• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan, di Indonesia adalah tanaman perkebunan dengan klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Family : Rubiaceae Genus : Coffea

Species : Coffea Arabica. L (Siswoputranto, 1993).

Pada abad ke 18 kopi arabika menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama “Java coffea”. Jenis kopi arabika tersebut menyebar ke berbagai wilayah Indonesia dengan nama sesuai dengan pengembangannya, diantaranya Kopi Gayo, Kopi Sidikalang dan Kopi Toraja selain dari kopi yang dikenal sebagai Kopi Jawa (Syamsulbahri, 1996).

Baik perkembangan kopi dunia maupun di Indonesia pada khususnya, kopi arabika adalah yang paling banyak dan paling dahulu diperkembangkan, tetapi karena jenis ini sangat tidak tahan terhadap penyakit Hemilia vastratrix, kemudian

jenis tersebut banyak digantikan dengan jenis lain yang tahan terhadap Hemilia vastratrix, kecuali yang terdapat di dataran tinggi yang lebih 1000 m dari

Kopi arabika memang dikenal terlebih dahulu oleh konsumen dibanyak negara, sehingga kelezatan kopi arabika lebih dikenal superior dibandingkan kopi robusta. Dengan rasa khas kopi arabika yang kuat dengan sedikit asam (kandungan kafein 1–1,3 %) maka kopi arabika memperoleh citra mutu prima dan harga yang amat baik dipasaran dunia. Oleh sebab itu Indonesia perlu lebih menggarap kopi arabika di Kawasan–kawasan yang cocok untuk jenis kopi ini (Siswoputranto, 1993).

Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis kopi Arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70%. Jenis kopi Robusta yang mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian sebanyak 24& dari produksi dunia sedangkan Liberika dan Excelsa masing-masing sebesar 3%. Arabika dianggap lebih baik daripada robusta karena rasanya yang jauh lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah sehingga menyebabkan harga kopi Arabika yang lebih mahal daripada Robusta.

Selain harga yang tinggi, kopi arabika lebih cepat berproduksi dibandingkan jenis kopi lainnya. Hal ini karena waktu kuncup bunga untuk mencapai tahap matang yang relatif lebih cepat yaitu 6-8 bulan. Apabila usahatani dilakukan secara sederhana maka kemampuan produksi dari tanaman kopi arabika masih lebih rendah dibandingkan dengan kopi lainnya yaitu sebesar 5-7 kw/ha/tahun, akan tetapi apabila dikelola secara intensif maka dapat mencapai 20 kw/ha/tahun (Najiyati dan danarti, 2004).

Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.

Adapun beberapa zat yang terkandung didalam kopi arabika dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Komposisi kimia, Vitamin dan Mineral Kopi Arabika Komposisi Kopi Beras (%)

Air 11,22 Kafein 1,21 Lemak 12,27 Gula 8,55 Selulosa 18,07 Abu 3,92

Vitamin dan Mineral

• Vitamin B1 0,2 • Vitamin B2 0,23 • Vitamin B6 0,143 • Vitamin B12 0,00011 • Sodium 4 • Ferrum 3,7 • Fluor 0,45

(Najiyati dan danarti, 2004).

Keseluruhan komposisi tersebut sangat bermanfaat bagi tubuh, hal ini yang menjadi salah satu yang menyebabkan masyarakat lebih memilih mengkonsumsi kopi arabika disamping kapasitasnya sebagai bahan baku industri di Negara-negara eropa. Berdasarkan standar kualitas, kemampuan produksi, harga yang tinggi dan tingkat permintaan terhadap kopi arabika yang baik sehingga menyebabkan masyarakat memilih untuk membudidayakan kopi arabika baik secara intensif maupun tradisional.

Tanaman kopi arabika berakar tunggang, lurus kebawah, pendek dan kuat. Panjang akar tunggang ini kurang dari 45–50 mm, yang pada dasarnya terdapat

4–8 akar samping dan banyak pula akar cabang samping sedalam ± 30cm, bercabang merata dan masuk kedalam tanah lebih dalam lagi. Batang

pada batang itu tumbuh dua macam cabang yakni cabang yang tumbuh tegak lurus atau vertikal dan cabang atau penampang yang tumbuh kesamping atau horizontal Kopi arabika memiliki tingkat produksi yang tinggi apabila ditanam pada dataran tinggi yang beriklim kering sekitar 1350–1890 m dari permukaan laut, memiliki bentuk daun kecil, halus dan mengkilat dengan panjang ± 12–15 cm dan lebar ± 6 cm, biji buah lebih besar, berbau harum dan rasanya tidak enak, baik ditanam pada suhu 15o–24oC dengan curah hujan 1500–2250 mm tiap tahun dan musim kering yang tegas 2–3 bulan demi perkembangan bunga dengan tingkat keasaman tanah (pH) antara 5,2–6,2 dengan unsur tanah yang baik (AAK, 1988).

Berdasarkan kegiatan usahatani kopi tersebut, kegiatan dalam budidaya merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani. Beberapa kegiatan dalam budidaya tersebut adalah :

1. Pembibitan atau Persemaian

Pemilihan bibit tanaman kopi mencakup berbagai segi, yaitu pemilihan Varietas/klon unggul yang sesuai, macam bibit serta sumber benih dan bibit. bibit yang ditanam berasal dari klon unggul yang dianjurkan. Ciri klon unggul tersebut yaitu dapat berproduksi tinggi dan kontinu, tahan terhadap serangan hama/penyakit tertentu (terutama HV) serta menghasilkan kopi bermutu tinggi. Beberapa klon arabika yang dianjurkan adalah AB2, S795, USDA762, Kartika1 dan Kartika2. Bibit kopi dapat diperoleh dengan cara membeli atau membuat bibit sendiri.

2. Penanaman

Tanaman kopi yang baru ditanam biasanya tidak tahan kekeringan. Oleh karena itu, sebaiknya penanaman dilakukan pada awal musim hujan atau

pertengahan bulan November–Desember, dengan demikian pada musim kemarau berikutnya tanaman kopi sudah cukup kuat menahan kekeringan. Didalam kegiatan penanaman dilakukan beberapa hal seperti persiapan lahan, pemebuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman (pergantian terhadap tanaman yang mati)

3. Pemeliharaan

Terdapat beberapa kegiatan dalam pemeliharaan tanaman, yaitu : a. Pemupukan

1. Pupuk buatan diberikan 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan. Setiap tanaman dipupuk dengan Urea sebanyak 50 gr, SP 36 sebanyak 25 gr dan KCL 20 gr.

2. Pupuk organik yang diberikan berupa mulsa yang berasal dari daun–daun , serasah sekitar tanaman kopi, dll. Pupuk tersebut diberikan

1–2 tahun pada awal musim hujan bersamaan dengan pemberian pupuk buatan.

b. Pemangkasan

Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan sehingga tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit dan berproduksi dengan optimal serta tidak sulit untuk dipanen. Ada 4 tahap pemangkasan kopi, yaitu pemangkasan pembentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan.

c. Pencegahan dan Pengendalian Hama Penyakit serta Gulma

Tanaman kopi harus dihindarkan dari serangan hama, penyakit dan gulma. Hal ini dikarenakan ketiga faktor tersebut dapat menurunkan produksi dan mutu kopi yang dihasilkan. Oleh sebab itu kegiatan tersebut harus dilakukan dengan baik dan intensif

(Najiyati dan danarti , 2004).

Musim berbunga dapat terjadi beberapa kali dalam satu tahun. Pemanenan dilakukan secara bertahap dan teratur. Panenan kopi juga mengikuti irama

pembungaan, Periode mulai berbunga sampai masak memerlukan waktu 8–12 bulan. Buah kopi dikatakan sudah masak apabila kulit buah sudah berwarna

merah dan waktunya masak juga tergantung pada iklim dan jenis kopinya (Syamsulbahri, 1996).

Landasan Teori

Kopi merupakan salah satu diantara 3 minuman non alkohol (kopi, teh dan cokelat) yang tersebar luas. Perkopian juga merupakan bidang usaha yang banyak menyerap tenaga kerja, baik sebagai tenaga buruh tetap maupun musiman. Walaupun sebagian besar produksi kopi dihasilkan petani rakyat dan kegiatan bidang perkopian sangat penting artinya bagi perekonomian berbagai daerah, tetapi perkopian rakyat hingga saat ini belum dapat dikatakan baik

Rendahnya pendapatan petani kopi akibat rendahnya harga dan rendahnya produksi kebun–kebun kopi serta adanya perbedaan mutu, sehingga kiranya akan tetap mempengaruhi perkembangan perkopian Indonesia untuk masa–masa mendatang (Sastraatmadja, 1991).

Analisis finansial merupakan analisa terhadap biaya dan manfaat apabila dipandang dari segi individu tanpa melihat pengaruhnya terhadap perekonomian. Analisis ekonomi merupakan analisis yang melihat alokasi biaya dan manfaat dan pengaruhnya terhadap perekonomian secara luas terutama untuk kepentingan masyarakat. Analisis finansial memiliki perbedaan yang nyata dengan analisis ekonomi yaitu dalam hal penggunaan harga dimana aspek finansial menggunakan harga pasar sedangkan ekonomi dengan harga bayangan (shadow price), perhitungan pajak, pemberian subsidi, penggunaan biaya investasi dan pelunasan pinjaman serta perhitungan tingkat suku bunga yang digunakan.

Penggunaan analisis finansial disebabkan oleh penelitian yang menganalisa biaya dan manfaat dari usahatani kopi arabika di daerah penelitian. Komoditi kopi arabika di daerah penelitian merupakan salah satu komoditas ekspor, tingkat permintaan terhadap komoditi yang cenderung stabil, harga yang

komoditi yang kompetitif dan sedang dalam tahap pengembangan untuk melihat kelayakan investasi dari komoditi tersebut sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi masyarakat setempat untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki untuk mengembangkan kopi arabika yang memiliki kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan standar internasional (traded good) sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat petani dapat tercapai dengan baik. Dalam penelitian digunakan berbagai kriteria aspek finansial untuk menentukan kelayakan usahatani tersebut tanpa melihat pengaruhnya terhadap perekonomian secara luas.

Aspek finansial mencakup pembiayaan proyek pembangunan yang akan atau yang sedang dilaksanakan dan relevansinya dengan manfaat yang akan diperoleh. Aspek ini diawali dengan memperhitungkan aspek pembiayaan dari kegiatan yang paling kecil sampai dengan kegiatan yang paling besar

Analisis finansial lebih menekankan pada aspek input–output pada penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya. Dengan demikian pada analisis ini, variabel yang dipakai adalah data harga real, tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat tidak diperhitungkan tetapi pajak serta biaya bea masuk tetap diperhitungkan. Begitu pula dengan besarnya bunga pinjaman juga dihitung pada analisis finansial ini (Soekartawi, 1991).

Dasar penerimaan/penolakan sebagai rangka mencari ukuran yang menyeluruh yang telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan Investment Criteria atau kriteria investasi. Kriteria investasi yang umum dikenal ada 6 yaitu : (1) Net Present Value dari arus benefit dan biaya (NPV) ; (2) Internal Rate of Return (IRR) ; (3) Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) ; (4) Gross Benefit –

Cost Ratio (Gross B/C) ; (5) Profitability Ratio (PV/C) ; dan (6) Return on Investment (ROI). Setiap kriteria ini mempergunakan perhitungan nilai sekarang atas arus benefit dan biaya selama umur proyek (Gray dkk, 1999).

Net Present Value (NPV) adalah finansial yang memperhitungkan selisih antara penerimaan dan biaya terhadap besarnya suku bunga atau lebih dikenal dengan istilah analisis yang sudah mempertimbangkan faktor diskonto pada waktu–waktu tertentu. Cara menghitung NPV adalah sebagai berikut :

NPV

= ∑

=n + o t t I Ct Bt ) 1 (

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek pada tahun t

Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun

n = Umur ekonomis proyek dalam perhitungan dipergunakan 1 tahun

i = Discount Rate NPV = Nilai netto sekarang (Seokartawi, 1991).

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan parameter yang dipakai untuk melihat apakah suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah bila IRR lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku saat usaha itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari Bank pada saat nilai netto sekarang (Net Present Value, NPV = 0), oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu (Soekartawi , 1995).

Perkiraan IRR dapat dicari dengan memecahkan persamaan sebagai berikut : IRR

=

i’

+

) " ' ( ) ' ( NPV NPV NPV ( i” – i’ )

Keterangan : i’ = Nilai Social Discount rate yang ke-1 i” = Nilai Social Discount rate yang ke- 2 NPV’ = Nilai Net Present Value yang pertama NPV” = Nilai Net Present Value yang kedua

 Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak untuk

dilaksanakan

 Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999).

Benefit cost ratio (B/C) yaitu tingkat perbandingan antara penerimaan dengan biaya yaitu antara semua nilai – nilai positif dan arus keuntungan bersih setiap tahun (bulan) setelah didiskontokan dengan jumlah nilai negatif atau : Dengan rumus : Net B/C

=

= = < − + > − + n o t t n o t t Ct Bt untuk I Ct Bt Ct Bt untuk I Ct Bt 0 ) 1 ( 0 ) 1 (

Keterangan : Bt = Penerimaan (benefit) finansial sehubungan dengan sesuatu proyek pada tahun t

Ct = Biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t, Ct dihitung per hektar per tahun

i = Opportunity Cost of Capital yang digunakan t = Jangka waktu suatu proyek atau usaha tani Kriteria yang dipakai adalah :

 Bila B/C > 1 maka usaha tersebut layak diusahakan

 Bila B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1986).

Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik–baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (Soekartawi, 1995).

Usahatani biasanya terdiri dari berbagai macam–macam masukan. Setiap masukan disesuaikan dengan kaidah yang berlaku sehingga dapat bermanfaat bagi petani untuk menghadapi masalah produksi. Beberapa biaya modal terdiri dari biaya langsung yang dikeluarkan, termasuk bunga modal tersebut atau juga biaya yang diluangkan karena tidak dipakainya sejumlah modal tertentu. Memperhatikan biaya modal ini sangat penting karena keterbatasan modal seperti yang umum dihadapi petani berhubungan erat dengan kemauan petani dalam mempraktekkan rekomendasi yang dianjurkan (Soekartawi, 1986).

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan mereka dapat dikatakan masih menyedihkan, sehingga menyebabkan pengetahuan dan

kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini tentu akan menekan sikap mentalnya. Hal ini menyebabkan cara berpikir, cara kerja dan cara hidup mereka yang lama tidak mengalami perubahan (Kartasapoetra, 1991).

Selain itu, pendidikan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan, dimana pendidikan dapat membantu intelektual dalam berpikir dan bertindak. Pada dasarnya tujuan modernisasi pertanian adalah agar semua petani mampu melaksanakan usaha taninya secara lebih produktif (better farming), agar

semua petani mampu mengelola usaha tani yang menguntungkan (better business) dan dapat memperluas lapangan kerja dibidang pertanian agar

banyak menyerap tenaga kerja (Samsudin, 1997).

Petani yang sudah lebih lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan teknologi daripada petani semula. Hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Satia, 2000).

Para petani yang berusia lanjut, berumur 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian–pengertian yang dapat merubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru (Kartasapoetra, 1994).

Selain itu, petani–petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung menyebarkan informasi pertanian daripada mereka yang relatif umur muda, petani yang sudah tua akan kurang mengerti akan tujuan pendidikan dalam masa depannya (Fauzia dan Tampubolon, 1991).

Pengaruh anggota keluarga terhadap petani selaku individu ikut menentukan dalam pengambilan keputusan oleh petani. Hal ini disebabkan oleh

karena ketergantungan mereka kepada hasil usaha tani, mungkin mendesak sang petani untuk mengambil keputusan tertentu atau melaksanakan suatu teknik tertentu. Sebaliknya hasrat petani itu sendiri untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya merupakan dorongan yang efektif untuk mempertinggi hasil usaha taninya (Mosher, 1983).

Proses produksi diartikan sebagai kaidah–kaidah atau asumsi yang dapat dipakai dalam menggunakan sumber daya yang terbatas dalam proses produksi agar tercapai hasil yang maksimum. Kemampuan tanaman memberikan suatu hasil produksi ditentukan oleh bibit, iklim dan lahan. Terjadinya peningkatan produksi hasil–hasil pertanian dibutuhkan peningkatan areal tanaman atau kapasitas produksi dan peningkatan produktivitas tanaman dan lahan.

Produktivitas tanaman adalah totalitas hasil yang diperoleh tanaman dalam satu kali berproduksi. Produktivitas ditentukan oleh keunggulan bibit, metode budidaya seperti pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, sistem pemasaran dan sistem panen.

Produktivitas sejalan dengan efisiensi, yaitu biaya atau input per satuan output. Makin tinggi produktivitas makin tinggi efisiensi atau makin rendah biaya produksi (harga pokok). Jadi salah satu hal terpenting untuk menekan biaya produksi adalah dengan meningkatkan produktivitas. Dengan biaya produksi yang rendah dibanding dengan harga jual, maka akan terjamin laba atau keuntungan dengan demikian tingkat keuntungan atau rentabilitas dapat mencapai sasaran.

Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga penjualan yang dapat diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu : mutu hasil, pengolahan hasil, dan sistem pemasaran serta struktur pasar yang dihadapi.

Produksi yang diperoleh petani dijual ke pasar sehingga akan mendapatkan penerimaan.

Pendapatan bersih adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai. Pendapatan bersih suatu usaha dinyatakan dalam bentuk jumlah rupiah. Tujuan petani dalam berusahatani pada masyarakat yang telah memasuki sistem pasar adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang sebesar–besarnya. Dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah (Simanjuntak S.B, 2004).

Kerangka Pemikiran

Tanaman kopi merupakan komoditi ekspor yang sudah dikenal di seluruh negara di dunia. Komoditi kopi memiliki cita rasa yang khas dengan tingkat harga yang relatif tinggi sehingga olahan komoditi kopi banyak disukai masyarakat terutama dalam bentuk bubuk kopi. Usaha budidaya tanaman kopi perlu dilakukan secara intensif sehingga dapat memperoleh tingkat produktivitas yang optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar dan terutama untuk meningkatkan taraf hidup dengan efektivitas harga yang stabil.

Kegiatan usahatani merupakan suatu aktivitas yang paling mendasar dalam agribisnis yang dilakukan oleh keluarga tani. Di dalam suatu usahatani dilakukan suatu pemberian input yang akan saling terkait dengan alokasi penggunaan suatu usahatani. Penggunaan lahan dan luas lahan mempengaruhi pola dan sistem usahatani yang diterapkan oleh petani.

Petani adalah seseorang yang menjalankan kegiatan usahatani, usahatani yang dimaksud adalah usahatani kopi arabika.

Dalam menjalankan suatu usahatani kopi terdapat input produksi yang merupakan tulang punggung dari suatu usaha pertanian, diantaranya adalah bibit unggul, pupuk, obat–obatan, tenaga kerja, alat pertanian. Faktor pendukung seperti Processing merupakan salah satu bagian penting dalam usahatani kopi arabika karena dengan adanya sistem processing yang baik maka suatu produk akan menghasilkan kualitas yang baik dan menguntungkan. Di samping itu terdapat faktor sosial ekonomi yang mendukung kelancaran suatu usaha tani,

diantanya umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan dan luas lahan.

Dalam suatu usahatani, tentu akan menimbulkan hasil dalam bentuk unit produksi. Untuk setiap luas lahan akan diketahui tingkat produktivitas dari kegiatan usaha tersebut. Kegiatan produksi akan menghasilkan suatu penerimaan usahatani pada harga yang berlaku. Kemudian setelah dikurangi dengan biaya produksi akan diperoleh suatu pendapatan bersih yang relevan.

Pendapatan bersih akan dianalisis dengan alat uji kelayakan yaitu analisis finansial untuk melihat apakah usahatani tersebut layak atau tidak layak diusahakan di daerah penelitian.

Dalam menjalankan suatu usahatani, terdapat masalah–masalah yang dapat menghambat jalannya usahatani seperti masalah produksi, distribusi dan kurangnya lembaga pendukung dalam hal penerapan teknologi sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Setelah uji analisis finansial dilakukan maka dapat didefenisikan usahatani di daerah penelitian dapat berkembang atau tidak dikatakan berkembang melalui pendapatan bersih, penerimaan , luas lahan, produksi dan produktivitas.

Adapun skema kerangka pemikiran dan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

Ada Hubungan Keterangan: Usaha Layak Usaha tidak Layak

Analisis Usaha tani : - Pd = TR-TC Pendapatan Bersih Faktor Produksi : - Lahan - Modal - Tenaga Kerja - Sarana Lainnya

Usahatani Kopi Arabika Petani kopi

Produksi Harga Produktifitas Penerimaan Biaya Produksi Karakteristik sosial ekonomi yaitu : - pengalaman bertani - pendidikan - umur - jumlah tanggungan - luas lahan Masalah-masalah Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Analisis Finansial : - NPV

Hipotesis Penelitian

1. Ada perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman kopi arabika selama lima tahun terakhir di Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Ada tersedia faktor-faktor produksi (meliputi: lahan, modal, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya) di daerah penelitian.

3. Usaha tani kopi arabika menguntungkan di daerah penelitian.

4. Usaha tani kopi arabika secara finansial layak untuk dikembangkan di daerah penelitian.

5. Ada hubungan karakteristik sosial ekonomi petani (meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan) dengan pendapatan usaha tani kopi arabika di daerah Penelitian.

6. Masalah yang dihadapi petani adalah kekurangan modal, kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap penyediaan saprodi, dll. Upaya yang dilakukan petani di daerah penelitian dalam mengatasi permasalahan usahatani kopi arabika adalah melakukan pinjaman kepada keluarga, pemberian pupuk secara teratur dan membentuk kelompok tani.

Dokumen terkait