• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

AFDI PRATAMA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan I KETUT MUDITE ADNYANE.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) secara makroskopis dan mikroskopis serta kandungan dan distribusi karbohidrat pada kelenjar tersebut. Empat musang dewasa digunakan dalam penelitian. Secara makroskopis, kelenjar parotis berukuran lebih besar daripada kelenjar mandibularis. Secara mikroskopis, kelenjar parotis merupakan kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Melalui metode histokimia, kelenjar parotis memberikan reaksi negatif pada pewarnaan alcian blue pH 2.5, sedangkan pewarnaan periodic acid Schiff memberikan reaksi positif intensitas sedang pada asinar serous dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Kelenjar mandibularis memberikan reaksi positif pada kedua pewarnaan, dengan pewarnaan alcian blue pH 2.5 terdeteksi intensitas kuat pada asinar mukus dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Dengan pewarnaan periodic acid Schiff terdeteksi intensitas kuat pada asinar serous dan intensitas sedang hingga kuat terdeteksi pada sekreta lumen duktus. Secara umum karakteristik kelenjar parotis dan mandibularis musang luak berbeda dengan karnivora lainnya, hal ini diduga akibat perbedaan pola pakan.

Kata kunci: Paradoxurus hermaphroditus, kelenjar parotis, kelenjar mandibularis

ABSTRACT

AFDI PRATAMA. Morphological Studies of the Parotid and Mandibular Glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI NOVELINA and I KETUT MUDITE ADNYANE.

This research was aimed to describe the morphology of the parotid and mandibular glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Four adult civets were used in this research which observed macroscopic and microscopically. The macroscopic observation had been done by observing the shape and size of the glands. The microscopic observation was done using hematoxylin-eosin, alcian blue pH 2.5 and periodic acid Schiff staining method. The parotid gland was of pure serous glands whereas the mandibular gland was of mixed gland. By using histochemistry method showed that the parotid gland gave negative reaction with alcian blue pH 2.5, whereas periodic acid Schiff gave positive reaction with moderate intensity in the serous acini cells while a weak intensity the duct lumen secretion. The mandibular glands gave positive reaction of both stains, a high intensity was detected in the mucous acini cells while a weak intensity was detected in duct lumen secretion with alcian blue pH 2.5. Periodic acid Schiff gave a high intensity in the serous acini while a moderate to high intensity was detected in the duct lumen secretion. In general, the characteristic of both glands were not similar with that of other carnivores. This may be caused by diet pattern differences.

(2)

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS

MUSANG LUAK (

Paradoxurus hermaphroditus

)

AFDI PRATAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(5)

ABSTRAK

AFDI PRATAMA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan I KETUT MUDITE ADNYANE.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) secara makroskopis dan mikroskopis serta kandungan dan distribusi karbohidrat pada kelenjar tersebut. Empat musang dewasa digunakan dalam penelitian. Secara makroskopis, kelenjar parotis berukuran lebih besar daripada kelenjar mandibularis. Secara mikroskopis, kelenjar parotis merupakan kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Melalui metode histokimia, kelenjar parotis memberikan reaksi negatif pada pewarnaan alcian blue pH 2.5, sedangkan pewarnaan periodic acid Schiff memberikan reaksi positif intensitas sedang pada asinar serous dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Kelenjar mandibularis memberikan reaksi positif pada kedua pewarnaan, dengan pewarnaan alcian blue pH 2.5 terdeteksi intensitas kuat pada asinar mukus dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Dengan pewarnaan periodic acid Schiff terdeteksi intensitas kuat pada asinar serous dan intensitas sedang hingga kuat terdeteksi pada sekreta lumen duktus. Secara umum karakteristik kelenjar parotis dan mandibularis musang luak berbeda dengan karnivora lainnya, hal ini diduga akibat perbedaan pola pakan.

Kata kunci: Paradoxurus hermaphroditus, kelenjar parotis, kelenjar mandibularis

ABSTRACT

AFDI PRATAMA. Morphological Studies of the Parotid and Mandibular Glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI NOVELINA and I KETUT MUDITE ADNYANE.

This research was aimed to describe the morphology of the parotid and mandibular glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Four adult civets were used in this research which observed macroscopic and microscopically. The macroscopic observation had been done by observing the shape and size of the glands. The microscopic observation was done using hematoxylin-eosin, alcian blue pH 2.5 and periodic acid Schiff staining method. The parotid gland was of pure serous glands whereas the mandibular gland was of mixed gland. By using histochemistry method showed that the parotid gland gave negative reaction with alcian blue pH 2.5, whereas periodic acid Schiff gave positive reaction with moderate intensity in the serous acini cells while a weak intensity the duct lumen secretion. The mandibular glands gave positive reaction of both stains, a high intensity was detected in the mucous acini cells while a weak intensity was detected in duct lumen secretion with alcian blue pH 2.5. Periodic acid Schiff gave a high intensity in the serous acini while a moderate to high intensity was detected in the duct lumen secretion. In general, the characteristic of both glands were not similar with that of other carnivores. This may be caused by diet pattern differences.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS

MUSANG LUAK (

Paradoxurus hermaphroditus

)

AFDI PRATAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)

Nama : Afdi Pratama NIM : B04080096

Disetujui oleh

Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet Pembimbing I

Drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak bulan Februari 2012 ini adalah anatomi musang luak yang berjudul “Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)”.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat begitu banyak bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet sebagai pembimbing utama atas segala motivasi, kritik, saran, bantuan dan kesabaran yang telah diberikan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.

2. Drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet sebagai pembimbing kedua atas segala motivasi, saran, bantuan dan kesabaran yang telah diberikan.

3. Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet, Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet, Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet(K), dan Drh. Supratikno, M.Si, PAVet atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. 4. Dr. Drh. Mokhammad Fahrudin sebagai Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menjalankan studi di tingkat sarjana.

5. Ayah, Bunda dan segenap keluarga besar atas bantuan, semangat, doa dan motivasi yang telah diberikan.

6. Teman-teman satu penelitian musang luak (Arini Kusumastuti, Fitria Apriliani, dan Ratih Komala Dewi) dan teman-teman satu laboratorium (Oki Kurniawan, Hilda Susanti, Agustian Saputra, Arie Wahyuningsih) atas bantuannya selama ini.

7. Sahabat-sahabat (Jasmine Setyawati, Rindang Khairani dan Isna Lailatur Rohmah) atas inspirasi, dorongan, doa dan semangat.

8. Staf laboratorium anatomi (Mas Rudi, Pak Holid, Mas Bayu) atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman satu angkatan dan semua pihak yang turut berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Musang Luak 2

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia 2

Kelenjar Parotis 3

Kelenjar Mandibularis 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil 5

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis 5

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis 6

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar 7

Pembahasan 9

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis 9

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis 9

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

(11)

DAFTAR TABEL

1 Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis musang luak 6 2 Intensitas warna rata-rata kelenjar parotis dan mandibularis terhadap

pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 dan periodic acid Schiff (PAS) 8

DAFTAR GAMBAR

1 Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus). Karakteristik berupa rambut cokelat kehitaman yang menutupi tubuh dengan bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, rambut putih pada dahi dan rambut hitam pada wajah bagian lateral. 2 2 Gambaran makroskopis kelenjar parotis (P) dan mandibularis (M)

musang luak tampak lateral kanan. Bar = 1 cm. 5

3 Fotomikrograf kelenjar parotis (A) dan mandibularis (B) musang luak. Asinar serous (as), duktus interkalatus (di), duktus striatus (ds), jaringan ikat interstisial (ji). Pewarnaan HE. Bar = 30µm. 7 4 Fotomikrograf kelenjar parotis (A,B) dan kelenjar mandibularis (C,D).

Karbohidrat asam hanya terdeteksi pada asinar mukus dan sekreta lumen duktus kelenjar mandibularis. Karbohidrat netral ditemukan pada bagian asinar mukus dan sekreta lumen duktus kedua kelenjar. Asinar serous (as), asinar mukus (am), epitel duktus (ed), sekreta lumen duktus ( ). Pewarnaan AB pH 2.5 (A,C) dan PAS (B,D). Bar = 50 µm. 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pewarnaan hematoksilin eosin 15

2 Pewarnaan alcian blue pH 2.5 16

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu jenis mamalia Indonesia yang populer karena kemampuannya dalam memilih buah kopi yang matang dan berkualitas baik untuk dikonsumsi. Biji kopi yang tidak tercerna dan dikeluarkan bersama feses dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak disukai penggemar kopi karena memiliki cita rasa yang khas (Onishi 2010).

Musang luak digolongkan ke dalam ordo karnivora, famili viverridae (Vaughan 1978). Berdasarkan pola makan, musang luak dapat digolongkan ke dalam omnivora karena hewan ini memakan segala jenis pakan. Oleh sebab itu musang luak memiliki keunikan dibandingkan dengan karnivora lainnya terutama dari aspek diet yang dapat mempengaruhi morfofungsi organ pencernaan. Kelenjar ludah merupakan salah satu organ asesori sistem pencernaan yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar ludah musang luak. Pengetahuan mengenai morfologi kelenjar ludah dapat mendukung pemahaman mengenai pakan dan fisiologi sistem pencernaan.

Penelitian serupa mengenai kelenjar ludah telah dilaporkan pada berbagai hewan antara lain pada tikus (Parks 1961), sapi (Schakleford & Wilborn 1969), anjing (Nagato & Tandler 1986), tupai (Zainuddin et al. 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010), burung walet (Novelina 2010) Akan tetapi penelitian mengenai kelenjar ludah musang luak belum penah dilaporkan sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Musang luak adalah hewan multimanfaat yang sangat potensial untuk dikembangkan, terutama dari segi usaha pengembangan budidaya kopi luak. Kopi luak sendiri merupakan produk hasil pencernaan, sehingga pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi saluran pencernaan menjadi sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung usaha budidaya lebih lanjut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak secara makroanatomi maupun mikroanatomi yang mencakup letak topografis, bentuk, ukuran, sel-sel penyusun serta studi histokimia dengan tinjauan kandungan dan distribusi karbohidrat.

Manfaat Penelitian

(13)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Musang Luak

Musang luak dikenal juga dengan istilah Asian palm civet dan Toddy cat merupakan mamalia yang unik. Panjang tubuh sekitar 50 cm dan berat dewasa rata-rata 2-5 kg (Corlett 2011). Baker & Kelvin (2008) menyatakan karakteristik hewan ini secara umum antara lain berambut cokelat gelap dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, memiliki rambut putih pada dahi dan rambut hitam di wajah bagian lateral sehingga menyerupai topeng, memiliki moncong dengan gigi runcing, karakteristik tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. Musang luak termasuk ke dalam ordo karnivora, famili viverridae bersama linsang Afrika dan binturong (Schreiber et al. 1989). Musang luak terdapat secara luas di benua Asia khususnya Asia selatan, Indochina, kepulauan Philipina dan kepulauan Indonesia bagian barat (Meijaard et al. 2006). Habitat terutama di hutan hujan tropis, hutan gugur dan daerah dekat pemukiman manusia (Duckworth et al. 1999). Musang luak memiliki perbedaan mencolok dengan karnivora pada umumnya, terutama pada aspek diet, musang luak selain mengonsumsi daging juga dapat mengonsumsi bahan pakan lain seperti serangga dan bahan nabati seperti buah-buahan manis (Su & Sale 2007). Jothish (2011) melaporkan berbagai jenis biji buah ditemukan dalam feses musang luak yang tersebar di hutan Kerala, India dengan tingkat germinasi biji mencapai 100%, sehingga musang luak dikenal juga sebagai agen permudaan hutan karena dapat menyebarkan biji melalui feses.

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia

Sistem pencernaan mamalia dilengkapi organ-organ yang berfungsi membantu proses pencernaan, salah satunya adalah kelenjar ludah. Pada mamalia kelenjar ludah terbagi menjadi dua jenis yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar Gambar 1 Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus).

(14)

3 ludah minor. Kelenjar ludah mayor pada kebanyakan mamalia terdiri atas tiga pasang yaitu kelenjar parotis, mandibularis dan sublingualis. Kelenjar ludah minor terdiri atas kelenjar pada mukosa bukalis dan lidah (Cunningham 1997). Hume & Warner (1980) menyatakan mamalia herbivora memiliki ukuran kelenjar parotis yang relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis, sedangkan karnivora memiliki kelenjar mandibularis yang lebih besar daripada kelenjar parotis.

Secara histologis kelenjar ludah merupakan kelenjar yang berbentuk tubuloasinar dengan modus sekresi merokrin (Dellmann & Brown 1981; Samuelson 2007). Produksi ludah terjadi di dalam sel-sel asinar kemudian disalurkan melalui alat penyalur (duktus) menuju rongga mulut (Dyce et al. 2002). Ludah berfungsi dalam proses pencernaan maupun menjaga higiene rongga mulut, kandungan air ludah antara lain adalah air, enzim, buffer (Kent & Miller 1997), laktoferrin, lisozim (Adnyane et al. 2007), dan immunoglobulin-A (Mohammadpour 2009). Berdasarkan bentuk sekretanya, kelenjar ludah dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu kelenjar serous yang mensekresikan sekreta encer menyerupai air, kelenjar mukus yang mensekresikan sekreta kental dan kelenjar seromukus yang mensekresikan sekreta campuran (Bacha & Bacha 2000).

Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar yang terletak di ramus mandibula, pada kebanyakan mamalia, kelenjar ini menghasilkan sekreta serous yang didalamnya terkandung enzim amilase (Dyce et al. 2002). Pada herbivora, kelenjar ini berukuran lebih besar daripada kelenjar ludah lainnya (Hildebread & Goslow 2001). Secara histologis, kelenjar parotis tersusun atas bagian asinus dan bagian duktus. Bagian asinus kelenjar tersusun oleh sel-sel asinar yang dapat bersifat serous maupun seromukus. Asinar serous dapat ditemukan pada ruminansia (Habel & Biberstein 1957; Shackleford & Wilborn 1968) dan babi (Adnyane 2009), sedangkan asinar seromukus dapat ditemukan pada kucing (Adnyane 2009), anjing (Nagato & Tandler 1986) dan tupai (Zainuddin et al. 2000).

Kelenjar Mandibularis

(15)

4

dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000), kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut, hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.

Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan 5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina), ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic acid Schiff.

Alat

(16)

5 Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan hasil penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar parotis dan mandibularis pada musang luak termasuk ke dalam kelenjar ludah mayor. Kelenjar parotis terletak di ventral meatus acusticus externus dan di kaudal m. masseter. Pada musang luak kelenjar parotis ada sepasang. Kelenjar parotis adalah kelenjar yang berbentuk oval dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna merah pucat dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis terletak tepat di ventral kelenjar parotis dan di kaudal angulus mandibularis os mandibula. Jumlah kelenjar ini ada sepasang. Kelenjar ini berbentuk tidak beraturan dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna kekuningan dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2).

Melalui pengukuran makroanatomi didapatkan ukuran rataan kedua kelenjar yang meliputi panjang, lebar, tebal dan berat. Pada hewan jantan didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 2.75 ± 0.73 cm, lebar 2.00 ± 0.37 cm, tebal 0.41 ± 0.07 cm dan berat 1.56 ± 0.23 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.30 ± 0.39 cm, lebar 1.88 ± 0.39 cm, tebal 0.40 ± 0.07 cm dan berat 0.71 ± 0.02 g. Pada hewan betina didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 3.48 ± 0.29 cm, lebar 2.45 ± 0.31 cm, tebal 0.42 ±

(17)

6

0.08 cm dan berat 1.69 ± 0.27 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.20 ± 0.24 cm, lebar 1.98 ± 0.10 cm, tebal 0.44 ± 0.04 cm dan berat 0.74 ± 0.02 g. Ukuran rataan morfometri kedua kelenjar secara rinci diperlihatkan pada Tabel 1.

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Struktur mikroanatomi kedua kelenjar secara umum memiliki kesamaan yaitu terdiri atas dua bagian utama penyusun yaitu bagian parenkim dan stroma. Bagian parenkim tersusun atas ujung kelenjar (asinus) dan alat penyalur (duktus), sedangkan stroma tersusun atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Jaringan ikat melapisi seluruh permukaan kelenjar dan menyusup ke dalam kelenjar, jaringan ikat ini memisahkan kelenjar menjadi lobus-lobus, lebih jauh lagi jaringan ikat yang lebih tipis menyusup ke dalam lobus-lobus dan membagi lobus menjadi lobulus-lobulus.

Kelenjar parotis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas sel asinar serous berbentuk piramida dengan inti sel bulat dan terletak di tengah, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap sedangkan sitoplasma sel berwarna merah muda (Gambar 3A).

Kelenjar mandibularis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas dua jenis sel penyusun yaitu sel asinar mukus dan sel asinar serous. Sel asinar mukus berbentuk seperti piramida dengan inti sel pipih dan terletak ke arah membran basal, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan sitoplasma berwarna biru cerah. Sel asinar serous berbentuk piramida yang terletak di pinggir kumpulan asinar mukus membentuk demiluna, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan sitoplasma berwarna merah gelap (Gambar 3B).

(18)

7 Alat penyalur ditemukan pada kedua kelenjar, terdapat tiga jenis alat penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus ekskretorius yang dibedakan menurut jenis epitel penyusun dan ukuran. Duktus interkalatus tersusun atas epitel pipih selapis hingga kubus sebaris dan berukuran paling kecil, duktus striatus tersusun atas epitel silindris sebaris dan berukuran sedang, duktus eksretorius tersusun atas epitel silindris banyak baris dan berukuran paling besar.

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar

Melalui metode histokimia AB pH 2.5 dan PAS, pada kelenjar parotis hanya terdeteksi adanya kandungan karbohidrat netral sedangkan pada kelenjar mandibularis terdeteksi adanya kandungan karbohirdrat asam dan netral. Reaksi positif ditunjukkan dengan hadirnya warna spesifik dan intensitas warna merepresentasikan intensitas kandungan karbohidrat. Pada kelenjar parotis bereaksi negatif (-) terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4A) sedangkan pewarnaan PAS bereaksi positif dengan intensitas sedang (++) pada sel asinar serous serta intensitas lemah (+) pada sekreta lumen duktus (Gambar 4B). Pada kelenjar mandibularis, kedua pewarnaan menghasilkan reaksi positif dengan intensitas bervariasi, pada pewarnaan AB pH 2.5 menghasilkan reaksi positif dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar mukus dan intensitas lemah (+) pada sekreta lumen duktus (Gambar 4C). Pewarnaan PAS menghasilkan reaksi positif dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar serous, intensitas sedang hingga kuat (++ ~ +++) pada sekreta lumen duktus, intensitas sedang (++) pada sel asinar mukus dan membran basal duktus, dan intensitas lemah (+) pada epitel duktus (Gambar 4D). Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis diperlihatkan secara rinci pada Tabel 2.

(19)

8

Kelenjar ludah musang luak Pewarnaan

AB pH 2.5 PAS Keterangan: (-) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat.

Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis terhadap pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS.

(20)

9 Pembahasan

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar ludah merupakan organ asesori pada sistem pencernaan hewan. Phillips & Tandler (1996) menyatakan bahwa tidak ada suatu deskripsi mengenai kelenjar ludah yang dapat mewakili seluruh jenis mamalia secara umum. Kelenjar ludah setiap jenis hewan sangat bervariasi satu sama lain dan hal ini berkaitan dengan jenis pakan serta pola tingkah laku makan. Kelenjar parotis dan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar ludah mayor pada musang luak. Dari hasil pengamatan makroanatomi didapatkan letak kelenjar parotis dan mandibularis pada situs viscerum menyerupai letak kelenjar yang sama pada hewan lainnya seperti kuda, ruminansia (Getty 1975) dan anjing (Smith 1999).

Dari hasil pengukuran morfometri didapatkan bahwa ukuran kelenjar parotis dan mandibularis musang luak jantan dan betina tidak memiliki perbedaan ukuran yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran kelenjar tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Melalui pengukuran morfometri juga didapatkan bahwa ukuran kelenjar parotis relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis.

Hume & Warner (1980) menyatakan bahwa kelenjar mandibularis pada karnivora biasanya berukuran lebih besar daripada kelenjar parotis. Tetapi pada musang luak kelenjar parotis lebih besar, hal ini diduga memiliki hubungan dengan pola diet musang luak yang berbeda dengan karnivora kebanyakan dan esofagus musang luak yang tidak memiliki kelenjar esofagus (Kusumastuti 2012) sehingga fungsi lubrikasi sepenuhnya dilakukan oleh kelenjar ludah.

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Struktur mikroanatomi kelenjar parotis tersusun atas dua bagian utama yaitu parenkim dan stroma. Parenkim terdiri dari sel asinar yang berbentuk piramida dengan inti terletak di tengah, sehingga sel asinar kelenjar parotis musang luak digolongkan sebagai kelenjar serous murni. Kelenjar serous murni menghasilkan sekreta cair yang berfungsi untuk melubrikasi makanan yang bersifat kering dan keras seperti bahan nabati dan serangga, kelenjar parotis yang bersifat serous murni biasa ditemukan pada hewan herbivora, insektivora dan omnivora seperti kuda (Bacha & bacha 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010). Musang luak diduga memakan jenis pakan yang memiliki karakteristik serupa dengan pakan hewan-hewan di atas.

(21)

10

Alat penyalur (duktus) merupakan bagian dari parenkim kelenjar ludah yang berfungsi untuk menyalurkan sekreta ludah ke dalam rongga mulut. Duktus yang ditemukan antara lain duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus eksretorius. Duktus interkalatus menghubungkan asinus (Habel & Biberstein 1957) dan bergabung menjadi duktus striatus yang memiliki fungsi untuk kontrol homeostasis elektrolit dalam sekreta ludah (Tandler et al. 2001), duktus ini kemudian bersatu menjadi duktus eksretorius yang membawa sekreta ludah ke dalam rongga mulut.

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis Karbohidrat merupakan molekul penting dalam kehidupan makhluk hidup, tersebar di dalam jaringan tubuh, termasuk juga kelenjar ludah. Keberadaan karbohidrat dalam kelenjar ludah dapat berfungsi sebagai bahan penyusun sel (Humason 1967) dan komponen sekreta ludah (Dyce et al. 2002).

Dari hasil pendeteksian karbohidrat didapatkan bahwa kelenjar parotis tidak bereaksi dengan AB pH 2.5 di setiap bagian kelenjar, sedangkan PAS menghasilkan reaksi positif dengan intensitas lemah hingga sedang pada sekreta dan sel asinar serous. Dari hasil tersebut dapat dianalisis bahwa kelenjar parotis musang luak tidak mengandung karbohdirat asam tetapi mengandung serta mensekresi karbohidrat netral. Produksi karbohidrat netral ini dibuktikan dengan hadirnya reaksi positif dengan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Hasil ini sangat bersesuaian dengan struktur mikroanatomi kelenjar parotis yang bersifat serous murni, karena pada umumnya sel asinar serous mengandung karbohidrat netral dan tidak mengandung karbohidrat asam. Hasil ini bersesuaian dengan hewan-hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat serous murni seperti tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing dan babi (Adnyane 2009) dan berbeda dengan hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat seromukus, contohnya adalah tupai (Zainuddin et al. 2000) dan kucing (Adnyane 2009).

(22)

11 Perbedaan jenis dan pola distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis setiap hewan sangat terkait dengan perbedaan jenis dan pola makan masing-masing hewan (Pinkstaff 1981). Musang luak adalah hewan omnivora yang dapat memakan berbagai jenis pakan seperti buah-buahan, serangga dan daging (Jothish 2011) meskipun hewan ini digolongkan ke dalam karnivora (Schreiber et al. 1989). Perbedaan diet seperti ini juga terjadi pada beberapa contoh karnivora lain seperti rubah dan panda raksasa yang memiliki pola diet berbeda dengan karnivora umumnya (Redaksi Ensiklopedi Indonesia 1992).

Karakteristik morfologi dari suatu organ tentunya harus didukung dengan penelitian mengenai fisiologi dari organ tersebut, dalam hal ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis. Analisis biokimia air ludah musang luak sekiranya menjadi penting untuk mengungkap keterkaitan antara morfologi dan fisiologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kelenjar parotis musang luak berukuran relatif lebih besar dibandingkan kelenjar mandibularis dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kelenjar parotis musang luak merupakan kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis musang luak merupakan kelenjar campuran. Asinar mukus pada kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat asam dan netral sedangkan asinar serous pada kedua kelenjar mengandung karbohidrat netral. Perbedaan ini diduga berkaitan dengan jenis pakan dan pola makan musang luak.

Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai persebaran glikokonjugat menggunakan histokimia lektin dan melakukan penelitian analisis biokimia pada sekreta ludah tiap kelenjar ludah musang luak.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyane IKM, Novelina S, Wresdiyati T, Winarto A, Agungpriyono S. 2007. Sel penghasil lisozim terdeteksi pada kelenjar ludah sapi dengan teknik imunohistokimia. Jurnal Veteriner. 8(1): 10-15.

Adnyane IKM, Zuki AB, Noordin MM, Agungpriyono S. 2010. Histological study of the parotid and mandibular glands of barking deer (Muntiacus muntjak) with special reference to the distribution of carbohydrate content. Anatomia Histologia Embryologia. 39: 516-520.

(23)

12

Adnyane IKM. 2009. Morfologi kelenjar ludah kambing, kucing dan babi dengan tinjauan khusus pada distribusi dan kandungan karbohidrat. Jurnal Kedokteran Hewan. 3(2): 190-195.

Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. Edinburgh (GB): Buttenworth Heinemann.

Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd Edition. Maryland (US): Lippincott Williams & Wilkins.

Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapore (SG): Vertebrate Study Group, Nature Society.

Corlett RT. 2011. Vertebrate carnivores and predation in the oriental (Indomalayan) region. The Raffles Bulletin of Zoology. 59(2): 325-360.

Cunningham J. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. St. Louis (US): W.B. Saunders Company.

Dellmann HD, Brown EM. 1981. Textbook of Veterinary Histology. Philadelpia (US): Lea and Febiger.

Duckworth JW, Salter RE, Khounboline K. 1999. Wildlife in Lao PDR 1999 Status Report. Vientiane (LA): International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Dyce KM, Sack WO, Wensing GJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. 2nd Edition. Philadelpia (US): W.B. Saunders Company.

Getty R. 1975. The Anatomy of The Domestic Animals. Philadelpia (US): W.B. Saunders Company.

Habel RE, Biberstein EL. 1957. Fundamentals of The Histology of Domestic Animals. New York (US): Comstock Publishing Associates.

Hildebrand M, Goslow GE. 2001. Analysis of Vertebrate Structure. 5th Edition.

International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature [ICVGAN]. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria. 5th Edition. Hannover (DE): Editorial Committee.

Jothish PS. 2011. Diet of the common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus) in a rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal. Small Carnivore Conservation. 45: 14–17.

(24)

13 Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods: Theory and Practice.

Oxford (GB): Pergamon Press.

Kimura J. 2005. Observation of the salivary glands of northern smooth-tailed tree shrew (Dendrogale murina) and common tree shrew (Tupaia glis) di dalam Mysterious Arboreal Tupai. Kyoto (JP): Primate Research Institute.

Kusumastuti A. 2012. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) [Skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Meijaard E, Sheil D, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T,

Lammertink M, Rachmatika I, Wong A, Soehartono T, Stanley S, O’Brien T. 2006. Hutan Pasca Pemanenan: Melindungi Satwa Liar dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan. Bogor (ID): Center for International Forestry Research.

Mohammadpour AA. 2009. Investigations on the shape and size of molar and zygomatic salivary glands in short hair domestic cat. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine. 12(4): 221-225.

Nagato T, Tandler B. 1986. Ultrastructure of dog parotid gland. Journal Submicroscopic Cytology. 18: 67–74.

Novelina S. 2010. Dinamika Perubahan Morfofungsi Gonad dan Kelenjar Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) Selama Masa Berbiak dan Bersarang [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Onishi N. 2010. From dung to coffee brew with no aftertaste [terhubung berkala]. http://www.nytimes.com (4 Juli 2012).

Parks HF. 1961. On the fine structure of the parotid gland of mouse and rat. American Journal of Anatomy. 108: 303-329.

Phillips CJ, Tandler B. 1996. Salivary glands, cellular evolution, and adaptive radiation in mammals. European Journal of Morphology. 34(3): 155-161. Pinkstaff CA. 1981. Histochemical characterization of salivary glands secretion in

saliva and salivation. Advance in Physiology. 28: 141-261.

Redaksi Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna: Mamalia 2. Jakarta (ID): Ichtiar Baru–Van Hoeve.

Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri (US): Saunders Elsevier.

Schreiber A, Wirth R, Riffel M, Rompaey HV. 1989. Weasels, Civets, Mongooses, and their Relatives An Action Plan for the Conservation of Mustelids and Viverrids. Switzerland (CH): International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Shackleford JM, Wilborn WH. 1969. Ultrastructure of bovine parotid gland. Journal of Morphology. 127: 453-474.

(25)

14

Su S, Sale J. 2007. Niche differentiation between common palm civet Paradoxurus hermaphroditus and small Indian civet Viverricula indica in regenerating degraded forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation. 36: 30-34.

Tandler B, Gresik EW, Nagato T, Phillips CJ. 2001. Secretion by striated ducts of mammalian major salivary glands: review from ultrastructural, functional and evolutionary perspective. The Anatomical Record. 264: 121-145.

Vaughan TA. 1978. Mammalogy. Philadelpia (US): W.B Saunders Company Zainuddin N, Agungpriyono S, Wresdiyati T, Adnyane IKM, Sari DK. 2000.

(26)

15

Lampiran 1 Pewarnaan hematoksilin eosin

Pewarnaan hematoksilin eosin merupakan pewarnaan standar untuk mengetahui struktur umum sel maupun jaringan dalam suatu organ. Tahapan pewarnaan hematoksilin eosin adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Preparat diwarnai dengan haematoksilin selama 30-45 detik kemudian

direndam di dalam air keran selama beberapa saat.

5. Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke dalam pewarna haematoksilin selama 3-5 detik. Namun jika warnanya terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat haematoksilin 1-2 kali (0.5% HCl dalam 70% alkohol).

6. Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu direndam di dalam aquadest selama 5 menit.

7. Preparat diwarnai dengan eosin selama 30-45 detik.

8. Preparat di dehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III) masing-masing 2-4 kali celup.

9. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 5 menit.

10.Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover glass menggunakan entellan®.

(27)

16

Lampiran 2 Pewarnaan alcian blue pH 2.5

Pewarnaan AB bertujuan untuk mendeteksi karbohidrat asam pada jaringan. Pewarna AB dengan pH 2.5 dapat mewarnai mukosubstan sulfat dan nonsulfat. Menurut Kiernan (1990) prosedur pewarnaan AB adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Penurunan pH dengan merendamkan preparat ke dalam larutan asam

asetat 3% pada suhu kamar selama 5 menit.

5. Preparat diwarnai dengan alcian blue pH 2.5 selama 30 menit.

6. Preparat dicuci dengan asam asetat 3% pada suhu kamar selama 3x @ 5 menit, lalu dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.

7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (nuclear fast red). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop.

8. Preparat dicuci dengan aquadest pada suhu kamar selama 3x @ 5 menit. 9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS

dan kemudian ditutup dengan kaca penutup.

(28)

17

Lampiran 3 Pewarnaan periodic acid Schiff

Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral, gula heksosa, dan asam sialit. Prosedur pewarnaan PAS adalah sebagai berikut:

1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing-masing selama 3-5 menit.

2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 3-5 menit.

3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit. 4. Preparat dioksidasi di dalam larutan 0.5-1 periodic acid selama 5 menit

pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan aquadest selama 5 menit dan aquabidest selama 2x @ 5 menit.

5. Preparat direndam di dalam Schiff’s reagen selama 15-30 menit.

6. Preparat direndam dalam air sulfit selama 3x @ 5 menit dan kemudian dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.

7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (mayer hematoksilin). Intensitas warna dikontrol di bawah mikroskop.

8. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 10-60 menit lalu dibilas dengan aquadest selama 2x @ menit.

9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS dan kemudian ditutup dengan kaca penutup.

(29)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1991 dari pasangan Bapak Ade Suprijatna dan Ibu Nofliwati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Muhammadiyah Bojonggede, diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 73 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan selanjutnya diteruskan di SMA Negeri 6 Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, Penulis melanjutkan pendidikan ke IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama masa perkuliahan, penulis berpartisipasi aktif sebagai asisten mata kuliah Anatomi Veteriner I, Anatomi Veteriner II, Histologi Veteriner II, Parasitologi Veteriner (Ektoparasit) dan Patologi Sistemik II. Selain itu Penulis juga aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan, Himpunan Minat Profesi Satwaliar dan Komunitas Seni Steril FKH IPB. Dalam Rangka menyelesaikan tugas akhir, Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul,

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu jenis mamalia Indonesia yang populer karena kemampuannya dalam memilih buah kopi yang matang dan berkualitas baik untuk dikonsumsi. Biji kopi yang tidak tercerna dan dikeluarkan bersama feses dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak disukai penggemar kopi karena memiliki cita rasa yang khas (Onishi 2010).

Musang luak digolongkan ke dalam ordo karnivora, famili viverridae (Vaughan 1978). Berdasarkan pola makan, musang luak dapat digolongkan ke dalam omnivora karena hewan ini memakan segala jenis pakan. Oleh sebab itu musang luak memiliki keunikan dibandingkan dengan karnivora lainnya terutama dari aspek diet yang dapat mempengaruhi morfofungsi organ pencernaan. Kelenjar ludah merupakan salah satu organ asesori sistem pencernaan yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar ludah musang luak. Pengetahuan mengenai morfologi kelenjar ludah dapat mendukung pemahaman mengenai pakan dan fisiologi sistem pencernaan.

Penelitian serupa mengenai kelenjar ludah telah dilaporkan pada berbagai hewan antara lain pada tikus (Parks 1961), sapi (Schakleford & Wilborn 1969), anjing (Nagato & Tandler 1986), tupai (Zainuddin et al. 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010), burung walet (Novelina 2010) Akan tetapi penelitian mengenai kelenjar ludah musang luak belum penah dilaporkan sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Musang luak adalah hewan multimanfaat yang sangat potensial untuk dikembangkan, terutama dari segi usaha pengembangan budidaya kopi luak. Kopi luak sendiri merupakan produk hasil pencernaan, sehingga pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi saluran pencernaan menjadi sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung usaha budidaya lebih lanjut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan mandibularis musang luak secara makroanatomi maupun mikroanatomi yang mencakup letak topografis, bentuk, ukuran, sel-sel penyusun serta studi histokimia dengan tinjauan kandungan dan distribusi karbohidrat.

Manfaat Penelitian

(31)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Musang Luak

Musang luak dikenal juga dengan istilah Asian palm civet dan Toddy cat merupakan mamalia yang unik. Panjang tubuh sekitar 50 cm dan berat dewasa rata-rata 2-5 kg (Corlett 2011). Baker & Kelvin (2008) menyatakan karakteristik hewan ini secara umum antara lain berambut cokelat gelap dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, memiliki rambut putih pada dahi dan rambut hitam di wajah bagian lateral sehingga menyerupai topeng, memiliki moncong dengan gigi runcing, karakteristik tersebut diperlihatkan pada Gambar 1. Musang luak termasuk ke dalam ordo karnivora, famili viverridae bersama linsang Afrika dan binturong (Schreiber et al. 1989). Musang luak terdapat secara luas di benua Asia khususnya Asia selatan, Indochina, kepulauan Philipina dan kepulauan Indonesia bagian barat (Meijaard et al. 2006). Habitat terutama di hutan hujan tropis, hutan gugur dan daerah dekat pemukiman manusia (Duckworth et al. 1999). Musang luak memiliki perbedaan mencolok dengan karnivora pada umumnya, terutama pada aspek diet, musang luak selain mengonsumsi daging juga dapat mengonsumsi bahan pakan lain seperti serangga dan bahan nabati seperti buah-buahan manis (Su & Sale 2007). Jothish (2011) melaporkan berbagai jenis biji buah ditemukan dalam feses musang luak yang tersebar di hutan Kerala, India dengan tingkat germinasi biji mencapai 100%, sehingga musang luak dikenal juga sebagai agen permudaan hutan karena dapat menyebarkan biji melalui feses.

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia

Sistem pencernaan mamalia dilengkapi organ-organ yang berfungsi membantu proses pencernaan, salah satunya adalah kelenjar ludah. Pada mamalia kelenjar ludah terbagi menjadi dua jenis yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar Gambar 1 Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus).

(32)

3 ludah minor. Kelenjar ludah mayor pada kebanyakan mamalia terdiri atas tiga pasang yaitu kelenjar parotis, mandibularis dan sublingualis. Kelenjar ludah minor terdiri atas kelenjar pada mukosa bukalis dan lidah (Cunningham 1997). Hume & Warner (1980) menyatakan mamalia herbivora memiliki ukuran kelenjar parotis yang relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis, sedangkan karnivora memiliki kelenjar mandibularis yang lebih besar daripada kelenjar parotis.

Secara histologis kelenjar ludah merupakan kelenjar yang berbentuk tubuloasinar dengan modus sekresi merokrin (Dellmann & Brown 1981; Samuelson 2007). Produksi ludah terjadi di dalam sel-sel asinar kemudian disalurkan melalui alat penyalur (duktus) menuju rongga mulut (Dyce et al. 2002). Ludah berfungsi dalam proses pencernaan maupun menjaga higiene rongga mulut, kandungan air ludah antara lain adalah air, enzim, buffer (Kent & Miller 1997), laktoferrin, lisozim (Adnyane et al. 2007), dan immunoglobulin-A (Mohammadpour 2009). Berdasarkan bentuk sekretanya, kelenjar ludah dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu kelenjar serous yang mensekresikan sekreta encer menyerupai air, kelenjar mukus yang mensekresikan sekreta kental dan kelenjar seromukus yang mensekresikan sekreta campuran (Bacha & Bacha 2000).

Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar yang terletak di ramus mandibula, pada kebanyakan mamalia, kelenjar ini menghasilkan sekreta serous yang didalamnya terkandung enzim amilase (Dyce et al. 2002). Pada herbivora, kelenjar ini berukuran lebih besar daripada kelenjar ludah lainnya (Hildebread & Goslow 2001). Secara histologis, kelenjar parotis tersusun atas bagian asinus dan bagian duktus. Bagian asinus kelenjar tersusun oleh sel-sel asinar yang dapat bersifat serous maupun seromukus. Asinar serous dapat ditemukan pada ruminansia (Habel & Biberstein 1957; Shackleford & Wilborn 1968) dan babi (Adnyane 2009), sedangkan asinar seromukus dapat ditemukan pada kucing (Adnyane 2009), anjing (Nagato & Tandler 1986) dan tupai (Zainuddin et al. 2000).

Kelenjar Mandibularis

(33)

4

dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000), kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut, hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.

Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan 5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina), ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic acid Schiff.

Alat

(34)

4

dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000), kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut, hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.

Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan 5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan kamera digital.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina), ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic acid Schiff.

Alat

(35)

5 Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan hasil penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar parotis dan mandibularis pada musang luak termasuk ke dalam kelenjar ludah mayor. Kelenjar parotis terletak di ventral meatus acusticus externus dan di kaudal m. masseter. Pada musang luak kelenjar parotis ada sepasang. Kelenjar parotis adalah kelenjar yang berbentuk oval dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna merah pucat dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis terletak tepat di ventral kelenjar parotis dan di kaudal angulus mandibularis os mandibula. Jumlah kelenjar ini ada sepasang. Kelenjar ini berbentuk tidak beraturan dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna kekuningan dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2).

Melalui pengukuran makroanatomi didapatkan ukuran rataan kedua kelenjar yang meliputi panjang, lebar, tebal dan berat. Pada hewan jantan didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 2.75 ± 0.73 cm, lebar 2.00 ± 0.37 cm, tebal 0.41 ± 0.07 cm dan berat 1.56 ± 0.23 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.30 ± 0.39 cm, lebar 1.88 ± 0.39 cm, tebal 0.40 ± 0.07 cm dan berat 0.71 ± 0.02 g. Pada hewan betina didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 3.48 ± 0.29 cm, lebar 2.45 ± 0.31 cm, tebal 0.42 ±

(36)

5 Prosedur Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan hasil penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar parotis dan mandibularis pada musang luak termasuk ke dalam kelenjar ludah mayor. Kelenjar parotis terletak di ventral meatus acusticus externus dan di kaudal m. masseter. Pada musang luak kelenjar parotis ada sepasang. Kelenjar parotis adalah kelenjar yang berbentuk oval dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna merah pucat dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis terletak tepat di ventral kelenjar parotis dan di kaudal angulus mandibularis os mandibula. Jumlah kelenjar ini ada sepasang. Kelenjar ini berbentuk tidak beraturan dengan aspek berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna kekuningan dan dilapisi jaringan ikat (Gambar 2).

Melalui pengukuran makroanatomi didapatkan ukuran rataan kedua kelenjar yang meliputi panjang, lebar, tebal dan berat. Pada hewan jantan didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 2.75 ± 0.73 cm, lebar 2.00 ± 0.37 cm, tebal 0.41 ± 0.07 cm dan berat 1.56 ± 0.23 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.30 ± 0.39 cm, lebar 1.88 ± 0.39 cm, tebal 0.40 ± 0.07 cm dan berat 0.71 ± 0.02 g. Pada hewan betina didapatkan rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 3.48 ± 0.29 cm, lebar 2.45 ± 0.31 cm, tebal 0.42 ±

(37)

6

0.08 cm dan berat 1.69 ± 0.27 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis yaitu panjang 2.20 ± 0.24 cm, lebar 1.98 ± 0.10 cm, tebal 0.44 ± 0.04 cm dan berat 0.74 ± 0.02 g. Ukuran rataan morfometri kedua kelenjar secara rinci diperlihatkan pada Tabel 1.

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Struktur mikroanatomi kedua kelenjar secara umum memiliki kesamaan yaitu terdiri atas dua bagian utama penyusun yaitu bagian parenkim dan stroma. Bagian parenkim tersusun atas ujung kelenjar (asinus) dan alat penyalur (duktus), sedangkan stroma tersusun atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Jaringan ikat melapisi seluruh permukaan kelenjar dan menyusup ke dalam kelenjar, jaringan ikat ini memisahkan kelenjar menjadi lobus-lobus, lebih jauh lagi jaringan ikat yang lebih tipis menyusup ke dalam lobus-lobus dan membagi lobus menjadi lobulus-lobulus.

Kelenjar parotis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas sel asinar serous berbentuk piramida dengan inti sel bulat dan terletak di tengah, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap sedangkan sitoplasma sel berwarna merah muda (Gambar 3A).

Kelenjar mandibularis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas dua jenis sel penyusun yaitu sel asinar mukus dan sel asinar serous. Sel asinar mukus berbentuk seperti piramida dengan inti sel pipih dan terletak ke arah membran basal, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan sitoplasma berwarna biru cerah. Sel asinar serous berbentuk piramida yang terletak di pinggir kumpulan asinar mukus membentuk demiluna, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan sitoplasma berwarna merah gelap (Gambar 3B).

(38)

7 Alat penyalur ditemukan pada kedua kelenjar, terdapat tiga jenis alat penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus ekskretorius yang dibedakan menurut jenis epitel penyusun dan ukuran. Duktus interkalatus tersusun atas epitel pipih selapis hingga kubus sebaris dan berukuran paling kecil, duktus striatus tersusun atas epitel silindris sebaris dan berukuran sedang, duktus eksretorius tersusun atas epitel silindris banyak baris dan berukuran paling besar.

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar

Melalui metode histokimia AB pH 2.5 dan PAS, pada kelenjar parotis hanya terdeteksi adanya kandungan karbohidrat netral sedangkan pada kelenjar mandibularis terdeteksi adanya kandungan karbohirdrat asam dan netral. Reaksi positif ditunjukkan dengan hadirnya warna spesifik dan intensitas warna merepresentasikan intensitas kandungan karbohidrat. Pada kelenjar parotis bereaksi negatif (-) terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4A) sedangkan pewarnaan PAS bereaksi positif dengan intensitas sedang (++) pada sel asinar serous serta intensitas lemah (+) pada sekreta lumen duktus (Gambar 4B). Pada kelenjar mandibularis, kedua pewarnaan menghasilkan reaksi positif dengan intensitas bervariasi, pada pewarnaan AB pH 2.5 menghasilkan reaksi positif dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar mukus dan intensitas lemah (+) pada sekreta lumen duktus (Gambar 4C). Pewarnaan PAS menghasilkan reaksi positif dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar serous, intensitas sedang hingga kuat (++ ~ +++) pada sekreta lumen duktus, intensitas sedang (++) pada sel asinar mukus dan membran basal duktus, dan intensitas lemah (+) pada epitel duktus (Gambar 4D). Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis diperlihatkan secara rinci pada Tabel 2.

(39)

8

Kelenjar ludah musang luak Pewarnaan

AB pH 2.5 PAS Keterangan: (-) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat.

Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis terhadap pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS.

(40)

9 Pembahasan

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Kelenjar ludah merupakan organ asesori pada sistem pencernaan hewan. Phillips & Tandler (1996) menyatakan bahwa tidak ada suatu deskripsi mengenai kelenjar ludah yang dapat mewakili seluruh jenis mamalia secara umum. Kelenjar ludah setiap jenis hewan sangat bervariasi satu sama lain dan hal ini berkaitan dengan jenis pakan serta pola tingkah laku makan. Kelenjar parotis dan kelenjar mandibularis merupakan kelenjar ludah mayor pada musang luak. Dari hasil pengamatan makroanatomi didapatkan letak kelenjar parotis dan mandibularis pada situs viscerum menyerupai letak kelenjar yang sama pada hewan lainnya seperti kuda, ruminansia (Getty 1975) dan anjing (Smith 1999).

Dari hasil pengukuran morfometri didapatkan bahwa ukuran kelenjar parotis dan mandibularis musang luak jantan dan betina tidak memiliki perbedaan ukuran yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran kelenjar tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Melalui pengukuran morfometri juga didapatkan bahwa ukuran kelenjar parotis relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis.

Hume & Warner (1980) menyatakan bahwa kelenjar mandibularis pada karnivora biasanya berukuran lebih besar daripada kelenjar parotis. Tetapi pada musang luak kelenjar parotis lebih besar, hal ini diduga memiliki hubungan dengan pola diet musang luak yang berbeda dengan karnivora kebanyakan dan esofagus musang luak yang tidak memiliki kelenjar esofagus (Kusumastuti 2012) sehingga fungsi lubrikasi sepenuhnya dilakukan oleh kelenjar ludah.

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

Struktur mikroanatomi kelenjar parotis tersusun atas dua bagian utama yaitu parenkim dan stroma. Parenkim terdiri dari sel asinar yang berbentuk piramida dengan inti terletak di tengah, sehingga sel asinar kelenjar parotis musang luak digolongkan sebagai kelenjar serous murni. Kelenjar serous murni menghasilkan sekreta cair yang berfungsi untuk melubrikasi makanan yang bersifat kering dan keras seperti bahan nabati dan serangga, kelenjar parotis yang bersifat serous murni biasa ditemukan pada hewan herbivora, insektivora dan omnivora seperti kuda (Bacha & bacha 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010). Musang luak diduga memakan jenis pakan yang memiliki karakteristik serupa dengan pakan hewan-hewan di atas.

(41)

10

Alat penyalur (duktus) merupakan bagian dari parenkim kelenjar ludah yang berfungsi untuk menyalurkan sekreta ludah ke dalam rongga mulut. Duktus yang ditemukan antara lain duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus eksretorius. Duktus interkalatus menghubungkan asinus (Habel & Biberstein 1957) dan bergabung menjadi duktus striatus yang memiliki fungsi untuk kontrol homeostasis elektrolit dalam sekreta ludah (Tandler et al. 2001), duktus ini kemudian bersatu menjadi duktus eksretorius yang membawa sekreta ludah ke dalam rongga mulut.

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis Karbohidrat merupakan molekul penting dalam kehidupan makhluk hidup, tersebar di dalam jaringan tubuh, termasuk juga kelenjar ludah. Keberadaan karbohidrat dalam kelenjar ludah dapat berfungsi sebagai bahan penyusun sel (Humason 1967) dan komponen sekreta ludah (Dyce et al. 2002).

Dari hasil pendeteksian karbohidrat didapatkan bahwa kelenjar parotis tidak bereaksi dengan AB pH 2.5 di setiap bagian kelenjar, sedangkan PAS menghasilkan reaksi positif dengan intensitas lemah hingga sedang pada sekreta dan sel asinar serous. Dari hasil tersebut dapat dianalisis bahwa kelenjar parotis musang luak tidak mengandung karbohdirat asam tetapi mengandung serta mensekresi karbohidrat netral. Produksi karbohidrat netral ini dibuktikan dengan hadirnya reaksi positif dengan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Hasil ini sangat bersesuaian dengan struktur mikroanatomi kelenjar parotis yang bersifat serous murni, karena pada umumnya sel asinar serous mengandung karbohidrat netral dan tidak mengandung karbohidrat asam. Hasil ini bersesuaian dengan hewan-hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat serous murni seperti tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing dan babi (Adnyane 2009) dan berbeda dengan hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat seromukus, contohnya adalah tupai (Zainuddin et al. 2000) dan kucing (Adnyane 2009).

Gambar

Gambar 2 Gambaran makroskopis kelenjar parotis (P) dan mandibularis (M)
Gambar 3 Fotomikrograf kelenjar parotis (A) dan mandibularis (B) musang
Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada  kelenjar parotis dan mandibularis terhadap
Gambar 2 Gambaran makroskopis kelenjar parotis (P) dan mandibularis (M)
+4

Referensi

Dokumen terkait

atau gangguan pendengaran pada karyawan sehingga perlu adanya pengamatan langsung pada lingkungan fisik. 2) Beberapa faktor lingkungan fisik yang diukur meliputi

Dari beberapa studi kasus pengalaman risiko konstruksi pembangkit listrik konvensional dan identifikasi risiko yang terjadi, maka langkah- langkah yang diperlukan

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh Total Quality Management, dan penghargaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan Total

Tujuan dari program Paket C itu sendiri salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat terpenuhi dalam jalur pendidikan

Observasi aktivitas guru dan siswa digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu yaitu tentang gambaran proses pembelajaran. Analisis lembar observasi ini

Peran kepala sekolah sebagai supervisor tentunya kami menjalankan kegiatan supervisi dengan melakukan kunjungan kelas dengan mengamati proses pembelajaran yang dilakukan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah penulis uraikan pada bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut bahwa dari hasil yang diperoleh

Kelompok- komoditas yang memberikan andil/sumbangan terhadap inflasi Banten berturut-turut sebagai berikut: kelompok bahan makanan sebesar -0,0143 persen; kelompok