• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panen

Tujuan akhir dari sistem budidaya adalah produksi. Suatu areal tanaman sawit dapat disebut sebagai tanaman menghasilkan (TM) dan dapat dipanen apabila 60% atau lebih dari populasi tandan buah segar (TBS) telah masak, tanaman berumur kurang lebih 3 tahun, berat janjang mencapai 3 kg atau lebih, dan penyebaran panen mencapai 1:5, yaitu minimal terdapat 1 tanaman dengan tandan buah yang matang panen pada setiap 5 pohon (Pardamean 2011). Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk dipanen) sekitar umur 5‒6 bulan setelah terjadi penyerbukan (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005). Variasi terhadap jangka waktu kematangan buah dapat terjadi karena pengaruh faktor- faktor iklim. Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong

sampai perawatan terpenuhi dengan baik, maka kemungkinan besar akan menghasilkan produksi yang maksimal. Faktor akhir penentu keberhasilan budidaya tanaman adalah pengelolaan pemanenan. Produksi maksimum tanpa adanya pengelolaan pemanenan yang baik dan benar akan mengakibatkan kehilangan hasil yang berarti.

Masalah yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit yaitu kehilangan hasil pada saat proses pemanenan. Brondolan yang tidak dikutip dan gagang tandan buah segar (TBS) lebih dari 1 cm dapat menyebabkan meningkatnya kehilangan hasil (Lubis 1992). Pahan (2006) menyatakan bahwa sumber-sumber kerugian produksi di lapangan sering terjadi dengan memotong buah mentah, buah masak tidak dipanen, brondolan tidak dikutip, buah atau brondolan dicuri, serta buah di tempat pengumpulan hasil (TPH) tidak terangkut ke pabrik kelapa sawit (PKS). Produktivitas kelapa sawit yang tinggi dengan minyak yang berkualitas dihasilkan dari manajemen panen yang baik, mulai dari persiapan panen hingga transportasi tandan buah segar (TBS) ke pabrik. Berdasarkan uraian di atas sangat penting mempelajari aspek manajemen panen dan transportasi kelapa sawit yang baik untuk menekan kehilangan hasil dan memperoleh hasil kelapa sawit yang berkualitas.

Tujuan Magang

Adapun tujuan magang sebagai berikut:

1. Mempelajari proses produksi kelapa sawit mulai dari penanganan pra panen, panen, dan pasca panen baik dari aspek teknis maupun aspek manajerial. 2. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan proses kerja yang nyata di

lapangan serta menambah pengalaman dan wawasan pengetahuan di bidang perkebunan kelapa sawit.

3. Mempelajari pengelolaan panen dan penanganan pasca panen secara mendalam serta mempelajari permasalahan dan upaya mengatasinya.

TINJAUAN PUSTAKA

Panen

Tujuan akhir dari sistem budidaya adalah produksi. Suatu areal tanaman sawit dapat disebut sebagai tanaman menghasilkan (TM) dan dapat dipanen apabila 60% atau lebih dari populasi tandan buah segar (TBS) telah masak, tanaman berumur kurang lebih 3 tahun, berat janjang mencapai 3 kg atau lebih, dan penyebaran panen mencapai 1:5, yaitu minimal terdapat 1 tanaman dengan tandan buah yang matang panen pada setiap 5 pohon (Pardamean 2011). Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk dipanen) sekitar umur 5‒6 bulan setelah terjadi penyerbukan (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005). Variasi terhadap jangka waktu kematangan buah dapat terjadi karena pengaruh faktor- faktor iklim. Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong

tandan buah masak, memungut berondolan, dan mengangkut TBS ke tempat pengumpulan hasil (TPH) (Satyawibawa dan Widyastuti 1992).

Pekerjaan memotong buah merupakan pekerjaan utama dalam pemanenan, karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit. Pahan (2006) menyatakan bahwa cara panen yang tepat akan memengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi) dan waktu yang tepat akan memengaruhi kualitas produksi (asam lemak bebas). Saat buah mulai masak, kandungan minyak dalam daging buah (mesokarp) meningkat mengakibatkan asam lemak bebas (ALB) dalam buah juga terus meningkat. Buah dengan ALB yang tinggi menyebabkan minyak membeku pada suhu kamar sehingga menyulitkan dalam proses transportasi minyak (Sastrosayono 2003).

Teknik pemanenan dapat memengaruhi cepat tidaknya pembentukan ALB pada TBS yang sedang dipanen. Manajemen panen yang baik dapat menekan terbentuknya ALB pada saat pemanenan, sehingga perusahaan dapat meraih produksi semaksimal mungkin. Menurut Pahan (2006) manajemen panen kelapa sawit dapat menerapkan syarat-syarat dan ketentuan agar tidak menimbulkan

losses yang berlebih yang terdiri atas beberapa aspek, yaitu sumberdaya manusia (SDM) yang terampil, sarana panen yang memadai, sistem premi yang menarik, dan organisasi panen yang baik.

Persiapan Panen

Panen TBS perlu dipersiapkan dengan baik. Persiapan panen perlu adanya jalan, peralatan, dan bahan untuk panen (Naibaho 1998). Jalan merupakan faktor penunjang dalam pengumpulan produksi mulai dari pohon sampai ke pabrik, jalan yang diperlukan adalah jalan pikul (pasar pikul) dan jalan pengumpulan hasil (jalan produksi). Peralatan dan bahan untuk pemotongan buah perlu disiapkan sesuai dengan umur buah yang akan dipanen. Persiapan panen dapat meliputi penetapan seksi panen, penetapan luas hanca kerja pemanen, dan penetapan luas hanca kerja per kemandoran.

Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen adalah pedoman yang digunakan untuk menentukan apakah buah dinyatakan matang, mentah, atau busuk (Naibaho 1998). Kriteria matang panen yang didasarkan pada kandungan minyak dalam tandan semaksimal mungkin dan kandungan asam lemak bebas yang rendah dapat mempermudah pengolahan dan penyeragaman kualitas tandan. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu apabila ada dua brondolan (buah yang lepas dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau satu buah brondolan untuk tiap kg tandan yang beratnya lebih dari 10 kg jatuh ke piringan (Setyamidjaja 2006).

Kerapatan Panen dan Taksasi Panen Harian

Kerapan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat pohon matang panen di dalam satu areal (Fauzi et al. 2008). Tujuan penghitungan kerapatan panen adalah untuk memperkirakan produksi harian. Penentuan kerapatan panen dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan panen di areal yang akan dipanen. Penentuan kerapatan panen sangat penting dilakukan untuk

menentukan jumlah tenaga kerja dan kebutuhan sarana pengangkut hasil panen. Taksasi panen adalah perhitungan terhadap kemungkinan tiap tanaman, yang dipanen menghasilkan sejumlah tandan masak dari tiap rotasi. Taksasi panen dapat dihitung dengan perkalian persentase AKP dengan pokok produktif pada areal yang akan dipanen dan berat janjang rata-rata (BJR) blok tersebut.

Tenaga Kerja

Kebutuhan tenaga kerja dalam proses pemanenan harus mempertimbangkan hasil taksasi harian, luas areal, topografi lahan, dan kemampuan pekerja agar pekerjaan panen dapat berjalan dengan baik. Jumlah tenaga kerja pemanen yang dibutuhkan dapat dihitung dengan hasil taksasi panen harian, luas areal tanaman menghasilkan (TM) atau membandingkan potensi hasil bagi kapasitas panen per orang per hari. Produktivitas tenaga kerja panen dipengaruhi oleh hasil yang diterima dan lama masa kerja pemanen (Trismiaty et al. 2008).

Persen Kehilangan Panen

Kehilangan hasil (losses) berpengaruh terhadap produksi. Brondolan tidak dikutip, buah matang ditinggal di pohon, buah matang ditinggal di kebun, hasil panen tercecer di jalan, janjang kosong terbawa ke pabrik, TBS tidak terangkut dalam waktu yang telah ditentukan dan antrian TBS di pabrik termasuk kehilangan hasil pada saat panen dan pasca panen.

Pelaksanaan Panen

Pelaksanaan panen pada kelapa sawit berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Tanaman yang memiliki tinggi 2‒5 m digunakan cara panen membungkuk dengan

alat dodos, sedangkan tanaman yang tingginya 5‒10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kapak gancu. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan alat arit bergagang panjang (Fauzi et.al

2008). Standar pelaksanaan panen pada setiap perusahaan dapat berbeda karena memiliki standar operasional prosedur (SOP) masing-masing.

Rotasi dan Sistem Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi panen dianggap baik apabila buah tidak lewat matang, yaitu menggunakan sistem 5/7, artinya dalam satu minggu terdapat lima hari panen (misalnya Senin-Jumat), dan masing-masing ancak panen diulang untuk dipanen tujuh hari berikutnya (Satyawibawa dan Wisyatuti 1992). Fauzi et al. (2008) menyatakan bahwa dikenal dua sistem ancak panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap. Sistem giring yaitu apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah ke ancak berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, begitu seterusnya. Sistem tetap yaitu sistem yang baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi yang curam, dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanen diberi ancak dengan luas tertentu tidak berpindah-pindah.

Basis dan Premi Panen

Basis panen adalah jumlah minimum TBS yang harus dipanen oleh pemanen dalam satu hari ditentukan berdasarkan tinggi tanaman, topografi dan BJR berdasarkan tahun tanamnya. Premi adalah upah yang diberikan kepada pemanen yang melebihi basis. Tujuan pemberian premi adalah untuk memberikan penghargaan kepada pekerja apabila hasil kerjanya di atas standar yang ditentukan, mendorong kenaikan output (janjang HK-1), tetapi tidak dengan biaya yang lebih tinggi dari biaya standar jam dinas, serta memupuk rasa tanggung jawab pekerja terhadap tugasnya (Pahan 2006).

Transportasi TBS

Transportasi atau pengangkutan TBS dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pengangkutan TBS dari tanaman yang dipanen ke TPH yang menjadi tanggung jawab pemanen dan pengangkutan TBS dari TPH ke PKS yang menjadi tanggung jawab krani transport (Mangoensoekarjo dan Semangun 2005). Buah kelapa sawit (TBS) yang dipotong hari ini harus segera diangkut ke pabrik dan diolah langsung agar asam lemak bebas (ALB) tidak semakin tinggi. Pengolahan TBS harus sudah dilaksanakan paling lambat 8 jam setelah panen agar terhindar dari terbentuknya ALB (Setyamidjaja 2006). Faktor eksternal yang dapat meningkatkan kadar ALB dalam minyak sawit antara lain pemanenan kelapa sawit yang tidak tepat waktu, keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah, dan penumpukan buah yang terlalu lama (Alfiah dan Susanto 2014). Keterlambatan pengangkutan buah dapat mengakibatkan buah menjadi restan. Buah restan akan memengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah dan mutu produk akhir. Pemilihan alat angkut yang tepat dan kontur jalan yang mendukung dapat membantu mengatasi masalah kerusakan buah selama pengangkutan yang dapat menekan peningkatan ALB. Transportasi di perkebunan kelapa sawit sangat penting sehingga diperlukan perawatan dan cara perbaikan kendaraan.

Dokumen terkait