• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lactobacillus plantarum

L. plantarum termasuk dalam kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Bakteri ini mempunyai bentuk batang dan umumnya dalam rantai- rantai pendek. L. plantarum merupakan bakteri Gram positif dan salah satu anggota bakteri asam laktat yang biasanya digunakan dalam fermentasi makanan (IGEM 2009). Bakteri ini mempunyai suhu yang optimal lebih rendah atau sama dengan 370C dan

mempunyai ukuran sekitar 0.5-10 µm (Suparman 2010).

Peranan L. plantarum sebagai antimikrobial dapat dimanfaatkan dalam fermentasi makanan karena L. plantarum toleran terhadap pH rendah dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya (Lu et al. 2003). L. plantarum juga dapat memproduksi bakteriosin yang dapat berguna sebagai antimikrobial. Bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum memiliki banyak jenis, misalnya plantaricin A, plantaricin F, plantaricin W, dan plantaricin NC8 (Cho et al. 2010).

Gambar 1 Lactobacillus plantarum (IGEM 2009).

Probiotik

Probiotik merupakan mikroorganisme bukan patogen yang jika digunakan akan memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan inangnya (Triana et al. 2006). Mikroorganisme ini dapat memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Keseimbangan yang baik dalam ekosistem mikrobiota usus dapat menguntungkan kesehatan. Beberapa karakteristik probiotik yang dapat digunakan antara lain, mempunyai kapasitas untuk bertahan hidup dan melakukan kolonisasi, mampu mempertahankan keseimbangan mikroflora usus yang sehat melalui kompetisi dan inhibisi mikroba patogen, menstimulasi sistem pertahanan tubuh, tidak bersifat toksik dan patogen, mempunyai karakteristik teknologi yang baik yaitu mampu bertahan selama penyimpanan dan penggunaan dalam bentuk preparat makanan yang didinginkan dan dikeringkan, agar dapat disediakan secara masal dalam industri (Aulia 2010).

Probiotik telah digunakan berabad-abad sebagai komponen bahan tambahan makanan. Terdapat tiga mekanisme kerja probiotik, yaitu menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan melalui produksi substansi mikrob (asam laktat, asam asetat, asetaldehida, hidrogen peroksida, dan

bakteriosin), persaingan mendapatkan makanan, persaingan reseptor pada dinding usus; merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan aktivitas enzim yang bermanfaat atau menekan aktivitas enzim yang tidak bermanfaat; dan merangsang pembentukkan kekebalan tubuh (Suskovic et al. 2001). Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai probiotik berasal dari golongan bakteri asam laktat. Bakteri ini penting dalam pengawetan bahan makanan dan melawan bakteri patogen melalui pembentukan senyawa peptida antimikroba (Suparjo 2008).

Plantaricin F

Plantaricin merupakan bakteriosin yang dikeluarkan oleh L. plantarum (Cho et al. 2010). Plantaricin memilki banyak jenis, yaitu plantaricin A, plantaricin B, plantaricin C, plantaricin C19, plantaricin F, plantaricin EF, plantaricin T, plantaricin S, plantaricin 154, plantaricin SA 6, plantaricin KW30, plantaricin UGI, plantaricin 406. Masing- masing plantaricin memiliki aktivitas antimikroba yang berbeda-beda, misalnya pada plantaricin W dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (Holo et al. 2001). Salah satu plantaricin yang memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri Gram negatif dan bakteri gram positif adalah plantaricin F. Plantaricin ini memiliki kemampuan stabil pada suhu tinggi dan pH yang rendah sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan fermentasi. Selain itu, mempunyai aktivitas dalam menghambat bakteri yang menyebabkan food borne disease, antara lain L. monocytogenes, Salmonella sp., P. aeroginosa, dan S. aureus (Paynter et al. 1997).

Mekanisme plantaricin F dalam menyerang inangnya adalah dengan cara membuat pori pada membran. Terdapat dua mekanisme utama, yairtu model barrel stave dan model carpet. Model barrel stave memiliki mekanisme yaitu peptida dari bakteriosin berasosiasi dengan membran target dan membentuk pori pada bagian lapisan lipid, sedangkan model carpet memiliki mekanisme dengan peptida dari bakteriosin tidak menembus bagian lipid bilayer tetapi membungkus membran target (Jorgenrud 2009).

Isolasi RNA

Isolasi RNA merupakan tahap yang memiliki resiko terhadap degradasi dan kontaminasi yang tinggi. Molekul RNA

memiliki waktu paruh yang pendek, mudah rusak, dan mudah didegradasi oleh RNase (Wilson & Walker 2000). Secara umum terdapat tiga tahapan yaitu pemecahan sel dan solubilitas membran, isolasi dan pemurnian RNA, dan pemekatan RNA. Pemecahan sel dan solubilitas membran harus dilakukan secara cepat dan tuntas agar menginaktifkan kerja ribonuklease. Pemecahan sel dilakukan dengan menggunakan larutan sodium dedosil sulfat (SDS) 10% dan lisozim 5 mg/mL. SDS 10% merupakan deterjen anionik yang dapat digunakan untuk menghancurkan membran sel dari bakteri(Berg et al. 2005), sedangkan lisozim 5 mg/mL berfungsi untuk mendegradasi ikatan antara asam N- asetilmuramat dan N-asetil-D-glukosamin yang terdapat pada dinding sel bakteri (Murray et al. 2009). Pemurnian dilakukan dengan penambahan fenol dan kloroform yang bertujuan untuk penghilangan protein. Fenol merupakan senyawa yang dapat mendenaturasi protein (Pelczar & Chan 2005), sedangkan tahapan pemekatan dengan isopropanol dan etanol 70%.

Polymerase Chain Reaction

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode in vitro untuk amplifikasi sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dan sekuen yang telah ditentukan dari sejumlah kecil cetakan (Wirawan 2004). Metode ini memungkinkan amplifikasi fragmen DNA yang diinginkan dengan sensitivitas dan selektivitas yang tinggi serta berlangsung dalam waktu yang cepat (McPherson & Moller 2006).

Proses PCR berlangsung dalam beberapa tahap, antara lain tahap denaturasi, penempelan primer, dan sintesis DNA. Tahap denaturasi dimulai DNA utas ganda diurai menjadi DNA utas tunggal dengan tahap proses pemanasan, biasanya suhu yang digunakan 94 OC. Suhu pada denaturasi dijaga pada waktu tertentu sampai DNA menjadi utas tunggal. Waktu tahap denaturasi berkisar 2-5 menit (McPherson & Moller 2006).

Tahap penempelan primer merupakan tahapan kedua dari proses PCR. Temperatur pada tahap ini diturunkan, hal ini dilakukan agar primer dapat menempel secara komplementer dengan templat atau cetakan. Tahapan ketiga dari proses PCR adalah tahap sintesis DNA. Tahapan ini biasanya memerlukan suhu sekitar 72 OC. Suhu ini merupakan suhu yang optimum bagi DNA polymerase dalam melakukan sintesis (Mc Pherson & Moller 2006). Penggunaan DNA

polymerase pada PCR menggunakan Taq polymerase termostabil yang diisolasi dari bakteri thermofilik Thermus aquaticus (Wirawan 2004). Seluruh proses ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 yang menjelaskan semua tahap mengenai proses PCR.

Komponen-komponen yang berperan dalam PCR antara lain primer, cetakan atau templat, bufer, dNTPs, dan Thermal Stable Polymerase. Primer dalam PCR terdiri atas sepasang primer dari oligonukleotida sintetik memulai sintesis DNA (Potter et al. 2007).

Gambar 2 Reaksi denaturasi dan penempelan primer pada proses PCR (Potter et al. 2007).

Gambar 3 Reaksi sintesis DNA oleh Taq polimerase (Potter et al. 2007).

Reverse Transkriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) merupakan metode yang digunakan untuk memperbanyak cDNA dari RNA yang digunakan sebagai cetakan. Metode ini memiliki keunggulan berupa sensitif, cepat, dan fleksibel terhadap gen target dan memberikan informasi mengenai gen target. Reaksi pada RT-PCR didasarkan atas kemampuan enzim reverse transcriptase dalam menghasilkan untai komplementer sehingga terbentuk cDNA dengan menggunakan m-RNA sebagai cetakan atau templat (McPherson & Moller 2006).

Tahapan pada RT-PCR awalnya, primer oligo-dT akan menempel pada bagian poli-A mRNA di ujung 5’. Tahapan berikutnya, terjadi pembentukan utas pertama dan dilakukan penambahan RNase H untuk menyingkirkan RNA serta enzim reverse transcriptase sehingga hasil yang diperoleh adalah cDNA. Molekul cDNA tersebut akan digunakan sebagai cetakan untuk proses PCR selanjutnya. Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan ekspresi gen, atau identifikasi sekuen suatu transkripsi RNA, termasuk permulaan transkripsi dan daerah terminasi (Wilson 2000). Proses RT-PCR dijelaskan pada Gambar 4.

Gambar 4 Reaksi RT-PCR (Mc Pherson & Moller 2006).

Elektroforesis

Elektroforesis merupakan suatu teknik pemisahan molekul seluler berdasarkan ukuran dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA, maupun protein. Jika

suatu molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa, lalu dialirkan arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatan maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif (Yuwono 2005).

Elektroforesis berlangsung dalam gel agarosa sebagai medium pemisahan molekul. Molekul DNA atau RNA bermigasi berdasarkan ukuran dan bentuk. Molekul kecil akan berpindah lebih cepat dibandingkan dengan molekul yang lebih besar. Ukuran DNA yang tidak diketahui saat migrasi bisa dibandingkan dengan penanda (Potter et al. 2007).

Elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA menggunakan gel agarosa. Gel agarosa merupakan suatu bahan semi padat berupa polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Gel agarosa dibuat dengan melarutkannya pada bufer dan dibantu dengan proses pemanasan. Larutan bufer yang digunakan biasanya menggunakan tris asetat- EDTA (TAE) atau tris borat EDTA (TBE). Larutan elektroforesis yang telah dicampurkan dengan bufer dan melalui proses pemanasan dituang dalam lempeng dan ditancapkan sisir agar terbentuk lubang-lubang kecil untuk tempat memasukkan sampel. Gel agarosa yang telah terbentuk direndam dalam tangki bersama bufer yang digunakan untuk membuat gel (Yuwono 2005).

Hasil elektroforesis dapat dilihat secara visual dengan menggunakan EtBr (ethidium bromida) dan sinar ultra violet (UV). Ethidium bromida merupakan suatu intercalating agent yang biasanya digunakan dalam mewarnai asam nukleat. Biasanya hasil elektroforesis bila diwarnai dalam EtBr akan berwarna merah keunguan. Senyawa ini mempunyai rumus kimia C21H20BrN3 yang bersifat mutagen sehingga dapat menyebabkan iritasi. Selain itu, senyawa ini bersifat karsinogenik (Lun & Sansone 1987).

Perancangan Primer

Primer merupakan DNA rantai pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida. Primer ini berfungsi sebagai awalan proses sintesis yang berlangsung dalam PCR. Awalnya primer akan menempel pada target dan membentuk rangkaian komplementer pada untai DNA yang berlawanan serta mengapit rangkaian sasaran (Potter et al. 2007). Proses perancangan primer sangat penting, proses ini dapat menggunakan beberapa program, misal Primer3 (http:frodo.wi.mit.edu/cgi- bin/primer3) dan Oligo perfect Designer

(http://www.invitrogen.com/ ) (McPherson & Moller 2006).

Situs lain dalam perancangan primer adalah www.ncbi.nlm.nih.gov, dalam situs ini terdapat BLAST. BLAST merupakan program pencarian kesamaan yang didesain untuk mengeksplorasi semua database sekuen yang diminta, baik itu berupa DNA atau protein. Program BLAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan diantara sekuen pada daerah tertentu yang memiliki kesamaan atau homologi (Aprijani & Efaizi 2004). Peranan BLAST dalam desain primer salah satunya untuk pencarian basis data berdasarkan pada hasil pensejajaran sekuen yang berasal DNA maupun protein. Selain itu, dapat digunakan untuk mengidentifikasi homolog dari molekul baru. Beberapa kriteria dari primer, antara lain % G dan C lebih dari 50%, tidak memiliki kemungkinan saling komplemen antara basa dalam satu rantai primer atau primer lainnya, memiliki 18-25 pasang basa, tidak membentuk primer dimer, waktu melting temperature (Tm) tidak melebihi 700C (Sambrook & Russel 2001).

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait