• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Perkembangan Radio di Indonesia

Berkembangnya berbagai media massa yang terjadi diikuti juga dengan berkembangnya media massa radio. Indonesia pun tidak luput dari perkembangan media massa radio yang terjadi. Perkembangan radio di Indonesia dimulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman Jepang, zaman kemerdekaan, dan zaman orde baru. (Rousydiy, 1985).

1. Zaman Penjajahan Belanda

Radio siaran yang pertama didirikan di Indonesia adalah Bataviase Radio Vereneging (BRV) di Jakarta (Batavia tempo dulu) yang resmi didirkan pada tanggal 16 Juni 1925. Pada saat itu Indonesia masih di jajah oleh Belanda dan status dari radio tersebut berstatus swasta. Setelah BRV berdiri, secara serempak berdiri pula badan-badan radio siaran lainnya di kota Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya. Di antara sekian banyak radio siaran itu yang terbesar dan terlengkap adalah NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, Bandung, dan Medan, karena mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda.

2. Zaman Jepang

Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta. Cabang- cabangnya di daerah dinamakan Hoso Kyoku terdapat di Bandung, Purwakarta, Jogjakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.

3. Zaman Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 berkumandang, radio siaran belum lagi terorganisir dalam organisasi yang rapi. Maka pada tanggal 10 September 1945 pemimpin-pemimpin radio

 

siaran berkumpul untuk menuntut kepada Jepang untuk menyerahkan semua studio radio beserta pemancar dan perlengkapannya. Sejak tanggal 27 Desember 1949 radio siaran di Indonesia memakai stasiun call Radio Republik Indonesia Serikat kemudian menjadi stasiun call “Radio Indonesia Merdeka.”

4. Zaman Orde Baru

Sampai akhir tahun 1966, RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia, radio siaran yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah. Pada waktu ini RRI mempunyai 49 stasiun di seluruh Indonesia.

2.1.2 Radio sebagai Media Komunikasi Massa

Para pakar komunikasi memberikan julukan pada radio sebagai kekuatan kelima (The Fifth Estate, setelah eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers (surat kabar)). Agus Setiaman sepakat dengan julukan “The Fifth Estate” tersebut bahwa “julukan ini barangkali tidaklah berlebihan karena dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki radio mempunyai pengaruh” (Setiaman, 2003). Komunikasi massa tidak lepas dari pengaruh media yang menjadi alat penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Sebagai salah satu media massa yang memberikan pengaruh terhadap khalayaknya, hingga saat ini radio masih tetap banyak dimanfaatkan oleh banyak orang dalam memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan.

Radio memiliki keunggulan dibandingkan dengan media massa lain. Beberapa keunggulan radio yaitu (Riswandi, 2009):

1. Cepat dan langsung. Sarana tercepat, lebih cepat dari koran atau dan televisi, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tanpa melalui proses yang rumit dan butuh waktu banyak seperti siaran televisi atau sajian media cetak. 2. Akrab. Radio siaran adalah alat yang “mendekatkan” atau mengakrabkan

pendengar/khalayak dengan penyiar atau bahkan dengan pemiliknya.

3. Hangat. Paduan kata-kata, musik, dan efek suara dalam siaran radio mampu mempengaruhi emosi pendengar. Pendengar akan bereaksi atas kehangatan

suara penyiar dan seringkali berpikir bahwa penyiar adalah seorang teman bagi mereka.

4. Tanpa batas. Siaran radio menembus batas-batas geografis, kultural, serta kelas sosial.

5. Murah. Harga sebuah radio sekaligus mendengarkan siarannya relatif lebih murah dibandingkan dengan harga sebuah televisi atau berlangganan media cetak. Bahkan pendengar siaran radio pun tidak dipungut iuran sepeser pun. 6. Fleksibel. Siaran radio dapat dinikmati sambil mengerjakan hal lain tanpa

mengganggu aktivitas yang lain seperti belajar, memasak, mengemudi, membaca surat kabar, dan sebagainya.

Menurut Changara (2006) kehadiran media massa lain seperti media televisi ternyata tidak mampu menggeser penggemar radio. Radio bisa dinikmati sambil mengerjakan pekerjaan lain seperti memasak, menulis, menjahit, dan semacamnya. Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada media lain seperti TV, film, dan surat kabar.

2.1.3 Radio Siaran

Radio yang selanjutnya disebut radio siaran adalah media komunikasi massa elektronik bersifat auditif yang menggunakan ranah publik (frekuensi). Radio merupakan sebagai salah satu bukti nyata dari perkembangan teknologi komunikasi yang juga sudah menunjukkan perannya dalam kehidupan. Pemanfaatan radio semakin lama semakin bertambah. Sebagai salah satu media massa, radio memiliki karakteristik yang khas dibandingkan media massa lain yaitu (Riswandi, 2009): (1) Imajinatif, pesan radio dapat mengajak pendengarnya untuk berimajinasi. (2) Auditif, sifat radio untuk didengar sehingga dengan demikian sampai di pendengaran hanya sepintas dan tidak dapat diulang kembali. (3) Mengandung gangguan, baik berupa gangguan yang disebabkan faktor semantik maupun oleh faktor teknis. (4) Akrab. Meskipun radio merupakan media komunikasi massa, akan tetapi radio siaran bisa “menyapa” pendengar secara pribadi, seolah-olah teman akrab yang hadir di tengah-tengah pendengarnya. (5)

10   

Identik dengan musik, radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik.

Oleh berbagai pihak radio siaran dianggap memiliki kekuatan yang begitu besar dan memiliki kekuasaan yang begitu hebat terhadap khalayaknya. Menurut Setiaman (2003), paling tidak ada tiga faktor penyebab yang membuat radio memiliki kekuatan yaitu:

1. Radio siaran bersifat langsung

Artinya siaran radio dapat mencapai sasarannya tanpa mengalami proses yang rumit. Sifat langsung ini menyebabkan tingkat aktualitas informasi yang disajikan lebih aktual.

2. Radio Siaran menembus jarak dan rintangan

Radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan bagaimanapun jauhnya audience yang dituju, radio dapat menembus halangan apapun yang membatasinya.

3. Radio siaran memiliki daya tarik

Daya tarik ini disebabkan sifatnya yang serba hidup berkat tiga unsur yang ada pada radio, yakni musik, kata-kata, dan efek suara.

Keuntungan radio siaran adalah sifatnya yang santai. Orang bisa menikmati acara siaran radio sambil makan, sambil bekerja bahkan sambil mengemudikan mobil. Tidak demikian halnya dengan media massa yang lain.

2.1.4 Karakteristik dan Khalayak Pendengar Radio

Khalayak biasa disebut dengan istilah penerima, sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audience, decoder, atau komunikan. Khalayak adalah salah satu aktor dari proses komunikasi (Changara, 2006). Radio yang merupakan salah satu media massa tentunya juga memiliki khalayak yang terlibat. Biasanya khalayak dari media massa radio disebut sebagai khalayak pendengar. Menurut Masduki (2002) dalam Puspitasari (2009) membagi pendengar radio dalam empat kategori yakni pendengar aktif, pasif, selektif, dan spontan. Pendengar spontan adalah pendengar yang tanpa sengaja mendengar suatu siaran radio dan relatif lebih mudah teralih perhatiannya pada hal lain. Pendengar pasif adalah pendengar yang sering mendengarkan suatu program radio tetapi jarang melakukan interaksi

dengan penyiar dan hanya mendengarkan siaran radio saja. Pendengar selektif adalah pendengar yang hanya memilih untuk mendengarkan program siaran tertentu yang memang diminati olehnya, baik dikarenakan kualitas program yang ditawarkan maupun karena tertarik terhadap penyiar yang bersiaran. Pendengar aktif adalah pendengar yang selalu mendengarkan siaran suatu stasiun radio dan mereka juga sering aktif berinteraksi dengan penyiar pada saat siaran berlangsung dengan mengirimkan sms atau telepon ke stasiun radio yang bersangkutan.

Menurut McQuail (2005) karakteristik individu yang berkaitan dengan khalayak media massa meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Berbagai ahli mengemukakan bahwa pendengar radio siaran memiliki sifat-sifat yang dapat diamati, diantaranya adalah heterogen, selektif dan aktif. Effendy (2003) menyatakan bahwa salah satu sifat yang dimiliki oleh pendengar radio adalah heterogen, yang berarti pendengar adalah massa, sejumlah orang yang sangat banyak, terpencar-pencar dan tidak saling mengenal. Menurut McQuail (2005) sifat selektif dilihat dari segi pendengar dapat memilih program siaran radio yang disukainya. Selain itu pendengar radio juga bersifat aktif. Apabila menjumpai sesuatu yang menarik dari sebuah stasiun radio, pendengar aktif berfikir dan melakukan interpretasi, kemudian bertanya-tanya pada dirinya apakah yang diucapkan oleh seorang penyiar radio bernilai benar atau tidak.

2.1.5 Keterdedahan pada Siaran Radio

Rosengren (1974) dalam Morissan (2005) mengartikan terpaan media (media exposure) sebagai penggunaan isi media untuk mendapatkan pemenuhan atas kebutuhan seseorang. Penggunaan media ini terdiri dari jumlah waktu yang digunakan untuk mengikuti media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara khalayak media massa dengan isi media massa yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Rubin (2005) mengartikan terpaan media sebagai suatu aktivitas khalayak dalam memanfaatkan atau menggunakan media yang mengacu pada utilitas, intensionalitas, selektivitas, dan keterlibatan khalayak dengan media. Terkait dengan media massa radio, maka terpaan media disini diartikan sebagai keterdedahan khalayak pada siaran radio yang dikategorikan

12   

menjadi frekuensi khalayak mendengarkan siaran radio dan lamanya khalayak mendengarkan siaran radio.

2.1.6 Program Siaran Radio

Pada umumnya setiap stasiun radio memiliki cara masing-masing dalam mengemas siarannya agar menarik perhatian khalayak pendengar. Penyajian suatu siaran yang menarik oleh stasiun radio akan menentukan keberhasilan dari radio tersebut untuk menjaring khalayak pendengar dalam menyiarkan suatu informasi. Tentu saja program siaran juga tidak terlepas dari penyajian yang dilakukan oleh pihak stasiun radio. Program siaran yang dikemas secara menarik akan membuat pendengar untuk terus mendengarkan siaran tersebut. Menurut Morissan (2005) memproduksi program siaran memerlukan kemampuan dan keterampilan sehingga menghasilkan produksi program yang menarik didengar. Secara umum program siaran radio terdiri atas dua jenis, yaitu musik dan informasi. Kedua jenis program ini kemudian dikemas dalam berbagai bentuk yang pada intinya harus bisa memenuhi kebutuhan khalayak dalam hal musik dan informasi.

Program yang sering menjadi perhatian dari pihak stasiun radio untuk dikemas secara menarik umumnya seperti berita radio, perbincangan (talk show), info hiburan, dan jingle radio. Menurut Morissan (2005) bentuk penyajian berita radio terdiri atas: (1) Siaran langsung (live report), yaitu reporter mendapatkan fakta atau peristiwa dari lapangan dan pada saat bersamaan melaporkannya dari lokasi. (2) Siaran tunda, reporter mendapatkan fakta dari lapangan, kemudian kembali ke studio untuk mengolahnya terlebih dahulu sebelum disiarkan. Informasi yang diperoleh ini dapat dikemas ke dalam berita langsung (straight news) atau berita feature. Sementara perbincangan radio (talk show) biasanya diarahkan oleh seorang pemandu acara (host) bersama satu atau lebih narasumber untuk membahas sebuah topik yang sudah dirancang sebelumnya. Adapun masih menurut Morissan (2005) tiga bentuk program perbincangan yang banyak digunakan oleh stasiun radio adalah: (1) One-on-one-show, yaitu bentuk perbincangan saat penyiar dan narasumber mendiskusikan suatu topik dengan dua posisi mikropon terpisah di ruang studio yang sama. (2) Panel discussion, pewawancara sebagai moderator hadir bersama sejumlah narasumber. (3) Call in

Show, program perbincangan yang hanya melibatkan telepon dari pendengar. Topik ditentukan oleh penyiar kemudian pendengar diminta untuk memberikan respon.

Sementara itu infotainment yang merupakan singkatan dari information dan entertainment berupa kombinasi sajian siaran informasi dan hiburan dikemas secara easy listening. Infotainment dalam kemasan yang lebih lengkap disebut majalah udara yaitu suatu acara yang memadukan antara musik, lagu, tuturan informasi, berita, dan iklan (Morissan, 2005). Biasanya tema yang dibahas dalam program ini antara lain wawancara artis penyanyi yang membahas album barunya, interaktif dengan pendengar membahas suatu tema tertentu, dan lain-lain. Tiga bentuk penyajian infotainment radio yang popular di Indonesia menurut Morissan (2005) adalah: (1) Info-entertainment, penyampaian informasi dari dunia hiburan dengan diselingi pemutaran lagu. (2) Infotainment, penyampaian informasi, promosi dan sejenisnya dari dunia hiburan yang topiknya menyatu atau senada dengan lagu-lagu atau musik yang diputar. (3) Infotainment dan entertainment, sajian informasi khususnya berisi berita-berita aktual dilengkapi perbincangan yang tidak selalu dari khazanah dunia hiburan, diselingi pemutaran lagu, iklan dan sebagainya.

2.1.7 Penilaian terhadap Program Siaran Radio

Keberhasilan stasiun radio dalam menyajikan suatu program siaran akan ditentukan oleh seberapa banyak khalayak pendengar yang tertarik untuk mendengarkan program siaran yang disajikan. Di samping itu, keberhasilan suatu program siaran yang disajikan oleh pihak stasiun radio akan digunakan dalam menjaring khalayak pendengar yang lebih banyak untuk mau mendengarkan program siaran tersebut. Ada atau tidaknya khalayak pendengar yang mengikuti atau mendengarkan acara yang disajikan oleh suatu stasiun radio tentunya menentukan keberhasilan dari program tersebut dalam menyajikan suatu siaran yang menarik pendengar (Kermite,1997)

Menurut Kermite (1997) di dalam hasil penelitiannya, terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi ketertarikan khalayak pendengar untuk mengikuti

14   

acara atau program siaran yang disajikan yaitu dengan memberikan penilaian terhadap program siaran yang terdiri dari:

1) Kesesuaian waktu siaran, merupakan penempatan waktu untuk menyajikan suatu acara/program yang sesuai dengan diinginkan oleh pendengar. Penempatan waktu siaran yang tepat dilakukan oleh suatu stasiun radio maka akan menyebabkan pendengar untuk mau terus mendengarkan siaran yang disajikan. 2) Pengemasan/cara penyajian siaran, pengemasan acara yang dilakukan dengan baik secara tidak langsung membuat jumlah pendengar semakin menambah. Apabila acara disajikan dengan menarik tentunya akan banyak pendengar yang tertarik untuk mendengarkan acara – acara siaran yang disajikan.

3) Penyiar, yakni kualitas yang baik dimiliki oleh penyiar akan berpengaruh terhadap ketertarikan pendengar untuk mengikuti acara/program yang disajikan. Di samping itu suasana keakraban yang mampu dibangun oleh penyiar dengan pendengar juga dapat menimbulkan ketertarikan pendengar untuk mengikuti atau mendengarkan acara /program siaran yang disajikan.

Selain itu Oktaviana (2010) di dalam penelitiannya menyatakan bahwa durasi siaran juga merupakan faktor yang mempengaruhi ketertarikan khalayak pendengar dalam mendengarkan acara/program siaran yang disajikan oleh suatu stasiun radio, serta tak luput mendapatkan penilaian dari pendengar. Durasi siaran yang digunakan dengan jumlah waktu tidak terlalu lama atau tidak terlalu singkat oleh stasiun radio akan menyebabkan khalayak pendengar merasa puas dengan siaran yang diberikan. Hal ini dikarenakan apabila durasi siaran terlalu lama akan membuat khalayak pendengar jenuh untuk mendengarkan siaran yang diberikan. Sementara apabila durasi siaran terlalu sebentar akan membuat kebutuhan informasi dari khalayak pendengar tidak sepenuhnya terpenuhi.

Hal tersebut kemudian diperkuat oleh hasil penelitian Kaban (2009) yang menyatakan bahwa materi siaran turut berpengaruh dalam menentukan keberhasilan program siaran radio dan mendapatkan suatu penilaian dari pendengar terhadap kualitasnya. Penggunaan materi siaran harus disajikan dengan materi yang berbeda-beda. Penyajian materi yang berbeda-beda kepada pendengar dimaksudkan agar tidak menjadi jenuh dengan materi yang itu-itu saja. Idealnya

semakin baik penilaian yang diberikan khalayak pendengar terhadap program siaran maka program tersebut cukup dikatakan berhasil penyajiannya.

2.1.8 Efek Komunikasi Massa

Efek komunikasi massa pada dasarnya memberikan penejelasan dimana terdapat efek tertentu akibat dari pesan yang disampaikan oleh media kepada komunikannya. Efek bukan hanya sekedar reaksi penerima terhadap pesan yang dilontarkan oleh komunikator, melainkan merupakan panduan sejumlah kekuatan yang bekerja dalam masyarakat. Bentuk konkrit dari efek dalam komunikasi massa adalah terjadinya perubahan kognitif atau afektif atau perilaku khalayak akibat pesan yang diterimanya.

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Menurut Rakhmat (2005) efek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yakni:

1. Efek Kognitif Komunikasi Massa

Efek kognitif komunikasi massa dimulai dengan menelaah pada pembentukan dan perubahan citra hingga akhirnya terlihat pada efek prososial kognitif media massa, yakni bagaimana media massa membantu khalayak mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif.

a. Pembentukan dan Perubahan Citra:

Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Bagi khalayak, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan, atau mendefinisikan citra. Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi – realitas tangan – kedua (second hand reality), akhirnya seseorang membentuk citra tentang lingkungan sosial berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa. b. Efek Prososial Kognitif

Informasi yang disampaikan oleh media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Informasi yang diterima masyarakat dari media

16   

massa menyebabkan mereka memperoleh kognitif yang mendalam tentang bidang yang diminatinya (efek prososial kognitif)

2. Efek Afektif Komunikasi Massa

Efek afektif berkaitan dengan perasaan, yang biasanya ditunjukkan dengan pembentukan ataupun perubahan afektif. Afektif bersumber pada organisasi kognitif – pada informasi dan kognitif yang dimiliki. Afektif pada seseorang atau sesuatu bergantung pada citra yang dimiliki tentang orang atau suatu objek. Media massa tidak mengubah afektif secara langsung. Media massa mengubah dulu citra, dan citra mendasari afektif.

3. Efek Behavioral Komunikasi Massa

Efek behavioral berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu tindakan atau kegiatan. Tindakan akan dilakukan seseorang bila dirinya sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Dengan kata lain efek behavioral timbul setelah munculnya efek kognitif dan efek afektif.

Akibat dari efek komunikasi massa adalah terjadinya perubahan pada diri khalayak komunikasi massa yaitu perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Respons kognitif merupakan penguasaan individu mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan informasi yang disampaikan. Sementara respon afektif adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang berhubungan dengan informasi yang disampaikan kepada khalayak. Berdasarkan penelitian Mardianah (2010) kognitif dan afektif pendengar terbentuk setelah mereka telah terdedah oleh media massa.