• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi dengan adanya pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein, karbohidrat dan lemak. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah ukuran ikan, suhu air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein (Furuichi 1988).

Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh untuk pertumbuhan, materi untuk pembentukan enzim dan beberapa jenis hormon, dan juga sebagai sumber energi (NRC 1993). Sekitar 65-75% dari tubuh ikan dalam berat kering merupakan protein (Halver 2001). Ikan menggunakan protein secara efisien sebagai sumber energi (Lovell 1989).

Pertumbuhan maksimum pada ikan nila didapat dengan level protein 35-50%, tetapi level optimum dalam pakan komersil untuk ukuran juvenil sampai dengan dewasa biasanya 25-35% (Popma & Lovshin 1996). Pada kolam atau tambak yang memiliki pakan alami yang dapat menyumbangkan protein bagi ikan, kadar protein yang memadai untuk ikan dapat berkisar antara 20-25% (Webster & Lim 2002).

Jika ikan kekurangan sumber protein, maka pertumbuhan akan terhambat dikarenakan protein yang dimakan oleh ikan akan digunakan untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting. Hal ini bahkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan bobot ikan karena protein yang terkandung dalam jaringan tubuh ikan dipecah kembali untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting tersebut (NRC 1993; Halver 2001).

Lemak merupakan salah satu makronutrien bagi ikan karena selain berfungsi sebagai sumber energi non protein dan asam lemak esensial, juga berfungsi memelihara bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu dalam absorpsi vitamin yang larut dalam lemak dan mempertahankan daya apung tubuh (NRC 1993; Halver 2001).

Lemak pakan merupakan sumber asam lemak esensial yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan metabolisme tubuh (NRC 1993). Satu gram lemak memiliki energi dalam pakan (gross energy) sebesar 9.4 kkal, sedangkan dalam protein dan karbohidrat sebesar 5.6 dan 4.1 kkal (Watanabe 1988).

Jenis asam lemak yang dibutuhkan ikan di antaranya asam lemak omega 3 dan omega 6, berupa asam linolenat, asam linoleat, EPA dan DHA. Akan tetapi menurut Takeuchi et al. (1983) dalam Watanabe (1988), jenis asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh ikan nila adalah asam lemak linoleat. Kadar lemak sebesar 5% sudah mencukupi untuk kebutuhan ikan nila, tetapi jika kadar lemak dalam pakan ditingkatkan menjadi 12% akan memberikan pengaruh berupa perkembangan maksimal pada ikan nila (Webster & Lim 2002).

Menurut Lovell (1989), sumber lemak yang baik untuk ikan nila adalah berasal dari minyak nabati seperti minyak jagung atau minyak kedelai yang memiliki kandungan asam linoleat yang ditunjukkan dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan minyak ikan yang memiliki kandungan EPA. Kekurangan kadar asam lemak omega 3 dan 6 pada pakan dapat menyebabkan nafsu makan ikan menurun, pertumbuhan lambat, pembengkakan, pucat dan timbunan lemak di hati.

Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan protein (protein sparing effect) yang lebih mahal sebagai sumber energi (Millamena 2002). Menurut NRC (1993), karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar atau bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). BETN mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulosa yang sukar untuk dicerna. Lovell (1989) mengemukakan bahwa pemberian tingkat energi yang optimum dalam pakan sangat penting karena kelebihan dan kekurangan energi dapat menurunkan pertumbuhan ikan.

Pemanfaatan karbohidrat oleh ikan berbeda-beda bergantung pada kompleksitas karbohidrat. Kadar optimum karbohidrat dalam pakan sulit untuk ditentukan karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi (Furuichi 1988). Ikan-ikan karnivora tidak mampu memanfaatkan

karbohidrat kompleks sebagai sumber energi utama dalam pakannya pada level yang tinggi. Ikan-ikan omnivora dan herbivora dapat mencerna karbohidrat yang berasal dari tumbuhan (Yamada 1983). Ikan-ikan karnivora dapat memanfaatkan karbohidrat optimum pada tingkat 10-20% dalam pakannya sedangkan ikan-ikan omnivora mampu memanfaatkan karbohidrat optimum sebesar 30-40% dalam pakan (Furuichi 1988).

Komponen lain yang dibutuhkan dalam pakan ikan yaitu vitamin dan mineral. Jumlah vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam pakan sangatlah kecil namun kehadirannya dalam pakan sangat penting karena dibutuhkan untuk tumbuh dan menjalankan beberapa fungsi tubuh. NRC (1993) menjelaskan bahwa mineral merupakan senyawa yang digunakan untuk proses respirasi, osmoregulasi dan pembentukan kerangka tulang. Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang diperlukan untuk pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan dan metabolisme secara umum.

Jagung

Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996).

Struktur biji jagung

Secara struktural, biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian utama, yaitu perikarp, lembaga, endosperm, dan tip kap (Gambar 1). Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf

tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji (Inglett 1987).

Lembaga merupakan bagian yang cukup besar. Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic axis). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85%, hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (homy endosperm) (Wilson 1981). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10% dan perikarp 5%. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Setiap tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Lapisan aleuron, perikarp, dan lembaga mengandung protein dengan kadar yang berbeda. Lembaga juga mengandung lemak dan mineral (Inglett 1987).

Menurut Widowati et al. (2005) kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%, yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Gambaran komposisi proksimat bagian jagung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nutriea per bagian biji jagung

Nutriea Bagian Jagung

Endosperma Lembaga Kulit ari Tip cap

Protein (%) 8 18,4 3,7 9,1 Lemak (%) 0,8 33,.2 1 3,8 Serat Kasar (%) 2,7 8,8 86,7 - Abu (%) 0,3 10,5 0,8 1,6 Pati (%) 87,6 8,3 7,3 5,3 Gula (%) 0,62 10,8 0,34 1,6

Komposisi kimia dan nilai nutrisi jagung

Komposisi kimia dan nilai nutrisi jagung sangat bervariasi, tergantung pada jenis jagung yang diuji (Widowati et al. 2005). Analisis kimia fraksi-fraksi biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi mempunyai sifat yang berbeda. Dalam proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi nilai nutrisi produk akhirnya. Secara umum komponen nutrisi yang terkandung dalam biji jagung meliputi pati, protein, lemak, serat, vitamin serta mineral. Komposisi kimia beberapa jenis jagung disajikan pada Tabel 2.

Komposisi nutrisi utama pada jagung adalah pati, hampir 70% kandungan jagung berupa pati (Mangunwidjaja 2003). Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana yaitu glukosa, sukrosa, dan fruktosa, berkisar 1-3% dari bobot biji. Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkontrol secara genetik. Secara umum baik jagung yang memiliki tipe endosperma dent maupun

flint mengandung amilosa 25-30% dan amilo pektin 70-75%. Namun jagung ketan (waxy maize) mengandung 100% amilopektin (Widowati et al. 2005). Pati jagung terdiri dari dua jenis polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai glukosa yang panjang tetapi tidak bercabang sedangkan amilopektin strukturnya bercabang. Amilopektin merupakan polisakarida bercabang dan titik percabangannya lebih banyak dibandingkan dengan amilosa (Dziedzic dan Kearsley 1995). Komposisi serta perbandingan amilosa-amilopektin pada beberapa jenis jagung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi kimia dan nutrisi beberapa jenis jagung

Varietas jagung Kandungan nutrisi (%)

Air Abu Protein Serat Kasar Lemak Karbohidrat

Kristalin 10,50 1,70 10,30 2,20 5,00 70,30 Floury 9,60 1,70 10,70 2,20 5,40 70,40 Starchy 11,20 2,90 9,10 1,80 2,20 72,80 Manis 9,50 1,50 12,90 2,90 3,90 69,30 Pop 10,40 1,70 13,70 2,50 5,70 66,00 Hitam 12,30 1,20 5,20 1,00 4,40 75,90 Srikandi putih 10,08 1,81 9,99 2,99 5,05 73,07 Srikandi Kuning 11,03 1,85 9,95 2,97 5,10 72,07 Anoman 10,07 1,89 9,71 2,05 4,56 73,77 Lokal Pulut 11,12 1,99 9,71 3,02 4,96 72,81

Lokal non Pulut 10,09 2,01 8,78 3,12 4,92 74,20

Bisi 2 9,70 1,00 8,40 2,20 3,60 75,10

Lemuru 9,80 1,20 6,90 2,60 3,20 76,30

Sumber : Widowati et al. (2005); Suharyono et al. (2005)

Tabel 3. Kandungan amilosa dan amilopektin pada beberapa jenis jagung

Varietas Amilosa (%) Amilopektin (%)

Srikandi putih 31,05 68,95

Srikandi Kuning 30,14 69,86

Anoman 29,91 70,08

Lokal non Pulut 28,50 71,50

Lokal Pulut 4,25 95,75

Sukmaraga 34,55 65,45

Sumber : Suarni (2005)

Komponen terbesar kedua setelah pati pada jagung adalah protein. Komponen ini terkonsentrasi pada lembaga. Protein jagung terdiri dari lima fraksi yaitu fraksi albumin (7%), globulin (5%), nitrogen non protein (7%), prolamin (55%), dan residu protein (5%) dari total protein (Widowati et al. 2005). Pada umumnya jagung memiliki kandungan lisin dan metionin yang rendah dibandingkan dengan jenis serealia lainnya. Kandungan asam amino lengkap biji jagung disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan asam amino beberapa jenis jagung

Asam amino Varietas jagung

Srikandi Putih Srikandi Kuning Lokal non pulut

Aspartat 0,83 0,86 0,44 Glutamat 2,28 2,27 0,64 Serin 0,48 0,46 0,19 Histidin 0,45 0,43 0,49 Glisin 0,53 0,52 0,20 Threonin 0,34 0,31 0,11 Arginin 0,60 0,58 0,20 Alanin 0,89 0,87 0,19 Tirosin 0,36 0,34 1,05 Methionin 0,28 0,27 0,38 Valin 0,53 0.52 0,44 Fenilalanin 0,54 0,55 1,58 Isoleusin 0,48 0,49 0,13 Leusin 1,41 1,39 0,24 Lisin 0,43 0,43 0,20 Triptofan 0,13 0,12 0,04

Sumber : Suarni & Firmansyah (2005)

Serat kasar dan mineral

Kandungan serat kasar tertinggi diperoleh dari bagian kulit ari jagung. Widowati et al. (2005) melaporkan bahwa kandungan kulit ari (bran) jagung terdiri atas 75% hemiselulosa dan 25% selulosa serta 0,1 lignin. Kadar serat kasar pada jagung tanpa kulit ari (dehulled) sangat rendah dibandingkan dengan biji utuh. Kadar abu jagung sekitar 1,3%. Kadar mineral jagung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lembaga jagung mengandung mineral jauh lebih tinggi dibandingkan dengan endosperma. Kandungan mineral yang paling utama adalah fosfor serta beberapa mineral lain dalam bentuk potasium dan magnesium fitat (Suarni 2005).

Tabel 5. Kandungan mineral pada beberapa galur jagung

Varietas/Galur Kandungan mineral (mg/100 g)

Fe Ca P K Bisma 2,6 22,2 240 280 Maros sintetik 2,4 20,4 250 305 Gumarang 2,7 20,8 230 275 Kresna 3.6 23,8 245 295 Lamuru 2,5 22,2 250 290 Koasa (lokal) 28,7 233 300 Sumber : Suarni (2005) Perlakuan fisik

Beberapa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan baku pangan/pakan diantaranya melalui proses fisik. Proses fisik yang sering kali digunakan dalam pengolahan bahan pangan diantaranya melalui proses pemanasan basah. Suarni (2005) menggunakan proses pemanasan/ pengukusan biji jagung untuk meningkatkan daya cerna jagung. Proses perebusan dan pengukusan dapat memutuskan beberapa ikatan terutama ikatan hidrogen sehingga dalam suatu bahan, molekul-molekul kompleks dapat terpecah menjadi molekul yang lebih sederhana serta mengakibatkan perubahan fisik pada bahan yang diberi perlakuan. Beberapa bahan terutama serat yang larut dalam air akan larut dalam air rebusan sehingga mengurangi bahan tersebut dalam bahan pangan yang direbus. (Lehninger 1982). Selama proses pengukusan terjadi pemutusan beberapa rantai amiloglukosa sehingga pati mengalami gelatinisasi. Hal ini mengakibatkan pati yang terkandung dalam jagung lebih mudah dicerna dibandingkan dengan jagung yang tidak melalui proses pengukusan (Zinn 1990). Proses pengukusan pada jagung mengakibatkan kenaikan nilai kecernaan N, meningkatkan kecernaan karbohidrat total, serta menurunkan kandungan serat netral (NDF) (Zinn et al. 2008).

Selain melalui proses pemanasan, dalam pengolahan hasil pertanian terutama serealia sering juga digunakan proses perendaman (Mangunwidjaja 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa melalui proses perendaman, mampu memperlunak kulit ari biji jagung serta melarutkan beberapa bahan anti nutrisi

yang larut dalam air. Hasil penelitian Johnston & Singh (2004) menunjukkan bahwa melalui proses perendaman, biji jagung memiliki nilai kecernaan yang lebih tinggi. Melalui proses perendaman, biji jagung mengalami penurunan kandungan serat kasar, peningkatan proses germinasi, serta terjadi proses perubahan struktur pati yang terdapat dalam jagung (Johnston & Singh 2004). Hemiselulosa dan substansi pektin mampu mengikat air selama proses perendaman, selanjutnya larut ke dalam air rendaman (Aini et al. 2009).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir, metabolit sekunder, maupun biomassa. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme aeraob dan anaerob dimana beberapa mikroba dapat mencerna bahan baku energinya (umumnya glukosa) yang berasal dari substrat tempat mikroba itu berada (Buckle 1987).

Fermentasi hanya dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat yang sesuai (Rahayu et al. 1992). Serat substrat terpenting adalah sebagai sumber energi dan bahan pembentuk sel dan produk metabolisme (Rachman 1989). Bahan pangan umumnya merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba serta terjadinya fermentasi pada bahan tersebut dan akan mengakibatkan perubahan sifat bahan pangan tersebut. Menurut Buckle (1987), fermentasi dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan dari segi mutu baik aspek gizi maupun daya cerna, serta dapat meningkatkan daya simpan. Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, khamir, dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan berdasarkan pada komposisi media, tehnik proses, aspek gizi, dan aspek ekonomi (Tannenbeum et al. 1975). Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, dan kadar asam nukleat rendah (Scherllat 1975). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut dan berwarna (Fardiaz 1989). Rachman (1989) juga menyatakan bahwa melalui fermentasi bahan pangan akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya rasa dan aroma tertentu.

Pemilihan mikroba yang akan digunakan dalam proses fermentasi sangat penting karena :

1. Pada substrat dan kondisi yang cocok, mikroba dapat tumbuh dengan cepat dan berkembang biak.

2. Mikroba menghasilkan enzim yang dapat merubah sifat bahan pakan 3. Kondisi lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme

mikroba secara komparatif harus sederhana.

Rhizopus oligosporus

Menurut Gandjar (1977), makanan sebagai hasil fermentasi tradisional di Indonesia seperti tempe, kecap, tape, dan oncom banyak menggunakan Rhizopus oligosporus sebagai inokulum. Inokulum tempe yang digunakan untuk serealia sebagai medianya biasanya dibuat dalam bentuk bubuk dan disebut inokulum bubuk. Daya pembentukan spora R. oligosporus paling baik pada substrat busa. Kandungan spora inokulum ini berkisar antara 107-108 spora per gram (Gandjar et al. 2006).

Inokulum tempe merupakan inokulum spora kapang dan memegang peranan penting dalam pengolahan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe adalah R. oligosporus dan Rhizopus oryzae (Rachman 1989). Kuswanto dan Sudarmadji (1989) juga menyatakan bahwa kapang R. oligosporus

dikenal sebagai jamur tempe yang mempunyai sifat menguntungkan karena selain sifat proteolitik juga menghasilkan zat antibiotik bakteri-bakteri gram negatif yang bersifat patogen.

R. oligosporus bersifat proteolitik yang menghasilkan enzim protease dan enzim ini merombak senyawa yang komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga terjadi peningkatan kadar nitrogen dan asam amino. Kapang dalam pertumbuhannya memperoleh karbon dan nutriea dari substrat untuk merangsang pertumbuhan kapang sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan kapang yang optimum dan peningkatan kandungan zat-zat makanan substrat yang lebih baik dari sebelumnya (Amri 1998).

Pada fermentasi, peranan masing-masing kapang sangat ditentukan oleh enzim-enzim yang dihasilkannya. Kegiatan fisiologis seperti penyusunan bahan organik, pencernaan makanan, pembongkaran zat makanan dapat berlangsung jika kapang mempunyai sifat-sifat umum enzim antara lain bekerjanya khusus yaitu mengubah suatu zat tertentu dan aktivitasnya dipengaruhi oleh pH, suhu, konsentrasi, dan substrat (Dwijoseputro 1976).

R. oligosporus menghasilkan senyawa anti bakteri tahan panas pada tempe. Hal ini berarti R. oligosporus menghasilkan antibiotik dan menghambat pertumbuhan organisme penyebab penyakit seperti Staphylococcus aureus. Menurut Steinkraus (1983) R. oligosporus mempunyai karakteristik yang unik yaitu pertumbuhan pesat diperoleh pada suhu 30-35oC, aktivitas proteolitiknya kuat sehingga mampu menghasilkan cita rasa, aroma, dan tekstur yang khas pada tempe serta aktivitas lipolitik tinggi menghasilkan senyawa antioksidan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suhu minimum untuk pertumbuhan R. oligosporus 12oC dan maksimum 42oC. Nilai pH optimum untuk mendukung pertumbuhannya berkisar antara 4-5 aktivitas proteolitik yang optimum untuk R. oligosporus

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan bulan Agustus–November 2011. Rangkaian penelitian dilaksanakan di Laboratorium Basah Nutrisi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Bogor. Analisis proksimat, glukosa, glikogen dilaksanakan di Laboratorium Kimia Nutrisi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Analisis fraksi serat kasar dan asam fitat dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, dan Laboratorium Pusat Antar Universitas-Bioteknologi, IPB.

Prosedur Penelitian

Secara umum penelitian ini terdiri dari tiga tahapan kegiatan yaitu tahap penggunaan mekanisme fisik dalam pengolahan jagung, tahap penggunaan mekanisme biologis (fermentasi), serta tahap uji coba pada hewan uji.

Tahap I: Mekanisme fisik untuk meningkatkan kualitas jagung

Mekanisme fisik yang digunakan dalam peningkatan kualitas jagung antara lain melalui proses perendaman, perebusan, serta pengukusan (Suarni, 2005). Perlakuan perendaman dilakukan dengan cara merendam jagung pipilan menggunakan air selama 30 menit. Jagung ditimbang sebanyak 3,5 kg selanjutnya dimasukkan kedalam wadah berisi air. Perendaman dilakukan sampai seluruh jagung terendam seluruhnya.

Perebusan jagung dilakukan dengan cara merebus air sampai mendidih (100oC). Selanjutnya jagung dimasukkan ke dalam air mendidih dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah 30 menit jagung diangkat dan ditiriskan. Pengukusan jagung dilakukan dengan mempersiapkan pengukus sampai air pengukus benar-benar mendidih, kemudian jagung dimasukkan kedalam pengukus selama 30 menit.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak

Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan adalah :

 Perlakuan A : Jagung tanpa perlakuan

 Perlakuan B : Jagung direndam selama 30 menit

 Perlakuan C : Jagung direbus selama 30 menit

 Perlakuan D : Jagung dikukus selama 30 menit

Setelah dilakukan proses fisik maka jagung diuji nilai kecernaanya berdasarkan Watanabe (1988). Untuk proses uji kecernaan dipergunakan pakan acuan (reference diet) yang terdiri dari pakan komersial serta pakan uji (test diet) yang terdiri dari 70% pakan acuan dan 30% bahan pakan uji. Pengujian kecernaan menggunakan 15 buah akuarium berukuran 60x60x40 cm yang dilengkapi dengan aerasi. Ikan yang digunakan adalah ikan nila dengan bobot individu rata-rata 5,0± 0,14 g dan padat tebar 20 ekor/akuarium. Ikan nila diaklimasi selama 8 hari dan diberi pakan uji. Setelah proses aklimasi, dilakukan pengumpulan feses selama 14 hari. Pengambilan feses dilakukan dengan cara penyiphonan satu jam setelah pemberian pakan. Feses yang diperoleh disentrifuse selama 5 menit pada 5000 rpm, selanjutnya disimpan dalam frezeer pada suhu -20oC. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan protein, serat kasar, Cr2O3, fosfor, serta kalsium. Tabel 6 menampilkan komposisi pakan acuan dan pakan uji.

Tabel 6. Komposisi pakan acuan dan pakan uji pada uji kecernaan (%).

Bahan

Perlakuan/ Pakan

acuan Jagung Jagung Jagung Jagung

kontrol kukus Rebus rendam

Pakan komersial 96,5 66,5 66,5 66,5 66,5 Jagung kontrol 0 30 0 0 0 Jagung kukus 0 0 30 0 0 Jagung rebus 0 0 0 30 0 Jagung rendam 0 0 0 0 30 Pengikat 3 3 3 3 3 Cr2O3 0.5 0,5 0,5 0,5 0,5 Jumlah 100 100 100 100 100

Dalam mekanisme fisik parameter yang diamati yaitu : 1. Analisis proksimat lengkap jagung.

2. Analisis kandungan asam fitat jagung. 3. Analisis kandungan P dan Ca jagung.

4. Analisis kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin, Neutral Detergent Fiber (NDF), dan Acid Detergent Fiber (ADF) (Van Soest, 1991) jagung. 5. Nilai kecernaan jagung hasil perlakuan fisik.

Tahap II: Mekanisme Fermentasi Tepung Jagung Penentuan Dosis dan Lama Fermentasi Tepung Jagung

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui dosis dan lama waktu terbaik untuk meningkatkan protein tepung jagung. Kapang yang digunakan dalam fermentasi tepung jagung adalah Rhizopus oligosporus (Suhenda 2010). Kapang ini diperoleh dari Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Sebelum digunakan R. oligosporus dikultur pada media PDA (potatoes dekstrose agar). R. oligosporus dikultur dalam cawan petri selama 7 hari sampai terbentuk spora. Selanjutnya spora yang terbentuk dihitung dengan menggunakan haemositometer untuk menentukan dosis fermentasi yang diinginkan (Suhenda et al. 2010). Penentuan dosis dilakukan melalui pengenceran berseri sehingga diperoleh dosis R. oligosporus yang diinginkan. Dosis R. oligosporus yang digunakan yaitu 107, 109, dan 1011 spora/ml.

Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan spora R. oligosporus

yang sudah dilarutkan dalam 100 ml akuades ke dalam 1000 gram tepung jagung. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 40% dari biomassa tepung jagung. Tepung jagung diaduk secara merata kemudian dimasukkan ke dalam plastik pembungkus. Sebelum diinkubasi plastik yang berisi tepung jagung diberi lubang-lubang kecil untuk mengeluarkan uap air yang dihasilkan selama proses fermentasi. Inkubasi tepung jagung dilakukan pada suhu ruangan. Proses pembalikan tepung jagung dilakukan setiap dua hari sekali agar R. oligosporus

tumbuh seragam.

Lama waktu fermentasi dalam fase ini yaitu 3, 5, dan 7 hari. Setiap waktu pengamatan, jagung terfermentasi diamati perubahan fisik yang terjadi

diantaranya kerapatan dan keseragaman tumbuhnya R. oligosporus serta ada tidaknya spora yang tumbuh pada jagung yang difermentasi. Pada setiap waktu pengamatan tepung jagung yang difermentasi diambil dan dianalisis proksimat lengkap.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak Lengkap (RAL). Bagian pertama berupa perlakuan yaitu dosis fermentasi 107, 109, dan 1011 spora/ml dan bagian kedua berupa perlakuan lama waktu fermentasi yaitu 3, 5, dan 7 hari. Tiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Dosis dan waktu fermentasi yang menghasilkan protein tertinggi digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya.

Fermentasi tepung jagung hasil perlakuan fisik

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kualitas tepung jagung menggunakan fermentasi setelah melalui mekanisme fisik. Tepung jagung

hasil perlakuan fisik terbaik dari Tahap 1 difermentasi menggunakan

R. oligosporus dengan dosis dan lama fermentasi hasil percobaan sebelumnya.

Dokumen terkait