• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka dan Kajian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN

K. Tinjauan Pustaka dan Kajian Terdahulu

Kajian tentang qashash al-qur’ân telah banyak tersebar dalam buku-buku tafsir maupun dalam ‘ulûm al- qur’ân karena qashash merupakan bagian dari kandungan Alquran. Sejauh pengamatan penulis, kajian semiotik yang diterapkan dalam Kisah Nabi Ibrahim a.s. belum penulis temukan. Namun, karya-karya terdahulu yang menjadi tinjauan kepustakaan dalam kajian ini diantaranya adalah: Khalafullah dalam bukunya yang berjusul al-Fann al-Qashashî fî al- Qur’ân al-Karîm31, Quthb dalam bukunya, Al-Tashwîr al-Fannîfî al-Qur’ân32,al- Qaththân dalam Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qur’ân33, Ibnu Katsir dalam Qashash al-

Anbiyâ’.34 Selain buku-buku tersebut, penulis juga menggunakan beberapa penelitian tesis terdahulu sebagai studi kepustakaan diantaranya adalah tesis yang

31 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, Kairo:

Maktabah al- Nahdlah al-Mashîrah, 1951

32 Sayyid Quthb,Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân

33 Mannâ’ al-Qaththân,Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tanpa penerbit, 1990

34 Ibnu Katsir,Qashash al-Anbiyâ’, Juz 1,Tahqîq Mushtofa Abdul Wahid, Kairo: Dâr al-

ditulis oleh Wahab, Konsep Dialog dalam Alquran: Studi Kisah Nabi Ibrahim a.s.35, Hadiyanto, Kajian Semiotik Kisah Yusuf, Sebuah Tinjauan Sastra terhadap Kisah Alquran36,Tohe, Gaya Bahasa Alquran Periode Mekah, Kajian Struktural Semiotik37, dan Hidayat, Struktur Narasi dalam Qashash al-Qur’ân, Tinjauan Analisa Strukturalime Naratif38.Penjelasan mengenai kajian-kajian terdahulu dan menjadi tinjauan kepustakaan dalam penulisan tesis ini, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:

Kajian Khalafullah merupakan kajian yang komprehensif dan menjadi argumen bahwa Alquran mengikuti konvensi sastra dalam penyajianqashash al- Qur’ân. Kajian Khalafullah telah menggunakan pendekatan surah dalam menyatukan tema-tema dan tidak menyatukan tokoh-tokoh atau peristiwa- peristiwa khas dalam kisah Alquran.39

Kajian Quthb lebih mengedepankan asumsi bahwa Qashash al-Qur’ân

tunduk dalam kerangka tujuan keagamaan dan tujuan dakwah Muhammad. Pandangan yang dibangun Quthb adalah Alquran merupakan kitab dakwah keagamaan dan Qashash merupakan salah satu sarananya. Qashash dalam Alquran bukanlah sebuah karya seni yang terpisah dalam tema dan cara pengungkapan atau penggambarannya tetapi merupakan salah satu cara Alquran yang beragam untuk maksud tujuan keagamaan.40

Sebuah kritik terhadap tesis yang dikemukakan Quthb adalah fokus yang menjadi perhatian Quthb pada pengungkapan atau penggambaran (tashwîr) yang

35 Muhbib Abdul Wahab,Konsep Dialog dalam Alquran: Studi Kisah Nabi Ibrahim a.s.,

Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1997

36 Andy Hadiyanto, Kajian Semiotik Kisah Yusuf, Sebuah Tinjauan Sastra terhadap Kisah

Alquran,Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

37 Achmad Tohe, Gaya Bahasa Alquran Periode Mekah Kajian Struktural Semiotik, Tesis S2

Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006

38 M. Wakhid Hidayat,Struktur Narasi dalam Qashas al-Qur’ân Tinjauan Analisa Strukturalime

Naratif,Tesis S2 Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

39 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 211-212.

masih berada pada tataran kajian unsur bahasa pada tingkat unsur cerita sehingga kajian ini belum mengungkap lebih dalam mengenai unsur-unsur teks dalam

Qashash al-Qur’ân.41

Sementara itu, al-Qaththân, berpendapat bahwa Qashash al-Qur’ân

merupakan gambaran realita kehidupan masa lalu yang benar-benar terjadi dan jauh dari khayalan ataupun imajinasi. Al-Qaththân, membagi cerita menjadi tiga; cerita para nabi dan rasul, cerita orang-orang pendahulu yang tidak ditetapkan kenabian dan kerasulannya, dan cerita yang berkaitan dengan masa Muhammad.42 Perbedaan antara Khalafullah dengan kajian al-Qaththân, adalah pada penekanan acuan (reference) cerita, dimana acuan narasi dalam pemikiran Khalafullah kepada kehidupan Muhammad, sedangkan acuan narasi pemikiran al-Qaththân, kepada kehidupan para tokoh cerita, misalnya Musâ, Ibrâhim, Lûth, dan lainnya.43 Sejalan dengan Quthb, Ibn Katsir menceritakan para nabi dari sudut pandang kesejarahan sehingga yang diungkapkan lebih cenderung semacam biografi kehidupan para nabi, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi serta tokoh-tokoh lain yang berinteraksi dengan para nabi semasa hidup mereka.44 Karena mengacu pada referen kehidupan nyata sang tokoh atau suatu peristiwa, eksistensi teks cerita atau kisah dengan model-model penceritaannya menjadi terabaikan.

Penjelasan singkat mengenai kajian kepustakaan dari beberapa tesis adalah: Wahab dalam tesisnya yang berjudul “Konsep Dialog dalam Alquran: Studi tentang Kisah Ibrahim a.s.” menjabarkan tentang konsep dialog dalam Alquran dengan fokus penelitian pada kisah Ibrahim. Objek kajian Muhbib dengan tesis yang penulis susun adalah sama-sama meneliti kisah Ibrahim a.s. Namun, menurut penulis, tesis Wahab hanya membahas salah satu unsur yang terdapat dalam teori strukturalisme yaitu dialog. Sementara kajian semiotik yang penulis

41 Sayyid Quthb,Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân,h. 163-168

42 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 306

43 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 308

44 Ibn Katsir,Qashash al-Anbiyâ’, Qashash al-Anbiyâ’,Juz 1,Tahqîq Mushtofa Abdul

teliti adalah meneliti seluruh unsur yang membangun sebuah karya sastra. Oleh karena itu pada unsur dialog hanya akan dibahas secara sekilas.

Teori semiotika yang diiplementasikan oleh Hadiyanto dalam tesisnya tersebut adalah bertolak dari teori strukturalisme yang menyebutkan bahwa sebuah karya sastra tersusun dari beberapa struktur yang membentuk satu kesatuan dan dari kesatuan itulah muncul sebuah makna. Korpus kajian dalam kajian Hadiyanto adalah kisah Nabi Yusuf a.s. Dalam Alquran, kisah Yusuf a.s. dimuat dalam satu surah secara utuh sedangkan kisah Ibrahim a.s. ditampilkan dalam Alquran secara parsial atau dengan kata lain tersebar dalam beberapa episode dan berada dalam surah-surah yang terpisah. Hal ini menjadikan setiap episode dalam pengkisahan Ibrahim memiliki ciri struktural yang berbeda dengan pengkisahan Yusuf a.s.

Tohe dalam tesisnya yang berjudul “Gaya Bahasa Alquran Periode Mekah, Kajian Struktural-Semiotik. Tesis ini objek kajiannya adalah ayat-ayat

Makiyyah dengan menggunakan metode struktural-semiotik. Sebagaimana pada Hadiyanto, tesis ini menggunakan teori semiotik yang merupakan perkembangan dari teori strukturalisme.

Hidayat mengangkat model analisa strukturalisme naratif A.J. Greimas sebagai landasan kajian terhadap struktur narasi dalam qashshah al- Qur’ân. Strukturalisme naratif ini mengandaikan bahwa struktur suatu teks dikarakteristikkan oleh enam peran yang disebut dengan istilah aktan.

Penelitian Hidayat menggunakan pendekatan sastra untuk mengkaji

Qashash al-Qur`ân dengan menggunakan teori strukturalisme naratif, terutama yang dikembangkan oleh A.J.Greimas. Aktan ini memetakan tokoh yang berbeda- beda yang ditelaah melalui tata bahasa naratif. Enam peran yang disebut aktan ini disusun secara oposisi biner (pasangan opisisi) sebagai berikut: 1) Subjek vs Objek, (2) Pengirim vs Penerima, (3) Pembantu/ Penolong vs Lawan/Penentang. Analisa ini dilengkapi dengan analisis hubungan masing-masing oposisi biner yang disebut sebagai poros-poros (the axis) meliputi poros komunikasi; aktan

pengirim, aktan objek dan aktan penerima, poros kehendak; antar subjek dan objek, dan poros kekuatan; antara pembantu, subjek dan perintang. Analisa kemudian dilengkapi juga dengan analisafungsidan sintagma.

Masalah utama yang diangkat dalam Tesis Hidayat adalah, “Bagaimana struktur narasi dalamQashash al-Qur`ân dianalisa dengan strukturalisme naratif”. Masalah ini dijabarkan; (1) Bagaimana Qashash al-Qur`ân ditinjau dari konsep strukturalisme dan konsep narasi? (2) Bagaimana struktur narasi Qashash al- Qur`ân dianalisa dengan struktur aktansial A. J. Greimas?, (3) Apa karakteristik struktur narasi Qashash al-Qur`ân yang didasarkan pada analisa strukturalisme naratif model A.J. Greimas dan ditinjau dari konsep struktur narasi secara umum? Tujuan Penelitian ini adalah menemukan deskripsi Qashash al-Qur`ân dalam tinjauan strukturalisme dan narasi, menemukan deskripsi struktur-struktur narasi berdasarkan struktur aktansial A.J.Greimas, dan menemukan karakteristik- karakteristik struktur narasiQashash al-Qur`ân.Qashash al-Qur`ân ditinjau dari konsep strukturalisme dan narasi, dan dikombinasikan dengan paradigma tartîb al-âyâtdan kesatuan ayat-ayat dalam surah, terbagi dalam tiga klasifikasi. Kesatu, modelQashash al-Qur`ân satu narasi dalam satu surah, kedua, model kumpulan narasi pendek berurutan dalam satu surah, dan ketiga model narasi tak beraturan dalam satusurah.

Struktur aktansial A.J. Greimas dianalisakan kepada sembilansurah yang mengandung model-model Qashash al-Qur`ân, yaitu surah Yusuf [Q.S. 12], al- Qashash[Q.S. 28], al-A’râf [Q.S. 7], Maryam [Q.S. 19],asy-Syu’arâ`[Q.S. 26],

al-Naml [Q.S. 27], al-Shâffât [Q.S. 37], al-Baqarah[Q.S. 2], dan al-Kahfi [Q.S. 18].

Dari analisa ini ditemukan variasi deskripsi struktur-struktur narasi aktansial Qashash al-Qur`ân yang lengkap dalam keenam aktan, atau zeroisasi dalam salah satu dari aktan pembantu dan penentang.

Ditinjau dari beberapa penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian tentang kisah Ibrahim dengan pendekatan semiotika, belum pernah dilakukan.

Pendekatan semiotik ini digunakan untuk memaknai fenomena kebahasaan Alquran tidak hanya secara literal tetapi lebih luas dari itu.45

Dokumen terkait