• Tidak ada hasil yang ditemukan

Musang luak dikenal juga dengan istilah Asian palm civet dan Toddy cat merupakan mamalia yang unik. Panjang tubuh sekitar 50 cm dan berat dewasa rata-rata 2-5 kg (Corlett 2011). Baker & Kelvin (2008) menyatakan karakteristik hewan ini secara umum antara lain berambut cokelat gelap dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, memiliki rambut putih pada dahi dan rambut hitam di wajah bagian lateral sehingga menyerupai topeng, memiliki moncong dengan gigi runcing, karakteristik tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. Musang luak termasuk ke dalam ordo karnivora, famili viverridae bersama linsang Afrika dan binturong (Schreiber et al. 1989). Musang luak terdapat secara luas di benua Asia khususnya Asia selatan, Indochina, kepulauan Philipina dan kepulauan Indonesia bagian barat (Meijaard et al. 2006). Habitat terutama di hutan hujan tropis, hutan gugur dan daerah dekat pemukiman manusia (Duckworth et al. 1999). Musang luak memiliki perbedaan mencolok dengan karnivora pada umumnya, terutama pada aspek diet, musang luak selain mengonsumsi daging juga dapat mengonsumsi bahan pakan lain seperti serangga dan bahan nabati seperti buah-buahan manis (Su & Sale 2007). Jothish (2011) melaporkan berbagai jenis biji buah ditemukan dalam feses musang luak yang tersebar di hutan Kerala, India dengan tingkat germinasi biji mencapai 100%, sehingga musang luak dikenal juga sebagai agen permudaan hutan karena dapat menyebarkan biji melalui feses.

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia

Sistem pencernaan mamalia dilengkapi organ-organ yang berfungsi membantu proses pencernaan, salah satunya adalah kelenjar ludah. Pada mamalia kelenjar ludah terbagi menjadi dua jenis yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar Gambar 1 Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus).

Karakteristik berupa rambut cokelat kehitaman yang menutupi tubuh dengan bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, rambut putih pada dahi dan rambut hitam pada wajah bagian lateral.

3 ludah minor. Kelenjar ludah mayor pada kebanyakan mamalia terdiri atas tiga pasang yaitu kelenjar parotis, mandibularis dan sublingualis. Kelenjar ludah minor terdiri atas kelenjar pada mukosa bukalis dan lidah (Cunningham 1997). Hume & Warner (1980) menyatakan mamalia herbivora memiliki ukuran kelenjar parotis yang relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis, sedangkan karnivora memiliki kelenjar mandibularis yang lebih besar daripada kelenjar parotis.

Secara histologis kelenjar ludah merupakan kelenjar yang berbentuk tubuloasinar dengan modus sekresi merokrin (Dellmann & Brown 1981; Samuelson 2007). Produksi ludah terjadi di dalam sel-sel asinar kemudian disalurkan melalui alat penyalur (duktus) menuju rongga mulut (Dyce et al. 2002). Ludah berfungsi dalam proses pencernaan maupun menjaga higiene rongga mulut, kandungan air ludah antara lain adalah air, enzim, buffer (Kent & Miller 1997), laktoferrin, lisozim (Adnyane et al. 2007), dan immunoglobulin-A (Mohammadpour 2009). Berdasarkan bentuk sekretanya, kelenjar ludah dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu kelenjar serous yang mensekresikan sekreta encer menyerupai air, kelenjar mukus yang mensekresikan sekreta kental dan kelenjar seromukus yang mensekresikan sekreta campuran (Bacha & Bacha 2000).

Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar yang terletak di ramus mandibula, pada kebanyakan mamalia, kelenjar ini menghasilkan sekreta serous yang didalamnya terkandung enzim amilase (Dyce et al. 2002). Pada herbivora, kelenjar ini berukuran lebih besar daripada kelenjar ludah lainnya (Hildebread & Goslow 2001). Secara histologis, kelenjar parotis tersusun atas bagian asinus dan bagian duktus. Bagian asinus kelenjar tersusun oleh sel-sel asinar yang dapat bersifat serous maupun seromukus. Asinar serous dapat ditemukan pada ruminansia (Habel & Biberstein 1957; Shackleford & Wilborn 1968) dan babi (Adnyane 2009), sedangkan asinar seromukus dapat ditemukan pada kucing (Adnyane 2009), anjing (Nagato & Tandler 1986) dan tupai (Zainuddin et al. 2000).

Kelenjar Mandibularis

Kelenjar mandibularis terletak di kaudal angulus mandibularis os mandibula pada kebanyakan mamalia (Aspinall & O’Reilly 2004) dan merupakan kelenjar penghasil sekreta campuran pada kebanyakan jenis mamalia. Pada masa terdahulu, kelenjar ini dikenal dengan nama kelenjar submandibularis dan nama direvisi menjadi kelenjar mandibularis sejak tahun 2005 (ICVGAN 2005). Secara histologis, kelenjar ini tersusun atas bagian asinus dan duktus, akan tetapi sel penyusun asinus terdiri atas dua jenis sel yaitu sel asinar serous dan sel asinar mukus (Dellmann & Brown 1981). Sel asinar serous terdapat di pinggir sel asinar mukus membentuk struktur yang dikenal sebagai demiluna serous, bentuk sel asinar serous menyerupai piramida dengan inti di tengah, sedangkan sel asinar mukus berbentuk piramida dengan inti yang terletak ke arah membran basal (Habel & Biberstein 1957). Struktur histologis kelenjar mandibularis pada berbagai hewan relatif tidak berbeda, studi mengenai kelenjar mandibularis telah

4

dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000), kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut, hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.

Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan 5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina), ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic acid Schiff.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital perasat bedah minor, peralatan histoteknik, rotary microtome, peralatan fotografi yang terdiri atas kamera Canon EOS 200D, electronic eyepiece MD 130, dan mikroskop cahaya Olympus CH30.

4

dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000), kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut, hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.

Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan 5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina), ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic acid Schiff.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital perasat bedah minor, peralatan histoteknik, rotary microtome, peralatan fotografi yang terdiri atas kamera Canon EOS 200D, electronic eyepiece MD 130, dan mikroskop cahaya Olympus CH30.

5 Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan

Dokumen terkait