• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Ikan Tenggiri

Ikan tenggiri (Gambar 1) biasa juga disebut: Spaniard, Narrow-Barred Spanish Mackerel, Kingfish, King Mackerel. Ikan tenggiri sangat digemari masyarakat baik nasional maupun internasional dan di Indonesia ikan tenggiri merupakan komoditas ekspor.

Gambar 1. Gambar ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepède, 1800)) yang ditemukan di sekitar perairan Sulawesi

Ikan tenggiri termasuk dalam kelas: Actinopterygii, Ordo: Perciformes, Famili: Scombridae , Subfamili: Scombrinae, Genus: Scomberomorus, Spesies:

Scomberomorus commerson (Lacepède, 1800). Ciri-c iri morphologi yaitu: Duri keras sirip dorsal (total): 15 - 18; Duri lunak sirip dorsal (total): 15 – 20; Duri sirip keras anal: 0; Duri sirip lunak anal: 16 – 21; ruas tulang belakang: 42 – 46.

Interpelvic proses kecil dan bifid. Tidak memiliki gelembung renang. Lateral line

membengkok kearah bawah sampai ujung sirip dorsal yang kedua. Mempunyai garis pada tubuhnya, kadangkala terpecah pada bagian ventral menjadi seperti bintik -bitik dengan jumlah 40-50 pada ikan dewasa dan kurang dari 20 pada ikan muda. Sirip dorsal bagian tengah berwarna putih, sirip lainnya hitam (Ref. 11228) (FishBase 2006).

Penangkapan ikan tenggiri dilakukan di semua perairan di Indonesia, di Sulawesi penangkapannya dilakukan sepanjang tahun dengan daerah penangkapan di semua perairan yaitu Selat Makassar, Teluk Bone, Teluk Tolo, Teluk Tomini

dan Laut Sulawesi. Di Sulawesi Selatan dikenal dua macam ikan tenggiri yaitu ikan tenggiri papan dan ikan tenggiri tikus, meskipun mereka memberikan kedua ikan tersebut dengan ikan tenggiri tetapi kedua ikan ini sangat berbeda. Ikan tenggiri papan adalah ikan tenggiri dengan nama spesies: S. commerson dan ikan tenggiri tikus atau tenggiri laki dengan nama spesies : Acanthocybium sol&ri dari kedua ikan tenggiri tersebut yang menjadi salah satu komoditi ekspor dan digemari masyarakat adalah ikan tenggiri papan (S. commerson) yang juga merupakan objek penelitian ini. Tenggiri dijual dipasaran dalam bentuk ikan segar, ikan beku, ikan asin dan ikan kaleng (FishBase 2006).

Ikan tenggiri mempunyai pertumbuhan panjang yang cepat yaitu sekitar 80 cm dalam 1 (satu) tahun dan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur yaitu 100-110 cm dalam 2 tahun (Dudley et al. 2004). Ukuran maksimum dapat mencapai 70 kg dengan panjang 2,4 m (Swainston, 2004). Distribusi ikan tenggiri di seluruh dunia tersebar pada da erah: Indo Pacific Barat: Laut Merah dan Afrika Selatan sampai Asia Tenggara, Utara sampai ke Cina dan Jepang dan dari Australia Utara sampai Tenggara, Fiji. Serta laut Mediterania Timur, Tenggara Atlantik: Pulau St. Helena dengan lintang; 40°U - 45°S (Okiyama 1993), temperatur 18o - 31oC (65 - 88 Fahrenheit). Adanya ikan tenggiri di Laut Mediteranian bagian timur disebabkan oleh migrasinya ikan-ikan yang berada di Laut Merah masuk ke perairan tersebut melalui Teruan Suez, yang dikenal dengan

lessepian migration. Ikan tenggiri adalah salah satu ikan Lessepian dari 54 spesies ikan yang diketahui, nama tersebut diambil dari nama orang Perancis yang membangun terusan Suez yaitu Ferdinand de Lesseps. Ikan tenggiri di daerah ini pertama kali dicatat sejak tahun 1935 dan sekarang umum didapatkan pada penangkapan dengan jaring dan pukat cincin (Golani 1988). Selanjutnya dikatakan bahwa tenggiri didaerah mediteranian populasinya semakin meningkat dan diduga merupakan competitor dari indigenous spesies Argyrosomus regius

yang merupakan ikan yang biasa ditangkap sebagai ikan komersil di Israel, yang sejak tahun 1980an sudah hampir punah. Kedua ikan ini merupakan piscivora sehingga keduanya menggunakan niche yang sama.

Secara umum penyebaran spesies ini diseluruh dunia da pat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta penyebaran ikan tenggiri (S. Comerson) di dunia (FishBase 2006). Keterangan: Warna merah pada gambar adalah daerah yang ditemukan tenggiri.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semua perairan disekitar Sulawesi merupakan daerah penyebaran dari ikan tenggiri.

Parasit-Parasit pada Ikan Scomberomorus comerson

Jenis-jenis parasit yang telah diketahui sekitar 10.000 spesies, terdiri dari Trematoda: 17% monogenea, 15% monogenea. Jumlah ektoparasit terdiri dari sekitar 4.200 spesies termasuk Crustacea, Monogenea, Hirudinea, Coelenterata dan beberapa jenis protozoa (Möller & Anders, 1986). Selanjutnya dikatakan bahwa parasit-parasit ini ada yang ditemukan pada otot ikan dan dewasa pada usus ikan, dan ada pula yang dapat hidup pada mamalia serta manusia.

Parasit-parasit yang terdapat pada ikan tenggiri menurut hasil penelitian yang dilakukan di Australia mencapai 14 spesies. Terdiri dari 7 spesies parasit temporer Terdiri dari Copoda: Pseudocycnoides armatus (Basset-Smith, 1898),

(Unnithan, 1956), Pseudothoracocotyla gigantica (Rohde 1976), Gotocotyla secunda (Tripathi, 1956), Gotocotyla bivaginalis (Ramalingan, 1961), & Pricea multae (Chauhan, 1945), dan 7 spesies parasit permanen: Grillotia branchi

(Shaharom & Lester, 1982), Terranova spp, Pterobothrium sp, Callitetrarhynchus gracilis (Pinter, 1931), Anasakis simplex, Otobothrium cysticum dan Trypanorhynchaspp.) (Lester et al. 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Moore et al. (2003) yang memperlihatkan bahwa pada ukuran ikan yang relatif sama terlihat ada nya perbedaan pada beberapa spesies parasit yang berasal dari perairan sekitar Kupang (Indonesia) dengan parasit yang ditemukan pada ikan tenggiri di Australia, seperti tingginya kelimpahan parasit Terranova spp, Grillotia branchi, Otobothrium cystium dan

Pterobothrium sp. yang terdapat di Australia dib&ingkan dengan yang terdapat di Perairan Kupang.

Parasit Zoonosis

Parasit zoonotik adalah parasit yang terdapat pada hewan tetapi dapat menginfeksi manusia (Lawrence 1991). Keadaan ini terjadi karena ada kemampuan dari parasit selain menginfeksi hewan juga menginfeksi manusia. Parasit seperti ini umumnya adalah parasit yang mempunyai siklus hidup yang menjadikan salah satu inangnya adalah mamalia. Kejadian ini terjadi karena adanya kebiasaan pada masyarakat tertentu yang mengkonsumsi ikan dengan cara mentah atau setengah matang. Makanan seperti sushi atau shashimi dari berbagai makanan laut, seperti bermacam-macam jenis ikan dan cumi-cumi adalah sumber infeksi yang umumnya disebabkan oleh nematoda, Anisakis spp. Pada Cestoda yang menginfeksi ikan, misalnya Diphyllobothrium spp. dapat hidup pada usus manusia dan menyebabkan penyakit yang disebut diphyllobothriasis (Yamane et al. 1986).

Salah satu spesies yang terkenal adalah Diphyllobothrium latum yang menginfeksi beberapa jenis ikan-ikan seperti pike, perch dan turbot pada perairan

Baltic Sea dapat mengifeksi manusia (Sinderman 1990) (Gambar 3). Selanjutnya dikatakan bahwa pada spesies lainnya seperti D. pacifum juga diketahui dapat

menginfeksi manusia di Peru yang biasa mengkonsumsi ikan Sciaena deliciosa

dalam keadaan mentah.

Gambar 3. Siklus hidup Diphylobothrium latum

(Schistosome Research Group Cam.University 1998)

Keberadaan parasit dapat menyebabkan ikan ditolak dari pasaran lokal maupun international, kasus ini terlihat pada ikan Barakuda, Thyrsites atun di New Zealand menyebabkan menurunnya nilai komersial ikan tersebut disebabkan oleh infeksi parasit (Mehl 1970). Contoh lainnya yaitu ikan kupu-kupu (Peprillus

spp., Stoteidae) yang mempunyai nilai yang sangat tinggi di Jepang tetapi dilaporkan terinfeksi berat dengan cacing Otobothrium cysticum (Mayer, 1842) menyebabkan ikan ini nilainya menjadi rendah dipasaran (Palm & Overstreet 2000).

Penyakit cacing yang disebabkan oleh trematoda yang biasanya dijumpai di Indonesia, Philipina dan Cina adalah parasit yang disebabkan oleh Schistosoma japonicum yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan dan hati (Belavilas, 2006). Parasit ini dewasa pada pada mamalia sehingga ditemukan pula pada kucing, anjing tikus sehingga hewan-hewan tersebut dapat menjadi reservoir host

japonicum menyebabkan deman, perut, spleen membesar dan kekurangan darah (Belavilas 2006). Siklus hidupnya membutuhkan inang perantara siput air tawar yang terinfeksi oleh fase miracidium parasit setelah menetas dan pada tubuh siput parasit berkembang secara aseksual dimana setiap miracidium berkembang dan menghasilkan banyak redia secara aseksual dan setiap redia menghasilkan metacercaria yang banyak dan akan berenang bebas diperairan untuk menginfeksi inang akhir. Parasit pada fase cercaria yang berenang bebas dalam air masuk melalui kulit kemudian kepembuluh darah, jantung dan paru-paru dan pembuluh darah usus dan berkembang secara seksual (Gambar 4).

Gambar 4. Siklus hidup Schistosoma spp. (Belavilas 2006)

Pada parasit Schistosoma spp. tidak membutuhkan inang perantara seperti ikan, sedangkan spesies lainnya seperti Heterophyes heterophyes membutuhkan inang perantara ke 2 yaitu ikan sebelum me nginfeksi manusia (Gambar 5). Parasit mula-mula menginfeksi Siput sebagai inang perantara 1, perkembangan secara aseksual yaitu dari telur menetas menjadi miracidium (Kotak merah), kemudian menginfeksi siput dan miracidium menghasilkan sporocyst dan setia p sporocyst

air untuk mencari inang berikutnya yaitu ikan sebagai inang perantara ke 2. Pada tubuh ikan cercaria menanggalkan ekornya dan membentuk mecercaria sampai termaka n oleh inang selanjutnya dan menjadi dewasa pada usus mamalia.

Parasit H. heterophyes telah diketahui disamping dapat menginfeksi ikan, dapat pula menginfeksi kucing, anjing dan mamalia lainnya ((Al-Ozaimi 2006).

Gambar 5. Siklus hidup H. heterophyes (Al-Ozaimi 2006)

Parasit zoonotik pada ikan tenggiri yang sudah dikenal berasal dari ikan laut yaitu Nematoda dari genus Anisakis yaitu A. simplex yang dilaporkan di temukan pada ikan tenggiri Australia (Lester et al. 2001) dan A. typica dari perairan pantai Somali (Mattiucci et al. 2002). Parasit ini dapat menyebabkan penyakit pada sistem pencernaan manusia yang apabila memakan ikan yang hanya sedikit diproses seperti ikan asap atau penggaraman yang rendah. Cacing ini menyebab penyakit yang ditandai dengan imflamasi, ulser dan terbentuknya granuloma pada kasus seperti kasus yang dilaporkan dari Belanda, Norwegia dan Jepang (Sinderman 1990).

Pengaruh Parasit pada Ikan

Ada beberapa alasan penting mengapa studi penyakit ikan laut perlu dilakukan, alasan-alasan tersebut yaitu: (1). Untuk mengetahui peranan dan pengaruh yang signifikan pada populasi ikan laut. (2). Untuk memahami pengaruh penyakit ikan pada budida ya laut dan mengembangkan metode-metode untuk mengurangi pengaruh tersebut. (3). Untuk mengetahui hubungan antara polusi yang terjadi di perairan pantai/estuaria dan pemanfaatan informasi penyakit ikan serta kelainan yang ditimbulkannya sebagai indikator kerusakan lingkungan yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia. (4). Untuk mengetahui hubungan antara parasit dan penyakit pada ikan laut dan kaitannya dengan kesehatan manusia. (Sindermann 1990).

Penyebab penyakit secara umum terdiri dari: (a) Penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, (b) P enyakit yang disebabkan oleh koexistensi organisme, (c) Kekurangan nutrisi, (d) Luka karena fisik, (e) Penyakit faktor genetik (Kinne 1984). Lingkungan yang buruk yang disebabkan oleh kontribusi dari polusi diduga salah satu faktor mewabahnya penyakit. Banyak kasus yang telah membuktikan bahwa bahan-bahan toksik dapat mempengaruhi kesehatan ikan (Möller & Anders1986).

Parasit yang hidup pada usus ikan terdiri dari Digenea, Cestoda, Nematoda dan Acanthocephala. Semuanya menginfeksi inangnya melalui makanan dan ada beberapa parasit yang pada fase larva dalam otot ikan, masuk dalam tubuh inangnya berikutnya seperti: ikan, burung atau mamalia dalam bentuk dewasa (Möller & Anders 1986).

Pengaruh parasit pada ikan bukan hanya mempengaruhi individu ikan, bahkan ada yang dapat mempengaruhi tingkah laku migrasi suatu populasi ikan. Banning dan Becker (1978) memperlihatkan bahwa populasi ikan Herring,

Clupea harengus yang terinfeksi oleh larva Anisakis di Laut Utara mengalami perubahan tingkah laku migrasi. Parasit ini menginfeksi otot ikan dan rongga perut, tetapi distribusi pada setiap jaringan berbeda tergantung jenis ikannya (Smith & Wootten 1978). Pada kegiatan budidaya ikan, kerugian yang ditimbulkan diantaranya tidak efisiensinya pemberian pakan pada ikan (Hiscox & Brocksen 1972). Demikian halnya respon jaringan pada parasit yang sama pada

ikan yang berbeda mempunyai respon yang berbeda -beda. Perbedaan ini terletak pada respon sel-sel jaringan pada parasit. Pengaruh pada jaringan menjadi berkurang dengan adanya kemampuan jaringan inang membungkus parasit tersebut. Bahkan ada parasit yang mengifeksi jaringan otak, tetapi ikan tersebut memperlihatkan tingkah laku yang sangat normal (Abbot 1968).

Dengan demikian, pengaruh parasit pada tubuh inang dapat diperkecil. Pada infeksi yang berat dengan organ yang terinfeksi adalah organ vital, dapat membahayakan inang. Pada kasus infeksi berat yang menyerang jaringan-jaringan organ hati disebabkan oleh Anisakis pada ikan Cod dapat menyebabkan hati ikan tersebut mengecil dan kehilangan fungsinya, sedangkan infeksi pada otot kemungkinan kecil pengaruhnya, sehingga diduga yang berbahaya adalah infeksi sekunder yang ditimbulkan karena adanya penyakit yang disebabkan oleh mikro organisma (Kahl 1938 diacu dalam Rohde 1984).

Meskipun ditemukan pengaruh negatif seperti diatas, ditemukan pula data yang menunjukkan bahwa parasit tidak memberikan pengaruh negatif pada inangnya, misalnya studi yang dilakukan oleh Suzuki dan Oishi (1974) yang melihat pengaruh parasit Anisakis sp. dan Cestoda Nybelinia surmenicola pada ikan anchovy (Engraulis capensis), dimana tidak ada pengaruh pada pertumbuhan. Demikian halnya yang ditemukan oleh Hennig (1974) tidak menemukan perbedaan kondisi kesehatan ikan anchovy, Engraulis capensis antara yang terinfeksi parasit Anisakis sp dengan yang tidak terinfeksi.

Pengaruh Parasit p ada Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan dapat di bagi dalam pertumbuhan somatik dan gonad. Pada ikan-ikan yang mengalami infeksi penyakit menyebabkan terjadinya penurunan pada konversi efisiensi makanan dan selera makan (feeding rate). Beberapa stres yang disebabkan oleh pengaruh fisik dan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme tubuh pada ikan (Webb & Breed 1973; Smart 1981; Barton & Shreck 1978 diacu dalam Rice 1990). Pada ikan yang terinfeksi penyakit misalnya ikan goldfish, Carasius auratus yang terinfeksi oleh bakteri

Aeromonas hydrophila dapat menyebakan terjadinya peningkatan metabolisme sampai 64,5% (Reynold & Covert 1977 diacu dalam Rice 1990). Peningkatan

10% metabolisme dapat menurunkan pe rtumbuhan ikan “large mouth bass” sampai 22%, sedangkan peningkatan 22% metabolisme menurunkan pertumbuhan sebanyak 42%, keadaan yang sama juga terjadi pada ikan “Coho salmon” dengan penurunan 8% dan 16% (Vaughan et al 1982 di dalam Rice 1990). Hal ini terlihat bahwa spesies yang berbeda memperlihatkan respon yang berbeda pula.

Untuk kemampuan makan feeding rate dipengaruhi oleh parasit diantaranya dapat menyebabkan stress sedangkan stres dapat menurunkan kemampuan makan (feeding rate) sampai 20% menghasilkan penurunan pertumbuhan sampai 64% pada ikan largemouth bass, bahkan pertumbuhan ini dapat mencapai negatif jika

feeding rate menurun sampai 40%, fenomena ini juga terjadi pada ikan Salmon

Oncorrhyncus kissutch, yang secara normal tumbuh dari ukuran 30 gram menjadi 2 kg setelah lebih dari 2 tahun. Pada kondisi stress dengan penurunan feeding rate

25%, pertumbuhan menurun sampai 50% dan ketika feeding rate menurun sampai 40% pertumbuhan menurun sampai 75% (Rice 1990).

Sedangkan efisiensi pencernaan makanan serta proses asimilasinya mengalami penurunan pada ikan-ikan yang mengalami infeksi oleh parasit (Rice 1990).

Kerugian yang Diakibatkan oleh Parasit Ikan L aut

Kerugian yang ditimbulkan oleh parasit laut secara umum yaitu: (1). Mengurangi jumlah populasi yang disebabkan oleh kematian massal atau mengganngu organ reproduksi sehingga produksi keturunannya menurun. (2). Menurunkan berat badan ikan. (3). Menyebabkan peningkatan biaya dalam penanganan dan kesulitan dalam pemasaran. (Rohde 1982). Kematian massal yang disebabkan oleh parasit pada ikan telah banyak dilaporkan. Kerugian yang disebabkan oleh protozoa dalam bentuk pengambilan nutrient dari ikan yang merupakan organisme heterotrop serta mengambil makanan dengan cara osmotropik yang melalui membran sel menyebabkan terjadinya piknotik pada sel (Lom 1984).

Peningkatan biaya pengepakan terjadi karena adanya parasit yang disebabkan oleh Myxozoa: Unicapsula, Chloromyxum dan Kudoa yang menginfeksi berbagai jenis ikan seperti: mackerel, halibut, herring, stockfish,

menyebabkan milkiness pada daging ikan yaitu berupa nanah yang berwarna susu, sehingga harus dibersihkan sebelum dilakukan pengepakan, bahkan pada kasus yang disebabkan oleh Kudoa di Australia dapat merusak rasa ikan (Rohde 1982).

Kerugian dalam bidang perikanan seperti penurunan kualitas ikan misalnya; parasit cacing pada ikan-ikan ekonomis penting yang disebabkan oleh cacing plathyhelminthes pada Cestoda, menyebabkan terakumulasinya larva cacing yang disebut spahetti worms pada otot ikan drum, Pongonius cromis di Teluk Mexico (Sinderman 1990), pada plathyhelminthes lainnya, Trematoda dan Monogenea kerugian yang ditimbulkan berupa kematian massal pada ikan budidaya dan ikan yang hidup alami. Pada kasus Monogenea Trematoda, Benedia seriola e yang parasit pada ikan ekor kuning, Seriola quinqueradiata di Jepang yang dilaporkan sangat merugikan pada ikan-ikan tersebut karena pada ikan yang terinfeksi akan mengundang infeksi sekunder sehingga tubuh ikan mengalami pendarahan dan bisul-bisul sehingga menyebabkan kematian bagi ikan yang terinfeksi (Hoshina 1968). Untuk cacing acanthocephala kerugian yang ditimbulkan ikan pada ekonomis penting yaitu starry flounder (Platichthys stellatus) dan rock sole

(Lepidopsetta bilineata) di Pantai Pasifik dan Amerika Utara (Prakash & Adam 1960; Olson & Pratt 1971). Pada cacing Nematoda yang sangat dikenal menyebabkan kematian pada ikan dan bahkan dapat merugikan industri perikanan; Pseudoterranova (Phocanema), Anasakis, Hysterothylacium (Thynnascaris), Terrano va, Porrocaecum, Raphidascaris, dan Contracaecum.

Parasit lainnya seperti Copepoda menyebabkan kerugian pada ikan seperti anemia, penurunan berat badan, kehilangan lemak pada hati, dan menghambat perkembangan gonad (Kabata 1958).

Kematian massal lainnya yang disebabkan oleh protozoa misalnya oleh Myxozoa: Kudoa clupeideae yang menginfeksi ikan herring atlantik, Clupea arengus yang menyebabkan kematian sampai 75% dari populasi (Rohde 1982). Selanjutnya dikatakan bahwa kematian massal yang disebabkan oleh parasit dapat menyebabkan suatu populasi ikan berkurang sampai pada jumlah yang sangat berbahaya seperti pada kasus yang disebabkan oleh parasit monogenea pada sepesies ikan sturgeon, Acipenser nudiventris yang menyebabkan ikan tersebut menjadi spesies yang dilindungi (Rohde 1982).

Kerugian yang disebabkan oleh parasit cacing juga cukup signifikan seperti pada monogenea yang dapat menyebabkan terjadinya kematian massal di alam misalnya pada kasus ikan sturgeon , Acipenser nudiventris yang disebabkan oleh

Nitzchia sturionis yang menyebabkan kematian massal sejumlah 400 metric ton per tahun sehingga menyebabkan hilangnya aktifitas ekonomi pada penangkapan ikan tersebut (Dogiel et al. 1958) untuk kematian juga dapat terjadi pada ikan budidaya seperti grey mullet yang disebabkan oleh infestasi Benedenia spp. dan

Bicotylophora trachinoti di Amerika Serikat (Lawler 1977). Kematian dapat terjadi pada tingkat larva sedangkan pada dewasa tidak mengalamai kematian dan bahkan pada spesies tertentu tidak terinfeksi karena peningkatan ketebalan epidermis kulit (Roberts 1989). Parasit cacing Cestoda menyebabkan spaghetti worms yang membuat ikan yang terinfeksi menurun kualitasnya bahkan tidak bisa dipasarkan (Sindermann 1990). Group cacing lainnya seperti Acanthocephala

dapat menyebabkan terjadinya luka dan merusak usus (Sindermann 1990). Parasit cacing lainnya yang tidak kalah peting adalah Nematoda yang menyebabkan kerugian yang besar dibidang perikanan. Parasit ini menyebabkan kerusakan hati dan jaringan lainnya utamanya Anasakis yang bukan hanya menyebakan penyakit parasit pada ikan tetapi juga dapat menginfestasi manusia (Sindermann 1990). Untuk Acanthocephala yang merupakan endoparasit dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada usus (Prakash & Adam 1960) meskipun demikian belum ada laporan tentang kematian massal. Parasit cacing lainnya yaitu Hirudinea yang banyak merugikan dalam ikan budidaya (Snieszko 1975) dan ikan-ikan hias (Conroy 1975).

Parasit lainnya yang penting adalah parasit Crustacea utamanya Copepoda merupakan ektoparasit yang dapat mengundang terjadinya infeksi sekunder pada ikan (Sindermann 1990). Kerusakan insang, jaringan kulit serta organ-organ lainnya dapat terjadi disebabkan oleh parasit ini. Bahkan pada ikan sardine yang diinfeksi oleh sejenis Copepoda, Peroderma cylindricum memperlihatkan hila ngnya berat badan (Dieuzeide & Roland 1956 di dalam Kabata 1984). Jenis Copepoda ini bahkan dapat menghambat perkembangan gonad ikan Sardin Eropa dan menyebabkan pengurangan populasi yang signifikan (Rohde 1982).

Penggunaan Parasit Sebagai Indikator Stok Populasi Ikan.

Penyebaran parasit dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kompleks dan berberapa faktor pembatas. Menurut Sinderman (1957 diacu dalam Rohde 1984) faktor tersebut: (1). Jenis dan jumlah parasit kemungkinan berubah menurut musim, geografi dan umur inang, serta jumlah parasit yang mungkin mempengaruhi mortalitas yang berbeda sehubungan dengan musim dan umur inang. (2). Distribusi parasit menggambarkan variasi distribusi atau kelimpahan antara dib&ingkan dengan inang yang sementara dipelajari. (3). Suhu dan faktor-faktor fisik lainnya diduga mempengaruhi parasit. (4). Kemungkinan dapat terjadi dimana fluktuasi kelimpahan parasit dalam waktu panjang telah berlangsung yang mana hal ini tidak bisa tergambarkan oleh penelitian yang dilakukan dengan waktu singkat.

Beberapa studi yang telah membuktikan bahwa parasit dapat digunakan sebagai pen&a biologi misalnya studi yang dila kukan oleh Olsen dan Pratt (1971) yang menggunakan parasit untuk mendapatkan daerah asuhan (nurshery ground)

dari ikan sole(Porophrys vetulus). Parasit juga digunakan untuk menentukan asal-asul tempat pemijahan berdasarkan pada jenis parasit yang didapatkan (Arthur & Arai 1980). Studi yang dilakukan Grabda (1974) yang menggunakan infestasi cacing nematoda, Anasakis sebagai indikator telah memperlihatkan bahwa ikan

h erring di laut Baltik terdapat beberapa populasi. MacKenzie (1979) menggunakan parasit bersama dengan tagging untuk mengetahui jumlah stock ikan whiting, Merlangius merlangus, di Laut Utara. Harre & Burt (1976) diacu dalam Rohde (1984) dapat membedakan populasi ikan salmon atlantik, Salmo salar, dari beberapa anak-anak Sungai Mimirachi di Kanada berdasarkan keberadaan parasit. Platt (1975) mendapatkan bahwa populasi ikan Cod Atlantik Utara berbeda antara populasi Greenland dan Iceland berdasarkan pada infeksi larva nematoda, Phocanema decipiens. Fenomena seperti ini juga dilaporkan dari Australia yang ditemukan pada ikan ternggiri dimana didapatkan bahwa populasi tenggiri di Australia terdiri dari beberapa stok yaitu: Broome, kupang (Indonesia), Groote Eylandt -Torres Strait da n populasi pantai timur (Lester et al. 2001) dan sekitar 6 (enam) stok ikan S. commerson berdasarkan pada keberadaan parasit (Moore et al. 2003). Parasit sebagai penanda (marker) juga dilakukan untuk

mengetahui dinamika populasi dari dari ikan Jack mackerel(Trachurus declivis)

di Tasmania timur (Seweell 1988).

Ikan-ikan yang telah berhasil diteliti dengan menggunakan parasit sebagai indikator diantaranya ikan tuna (Katsuwonus pelamis (L.) (Lester et. al. 1985), albacore (Thunnus alalunga), Black marlin Makaira indica& sailfish Istiophorus platypterus ( Lester et al. 2001).

Status Studi Parasit di Sulawesi

Studi parasit pada ikan laut yang hidup alami telah banyak dilakukan utamanya dalam studi identifikasi dan taksonomi. Beberapa studi yang mengenai identifikasi parasit yang se bagian besar dilakukan di negara-negara subtropik. Pada daerah tropik beberapa studi dilakukan seperti studi parasit cacing cestoda di Teluk Mexico yang mendapatkan catatan baru pada beberapa spesies cestoda di daera h tersebut (Palm & Overstreet 2000). Dari studi tersebut terlihat pula bahwa parasit dapat tersebar secara luas yaitu spesies yang terdapat di Amerika juga terdapat di Afrika (Palm 1997).

Di Indonesia studi parasit telah mulai dilakukan utamanya untuk Cacing Cestoda Trypanorhynch, pada daerah bagian timur Lautan India (Palm 2000).

Dokumen terkait