• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.6 Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari repetisi kajian yang sama, baik dalam waktu penelitian maupun fokus yang sama, maka perlu dilakukan serangkaian studi terdahulu. Studi ini adalah yang terkait dengan kebudayaan Karo secara umum, musik Karo, baik itu musik instrumental maupun musik vokalnya, tari Karo, sastra Karo, dan sejenisnya. Tulisan-tulisan tentang topik tersebut, sebahagian besar adalah berupa skripsi dan juga tesis di Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra (kini menjadi Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam bentuk skripsi ditulis oleh para calon sarjana etnomusikologi, dan juga tesis oleh para dosen dan calon magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, baik itu berupa kajian tekstual, musikal, upacara, oraganoligis, di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Kumalo Tarigan, menulis skripsi sarajana pada Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun 1985. Kumalo Tarigan, dalam skripsinya ini mengkaji tentang gendang telu sedalanen dalam konteks kebudayaan Karo. Dalam skripsi ini Kumalo Tarigan mengkaji ensambel gendang telu

sendalanen Karo secara etnomusikologis dengan pendekatan fungsional dan struktural.

(2) Perikuten Tarigan, juga menulis sebuah skripsi sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun1986. Perikuten Tarigan mengkaji tentang gendang lima sedalanen sebagai musik Tradisi Karo. Agak berbeda dengan Kumalo Tarigan, penulis skripsi ini memfokuskan perhatian pada ensambel gendang lima sendalanen yang jumlah alat musiknya lebih besar, namun dengan akar sejarah yang sama. Kedua ensambel tersebut memiliki hubungan fungsional dan struktural. Perikuten melihat ensambel gendang lima sendalanen juga melalui pendekatan fungsional dan struktural.

(3) Rini Rumiyanti, menulis sebuah skripsi sarjana pada Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU medan, tahun 1988. Beliau melakukan studi deskripsi pemakaian alat musik surdam bagi guru dalam pengobatan tradisional Karo. Skripsi ini selain melakukan pendekatan struktural juga mengkaji sistem kosmologi alam di dalam kebudayaan masyarakat Karo.

(4) Jamal Karo-Karo (Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, 1991) mengkaji tentang studi deskriptif keteng-keteng sebagai instrumen tradisional Karo. Penulis skripsi ini melakukan deskripsi organologis dan akustik terhadap alat musik keteng-keteng Karo dengan pendekatan etnomusikologis, yaitu menggunakan teori klasifikasi Curt Sachs dan Hornbostel. Pendekatan

organologis yang digunakan adalah struktural dan fungsional alat-alat musik.

(5) Fariana, seorang etnomusikolog lulusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun 1992 melakukan penelitian berupa deskripsi peranan gendang kulcapi dalam upacara erpangir ku lau di Berastagi. Di dalam skripsi ini, Fariana mendeskripsikan upacara erpangir ku lau yang terjadi di Berastagi pada tahun 1991. Selanjutnya ia mentranskripsi beberapa lagu dalam gendang kulcapi yang digunakan dalam upacara tersebut. Sama dengan para seniornya, Fariana melakukan pendekatan fungsionalisme dan struktural.

(6) Selain itu, etnomusikolog Sinar, Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, 1992, dalam skripsinya mengkaji tentang studi deskriptif musik vokal Gendang Keramat dalam upacara erpangir ku lau. Sinar melakukan pendekatan deskriptif terhadap upacara erpangir ku lau, dan menganalisis salah satu musik vokal yang disajikan oleh dukun di Tanah Karo yang disebut dengan Gendang Keramat.

(7) Penulis budaya musikal Karo berikutnya adalah Julianus Limbeng, Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU,1994. Beliau mengkaji tentang aspek tekstual dan musikal erpola pada masyarakat Karo. Dalam skripsi ini Julianus Limbeng mengkaji makna syair yang dinyanyikan oleh penyadap enau untuk diambil niranya dalam kegiatan erpola di Tanah Karo. Teksnya penuh dengan makna-makna simbolis. Selain itu juga Julianus Limbeng

mentranskripsi nyanyian erpola dan menganalisisnya dengan teori bobot tangga nada (weighted scale).

(8) Ivy Irawaty Daulay, menulis skripsi sarjana di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, 1995. Dalam skripsinya beliau mengkaji tentang studi organologis surdam rumaris pada masyarakat Karo di Berastagi. Pada skripsinya ini Ivy Irawaty Daulay banyak melakukan deskripsi organologi dan akustik terhadap salah satu alat musik tradisional Karo yang disebut dengan surdam rumaris.

(9) Perdata Peranginangin, saat menyelesaikan studi di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun 1999 melakukan kajian organologis terhadap alat musik gung dan penganak pada masyarakat Karo, dengan studi kasus teknik pembuatan gung dan penganak oleh Lebut Sembiring. Skripsi ini amatlah menarik, karena biasanya mahasiswa etnomuskologi USU lebih senang mengkaji aspek musikal dan organologis alat-alat musik pembawa melodis dan ritmis. Sedangkan dalam skripsi ini, penulisnya melakukan kajian organologis terhadap alat musik yang membawa fungtuasi ritmik. Dari skripsi ini diketahui pula bahwa orang Karo masih memiliki pandai besi pembuat gung dan penganak yaitu Bapak Lebut Sembiring.

(10) Penulis berikutnya adalah Popo Marince di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, tahun1999. Ia melakukan studi deskripsi dan musikologis upacara ritual pajuhpajuhen nini lau tungkup pada masyarakat Karo di Desa Kutambelin Kecamatan Simpang

Empat Karo. Skripsi ini sebagai mana yang termaktub pada judulnya menitikberatkan kepada kajian ritual pajuhpajuhen nini lau tungkup dengan pendekatan teori upacara dan fungsional.

(11) Seterusnya, Bahtiar Tarigan, ketika menyelesaikan studinya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun1999, beliau melakukan kajian tekstual dan musikal mangmang dalam upacara perumah begu di Desa Tanah Lapang, Kecamatan Bandar, Kabupaten Langkat. Skripsi ini juga memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana salah satu upacara tradisi Karo yang disebut perumah begu (yaitu berkaitan dengan alam gaib).

(12) Roy Jimny N. Sebayang, dalam menulis skripsi sarjananya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun 2004, melakukan analisis tentang kendang keyboard dan hubungannya dengan perilaku sosial masyarakat Karo dalam upacara adat erdemu bayu di Kota Medan. Skripsi ini juga berisikan data etnografis tentang bagaimana perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat Karo dari alam pedesaan ke alam perkotaan, dengan memfokuskan perhatian pada gendang keyboard Karo dalam salah satu upacara adatnya yaitu erdemu bayu.

(13) Roberta Sinurat, yang juga warga Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, 2004, melakukan studi deskriptif adu perkolong-kolong pada upacara gendang guro-guro aron di Jambur Namaken and Son Medan.

Skripsi ini berbentuk deskripsi perlombaan antara penyanyi tradisi Karo yang disebut perkolong-kolong dan upacara gendang guro-guro aron. Deskripsinya detil dan menarik untuk dibaca dan menambah wawasan pembaca.

(14) Memasuki era dasawarsa 2010, Saidul Irfan Hutabarat, dalam rangka menyelesaikan studinya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, 2010, menulis skripsi yang berisi tentang peranan Jasa Tarigan dalam perkembangan ensambel musik tradisi Karo. Skripsi ini memfokuskan perhatian pada biografi musikal salah seorang pemusik kenamaan Tanah Karo yaitu Jasa Tarigan. Yang paling menonjol adalah peranan Jasa Tarigan sebagai tokoh perubahan musik Karo dari masa tradisi ke masa transisi. Jasa Tarigan jugalah yang awal membawa alat musik keyboard ke dalam kehidupan musik Karo.

(15) Tri Syahputra Sitepu, di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra USU, tahun 2010, melakukan penelitian tentang studi deskriptif penggabungan alat musik kibod dengan gendang lima sedalanen pada upacara perayaan hari ulang tahun Karo Mergana Ras Anak Beruna di Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan. Di dalam skripsi ini Tri Syahputra Sitepu mendeskripsikan bagaimana proses penggabungan atau akulturasi antara alat musik kibod yang merupakan ikon musik modern dunia dengan ensambel tradisional Karo yaitu gendang lima sedalanen. Menurutnya terjadi adaptasi yang saling melengkapi dalam proses

akulturasu tersebut. Di sisi lain, masuknya kibod adalah sebagai rangka “pemodernan” musik Karo yang tidak anti kepada perubahan zaman. (16) Selain itu, Agus Tarigan pada Prodi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

USU, tahun 2011, melakukan penelitian yang ditulis ke dalam bentuk skripsi yaitu tentang penggunaan dan fungsi gendang keyboard dalam gendang guro-guro aron di Desa Suka Dame. Skripsi ini menurut penulis lebih menekankan kepada pendekatan fungsionalisme. Agus Tarigan menguraikan sejauh apa guna dan fungsi gendang keyboard dalam kebudayaan masyarakat Karo khususnya di Desa Suka Dame.

(17) Perikuten Tarigan, yang boleh dikatakan sebagai etnomusikolog dan pengkaji budaya Karo, dalam rangka menyelesaikan studinya, menulis tesis Program Magister, Program Studi Kajian Budaya Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, tahun 2004. Di dalam tesis ini, Perikuten Tarigan membahas tentang perubahan alat musik dalam kesenian tradisional Karo. Tesis ini berisi kajian terhadap peubahan dan kontinuitas alat musik tradisional Karo dari masa ke masa. Perikuten Tarigan melihat perubahan ini dari sisi dalam dan luar budaya Karo yang mempengaruhinya. Selain itu, Perikuten Tarigan juga melihat perubahan musik yang terjadi juga selaras dengan perubahan konsep-konsep budaya dalam masyarakat Karo.

(18) Selanjutnya studi musik Karo di peringkat magister ini, dilakukan oleh Kumalo Tarigan, dan diselesaikan penulisannya tahun 2006. Dalam

tesisnya Kumalo Tarigan menganalisis mangmang (salah satu genre nyanyian ritual Karo), baik itu teks (seni kata) maupun melodinya. Di dalam tesis ini banyak diuraikan tentang praktik-praktik perdukunan di Tanah Karo yang menggunakan aspek-aspek musikal. Fungsi utama nyanyian ritual ini adalah seperti memanggil roh mendiang dukun.

(19) Selain itu kajian yang juga dekat dengan focus kajian penulis adalah yang dilakukan oleh Yosherman Ginting, dalam skripsinya di Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang berjudul Kateneng-kateneng Nyanyian Tradisional Masyarakat Karo Langkat, di Dusun Deleng Payong, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat: Suatu Kajian Tekstual dan Musikologis, tahun 1995. Dalam skripsi sarjana etnomusikologi ini, Yosherman Ginting menganalisis kateneng-kateneng dalam konteks upacara mengket rumah mbaru (memasuki rumah baru), khususnya di Dusun Deleng Payong Langkat. Ia mentranskripsi dan menganalisis teks serta melodi kateneng-kateneng yang utamanya dilantunkan oleh Bapak Ralinta Sitepu.

(20) Kajian yang paling dekat dengan fokus kajian penulis adalah penelitian dalam rangka penulisan skripsi sarjana oleh Yunika Margaretha Ginting, tahun 2012. Judul skripsinya adalah: Analisis Struktur Musikal dan Fungsi Katoneng-katoneng dalam Upacara Cawir Metua pada Masyarakat Karo di Kecamatan Pancurbatu. Dalam skripsi ini dianalisis melodi dan teks katonengh-katoneng dalam konteks upacara cawir metua.

Katoneng-katoneng tersebut disajikan oleh perkolong-kolong Ramlah Sitepu dan Jaya Ginting.

(21) Tesis magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang bertemakan katoneng-katoneng adalah yang ditulis oleh Anton Sitepu pada tahun 2015 ini. Ia menulis tesis yang berjudul Nyanyian Katoneng-katoneng dalam Upacara Mengket Rumah pada Masyarakat Karo: Kajian Semiotik dan Musikologi. Tesis ini mengkaji katoneng-katoneng dalam konteks upcara mengeket rumah dengan dua kajian utama yaitu semiotik liriknya dan struktur musik, khusus melodinya.

Dua buah skripsi yaitu Yosherman Ginting (1995) dan Yunika Martgaretha Ginting (2012), serta satu tesis magister yaitu Anton Sitepu (2015) di atas, memiliki berbagai kesamaan kajian dan tentu saja perbedaan-perbedaan dengan yang penulis lakukan. Yang dilakukan Yosherman Ginting adalah pada tahun 1995, yang telah berjarak 20 tahun dengan masa studi yang penulis lakukan. Tentu saja banyak hal yang berubah dan berbeda dalam masa sekian lama itu. Selain itu, yang dilakukan Yosherman adalah pada masyarakat Karo Jahe di wilayah Kabupaten langkat, yang sedikit banyaknya berbeda dengan yang penulis lakukan ini, terfokus di wilayah Karo Gugung. Demikian pula perkolong-kolong (penyanyi) yang dijadikan fokus perhatian analisis juga berbeda.

Kemudian yang diteliti dan ditulis dalam bentuk skripsi sarjana oleh Yunika Margaretha Ginting tahun 2012, adalah difokuskan kepada katoneng-katoneng pada upacara cawir metua di Pancurbatu, dari sisi fungsi dan struktur musikal. Persamaan dengan yang penulis kerjakan adalah, wilayah penelitian sama-sama pada kawasan Karo Gugung. Selain itu, katoneng-katoneng yang disajikan adalah dalam konteks upacara cawir metua. Namun yang berbeda dengan yang penulis kerjakan adalah tentu saja tingkat kedalaman kajian, yaitu apa yang ditulis Yunika Ginting baru tahapan skripsi untuk sarjana, sedangkan yang penulis lakukan adalah untuk peringkat magister, yang harus lebih dalam dan holistik. Selain itu perkolong-kolong yang dijadikan kajian adalah berbeda. Demikian juga tempat dan konteks diadakannya upacara cawir metua adalah beda tempat yaitu desa yang berbeda. Demikian pula kajian fungsi yang dilakukan Yunika Ginting lebih terfokus kepada penggunaan teori fungsi dari Merriam, sedangkan penulis lebih meluaskannya yaitu selain memakai teori fungsi Merriam, juga memakai teori Radcliffe-Brown dan Malinowski.

Kemudian persamaan dan perbedaan kajian penulis dengan Anton Sitepu adalah sebagai berikut. Yang pertama, adalah perbedaan konteks. Anton Sitepu mengkaji katoneng-katoneng dalam konteks upacara mengekt rumah, sama seperti yang dilakukan Yosherman Ginting. Sementara itu yang penulis kerjakan adalah dalam konteks upacara cawir metua. Seterusnya yang membedakan kajian Anton Sitepu dengan penulis adalah fokus kajian melodi pada perkolong-kolong yang berbeda. Anton Sitepu tidak mengkaji secara mendalam fungsi

katoneng-katoneng ini di dalam kebudayaan Karo, dan fungsi music dalam masyarakat ini tidak menjadi pokok permasalahan penelitian belaiu. Sementara penulis sebagaimana arahan Merriam adalah menyeimbangkan kajian struktural dengan kontekstualnya. Itulah yang membedakan kajian kami.

Selain dari skripsi dan tesis, maka kajian kepustakaan lainnya adalah dengan membaca dan menerapkan berbagai isi buku-buku mengenai kebudayaan, kajian teks, dan semiotik. Di antara buku-buku itu adalah seperti yang diuraiakn berikut ini.

(22) Buku Teori Budaya karangan David Kaplan dan Robert A. Manners (2002). Buku ini pada pada bab ketiga (Tipe-tipe Teori Budaya) sub bab ketujuh memuat tentang ideologi. Kaplan menggunakan istilah ideologi dengan pengertian yang netral dan tak bersifat menilai baik-buruk. Dalam sub bab kesembilan Kaplan mengungkapkan, bahwa karena sifatnya yang subjektif itu ideologi tidak dapat kita ketahui melalui pangamatan langsung. Ideologi harus disimpulkan dari sesuatu bentuk perilaku, yakni dari apa kata orang atau dari pengamatan atas orang-orang yang berinteraksi dalam berbagai sistem sosial. Folklor Indonesia karangan James Danandjaja (1986). Buku ini memuat tentang folklor yang ada di Indonesia. Folklor Indonesia disajikan dalam bentuk hakikat folklor, penelitian folklor di Indonesia, bentuk-bentuk folklor Indonesia, folklor sebagai lisan, dan folklor bukan lisan. Penulis memfokuskan perhatian

pada folklor Indonesia yang berupa nyanyian rakyat yang tertulis dalam buku ini untuk referensi tesis ini.

(23) Teori Interpretasi, Memahami Teks, Penafsiran, dan Metodologinya karangan Paul Ricoeur (2012). Buku ini menekankan pentingnya interpretasi untuk dapat memahami realitas dengan segala kompleksitasnya. Buku ini juga membantu kita untuk menjelajahi makna bahasa dengan seperangkat teori interpretasi yang terangkum dalam filsafat wacana.

(24) Serba-Serbi Semiotika karangan Panuti Sudjiman dan Art van Zoest (1991). Buku ini berisi ulasan-ulasan tentang apa itu semiotika terutama yang digunakan di dalam disiplin ilmu linguistik dan sastra. Di dalamnya juga diberikan contoh analisis terhadap karya-karya satrawan Indonesia seperti Chairil Anwar.

(25) Semiotic for Beginners karangan Paul Cobley dan Litza Jansz (2002). Buku ini berisi tentang identifikasi para ahli semiotika yang terkemuka dan karya-karya mereka. Semiotika dalam buku ini dipaparkan dengan konsep-konsep sederhana yang sebelumnya merupakan istilah-istilah yang pelik. Buku ini penulis jadikan sebagai pijakan untuk memepelajari betapa pentingnya tanda-tanda dan sistem penandaan bagi keberadaan manusia. (26) Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya, dan Matinya Makna karangan

Yasraf Amir Piliang (2012). Buku ini lebih banyak menyoroti semiotika dan post-modernisme, dalam konteks aliran pemikiran, yang juga

dihubungkan dengan perkembangan teori-teori dalam dunia ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu budaya.

Dokumen terkait