• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Menua

Menua terjadi akibat penggunaan sel-sel tubuh melayani kemampuan yang diakibatkan berbagai faktor antara lain: perubahan fungsi sel, ketidaknormalannya sel dan kemunduruan sel dalam organ dan jaringan.

Usila adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia sebagai mahluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Seiring dengan pertambahan usia maka akan terjadi berbagai perubahan dan penurunan struktur fungsi tubuh manusia. Dengan bertambahnya umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor yang lain seperti motivasi diri, lingkungan, riwayat kesehatan dan nutrisi, terjadilah perubahan antomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat

11

awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel.(Boedhi dan Hadi, 2004).

Kematian sel pada tubuh usila mengakibatkan berbagai perubahan anatomik dan fisiologik sehingga menyebabkan usila tidak lagi mampu mandiri sehingga menyebabkan ketergantungan. Disamping itu dengan bertambahnya umur, tubuh tidak berespon secara hebat terhadap cedera atau penyakit.

2.1.1. Teori Kejiwaan Sosial a. Teori Aktivitas

1. Usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak mengikuti kegiatan- kegiatan sosial.

2. Ketentuan akan meningkatkan pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung mengatakan bahwa usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

3. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usila.

4. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke usila.

b. Teori Kepribadian Berlanjut.

Pada teori ini mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang usila sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimilikinya.

c. Teori Pembebasan.

Dengan bertambahnya usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosial yang mengakibatkan interaksi sosial usila manurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

12

Tidak satu teori pun mampu menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan merupakan proses yang universal, tidak seorang pun mengetahui penyebabnya atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. (Nugroho , 2000).

2.2. Konsep Menua Sehat 2.2.1 Pengertian

Menurut Darmojo. B (1994) tujuan hidup manusia ialah menjadi tua tetapi tetap sehat (Healthy aging). Healthy Aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat.

1. Endogenic Aging (faktor endogen). Proses seperti jam yang terus berputar. 2. Faktor Exogenik.

Dimana seseorang hidup dan faktor sosial budaya merupakan faktor resiko. Jadi tugas dan tujuan gerontologi/geriatri yaitu menuju menua sehat dengan jalan P4 bidang kesehatan yaitu:

1. Peningkatan mutu kesehatan (promotion). 2. Pencegahan penyakit (Prevention). 3. Pengobatan penyakit (Curative).

4. Pemulihan kesehatan (Rehalibitatition). (Darmojo B, 2004). 2.2.2. Tanda-tanda Penuaan

Pada tahun 1977 Birren Clan Jenner mengusulkan untuk membedakan antara:

13

1. Usia biologis: yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir sampai masa tua berada dalam keadaan hidup.

2. Usia psikologis: yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian- penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

3. Usia sosial: yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Ketiga hal tersebut saling mempengaruhi dan prosesnya saling berkaitan.

Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:

1. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

Rambut berkembang dalam salah satu lapisan epidermal tetapi kadang-kadang dilekatkan dalam dermis. Setiap rambut terdiri dari akar, batang, tangkai dan folikel. Melanosit pada batang rambut memberikan warna. Kuantitas, kualitas dan distribusi rambut berubah sesuai usia. Terdapat suatu pengurangan rambut umum dari perifer sampai kepusat tubuh. Rambut pada kulit kepala, ekstremitas, aksila dan pubis berkurang dan menipis. Rambut pada lubang hidung, telinga dan alis mata menjadi kasar dan tebal.

2. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang menetap.

Sedikit kolagen dibentuk pada proses penuaan dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin

14

maupun kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai dengan penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit.

3. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

Gangguan penglihatan pada usila biasanya disebabkan oleh degenerasi makularsenilis, katarak dan glaukoma.

Gangguan pendengaran pada usia lanjut disebut dengan presbikusis. Gangguan pendengaran yang terjadi dapat dipantau dengan audio meter. Laki-laki umumnya lebih sering menderita presbikusis dari pada perempuan. Presbikusis merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, penyakit sistemik serta arteriosklerosis vertebrobasiler.

4. Mudah lelah.

Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi), gangguan organis (anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal dengan uremia/gangguan faal hati dan gangguan sistem peredaran darah jantung) dan pengaruh obat-obatan (obat penenang, obat jantung yang melelahkan daya kerja otot).

5. Gigi tanggal.

Gigi mengalami perubahan morfologik degeneratif antara lain perubahan atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan

15

morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik, diantaranya ganguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu makan sampai pada penyakit.

6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

Keterbatasan gerak seringkali membuat usila kehilangan kemandirian baik secara fisik dan mental, sehingga mereka harus bergantung pada orang lain. 7. Kerampingan tubuh menghilang, disana-sini terjadi penimbunan lemak terutama

dibagian perut dan pinggul.

Proses metabolisme yang menurun pada usila, bila tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga kalori yang berlebihan akan diubah menjadi lemak yang akan mengakibatkan kegemukan. Kebutuhan energi pada usila menurun sehubungan dengan penurunann metabolisme basal (sel-sel banyak yang inaktif) dan kegiatan fisik cenderung menurun. Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40- 49 tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. (Depkes RI, 2001). 2.2.3. Faktor yang mempengaruhi penuaan

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (physiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan dimulai dari sel-jaringan organ- system pada tubuh. Bila penuaan dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup disebut dengan penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuai dengan kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat mempengaruhi

16

faktor endogen sehingga dikenal dengan faktor risiko. Faktor risiko tersebut yang menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patological aging). Penuaan sekunder yaitu ketidak mampuan yang disebabkan oleh trauma atau sakit kronis dan nutrisi, mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul karena stress yang dialami oleh individu. (Pudjiastuti dan Utomo B, 2003).

2.2.4. Penurunan Organ Tubuh pada Masa usila

Berbagai organ tubuh pada usila terjadi penurunan fungsi, oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah:

a. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan cara : Pemeriksaan kondisi kesehatan secara teratur yaitu upaya deteksi dini kondisi penyakit melalui pemeriksaan berkala dengan menggunakan kartu menuju Sehat (KMS) lansia dan melaksanakan upaya rujukan bila diperlukan, pengaturan pola makan (gizi seimbang) yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi para usila melalui penyuluhan dan demontrasi gizi sesuai pedoman umum gizi seimbang, pemeliharaan kebugaran fisik melalui olah raga secara teratur berupa senam usila, senam osteoporosis, gerak jalan santai dan lain-lain, penerapan pola hidup sehat demi terwujudnya peningkatan kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial usila, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dalam suasana aman, tentram, sejahtera lahir dan batin, penyuluhan kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing usila, melakukan rujukan oleh kader kepada petugas kesehatan di Puskesmas atau ke Rumah Sakit setempat (Depkes RI, 2003).

17

b. Psikologik usila Dapat dibedakan : 1. Psikologik

Psikologis usila dilakukan melalui:

a. Konsultasi usia yang berisi kegiatan pemberian bimbingan praktis untuk menghadapi gejala-gejala psikologis yang muncul pada masa usila.

b. Diskusi dan dinamika kelompok sesama usila, sebagai wahana untuk saling bertukar pikiran dan curah pendapat dan saling membantu satu sama lain.

2. Spritual

Spritual pada masa usila dilakukan melalui:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas beribadah untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama dan kepercayaan masing-masing.

b. Peningkatan pengetahuan tentang ilmu keagamaan melalui kegiatan ceramah agama, pengajian, kebaktian dan buku-buku agama.

c. Aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti peringatan hari-hari besar keagamaan dan sebagainya.

d. Aktif dalam organisasi keagamaan. c. Persiapan Ekonomi Pada usila

Persiapan ekonomi dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup, hal ini dapat dilakukan melalui :

18

1. Perintisan kesempatan kerja baru beralih profesi sesuai dengan kondisi usia sebagai kesempatan kedua dalam rangka mencari nafkah dan meningkatkan kondisi sosial ekonominya melalui kegiatan antara lain, peningkatan keterampilan, pelaksanaan usaha dan manajemen usaha.

2. Latihan pada usila sebagai upaya untuk memberikan pelatihan praktis yang berguna untuk mengisi kehidupan usila dengan kegiatan-kagiatan yang bermanfaat.

3. Hidup hemat dan aktif menabung.

4. Ikut serta dalam kelompok-kelompok swadaya (Self help groups) sebagai media untuk saling tukarpengalaman dan sambung rasa.

5. Meningkatkan fungsi dan perannya sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat dan warga negara.(Nugroho W, 2000).

2.2.5. Batasan-batasan usila

Batasan USILA menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu : 1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 - 59 tahun.

2. Usila (elderly) : usia 60 - 74 tahun. 3. Usila tua (old) : usia 75 - 90 tahun.

4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun. (Nugroho Wahjudi, 2000).

Sedangkan menurut Sumiati Ahmad membagi priodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut:

1. 0 - 1 tahun = masa bayi. 2. 1- 6 tahun = masa pra sekolah. 3. 6 - 10 tahun = masa sekolah.

19

4. 10 - 20 tahun = masa pubertas.

5. 40 - 65 tahun = masa setengah umur (prasenium).

6. 65 tahun keatas = masa usila (Senium). (Nugroho W, 2000). 2.2.6 Perkembangan kelompok usila

Tingkat perkembangan kegiatan kelompok usila dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Kelompok usila pratama adalah kelompok yang belum mantap, kegiatan yang terbatas, dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

2. Kelompok usila madya adalah kelompok yang telah berkembang dan melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan (paling sedikit 8 kali setahun) jumlah kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program < 50% serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.

3. Kelompok usila purnama adalah kelompok yang sudah mantap dan melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan beberapa kegiatan tambahan diluar kesehatan dan cakupan yang lebih tinggi (>60%).

4. Kelompok usila mandiri adalah kelompok purnama dengan kegiatan tambahan yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri. (Depkes RI, 2003).

20

2.3. Posyandu usila 2.3.1 Pengertian

Posyandu usila perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah, keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya usila.

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Muninjaya (1999) bahwa pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dilaksanakan ditingkat dusun/desa dalam wilayah kerja masing-masing puskesmas. Tempat pelayanan program terpadu ini disebut posyandu.

Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan yang terpadu dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari dua program menjadi lebih banyak program. Keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek lokasi, kegiatan maupun aspek petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip posyandu adalah suatu kegiatan yang dikelola masyarakat dan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. (Depkes RI, 1988).

Adapun posyandu usila adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap usila ditingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu usila berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatarbelakangi oleh kreteria usila yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama usila. (Depkes RI, 2000).

21

2.3.2 Sasaran Posyandu usila. 1. Sasaran langsung.

a. Kelompok usia virilitas/pra-usila 45-49 tahun. b. Kelompok usila 60-69 tahun.

c. Kelompok usila resiko tertinggi 70 keatas. 2. Sasaran tidak langsung.

a. Keluarga yang mempunyai usila. b. Masyarakat dilingkungan usila berada.

c. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usila. d. Masyarakat luas.

Semuanya menjadi sasaran prioritas karena dianggap sebagai pusat sasaran strategis dalam pembinaan usila yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. (Dinkes Medan, 2005).

2.3.3 Indikator keberhasilan posyandu usila.

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan usila melalui kegiatan pelayann kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan dan pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari:

1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat usila dengan berkembangnya jumlah organisasi masyarakat usila dengan berbagai aktivitas pengembangannya.

2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi usila.

22

4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi usila.

5. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada usila. 2.3.4 Peranan kader usila.

1. Umum.

Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan terpadu besama masyarakat dalam rangka pembangunan kesehatan.

2. Khusus. a. Persiapan.

b. Memotivasi masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan usila dan berperan serta untuk mensukseskannya

c. Bersama dengan masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan usila di tingkat desa/kelurahan.

d. Menyiapkan sarana yang diperlukan usila. 3. Pelaksanaan.

a. Melakukan penyuluhan kesehatan usila secara terpadu.

b. Mengelola kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pengisian KMS usila, PMT, pencatatan dan pelaporan serta rujukan.

c. Mengikuti kegiatan pasca pelayanan. 4. Pembinaan.

a. Menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan masyarakat untuk membicarakan pengembangan program, di integrasikan dengan kegiatan masyarakat setempat (Arisan, pengajian/perwiritan, dan sebagainya).

23

b. Melakukan kunjungan rumah pada keluarga usila yang dibinanya. c. Membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader. 2.3.5 Pelayanan Kesehatan.

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada usila dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. (KMS Usia Lanjut). 3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan.

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta menghitung denyut nadi selama 1 menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin.

6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus).

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.

8. Pelaksanaan rujukan kepuskesmas bila mana ada keluhan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.

24

9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu atau kelompok usila.

10.Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok usila yang tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (public health nursing).

11.Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi usila serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.

12.Kegiatan olah raga, antara lain senam usila, gerak jalan santai dan lain sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.

Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti diuraikan diatas dapat dilakukan kegiatan non kesehatan mialnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hoby dan lain-lain (Depkes RI, 2003).

2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi pelayanan Kesehatan

Menurut Departement of health education and welfare, USA (1997) dalam Azhari (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan yaitu:

1. Faktor sistem pelayanan kesehatn yang bersangkutan: tipe organisasi, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga kesehatan dengan masyarakat dan adanya asuransi kesehatan serta faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya . 2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio

demografi (meliputi umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar keluarga dan lain sebagainya), faktor sosio psikologis (meliputi; sikap/persepsi terhadap

25

pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya), faktor status ekonomi (meliputi: pendidikan, pekerjaan dan pendapatan/penghasilan), dapat digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, variabel yang menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya).

Menurut Lapau (1997), ada dua faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan meliputi:

1. Faktor sistem pelayanan seperti kelengkapan program tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antar tenaga kesehatan degan penderita.

2. Faktor konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi sosial ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Anderson (1995) menyatakan bahwa ada tiga kategori utama yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan dan mempengaruhi perilaku seseorang untuk menggunakan yaitu:

1. Faktor predisposing, mencakup karakteristik keluarga yaitu variabel demografi dan struktur sosial.

2. Faktor kebutuhan dibagi atas dua kategori antara lain; perasaan subjektif (subjective assesment) dan evaluasi klinis terhadap penyakit ( clinical diagnosa).

26

2.3.7 Pengorganisasian

Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya dengan bantuan tehnis dari puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanian, agama, dan lembaga ketahana masyarakat desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya masyarakat yang semula dikenal dengan kegiatan pembangunan kesehatan masyarakata desa. (Depkes RI, 1988).

Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat setempat maka tugas kader, pemimpin kader dan pemuka masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya berperan membantu. Di Indonesia dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu usila adalah dari dan oleh masyarakat, (Azwar, 2002).

2.3.8 Tujuan penyelenggaraan

Posyandu usia lanjut (usila) diselenggarakan dengan tujun sebagai berikut : a. Umum.

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usila untuk sesuai mencapai masa tua yang bahagia dan berdayaguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat dengan keberadaannya.

b. Khusus.

27

2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam menghayati serta mengatasi masalah kesehatan usila.

3. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan usila.

4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usila (Soedja, 2002).

2.4 Kemandirian usila

Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan kebergantungan, hasil penelitian memperlihatkan bahwa aspek fisiologis dan psikologis pada penuaan tidak menyebabkan kemunduran mental dan kerusakan fisik pada kehidupan lebih lanjut. Kemandirian pada usila dapat di nilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Meskipun pada usia mengalami kemunduran fungsi fisik tetapi diharapkan masih dapat mandiri. Menurut Ferguson,1984 pada peroses penuaan terjadi penurunan fungsi kunyah 1/6 kali semula dan fungsi bicara. Hal yang sama dikemukakan oleh Raharja (1998) bahwa fungsi penelanan menurun menjadi 25- 50% pada usia diatas 50 tahun. Menurut Miller (1995) penurunan fungsi pada organ tubuh berdampak pada kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2.4.1 Penuaan yang berhasil

Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan ketergantungan. Dalam hal ini apa yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi usila yang normal tanpa kondisi patologis yang jelas, telah diidentifikasi dua kemungkinan hasil penuaan yang biasa atau penuaan yang berhasil. Pendukung yang tertarik pada pada teori ini mengidentifikasi faktor yang membedakan antara usila yang biasa

28

atau usila yang berhasil. Beberapa masalah yang timbul yang dihubungkan dengan peningkatan kemandirian usila adalah dukungan sosial yang baik akan meningkatkan keberhasilan usila. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa usila mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun sosial yang selanjutnya dapat menyebabkan ketergantungan pada orang lain. (Miller, 1995).

2.4.2Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usila

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian usila diantaranya adalah keadaan mental, karena pada usila sering mengalami apa yang disebut dementia yaitu kemunduran dalam fungsi berpikir. Gangguan biasanya dimulai dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai dengan bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Dementia tersebut disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: berkurangnya sel-sel neuron otak. Menurut hasil penelitian Sirait dan Woro, (1998) menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia maka risiko sakit semakin tinggi pula. Oleh sebab itu program 3 sehat sangatlah penting, inti program tersebut adalah olah raga teratur, makan yang seimbang dan menjaga ketenangan batin (Soesilo, 2005).

Disamping faktor tersebut diatas gaya hidup juga sangat mempengaruhi kemandirian usila. Gaya hidup disini dapat berarti gaya hidup yang ditampilkan oleh individu dan gaya hidup karena kebiasaan sehari-hari. Hingga kini obesitas, merokok, ketergantungan, alkohol dan latihan yang kurang merupakan faktor yang berkontribusi terhadap gangguan kesehatan pada usila. (Watson, 2003).

29

2.4.3. Ketergantungan

Ketidak mampuan dan kebergantungan bukan hal yang penting pada penuaan. Hampir sepenuhnya usila dapat beraktivitas secara normal dan tanpa

Dokumen terkait