• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Tanaman Hias Indonesia

Ekspor komoditi di sektor hortikultura mengalami peningkatan selama kurun waktu 2001-2005. Pada 2001, volume ekspor tanaman hortikultura tercatat sebesar 340 337 ton, namun pada 2005, volume ekspornya meningkat menjadi 354 642 ton. Peningkatan volume dan nilai ekspor hortikultura tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya produksi tanaman hortikultura. Total produksi hortikultura selama tahun 2001 - 2005 menunjukkan peningkatan sebesar rata-rata 9.49% per tahun. Hal ini disebabkan karena luas lahan panen komoditi hortikultura juga mengalami peningkatan. Luas panen tanaman hias pada periode 2001-2005 juga meningkat, dengan rata-rata sebesar 54.86% per tahun (Anonim, 2008).

Tanaman Adenium

Adenium merupakan tanaman hias bunga sukulen dimana habitat aslinya adalah daerah beriklim kering (arid) Afrika, walaupun demikian adenium tidak harus ditanam dengan kondisi gurun. Tanaman adenium memiliki umur panjang, bahkan dapat mencapai umur ratusan tahun. Tanaman adenium berasal dari famili Apocynaceae dan Genus Adenium. Spesies adenium diantaranya Adenium obesum, A. multiflorum, A. swazicum, A. boehmianum, A. oleifolium, A. solamalense, A. somalense var. cripsum, A. arabicum, dan A. socotranum.

Tanaman adenium merupakan tanaman C4, sehingga adenium membutuhkan cahaya matahari langsung dengan intensitas minimal 80%. Namun untuk tanaman dewasa, sinar matahari selama 8 - 12 jam sehari sangat baik untuk pertumbuhan dan pembungaan. Bibit tanaman adenium umur 6 bulan kebawah membutuhkan sinar matahari 4 jam sehari, sedangkan bibit 6 – 12 bulan, 6 jam sehari. Secara umum adenium membutuhkan sinar matahari langsung 5 – 7 jam sehari. Adenium menyukai suhu panas seperti di daerah tropis (30 – 350C), namun semakin panas akan mengakibatkan bunga berumur pendek atau cepat layu. Suhu yang dingin pada malam hari (dibawah 100C) akan menyebabkan adenium berhenti untuk tumbuh (Palin, 2008). Kondisi lingkungan tersebut menunjukkan

bahwa kondisi cuaca Indonesia sangat cocok untuk perkembangan adenium. Berikut penjelasan karakteristik beberapa jenis adenium:

1. Adenium obesum

Bunga berwarna merah muda sampai merah cerah dengan corong berwarna putih. Jenis ini banyak dijadikan induk silangan sehingga muncul varietas-varietas baru yang beragam penampilannya. Pada habitat aslinya tanaman ini tumbuh menyemak dengan tinggi mencapai 10 - 12 meter. Batang tumbuh menebal dari bawah dan semakin kecil keatas. Panjang daun 3 – 10 cm dengan ujung yang membulat. Adenium obesum tidak memiliki masa dorman yang pasti sehingga pertumbuhannya relatif cepat dan rajin berbunga. Biasanya steril jika dilakukan penyerbukan sendiri, oleh karena itu tanaman jenis ini baik jika disilangkan.

2. Adenium somalense

Adenium jenis ini banyak disilangkan dengan Adenium obesum. Keistimewaan dari Adenium somalense adalah memiliki motif strip dari tepi menuju bagian dalam korola. Bunganya memiliki diameter sekitar 5 – 7 cm dan berwarna merah muda hingga merah menyala. Varietas Adenium somalense yang banyak dijumpai adalah A. somalense var. crispum dan A. somalense var. somalense.

Adenium somalense var. crispum memiliki bentuk yang kompak dengan daun memanjang dan bergelombang. Adenium ini memiliki bonggol akar yang besar dan keras dengan beberapa cabang berukuran kecil, tidak lebih dari satu kaki, dan memiliki daun lanset dan panjang. Bunganya berukuran kecil berwarna magenta hingga ungu muda dan memiliki corak strip yang kontras, dan memiliki warna benang sari yang mencolok. Kelopak bunganya berbentuk melengkung atau terpelintir. Jenis ini umumnya menurunkan motif dan warna yang cantik/menarik. Adenium somalense var. somalense memiliki sosok yang besar, kuat, tinggi, dan pertumbuhannya paling cepat, sehingga dalam waktu singkat tumbuhan ini dapat menjadi besar. Tanaman ini baik untuk dijadikan indukan silangan, oleh karena itu jenis ini menjadi salah satu penghasil spesies silangan terbanyak diseluruh dunia. Ciri

khas dari adenium ini adalah pada motif strip merah hingga ujung bunga, dan bunganya lebih besar dari varietas crispum.

Perbanyakan Tanaman Adenium

Perbanyakan tanaman adenium dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan melalui biji, sedangkan perbanyakan vegetatif dilakukan dengan setek, cangkok, okulasi, sambung (grafting), dan sisip. Sambung dan sisip digunakan sebagai teknik yang paling cepat untuk memperbanyak varietas baru adenium yaitu dengan menyambung batang bawah dari biji dengan batang atas yang baru, sedangkan stek digunakan untuk memperoleh tanaman yang sama.

Tingkat keberhasilan pembuahan adenium secara alami cenderung rendah, hal ini disebabkan karena struktur anatomi bunga adenium tertutup (Palin, 2008). Oleh karena itu perbanyakan dengan biji jarang dilakukan, kecuali jika dilakukan penyerbukan terkendali untuk memperoleh varian baru. Selain itu tanaman yang berasal dari biji cenderung membentuk bonggol yang besar.

Pemilihan Pohon Induk

Menurut Tari (2008), beberapa hal yang harus diperhatikan saat memilih pohon induk adalah:

1. Spesies adenium

Jenis adenium yang banyak dijadikan indukan adalah A. obesum, A. multiforum, A. swazicum, A. somalense, A. arabicum, dan A. socotranum. 2. Sifat tanaman

Pohon induk yang dipilih mudah berbunga, memiliki corak atau warna yang baik, pertumbuhannya cepat, dan berbunga secara serempak.

3. Pohon induk jantan dan betina

Induk jantan yang digunakan memiliki polen yang viabel, berjumlah banyak, dan kompatibel terhadap induk betina. Sedangkan Induk betina yang digunakan memiliki ovul yang fertil, kompatibel terhadap pohon induk jantan, masa reseptif yang cukup panjang, dan memiliki karakter yang diinginkan.

4. Bunga mekar sempurna

Bunga adenium yang dipilih adalah bunga yang telah mekar secara sempurna

5. Minimal diameter bonggol 10 cm

Tanaman adenium yang dijadikan sebagai indukan minimal berdiameter bonggol 10 cm karena memiliki cukup cadangan makanan untuk mendukung pertumbuhan buah dan biji.

6. Cabang

Pada satu cabang, hanya satu bunga yang digunakan untuk persilangansupaya pertumbuhan buah maksimal.

7. Tanaman dalam kondisi sehat

Tanaman adenium yang digunakan harus dalam kondisi sehat dan berbunga banyak supaya tidak mewariskan penyakit kepada anakannya.

Bunga Adenium

Bunga adenium berbentuk seperti terompet atau lonceng dan termasuk jenis bunga berumah satu. Di dalam satu bunga terdapat petal atau mahkota bunga, sepal atau kelopak bunga, tepung sari atau polen, putik (stigma), tangkai bunga, dan ovary atau kandung embrio. Pada bunga adenium, petal berjumlah lima helai, namun terkadang ada yang berjumlah sampai dengan enam helai, atau hanya berjumlah empat helai saja.

Petal adenium berwarna putih, merah muda, merah cerah, merah oranye, merah tua, merah kehitaman, ungu muda. Bentuk petal beraneka ragam seperti lancip, bulat, tepi bergerigi, dan bergelombang. Jarak antar petal pada adenium beragam, ada yang agak jarang, rapat, dan ada yang saling tumpang tindih pada salah satu sisinya (overlapping) dengan corak polos, bergaris, dan ada juga yang bercorak garis ornamental. Kelopak bunga atau sepal terletak di bawah corong bunga, berbentuk lancip dengan warna cerah (Hapsari, 2007).

Bunga adenium tumbuh menggerombol dan tersusun dalam suatu kelompok (cluster) dengan jumlah kuntum antara 2 - 12 buah. Bunga adenium tumbuh pada bagian pucuk/ujung dari batang atau cabangnya, tetapi ada juga yang bunganya tumbuh di bawah ujung batang atau cabang pada jenis-jenis tertentu.

Setelah mekar, bunga tersebut dapat bertahan selama 5 - 8 hari. Secara ukuran bunga adenium dikelompokan dalam tiga ukuran, yaitu kecil (diameter bunga sekitar 2 - 4 cm), sedang (diameter bunga sekitar 4 - 6 cm), dan besar (diameter bunga sekitar 7 – 8.5 cm).

Dua macam karakter yang teramati pada bentuk umum petal adalah oblong dan obo. Disebut oblong bila lebar petal lebih kecil dibanding panjang petal. Disebut obo bila lebar petal lebih besar atau sama dengan panjang petal. Dua macam karakter apex dijumpai pada bunga adenium, yaitu pointed dan rounded. Disebut pointed, bila ujung petal (apex) runcing seperti mata tombak. Disebut rounded, bila ujung petal membulat. Dua macam karakter tepi petal bunga adenium, adalah bergelombang (wavy) dan halus (smooth). Disebut wavy karena tepi petal bergelombang, disebut smooth bila bila tepi petalnya halus (Hapsari, 2007).

Penyerbukan merupakan peristiwa menempelnya polen pada kepala putik, kemudian terjadi proses pembuahan, yaitu suatu proses peleburan gamet jantan dan gamet betina membentuk zigot dan berkembang menjadi buah. Penyerbukan terjadi jika polen dan stigma berada pada tingkat kematangan yang sama. Penyerbukan dapat terjadi secara alami dengan bantuan angin, serangga, kupu-kupu, ataupun penyerbukan buatan yang dilakukan oleh manusia (Djoemairi, 2008).

Pada bunga adenium, bakal buah terdapat dibagian bawah bunga, tepatnya pada ujung tangkai bunga. Jika pembuahan telah terjadi, sepasang bakal buah akan tumbuh, berkembang, serta membesar. Tangkai bunganya akan tetap kokoh bertahan, dan nantinya akan ikut membesar. Bakal buah tersebut akan menjadi sepasang buah yang berbentuk menyerupai tanduk, saling berhadapan, dengan diameter sekitar 1.5 – 2.5 cm (Djoemairi, 2008).

Buah Adenium

Bentuk buah adenium bermacam-macam tergantung pada jenisnya, ada yang bulat besar (gemuk) dan panjang, ada pula yang kecil (ramping) dan ujungnya meruncing. Secara umum, ukuran buah adenium ada yang kecil dengan panjang buah berkisar antara 10 – 15 cm, sedang dengan panjang buah 20 – 30

cm, dan besar dengan ukuran panjang sekitar 30 – 50 cm. terkadang dijumpai buah yang bentuknya tidak sepasang tapi berjumlah tiga buah (seperti trisula).

Buah dari adenium pada mulanya berwarna hijau hingga hijau tua, setelah masak berwarna hijau kemerahan, merah tua, atau merah kecoklatan. Pada umumnya buah adenium akan matang pada umur 8 – 12 minggu sejak pembuahan, namun ada beberapa jenis adenium yang waktu kematangannya lebih lama lagi. Dalam satu pasang seed pot kematangan buah terkadang tidak bersamaan. Jika buah telah matang, kulit buah akan pecah dan bijinya akan berterbangan tertiup angin (Djoemairi, 2008).

Dalam sepasang buah terdapat biji yang jumlahnya cukup banyak. Umumnya sepasang buah adenium berisi antara 60 – 200 buah, tergantung jenis, ukuran, usia tanaman induk, kondisi tanaman, dan pertumbuhan/perkembangan buahnya. Biji adenium berwarna kuning keputihan. Panjang biji adenium sekitar 1 – 1.5 cm dengan tebal 2 – 3 mm dan kedua ujungnya terdapat bulu-bulu halus yang cukup panjang (Djoemairi, 2008).

Inkompatibilitas

Menurut Rizain (1999) pistil memiliki kondisi yang cukup bagi kebutuhan polen agar terjadi pembuahan. Pada kondisi inkompatibel, pistil yang fertil gagal membentuk biji dengan polen yang viabel dan fertil sesudah penyerbukan sendiri, tetapi polen tersebut mampu menyebabkan pembuahan pada pistil yang lain. index of self incompatibility menggambarkan intensitas inkompabilitas yang terjadi pada penyerbukan sendiri dan silang, dapat dihitung dengan membagi persentase inisiasi buah dari penyerbukan sendiri dengan penyerbukan silang jenis adenium. Menurut Zapata dan Arroyo (1978) berdasarkan nilai index of self incompatibility (ISI), tanaman dapat dikelompokkan menjadi:

1. Completely self incompatible dimana nilai ISI = 0 2. Mostly self incompatible dimana nilainya 0 < ISI <0,2 3. Partially self incompatible dimana nilainya 0,2 < ISI < 1 4. Completely compatible dimana nilai ISI > 1

Kegagalan fertilisasi akibat adanya self incompatibility dapat dikurangi dengan penyerbukan silang, akan tetapi penyerbukan silang antar tetua yang

berkerabat dekat juga mempunyai peluang untuk terjadinya inkompatibilitas, sehingga penyerbukan silang sebaiknya dilakukan antar tetua berkerabat jauh (Rizain, 1999).

Faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan

Sutopo (2004) menyatakan bahwa terdapat dua tipe pertumbuhan awal dari suatu kecambah tanaman, yaitu

1. Epigeal (epigeous), dimana munculnya radikula diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah

2. Hipogeal (hypogeous), dimana munculnya radikula diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah.

Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkecambahan, yaitu faktor internal dan eksternal (Sutopo, 2004). Faktor internal mencakup faktor genetik (dormansi, komposisi kimia benih), tingkat kemasakan benih, umur benih, dan penghambat perkecambahan. Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna. Sedangkan faktor eksternal mencakup air, suhu, cahaya, gas, dan medium perkecamahan. Air berfungsi untuk reaktivasi enzim, melunakkan kulit benih, transport metabolit, dan memungkinkan masuknya oksigen. Suhu dapat berpengaruh terhadap perkecambahan dalam meningkatkan aktivitas metabolisme. Suhu dapat mengatur perkecambahan melalui tiga cara, yaitu menentukan kapasitas dan kecepatan perkecambahan, mematahkan dormansi primer maupun sekunder, dan menginduksi dormansi sekunder.

Pengaruh cahaya terhadap perkecambahan tergantung dari intensitas cahaya (optimum untuk perkecambahan 100-200 foot candle), dan kualitas cahaya yang dinyatakan dalam panjang gelombang cahaya. Cahaya merah dengan

panjang gelombang 670 nm dapat menstimulir perkecambahan, sedangkan cahaya infra merah dengan panjang gelombang 700 nm bersifat menghambat perkecambahan. Respon terhadap cahaya pada proses perkecambahan dapat terjadi karena adanya pigmen penangkap cahaya yang disebut phytochrom.

Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan adalah gas dan media perkecambahan. Walaupun komposisi gas di udara telah memenuhi syarat untuk perkecambahan, tetapi ada beberapa benih yang tanggap terhadap peningkatan/penurunan konsentrasi oksigen.

Keadaan fisik media perkecambahan misalnya kemampuan mempertahankan kelembaban, kadar garam tinggi, adanya nitrit, dan lain-lain dapat mempengaruhi perkecambahan. Selain itu ada tidaknya aktivitas mikroorganisme penghasil inhibitor perkecambahan, bahan organik hasil dekomposisi, dan lain-lain dalam media juga dapat menghambat perkecambahan (Widajati et al., 2009).

Dokumen terkait