• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Pustaka

Pengertian pelaksanaan/ implementasi menurut Salusu (1998: 409) adalah: “Implementasi adalah seperangkat kegiatan yang dilaksanakan menyusul suatu keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran tertentu. Guna merealisasikan pencapaian sasaran itu, diperlukan serangkaian aktivitas.”

Jadi, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran tertentu.

Higgins (dalam Salusu, 1998: 410) berpendapat bahwa implementasi adalah serangkaian strategi dari berbagai kegiatan yang didalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi.

Selanjutnya Salusu (1998: 411) mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses yang terarah dan terorganisasi yang melibatkan banyak sumber daya.

Hal yang paling kritis dalam public policy adalah usaha untuk melaksanakan policy (kebijakan). Jika suatu kebijakan telah diputuskan, kebijakan

tersebut tidak berhasil dan terwujud kalau tidak dilaksanakan. Usaha untuk melaksanakan kebijakan ini membutuhkan keahlian dan ketrampilan menguasai persoalan yang dikerjakan. (Miftah Thoha, 2005: 69).

Pelaksanaan kebijakan dilakukan setelah kebijakan tersebut ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Miftah Thoha (1005: 68) sebagai berikut:

“Jika policy telah ditetapkan, persoalan yang kemudian timbul ialah bagaimana policy itu dilaksanakan. Dengan kata lain, jika suatu kebijaksanaan telah diputuskan, maka dibutuhkan suatu sistem untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut.”

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan setelah keputusan ditetapkan guna mencapai sasaran tertentu yang didalamnya melibatkan banyak sumber daya. 2. Pendidikan kejuruan

Pendidikan sebagai pranata pengembangan sumber daya manusia mempunyai tujuan untuk mewujudkan pembangunan bangsa. Definisi pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) dalam Hasbullah (2005: 307), yaitu:

“Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar mengajar kepada peserta didik sehingga

mereka dapat mengembangkan potensi diri, kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan agar berguna bgi diri sendiri, bangsa, dan negara.

Sementara itu, Robert Palmer (2007), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas sistem pendidikan, yaitu:

factors that will ensure or inhibit the sustainable provision of quality education system such as the financing of education; availability of teachers and educational managers; the educational infrastructure; attitudes towards education; a supportive home and community environment; and the opportunities for progressing up the educational ladder”.

Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa kualitas sistem pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pembiayaan pendidikan, ketersediaan guru dan manajer pendidikan, infrastruktur pendidikan, sikap terhadap pendidikan, lingkungan rumah dan masyarakat yang mendukung, dan peluang untuk maju pada jenjang pendidikan

Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15 dalam Hasbullah (2005: 314), jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Sedangkan House committe on education and labour menyatakan bahwa:

“Pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar ketrampilan dan kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan ketrampilan. Program kejuruan merupakan program pengembangan dan bukan program terminal, mempersiapkan siswa kepada pilihan maksimal untuk melanjutkan studi atau mendapatkan pekerjaan.”(Oemar Hamalik, 1990: 24).

Mardi Rasyid (1997: 49) menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan lulusan untuk memasuki dunia kerja. Sedangkan Sutaryadi (2004: 48) berpendapat bahwa:

“Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang membantu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik sebagai persiapan untuk bekerja atau pendidikan tambahan dalam bekerja, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang membekali peserta didik dengan program pengembangan bakat dan pendidikan dasar ketrampilan yang mengarah pada dunia kerja. Oleh karena itu, arah pengembangan pendidikan kejuruan diorientasikan pada pemenuhan permintaan pasar kerja, meskipun tidak menutup kemungkinan peserta didik melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Setiap organisasi pasti mempunyai suatu tujuan begitu pula dengan sekolah. Sekolah Menengah Kejuruan sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan atas UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15 dalam Hasbullah (2005: 349), merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.

Sukamto dalam Sutaryadi (2004: 48) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah semua program pendidikan diberbagai jenjang yang bertujuan untuk membantu peserta didik mengembangkan potensinya ke arah suatu bentuk pekerjaan (karier). Sedangkan menurut Wagiran dan Didik Nurhadiyanto (2004: 54), Pendidikan kejuruan sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan menyiapkan

lulusannya memasuki dunia kerja memiliki peran strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia khususnya tenaga kerja tingkat menengah.

Menurut Made Wena dalam Sutaryadi (2004: 48) tujuan pendidikan kejuruan adalah:

1. membekali peserta didik dengan seperangkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan;

2. menghasilkan tamatan yang siap pakai;

3. mengembangkan potensi yang ada pada diri anak;

4. mempersiapkan peserta didik untuk mampu memasuki lapangan kerja. Berdasarkan uraian diatas, pendidikan kejuruan mempunyai suatu tujuan yaitu membekali peserta didik dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk memasuki dunia kerja dan menyiapkan siswa memasuki lapangan kerja serta menghasilkan lulusan yang mampu menjadi tenaga tingkat menengah yang siap pakai, terampil, luwes, menguasai teknologi dan seni, efektif dan efisien dalam bekerja.

Namun sampai saat ini, pendidikan kejuruan masih diselimuti oleh berbagai permasalahan terutama terkait dengan masalah relevansi pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan industri. Permasalahan tersebut tampak dengan masih banyaknya pengangguran terbuka yang berasal dari sekolah menengah kejuruan. Sekolah menengah kejuruan tiap tahunnya meluluskan peserta didik, namun tidak semuanya terserap di dunia kerja sehingga akan menambah jumlah pengangguran yang berasal dari lulusan SMK.

Keadaan diatas menunjukkan adanya kesenjangan antara ketrampilan dan keahlian yang diperlukan oleh perusahaan/ industri dengan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh lulusan pendidikan menengah kejuruan. Untuk

menghadapi kesenjangan tersebut, diperlukan kerjasama yang erat dan permanen antara SMK dengan dunia usaha dan industri.

Badeni (2002: 714), menyatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dapat dikatakan memiliki relevansi yang tinggi dengan kebutuhan kerja apabila:

a. Masa tunggu tamatan sampai memperoleh pekerjaan relatif singkat atau pendek.

b. Para lulusannya bekerja sesuai dengan program atau bidang keahlian yang diberikan.

c. Tingkat partisipasi lulusan di dunia kerja tinggi dan prosentase lulusannya yang terserap di dunia kerja tinggi.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa tamatan SMK dikatakan relevan dengan dunia kerja apabila setelah lulus dari SMK, para lulusan tersebut segera mendapatkan pekerjaan dan mampu bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Untuk itu, pihak SMK harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas lulusannya agar relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Adapun salah satu upaya SMK dalam menciptakan lulusan yang relevan dengan dunia kerja adalah dengan melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

3. Pendidikan sistem ganda (PSG)

Pendidikan Sistem Ganda merupakan program kerjasama antara lembaga pendidikan dengan dunia industri. Menurut Mardi (1997: 50), Pendidikan Sistem Ganda (dual system) sebelumnya telah dilaksanakan di beberapa negara seperti di Amerika Serikat dan di Jerman. Di Amerika Serikat, program di laksanakan pada Universitas Cincinnati dengan nama “cooperative education” dimana sebagian pengalaman belajar siswa dilakukan di sekolah dan sebagian lagi di industri kemudian pada tahap berikutnya mereka bertukar tempat. Di Jeman, program ini

juga dilaksanakan di sekolah dan di industri, dan setelah latihan mereka diberi sertifikat pekerja terlatih dan bisa memilih melanjutkan pendidikan atau langsung bekerja di industri pilihan mereka.

Depdikbud-Konsep sistem ganda pada sekolah menengah kejuruan di Indonesia (1994: 7) mengemukakan bahwa:

“Sistem Ganda adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu”. (Depdikbud-Konsep sistem ganda pada sekolah menengah kejuruan di Indonesia, 1994: 7).

Sedangkan Sutaryadi (2004: 49) menyatakan bahwa Pendidikan sistem ganda merupakan program bersama antara SMK dengan industri (dunia kerja) dan dilaksanakan di dua tempat, yaitu di sekolah dan di dunia kerja.

Selanjutnya Mardi (1997: 50 ) juga memiliki pendapat yang senada dengan pendapat diatas, ia berpendapat bahwa:

“Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan kegiatan belajar yang memadukan pengalaman belajar siswa di sekolah dengan kegiatan belajar melalui bekerja langsung di perusahaan/ industri sesuai dengan bidang studi yang dipelajari dalam bentuk praktik kerja industri.”

Berdasarkan pengertian PSG di atas, dapat diartikan bahwa pendidikan sistem ganda adalah suatu proses pendidikan yang melibatkan sekolah di satu sisi dan dunia kerja pada sisi lain. Program pendidikan pada PSG diarahkan pada pencapaian kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan jabatan pekerjaan yang berlaku di dunia kerja. Program pendidikan ini dapat tercapai jika ada kerjasama yang saling membutuhkan antara dunia pendidikan khususnya Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) dengan dunia kerja. Tanpa adanya peran serta dari dunia kerja maka SMK dalam menghasilkan kualitas lulusan yang terampil dan siap kerja tidak akan tercapai, karena dunia kerja yang mengerti bagaimana standart tenaga kerja yang siap dan terampil yang dibutuhkan oleh pasar kerja.

Adapun tujuan Pendidikan Sistem Ganda menurut Depdikbud-Konsep Sistem Ganda Pada Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia (1994: 7) adalah:

menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan, ketrampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.

memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja. meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas profesional.

memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan.

Berdasarkan tujuan diatas dapat diketahui pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan upaya lembaga pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajarnya di lingkungan sekolah dan di dunia usaha. Maksud utama dari pelaksanaan PSG ini adalah memperkokoh link and match antara sekolah dan dunia kerja supaya dengan PSG ini dapat meningkatkan efisiensi pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang profesional dan dapat mensinkronkan kurikulum antara sekolah dan dunia kerja.

Sebagai suatu program dalam dunia pendidikan SMK, pengembangan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) memiliki beberapa prinsip. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum PSG, yaitu:

1. Berbasis Kompetensi (Competencies Based)

SMK bersama Institusi Pasangannya harus menetapkan kompetensi apa saja yang harus dikuasai siswa, agar dapat dinyatakan berhasil menyelesaikan program.

2. Berbasis Dasar (Broad Based)

Disamping membekali siswa dengan sejumlah keahlian kerja (kompetensi), SMK berkewajiban juga menyiapkan siswa dengan dasar-dasar kemampuan yang dapat dijadikan bekal untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya; terutama kemampuan mengelola dan memanfaatkan informasi, berfikir logis, serta pola pikir dan perilaku positif sebagai tenaga kerja industri.

3. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Pada pendekatan berbasis kompetensi, seharusnya ada standar minimal yang harus dikuasai oleh siswa sebelum dinyatakan berhasil. Siswa dapat dinyatakan telah belajar tuntas, jika telah mencapai batas minimal.

4. Belajar Melalui Pengalaman Langsung (Learniny By Experience-Doing)

Penguasaan kompetensi tidak hanya menyangkut ketrampilan, tetapi melibatkan dalam suasana apa dan bagaimana ketrampilan itu digunakan, oleh karena itu penguasaan kompetensi tidak cukup hanya melalui latihan yang bersifat simulasi. Harus benar-benar diperoleh melalui pengalaman langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya. 5. Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training)

Setiap ketrampilan yang dipelajari siswa melalui pelatihan, harus jelas kaitannya dengan produk yang akan dibuat. Siswa tidak hanya belajar ketrampilan demi ketrampilan, tetapi harus memahami dan menghayati gunanya ketrampilan tersebut secara utuh dalam suatu produk yang bermanfaat.

6. Belajar Perseorangan (Individualized Learning)

Setiap siswa harus diberi kesempatan untuk maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan irama perkembangannya masing-masing. Keharusan administratif yang biasanya menuntut semua siswa dalam satu kelas untuk bersama-sama melakukan hal yang sama dalam waktu yang bersamaan, harus sudah mulai diubah, paling tidak diminimalkan.

7. Balikan dan Penguatan (Feed-back and Reinforcement)

Pengakuan terhadap pengalaman berhasil yang diperoleh siswa akan sangat mendorong mereka untuk meraih prestasi yang lebih baik. Perlu selalu diberikan balikan (tanggapan positif) terhadap setiap pekerjaan siswa dan pemberian motivasi. (Depdikbud – Penyusunan Kurikulum Pendidikan Sistem Ganda, 1997: 3-4).

Berdasarkan prinsip PSG diatas, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada dasarnya merupakan milik dan tanggung jawab bersama antara SMK dan institusi pasangannnya sehingga kedua belah pihak (SMK dan instituai pasangan) seharusnya terlibat secara bersama-sama dalam penyusunan kurikulum mulai dari

penetapan jenis keahlian apa yang akan dihasilkan, standar keahlian yang harus dicapai, sampai kepada bagaimana kurikulum tersebut dilaksanakan dan dievaluasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum PSG tersebut seperti berbasis kompetensi, berbasis dasar, belajar tuntas, belajar melalui pengalaman langsung, pelatihan berbasis produksi, belajar perorangan serta balikan dan penguatan dari pelaksanaan PSG. Sehingga pada gilirannya siswa dapat menguasai kompetensi yang relevan dan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997: 12) menyatakan bahwa isi dari kurikulum PSG dapat dikelompokkan menjadi 1) Program pendidikan normatif (umum); 2) Program pendidikan adaptif; dan 3) Program pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan.

Program pendidikan normatif (umum) adalah program untuk membekali dan membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, memiliki watak dan kepribadian sebagai warga negara dan bangsa Indonesia. Isi dari program ini sama seperti kurikulum pendidikan menengah pada umumnya. Sedangkan program pendidikan adaptif adalah untuk memberi bekal penunjang bagi siswa dalam menguasai keahlian profesi dan bekal kemampuan pengembangan diri dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya program pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang berisi materi yang berkaitan dengan pembentukan kemampuan keahlian tertentu, sesuai program studi masing-masing. Program ini dapat dirinci lebih lanjut menjadi: a) teori kejuruan; berisi pengetahuan tentang teori-teori yang berkaitan langsung bidang keahlian yang

bersangkutan; b) praktik dasar kejuruan yaitu berupa latihan dasar untuk menguasai dasar-dasar teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan persyaratan keahlian profesi; dan c) praktik keahlian produktif yakni kegiatan bekerja langsung secara terprogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional.

4. Praktek kerja industri (Prakerin)

Menurut Made Wena (1997: 34), praktik kerja atau kegiatan magang sebenarnya merupakan usaha pemanfaatan dunia industri sebagai sumber belajar. Pendapat lain diungkapkan oleh Zamtinah (2003: 202), yaitu:

“Praktek industri adalah jenis latihan kerja siswa yang menjadi program di SMK. Pelaksanaan praktik kerja industri dilakukan dengan menerjunkan siswa pada dunia usaha/industri sehingga siswa secara langsung menghadapi pekerjaan sesuai dengan bidangnya”.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa praktek kerja industri (prakerin) merupakan suatu program yang langsung dilakukan di tempat kerja dalam rangka mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh peserta didik di sekolah dan mengikutsertakan peserta didik dalam proses produksi di dunia usaha dan industri.

Adapun tujuan dari praktik kerja industri menurut Departemen Pendidikan Nasional – Praktek Kerja Industri (2002: 1) adalah: a) Mengukur kemampuan siswa SMK dalam menentukan potensi dalam mengikuti pelatihan praktik kerja industri; b) Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian berkualitas, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan ketrampilan sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja dan c) Meningkatkan hubungan SMK

dengan dunia usaha/industri di luar negeri agar dapat meningkatkan mutu pendidikan menengah kejuruan yang berstandar nasional dan internasional.

Billett and Beven (dalam Stephen Billet, 2008) menyatakan bahwa “job practice meant assist developing students’ vocational knowledge about workplace, students frequently reported the importance of stories and examples provided by teachers”. (praktik kerja dimaksudkan untuk membantu siswa kejuruan mengembangkan pengetahuan tentang tempat kerja, siswa sering melaporkan cerita dan contoh penting yang diberikan oleh guru).

Sedangkan menurut Zamtinah (2003: 203), secara umum praktek kerja industri diharapkan akan menambah pengetahuan dan ketrampilan siswa tentang bidang pekerjaannnya, memberi pengalaman tentang keadaan dunia kerja yang tidak diperoleh di bangku sekolah.

Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dilakukan praktik kerja industri antara lain:

1. Mengenalkan siswa kepada dunia usaha dan industri yang sebenarnya sehingga akan mampu mempersiapkan siswa terjun langsung ke dunia usaha apabila telah menyelesaikan studinya.

2. Mengukur kemampuan siswa SMK dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dunia kerja yang sesungguhnya.

3. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian berkualitas, yaitu tenaga kerja yang memiliki tingkat pengetahuan ketrampilan dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja.

4. Meningkatkan dan mengembangkan hubungan SMK dengan dunia usaha atau industri sehingga mutu pendidikan menengah kejuruan juga dapat meningkat.

Sedangkan feed back bagi sekolah adalah memperoleh masukan tentang kesesuaian antara kurikulum dunia kerja dengan kurikulum sekolah.

4. Kesiapan siswa SMK memasuki dunia kerja

Kerja memiliki berbagai macam definisi, seperti yang diungkapkan oleh Taliziduhu Ndraha (1999: 1) “Kerja diartikan sebagai proses penciptaan atau pembentukan nilai baru pada suatu unit alat pemenuh kebutuhan yang ada. Menurut George Thomason yang dikutip oleh Taliziduhu Ndraha (1999: 40), mengatakan bahwa “Work is an activity which demand the expenditure of energy or effort to create from row materials those products or services which people value.”(Pekerjaan adalah suatu aktivitas yang menuntut energi atau usaha untuk menciptakan jasa atau produk yang dapat dinilai orang).

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa kerja adalah suatu kegiatan untuk menambah atau menciptakan nilai baru dari sumber daya yang ada baik barang ataupun jasa untuk mendapatkan imbalan maupun kepuasan batin guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Setiap perusahaan memiliki kriteria sendiri dalam memilih karyawan yang akan diterima kerja. Menurut Randall S. Schuller dan Susan E. Jackson (1997: 287), kriteria utama perusahaan dalam memilih karyawan antara lain: 1) pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan, 2) kepribadian, minat, dan kesukaan, dan 3) karakteristik lainnya.

Sejalan dengan itu, Umar dalam Made Wena (1997: 40), mengemukakan bahwa kebutuhan pokok industri terhadap tenaga kerja adalah sebagai berikut: a) industri membutuhkan tenaga terampil, b) industri membutuhkan tenaga-tenaga terdidik, dan c) industri membutuhkan tenaga-tenaga-tenaga-tenaga yang relatif siap pakai.

Hal tersebut menunjukkkan bahwa kesesuaian dunia kerja lebih mengacu pada ketepatan/ kecocokan jenis-jenis ketrampilan kerja lulusan lembaga pendidikan dengan jenis-jenis pekerjaan yang dibutuhkan industri. Lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menghasikan lulusan yang memiliki ketrampilan kerja sesuai dengan jenis ketrampilan kerja yang dibutuhkan oleh dunia industri. Oleh karena itu, pihak SMK harus benar-benar berusaha mempersiapkan siswanya agar menjadi lulusan yang siap berkompetisi di dunia kerja, dapat diserap di dunia kerja, dan mampu menjadi tenaga kerja profesional pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

Kesiapan tidak bergantung pada kematangan semata-mata tetapi ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Mouly dalam Made Wena (1997: 203), istilah kesiapan merupakan konsep yang sangat luas dan melibatkan berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor psikologis, adalah suatu tingkah laku tidak dapat terjadi kecuali apabila organ-organ pengindera, sistem syaraf pusat, otot-otot, dan organ-organ fisiologis telah berfungsi dengan baik.

b. Faktor pengalaman adalah untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu dengan baik, seseorang harus mempunyai motivasi yang baik dan bebas dari konflik-konflik emosional serta halangan-halangan psikologis.

c. Faktor pengalaman proses belajar dapat terjadi apabila didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang.

Dari uraian diatas maka yang dimaksud dengan kesiapan kerja adalah suatu kondisi keadaan mental dan emosi yang serasi dalam individu calon tenaga kerja. Kesiapan siswa SMK memasuki dunia kerja merupakan suatu titik kematangan dimana siswa dapat menempatkan diri dan memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk terjun di dunia kerja sebagai tenaga kerja. Adapun kriteria kesiapan siswa SMK dalam memasuki dunia kerja adalah apabila siswa telah memiliki kepribadian yang baik, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kompetensi standar dalam bidangnya, memiliki sikap profesional serta mempunyai motivasi untuk bekerja dengan baik. Upaya SMK dalam mempersiapkan siswanya agar siap berkompetisi di dunia kerja adalah melalui praktek kerja industri.

Dokumen terkait