik , dan waktu. Beragam sumber maksudnya digunakan lebih dari satu sumber untuk memastikan apakah datanya benar atau tidak. Beragam teknik berarti penggunaan berbagai cara secara bergantian untuk memastikan apakah datanya memang benar. Cara yang digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan analisis dokumentasi. Beragam waktu berarti memeriksa keterangan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda pagi, siang, sore atau malam.(Putra, 2012: 189).

Keuntungan menggunakan triangulasi adalah dapat mempertinggi vabilitas, memberi kedalam hasil penelitian, sebagai pelengkap data dari sumber pertama masih ada keraguan.Dalam penelitian ini kegiatan triangulasi dilakukan dengan mengecek data, antara data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan atau sebaliknya maupun hasil dokumentasi.

Mathinson dalam Sugiyono (2015: 332) mengemukakan bahwa nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi.

(56)

42

Oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti.

Gambar 3.5

Teknik Pengumpulan Data Triangulasi

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Observasi Sumber data sama Wawancara mendalam Dokumentasi Wawancara mendalam C B A

(57)

43 Gambar 3.6

Triangulasi Sumber Pengumpulan Data

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber.

Gambar 3.7

Waktu Pengumpulan Data Triangulasi

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian datanya.

Siang Pagi

(58)

44

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kp.Parung Bingung tepatnya di RT.002 RW.004, yang berada di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Pancoran Mas ini terdiri dari 6 Kelurahan, yaitu Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.

Kelurahan Rangkapan Jaya Baru terletak di Jl. Keadilan No.1, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.Telepon (021) 77880529, Kode Pos (16434). Kelurahan Rangkapan Jaya Baru memiliki luas wilayah sekitar 388,375 ha, yang terdiri dari 15 Rukun Warga (Rw) dan 94 Rukun Tetangga (Rt). Jumlah keseluruhan penduduk Kelurahan Rangkapan Jaya Baru adalah sekitar 33.680 jiwa, yang terdiri dari 17.215 jiwa penduduk laki-laki dan 16.465 jiwa penduduk perempuan.

Wilayah RT 002 RW 004 ini cukup luas, lingkungannya yang cukup baik tanpa lingkungan kumuh, dan terdiri dari 100 Kepala Keluarga (KK). Lingkungan RT. 002 ini pun padat penduduk. Di sana juga terdapat musholah yang dijadikan sebagai tempat pengajian oleh warga sekitar, dan setiap minggu hari senin pagi ada pengajian ibu-ibu, setiap sore harinya ada

(59)

45

pengajian anak-anak dan remaja, dan setiap sebulan sekali ada mabit yang mana pada saat itu orang tua dan anak-anak tadarus bersama, namun untuk yang anak-anaknya menginap di musholah untuk sholat tahajud bersama 2. Visi dan Misi

a. Visi

“Menuju Pelayanan Pemerintah Kelurahan yang Ramah, Cepat, Tepat dan Transparan”

b. Misi

1) Meningkatkan Tata Kelola Administrasi Pemerintahan Kelurahan 2) Meningkatkan Kualitas Pelayanan kepada Masyarakat

B. Hasil Analisa Data 1. Hasil Observasi

Observasi dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2018 sampai 3 maret 2018 di wilayah RT 002 RW 004, Parung Bingung, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas. Wilayah RT 002 Rw 004 ini cukup luas, lingkungannya yang cukup baik tanpa lingkungan kumuh, dan terdiri dari 100 Kepala Keluarga (KK). Terdapat satu musholah di daerah tersebut, serta padat penduduknya. Observasi ini tidak hanya memperhatikan bagaimana keadaan lingkungan masyarakatnya saja melainkan wilayah dimana warga yang sebagai narasumber dari penelitian yang diteliti. Data yang diperoleh dari hasil observasi oleh peneliti adalah sebagai berikut :

Gambar

Gambar 3.4  Penyajian data  Pengumpulan data  Reduksi data  Penarikan Kesimpulan  dan Verifikasi Data

Referensi

Dokumen terkait

Temuan data yang diperoleh adalah bahwa strategi orang tua dalam mendidik anak di daerah ini berbeda-beda di dalam sebuah keluarga, orang tua di daerah ini mendidik anaknya

Orang tua yang mendidik anaknya secara keras akan mengakibatkan anak menjadi agresif dan tergantungan pada orang tuanya yang pada akhirnya anak akan takut

keluarga atau orang tua yang tunggal ( single parent ), prestasinya cukup baik. Karena peran keluarga sangat penting dalam

Kata Kunci: Kedisiplinan, Pola Asuh, Orang Tua, Moral. Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam

Miftahul Ilmi Jatiuwung Kota Tangerang, yaitu orang tua (membimbing) anak dalam belajar : seperti memberikan motivasi, nasehat kepada anak, (pengawasan) orang tua

Orang tua berhak mengajarkan anak tentang pendidikan seks anak usia dini ini mulai dari keluarganya sendiri, dari orang tuanya dulu tentang pengenalan-pengelan alat

Peran Orang tua dalam perkembangan dan pertumbuhan anak sangatlah penting, tetapi peran orang tua dalam membimbing saat pembelajaran berlangsungpun sangat penting.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peran orang tua dalam membentuk karakter adalah membimbing atau menjadi panutan utama bagi seluruh anak-anaknya. Membimbing dapat